Вы находитесь на странице: 1из 22

17

Peningkatan Kemandirian Lansia Berdasarkan Perbedaan


Activities Daily Living: Perawatan Lansia di Rumah dan di
Panti Werda

1 *2

Yudhiakuari Sincihu , Bernadette Dian Novita Dewi

1
Departemen IKM Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya,
2
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya
*corresponding author: email: yudhiakuari@ukwms.ac.id

Abstract

In Indonesia, the success of health development have an impact on


the increasing number of elderly each year. This enhancement was not
accompanied by the increasing quality of life of the elderly. Because of
that many of them who are not independent become a burden to their
family and society. Physical and psychological changes in the elderly
affects their independence. It can be seen from the elderly ability to
complete their daily activities such as feeding, bathing, grooming,
dressing, defecation, urination, toileting, mobility, transfer or activity up
and down stairs independently. The goal of This research is to explain the
differences the independence of elderly who was received health care in
the their own House and in The Werdha Parlors. Hopefully, this research
ultimately generate recommendations to improve the quality of life based
190
on an analysis of factors elderly such as health conditions, economic
conditions and social interaction for their daily living activities (ADL). It
carried the elderly who lived in their own House and in the Werdha Parlors.
An analytic research with a quantitative approach and design was using
cross sectional study. The data was processed with the distribution table,
cross table, comparison test and correlation test. So on it had been
discussed in depth using the theory and expert discussion focused. The
Results of this research shows there is no difference autonomy between the
elderly who lived in their own House or the elderly who lived in the
Werdha Parlors. The Only health condition factors such as age and
physical changes which makes associated with the degree of independence.
Further, it arranged for the increasing of independence of elderly who
conceptualized by researchers as "5-Ber" education approach.

Keyword: Independence, Aktivities Daily Living, Elderly, Homecare,


Werdha Parlors

Pendahuluan
Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia (Lansia) semakin tahun
semakin bertambah jumlahnya. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia
berjumlah 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Tahun 1990
meningkat menjadi 8,9 persen, 7,2 persen di tahun 2000 dan diperkirakan
menjadi 11,4 persen pada tahun 2020.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan usia harapan
hidup (UHH) sebagai salah satu program kesehatan dan indikator
pembangunan kesehatan. Namun peningkatan jumlah ini tidaklah disertai
dengan peningkatan kualitas hidup dan kemandirian dari para lansia.
Peningkatan umur hidup Lansia berdampak pada aspek ekonomi,
kognitif, dan spiritual Lansia yang harus menjadi perhatian oleh kaluarga
maupun masyarakat. Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan fisik
maupun psikis para lanjut usia sehingga mempengaruhi aktivitas
keseharian para Lansia. Berdasarkan aspek sosial para Lansia cenderung
191
tidak punya teman bicara, merasa tidak mampu, mengalami gangguan
emosi, post power sindrom, dan lain-lain. Menurut aspek ekonomi
terkadang para Lansia sudah tidak produktif, tetapi justru menjadi beban
biaya perawatan kesehatan bagi keluarga.
Hal seperti ini yang mendasari kenapa para keluarga memilih untuk
merawat lansia di Rumah dan atau di titipkan perawatannya di berbagai
Panti Werda.Alasan perawatan tersebut sering kali dikaitkan dengan faktor
rendahnya kemandirian yang dilihat dari aktivitas keseharian Lansia. Bagi
Lansia yang dirawat di Rumah biasanya adalah budaya Negara Wilayah
Timur, tetapi perawatan diPanti Werda adalah budaya Negara Wilayah
Barat. Perbedaan budaya menimbulkan sebuah isu keilmuan, apakah ada
perbedaan jika Lansia mendapat perawatan di Rumah dan atau di Panti
Werda, faktor mana yang menyebabkan perbedaan?. Berbagai jurnal telah
ditelusuri, tetapi tidak ada yang menjelaskan secara jelas tentang penyebab
perbedaan ADL pada Lansia yang dirawat di kedua tempat tersebut.
Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa kemandirian para Lansia
penting untuk ditingkatkan. Adapun parameter kemandirian adalah
aktivitas sehari-hari (Activities Daily Living) guna mencapai semboyan
“Lansia sehat dan berkualitas”. Konsep ini terintegrasi dalam tiga domain
utama, yaitu domain biologis tubuh, domain psikologi dan domain sosial-
ekonomi.
Dari seluruh uraian di atas, maka muncul pemikiran peneliti untuk
mengetahui perbedaan kemandirian Lansia, dalam hal ini pada aktivitas
sehari-hari berdasarkan ketiga domain utama. Baik kepada Lansia yang
mendapat perawatan di Rumah bersama keluarga maupun pada para Lansia
yang mendapat perawatan di Panti Werda.

192
Instrumen Pengukuran Kemandirian Lansia
Indeks Barthel merupakan suatu alat ukur pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan
mobilitas dengan sistem penilaian yang didasarkan pada kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Indeks ini menggunakan 10 indikator penilaian, yaitu:
Tabel 1: Instrument Pengkajian Kemandirian dengan Indeks Barthel.
ITEM YANG
NO DINILAI SKOR NILAI

1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu


5 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega dll 10 = Mandiri

2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain


5 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 5 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 5 = Sebagian dibantu (misal mengancing
baju)
10 = Mandiri
5 Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan
(Bowel) tidak terkontrol
5 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
jam)
10 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6 Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
5 = Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
10 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
5 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri 10 =
Mandiri

193
8 Transfer 0 = Tidak mampu
5 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
10 = Bantuan kecil (1 orang)
15 = Mandiri

9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)


5 = Menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan satu orang
15 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
5 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 10
= Mandiri
Sumber : Hadiwynoto, 2005.
Berdasarkan tabel di atas, interprestasi hasil menurut Barthel
adalah jika total nilai indeks 100 maka disebut Dependen Total jika skor
0-20, Dependen Berat jika skor 21-40, Dependen Sedang jika skor 41-60,
Dependen Ringan jika skor 61-90, dan Mandiri jika skor 91-100
(Sugiarto,2005).

Metode Riset
Merupakan penelitian komparasi untuk mencari perbandingan dua
sampel atau dua uji coba pada obyek penelitian, dilanjutkan dengan
korelasi untuk menilai berbagai faktor kondisi yang berhubungan dengan
kemandirian Lansia. Menggunakan pendekatan data kuantitatif dan
merupakan penelitian observasional. Rancangan penelitiannya yaitu cross
sectional. Lokasi penelitian adalah Panti Werda Bhakti Luhur, Wisma
Tropodo, Surabaya dan wilayah lingkungan setempat dimana Panti Werda
berada yaitu perumahan Wisma Tropodo, kecamatan Waru, Surabaya.
Populasi adalah para Lansia yang tinggal di Panti Werda Bhakti
Luhur, Wisma Tropodo dan para Lansia yang tinggal di Rumah bersama
194
keluarga di perumahan Wisma Tropodo, kecamatan Waru. Sampel diambil
dengan tehnik simple random sampling dalam kurun waktu enam bulan
penelitian (agustus 2014 – februari 2015). Sampel berjumlah 30 orang
Lansia yang dirawat di Rumah dan 30 orang Lansia yang dirawat di Panti
Werda.
Tahapan pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor
kondisi kesehatan (umur, jenis kelamin, perubahan fisik), faktor kondisi
ekonomi (pekerjaan, penghasilan, sumber biaya hidup sehari-hari), dan
faktor kondisi interaksi sosial para lanjut usia di dua tempat secara
bersama-sama yakni, di Panti Werda Bhakti Luhur Surabaya dan di
Rumah wilayah perumahan Wisma Tropodo dengan bantuan tokoh
masyarakat. Tahapan kedua adalah melakukan identifikasi terhadap
aktivitas keseharian para Lansia (ADL) yang meliputi feeding, bathing,
dressing, bowel, bladder, toileting, transfer, and mobility.
Setelah kedua tahapan di atas, dilakukan analisis perbedaan ADL
yang dirawat oleh keluarga sendiri di Rumah dengan di Panti Werda.
Kemudian melakukan analisis hubungan faktor kondisi kesehatan, faktor
ekonomi dan faktor interaksi sosial para Lansia dengan ADL di kedua
kelompok tersebut.
Dari kedua hasil analisis di atas, dilakukan telaah teori dan diskusi
pakar. Pembahasannya disesuaikan dengan kebenaran teori tentang
aktivitas keseharian lansia. Kemudian disusun suatu pengembangan
wawasan keilmuan geriatric berupa rekomendasi atau anjuran terkait usaha
peningkatan kemandirian Lansia.

195
Hasil Dan Pembahasan Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Panti Werda Bhakti Luhur bertempat di Jalan Kapuas F1,
Perumahan Tropodo, Sidoarjo. Panti Werda ini diperuntukan khusus bagi
kaum perempuan. Dikelola oleh Yayasan Bhakti Luhur yang merupakan
yayasan sosial dengan fokus pelayanan kepada memberi perhatian secara
khas untuk penyandang cacat yang secara sosial ekonomi tergolong
miskin, terlantar dan dipinggirkan oleh masyarakat sekitar. Cakupan
pelayanannya adalah para Lansia, yatim piatu dan anak terlantar yang
karena salah satu atau beberapa sebab berdampak pada keterbatasan
aktivitas dalam menjalani kegiatan kehidupan sehari-hari. Sumber dana
Bhakti Luhur didapatkan dari berbagai donasi.
Panti Werda atau disebut juga Asrama para Lansia di Bakti Luhur
dibagi menjadi empat Asrama, yaitu Asrama Kartini, Asrama Marta,
Asrama Maria, dan Asrama Theresia. Setiap Asrama terdapat 2 tingkatan
lantai bangunan dan memiliki satu orang Ibu asrama yang bertugas sebagai
penanggung jawab asrama. Kebanyakan lantai atas digunakan untuk
Lansia yang masih bisa berjalan, naik-turun tangga atau masih tergolong
normal secara fisik, sedangkan lantai bawah digunakan untuk para Lansia
yang tidak bisa berjalan dan mempunyai keterbatasan fisik.
Program kegiatan rutin sehari-hari dibuat kurang lebih sama seperti
didalam situasi keluarga pada umumnya, mulai dari bangun pagi sampai
dengan kembali istirahat. Kegiatan rutin berupa merawat diri, memasak,
mencuci, bersih-bersih rumah, merawat taman, bersosialisasi, sharing
pengalaman (bercerita), mandi, makan, senam, berolahraga, membuat pra-
karya kerajinan, dan lain-lain.
Perumahan Wisma Tropodo sama seperti halnya perumahan sederhana
lainnya di wilayah Waru, Sidoarjo. Tempat ini di ambil hanya sebagai
196
pendekatan agar situasi lingkungan sekitar Lansia dapat menyerupai
lingkungan sekitar Panti Werda Bhakti Luhur, karena Panti ini juga
berlokasi di Perumahan Wisma tropodo. Setiap kegiatan lingkungan di
wilayah perumahan akan berdampak pada Lansia baik yang tinggal di
Rumah maupun di Panti Werda Bhakti Luhur.

Gambaran Domain Biologis Tubuh, Psikologi Dan Sosial-Ekonomi


Lansia
Faktor kondisi kesehatan para Lansia yang mendapat perawatan kesehatan
di Rumah maupun di panti werda, meliputi: karakteristik umur, jenis
kelamin dan perubahan fisik.
Para Lansia yang paling banyak tinggal di Rumah adalah umur Lansia
beresiko (> 70 tahun) yaitu sebesar 40,0% sedangkan yang tinggal di Panti
Werda justru umur Lansia Menengah (60-70 tahun) yaitu sebesar 50,0%.
Distribusi untuk umur Pra-Lansia didapatkan sama dikedua tempat, yaitu
sebesar 26,7%.
Jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan perawatan kesehatan
di Rumah adalah sama banyak, yaitu sebesar 50,0%. Sedangkan jenis
kelamin Lansia yang dirawat di Panti Werda didominasi oleh para Lansia
perempuan, yaitu sebesar 100%.
Para Lansia yang mendapat perawatan kesehatan di Rumah lebih
cenderung mengeluhkan perubahan fisik normal ataupun akibat penyakit
seperti mudah lelah (40%), Mata kabur (36.7%), Nyeri sendi (33.3%),
Hipertensi (33.3%), Pusing (26.7%) dan Kesemutan (26.7%), sedangkan
para Lansia yang dirawat di Panti Werda lebih cenderung mengeluhkan
perubahan kondisi fisik seperti Pusing (36.7%), Kesemutan (36.7%), Mata

197
kabur (33.3%), Nyeri sendi (33.3%), Hipertensi (30.0%), Kelemahan
anggota gerak (26,7%), Gigi rusak (26,7%) dan Sulit tidur (26,7%).
Faktor kondisi ekonomi para Lansia yang mendapat perawatan kesehatan
di Rumah maupun di Panti Werda, meliputi: karakteristik pekerjaan,
penghasilan, dan sumber biaya hidup sehari-hari.
Jumlah Lansia yang mempunyai status pekerjaan lebih banyak memilih
perawatan kesehatan di Rumah, yaitu sebesar 80,0% dan hanya 20,0%
yang tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan yang tinggal di Panti Werda
adalah para Lansia yang sudah tidak bekerja (sebesar 100,0%). Jika di rinci
lebih lanjut, maka jenis pekerjaan yang masih dilakukan oleh para Lansia
yang tinggal di Rumah adalah Wiraswasta sebesar 54,2% dan Pensiunan
sebesar 20,8%.
Lansia yang tinggal di Panti Werda seluruhnya (sebesar 100,0%) tidak
mempunyai pendapatan bulanan secara mandiri. Sedangkan Lansia di
Rumah mempunyai besaran pendapatan bulanan yang merata yaitu sebesar
23,3% responden memiliki pendapatan bulanan > 3 juta, sebesar 23,3%
responden memiliki pendapatan bulanan 2-3 juta, sebesar 20,0%
responden memiliki pendapatan bulanan 1-3 juta, dan sebesar 13,3%
responden memiliki pendapatan bulanan < 1 juta.
Jika dirinci lebih lanjut, maka penilaian kecukupan penghasilan bulanan
untuk memenuhi kebutuhan hidup Lansia sehari-hari adalah sebesar 56,7%
Lansia menilai cukup untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Disisi lain, para Lansia yang tinggal di panti werda, seluruhnya (sebesar
100,0%) merasa tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
Lansia yang tinggal dan mendapat perawatan kesehatan di Rumah
sebagian besar mendapatkan kecukupan biaya hidup dari sang anak yaitu
sebesar 84,6%. Sedangkan Lansia yang tinggal dan mendapat perawatan
198
kesehatan di Panti Werda sebagian besar mendapatkan kecukupan biaya
dari keluarga lain yaitu sebesar 70,0% dan organisasi sosial swasta sebesar
23,3%.
Faktor kondisi interaksi sosial para Lansia yang mendapat perawatan
kesehatan di Rumah maupun di Panti Werda dapat dilihat dari interaksi
komunikasi, meliputi: Interaksi komunikasi dalam keluarga, Interaksi
komunikasi dengan orang lain, Interaksi komunikasi dalam keanggotaan
organisasi, dan Interaksi komunikasi dengan Tuhan dalam rutinitas
keagamaan.
Lansia yang tinggal dan mendapat perawatan kesehatan di Rumah
mempunyai interaksi atau komunikasi sosial yang baik yaitu Interaksi
sosial dengan keluarga yang baik (mean 2.87), Interaksi sosial dengan
dengan orang lain yang baik (mean 2.87), Interaksi sosial dengan dengan
masyarakat dalam organisasi yang baik (mean 2,77) dan mempunyai
hubungan relasi dengan Tuhan yang baik (mean 3.03). Sedangkan para
Lansia yang tinggal dan mendapat perawatan kesehatan di Panti Werda
mempunyai hubungan komunikasi yang buruk dengan keluarga (mean
1,99), tetapi untuk Interaksi sosial dengan orang lain (mean 3,21),
Interaksi sosial dengan masyarakat dalam organisasi (mean 3,27) dan
Interaksi sosial dengan Tuhan dalam bentuk doa (mean 3,37) lebih baik
dari pada perawatan kesehatan Lansia yang tinggal di Rumah.

Gambaran ADL Lansia


Karakteristik Activities Daily Living (ADL) para Lansia dengan perawatan
kesehatan di Rumah maupun di Panti Werda berdasarkan Indeks Barthel
menunjukan hasil bahwa para Lansia yang mendapat perawatan kesehatan

199
di Rumah sebanyak 16,7% yang tergolong ketergantungan ringan dan
3,3% tergolong ketergantungan total.
Sedangkan para Lansia yang dirawat di Panti Werda lebih lebih banyak
mengalami ketergantungan ringan yaitu sebesar 30,0%, ketergantungan
sedang 3,3% dan ketergatungan berat 3,3%. Sedangkan Lansia yang
mandiri tetap mempunyai proporsi paling besar dari kedua lokasi
perawatan kesehatan Lansia, yaitu 80,0% Lansia Mandiri tinggal di Rumah
dan sebesar 63,4% tinggal di Panti Werda.

Analisis Perbedaan Aktivitas Sehari-Hari (ADL) Lansia yang


mendapat Perawatan di Rumah dan di Panti Werda
Uji beda menggunakan Mann-Whitney U Test disebut juga Wilcoxon
Rank Sum Test karena ADL berskala data semikuantitatif (ordinal),
mempunyai dua sampel bebas (independent) dan sampel berdistribusi
tidak normal berdasarkan uji normalitas yang dilakukan sebelumnya. Uji
ini adalah uji non parametrik.
Uji komparasi ADL Lansia yang mendapat perawatan kesehatan di
Rumah dan di Panti Werda didapatkan hasil nilai U sebesar 375 dan nilai
W sebesar 840. Apabila dikonversikan ke nilai Z maka besarnya 1,400.
Nilai Sig (2-tailed) atau P Value sebesar 0,162 > 0,05 sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kemandirian Lansia yang
tinggal dan mendapat perawatan kesehatan di Rumah maupun Lansia yang
tinggal dan mendapat perawatan kesehatan di Panti Werda berdasarkan
kemampuan Lansia untuk melakukan aktivitas sehari-hari (ADL).

200
Analisis Hubungan Faktor Kondisi Kesehatan, Faktor Kondisi
Ekonomi dan Faktor Kondisi Interaksi Sosial Para Lansia dengan
Aktivitas Sehari-hari (ADL) pada Lansia yang Mendapat Perawatan
di Rumah dan di Panti Werda
Uji hubungan antara tingkatan umur, jenis kelamin, status pekerjaan dan
jenis pekerjaan Lansia dengan ADL menggunakan uji Spearman
Coralation. Didapatkan hasil berupa scor P Value 0,017 < 0.05 pada uji
antara umur dan ADL, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara tingkatan umur Lansia dengan kemandirian Lansia dalam
menjalani aktivitas hidup sehari-hari (ADL). Sedangkan variabel lainnya
P Value > 0,05.

Pembahasan Karakteristik Lansia Berdasarkan Faktor Kondisi


Kesehatan
Distribusi Lansia yang berumur menengah (60-70 tahun) lebih
banyak tinggal di Panti Werda menunjukan bahwa pada saat itulah Lansia
banyak mengalami konflik akibat keterbatasan fisik, ketidakpastian
ekonomi, permasalahan sosial, kehilangan pasangan hidup, dan mulai
harus banyak menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya (Hurlock,
1979), sehingga lebih memilih tinggal Panti Werda sebagai tempat paling
sesuai untuk dirinya.
Sedangkan ketika Lansia berusia >70 tahun, konflik yang terjadi
dalam diri Lansia sudah memudar dimana Lansia mulai berpasrah dengan
keadaan, obsesi terhadap keberhasilannya selama hidup mereka sudah
mereda, ditambah pula dengan keinginan dari sang anak atau keluarga
dekat untuk membalas budi baik Lansia selama hidup sehingga pilihan
yang terbaik adalah tinggal di Rumah bersama anggota keluarga selama
sisa hidupnya.

201
Data distribusi jenis kelamin lansia dengan perawatan kesehatan di
Rumah dan Panti Werda di Kota Surabaya adalah sama banyak, tetapi tidak
dapat mencerminkan penurunan fungsional sistem tubuh antara laki-laki
dan perempuan adalah sama (Mubarak, 2009).
Menurut perubahan fisik yang terjadi pada lansia di Rumah
maupun di Panti Werda mencerminkan ada kesamaan keluhan yaitu
gangguan sistem musculoskeletal, gangguan sistem saraf dan gangguan
sistem indra yang secara keseluruhan menurut Hurlock disebabkan karena
berkurangnya aktifitas pergerakan fisik (lebih banyak duduk atau
berbaring) dari Lansia yang berdampak penurunan aliran darah keberbagai
organ tubuh. Menurut Teori stress oleh Maryam,dkk bahwa hal ini terjadi
akibat hilangnya kemampuan sel yang biasa digunakan tubuh, regenerasi
jaringan yang tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan beban kerja, dan stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi
lelah.

Karakteristik Lansia Berdasarkan Faktor Kondisi Ekonomi


Jumlah Lansia yang mempunyai status pekerjaan lebih banyak
memilih perawatan kesehatan di Rumah, yaitu sebesar 80,0%. Hal ini
dikarenakan para Lansia yang masih produktif dapat membiayai dirinya
sendiri atau bahkan masih menjadi tulang punggung keluarga, tetapi jika
Lansia menjadi beban hidup keluarga maka pilihan anggota keluarga
adalah menitipkan Lansia ke Panti Werda dengan tujuan fokus dalam
pekerjaannya guna membiayai kehidupan keluarga lainnya dan Lansia
tersebut selama tinggal di Panti Werda (Chen and Gavin, 1989).
Jenis pekerjaan yang masih mungkin dilakukan para Lansia yang
tinggal di Rumah adalah jenis pekerjaan sederhana yang tidak
202
membutuhkan beban fisik maupun psikis yang berat yakni Wiraswasta
(54,2%) dan Pensiunan sebesar (20,8%). Tentu saja kondisi ini sesuai
dengan budaya dan pola pikir masyarakat bangsa Indonesia yang lebih
memilih menikmati hidup dimasa tua (Depsos RI). Oleh sebab itu Panti
Werda disediakan sebagai wadah menikmati sisa hidup Lansia dan
sebesar 100% Lansia tidak bekerja serta tidak mempunyai penghasilan
bulanan. Berbeda dengan falsafah bangsa asing yang tetap mengupayakan
hidup produktif sampai meninggal.
Penghasilan bulanan yang didapatkan dinilai oleh para Lansia
dinilai cukup untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (56,7%),
sisanya sebesar 43,3% Lansia yang merasa tidak cukup memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kecukupan biaya hidup didapatkan dari
sang anak yaitu sebesar 84,6% sebagai bentuk kewajiban balas budi. Disisi
lain, Lansia yang tinggal di panti werda, seluruhnya (sebesar 100,0%)
merasa tidak mencukupi kebutuhan hidup, sehingga membutuhkan
bantuan.

Karakteristik Lansia Berdasarkan Faktor Kondisi Interaksi Sosial


Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan
mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi (Maryam, dkk 2008). Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa para Lansia di
Rumah mempunyai interaksi komunikasi yang baik yaitu Interaksi
komunikasi dengan keluarga yang baik, dengan orang lain yang baik,
dengan masyarakat dalam organisasi dan mempunyai hubungan relasi
dengan Tuhan yang baik. Tetapi berlaku untuk kondisi Lansia yang tinggal
di Panti Werda yakni pada hubungan komunikasi dengan keluarga dalam
203
kategori “buruk”, sedangkan interaksi komunikasi dengan orang lain,
masyarakat dalam organisasi dan Tuhan justru menjadi lebih baik dari pada
perawatan kesehatan Lansia yang tinggal di Rumah. Berdasarkan data
tersebut maka sosial exchange theory dan disengagement theory tidaklah
berlaku dalam situasi Lansia di Indonesia.
Buruknya hubungan sosial Lansia yang tinggal di Panti Werda
dengan anggota keluarga dapat disebabkan konflik sosial yang terjadi
dengan anggota keluarga, kekecewaan terhadap harapan Lansia, kesepian
tinggal di Rumah, kesibukan anggota keluarga dalam pekerjaan, pasangan
hidup yang telah meninggal, tidak adanya patner komunikasi, dan lain
sebagainya.

Aktivitas Sehari-hari Lansia di Rumah dan Panti Werda


Sebesar 80,0% Lansia Mandiri memilih tinggal di Rumah, hal ini
dikarenakan Lansia mandiri masih mempunyai aktivitas rutin seperti
pekerjaan, merawat cucu, merawat rumah, dan aktivitas ringan lainnya.
Rumah dianggap tempat yang nyaman bagi Lansia untuk hidup bersama
keluarganya (Watson, 2003), pendapat ini pula yang mendasari jika Lansia
mengalami ketergantungan total maka pilihan untuk tinggal dan mendapat
perawatan di Rumah selama sisa hidupnya merupakan pilihan terbaik bagi
Lansia dan anak-anaknya, terutama sebagai cerminan bakti anak terhadap
orang tua selagi masih hidup (sesuai dengan filosophy bangsa timur).
Tindakan ini tentu saja membutuhkan bantuan tenaga terlatih seperti suster
Lansia.
Konsep keluarga merupakan support system utama bagi para
Lansia dalam mempertahankan kesehatannya terlihat jelas dalam paparan
hasil penelitian ini. Peranan keluarga dalam perawatan Lansia antara lain:
204
menjaga atau merawat Lansia, mempertahankan dan meningkatkan status
mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan
motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi Lansia
(BoedhiDarmojo, 2010).
Sedangkan para Lansia yang dirawat di Panti Werda lebih lebih
banyak mengalami ketergantungan ringan. Adanya Lansia Mandiri yang
tinggal di Panti Werda bukan seluruhnya merupakan pilihannya sendiri
tetapi juga karena desakan keadaan seperti situasi rumah yang tidak
nyaman, tidak ada keterjaminan ekonomi, kekecewaan terhadap anak dan
menantu, bahkan juga kekecewaan terhadap dirinya dan menggap Panti
Werda adalah hukuman terhadap dirinya supaya tidak merepotkan anggota
keluarga lainnya (Watson, 2003). Hasil penelitian ini bertentangan dengan
tujuan pelayanan Panti Sosial Tresna Werda oleh Depsos, yakni Lansia
dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir batin
(Boedhi-Darmojo, 2010).
Disamping itu, ketika Lansia memasuki Panti Werda mereka
dituntut untuk dapat melakukan aktivitas keseharian seperti makan, mandi,
perawatan diri, berpakaian, buang air besar, buang air kecil, penggunaan
toilet, berpindah tempat, bergerak maupun aktivitas naikturun tangga
secara mandiri. Hal inilah yang membuat kemandirian Lansia yang tinggal
di Panti Werda menjadi lebih baik ketimbang tinggal di rumah yang selalu
dilayani assisten ataupun anak dan menantu sebagai tindakan balas budi
semenjak kecil.

Hasil Analisis Beda ADL Lansia di Rumah dan di Panti Werda


Tidak adanya perbedaan antara kemandirian Lansia yang tinggal
dan mendapat perawatan kesehatan di Rumah maupun di Panti Werda
205
berdasarkan kemampuan Lansia untuk melakukan aktivitas sehari-hari
dikarenakan Lansia yang tinggal di Rumah cenderung mempunyai
banyak waktu luang dan dihabiskannya dengan aktivitas bersih-bersih
ataupun menjaga cucu, merawat tanaman, memasak, berwirausaha, dll.
Sedangkan Lansia yang tinggal di Panti Werda tetap dituntut melakukan
aktivitas keseharian secara mandiri yang sengaja dibuat menyerupai
kondisi di Rumah berupa mandi, berpakaian rapi, mencuci piring,
mencuci baju, pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK
dan BAB, serta dapat makan sendiri.
Bahkan beberapa program kegiatan rutin di Panti Werda lebih
menunjang para Lansia untuk hidup mandiri seperti senam bersama, saling
berdiskusi / sharing, membuat barang-barang pra-karya, gotong royong
membersihkan lingkungan, hiburan bersama, dll. Makanannya pun telah
diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan baik. Pengukuran tanda vital seperti pengukuran tekanan darah,
pengecekan gula darah, dan lainnya, menjadi salah satu rutinitas di Rumah
jompo (Watson, 2003).

Hasil Analisis Faktor Penyebab Penurunan Kemandirian Lansia


Pembahasan dari analisis adanya hubungan antara umur Lansia
dengan aktivitas keseharian Lansia dapat dijelaskan sesuai dengan
penjelasan Maryam, dkk dan Depkes RI, (2008) bahwa para Lansia yang
telah memasuki usia 70 tahun, ialah Lansia resiko tinggi dan mempunyai
kecenderungan mengalami penurunan dalam berbagai hal termasuk tingkat
kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga semakin
bertambahnya umur Lansia maka tingkat kemandiriannya akan semakin

206
terganggu dan semakin menyebabkan Lansia menjadi
ketergantungan.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Gambaran karakteristik para Lansia yang mendapat perawatan di
Rumah maupun di Panti Werda dapat disimpulkan:
a. Karakteristik Lansia yang paling banyak tinggal di Rumah adalah
umur Lansia beresiko (> 70 tahun), sedangkan Lansia yang tinggal
di Panti Werda justru umur Lansia Menengah (60-70 tahun).
Responden Lansia berdasarkan jenis kelamin yang tinggal di
Rumah adalah sama banyak, sedangkan di Panti Werda seluruhnya
adalah perempuan.
b. Perubahan fisik normal maupun akibat penyakit yang paling sering
dikeluhkan para Lansia yang tinggal di Rumah maupun Panti
Werda berupa gangguan sistem otot dan sendi, gangguan sistem
indra dan gangguan sistem saraf.
c. Lansia yang tinggal di Panti Werda seluruhnya tidak mempunyai
pekerjaan sebagai mata pencarian sehingga tidak mempunyai
penghasilan. Kebutuhan hidup sehari-hari didapatkan dari keluarga
lain seperti anak, menantu, cucu, saudara, maupun keluarga jauh.
Berbeda dengan Lansia yang tinggal di Rumah karena masih
mempunyai pekerjaan sebagai sumber penghasilan walaupun
sebagian besar berpendapat penghasilan tidak mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi kebutuhan hidupnya tetap
didukung oleh anak kandung maupun keluarga dekat lainnya. Jenis
207
pekerjaan yang dominan dilakukan Lansia di Rumah adalah
wiraswasta.
d. Kondisi hubungan sosial (interaksi atau komunikasi sosial) para
Lansia yang tinggal di Panti Werda adalah “Sangat Buruk”
terhadap keluarga, tetapi “Sangat Baik” untuk hubungan dengan
orang lain (tetangga, teman sebaya, para medis), hubungan dengan
organisasi (yayasan, sukarelawan, dll) dan hubungan “Sangat
Baik” terhadap Tuhan. Sedangkan Lansia di Rumah hanya dalam
kategori “Baik” terhadap seluruh hubungan.
2. Karakteristik Activities Daily Living (ADL) para Lansia berdasarkan
Indeks Barthel didapatkan sebaran tingkat “Mandiri” yang lebih
banyak pada Lansia dengan perawatan di Rumah dibandingkan di
Panti Werda, tetapi tingkat “Ketergantungan Total” juga lebih
cenderung dirawat di Rumah. Sedangkan yang dirawat di Panti adalah
cenderung para Lansia yang “Mandiri dan Ketergantungan Ringan”.
3. Berdasarkan hasil uji beda Activities Daily Living (ADL) Lansia di
Rumah dan Panti Werda didapatkan hasil bahwa “tidak ada” perbedaan
kemandirian antara para lansia.
4. Faktor yang berkaitan dengan kemampuan para Lansia untuk
melakukan aktivitas kesehariaan (ADL) adalah faktor usia dan
perubahan fisik yang terjadi baik akibat proses penuaan alamiah
maupun akibat penyakit.

7. 1 Saran
Peningkatan kemandirian Lansia dalam aktivitas kesehariannya
adalah dengan memberikan komunikasi informasi danedukasi (KIE) yang
dikonsep menjadi “5-Ber”. 5-Ber merupakan konsep yang dibuat oleh
208
peneliti berdasarkan nilai-nilai lokal bangsa Indonesia yang tercermin
dalam kehidupan sehari-hari. 5-Ber adalah sebagai berikut:
1. Berbahagialah
Menganjurkan para Lansia untuk mensyukuri apa yang telah ada,
bahwa menjadi tua adalah keharusan dan bukan bertentangan dengan
idealisme moderinisasi serta mau menerima adanya perubahan fisik,
perubahan kognitif, perubahan efektif, perubahan dalam keluarga,
perubahan pada teman hidup, perubahan pada pekerjaan, dan
perubahan-perubahan lainnya. Makna utama dalam “berbahagialah”
adalah berpikiran terbuka dan memilih untuk bahagia dalam menjalani
sisa hidupnya dan menikmati segala sesuatu pemberian Tuhan pada
alam semesta.
2. Beraktivitaslah
Menganjurkan para Lansia untuk tetap melakukan aktivitas
keseharian secara mandiri seperti makan, mandi, perawatan diri,
berpakaian, buang air besar, buang air kecil, penggunaan toilet,
berpindah tempat, bergerak maupun aktivitas naik-turun tangga.
Makna utama dalam “beraktivitaslah” adalah menggerakkan seluruh
bagian fisik tubuh, bisa juga dengan berolahraga rutin yang sesuai
kemampuan tubuh sehingga vaskularisasi pada setiap organ tubuh
dapat terjadi dengan baik.
3. Berjaga-jagalah
Menganjurkan para Lansia untuk tetap menjaga kesehatan dengan
cara pola makan teratur, menjaga jenis makanan tertentu sesuai
kebutuhannya, tetap mengkonsumsi obat secara rutin sesuai
kebutuhannya, menjaga perilaku bersih dan sehat, menjaga sanitasi
lingkungan yang sehat, tetap memelihara hygiens pribadi.
209
4. Bersosialisasilah
Menganjurkan para Lansia untuk tetap menjalin hubungan sosial
yang baik seperti berkomunikasi dengan anak secara rutin, dengan
menantu, dengan cucu, dengan orang lain dalam lingkungan tempat
tinggalnya, dengan organisasi setempat, dengan teman sebaya, denga
tenaga medis, dan lain-lain. Makna utama dalam “bersosialisasilah”
adalah komunikasi menyampaikan perasaan, pengalaman, cerita,
keinginan atau segala sesuatu yang muncul akibat stimulus indra
pengdengaran, penciuman, penglihatan, dan perasa kepada orang lain
secara langsung maupun tidak langsung. Sebaliknya juga ikut
menerima penyampaian perasaan, pengalaman, cerita, keinginan oleh
orang lainnya.
5. Berdoalah
Menganjurkan para Lansia untuk berserah kepada Tuhan sebagai
sumber pemberi kehidupan, kesehatan dan segala sesuatunya yang
terjalin dalam kegiatan rutin berdoa maupun berkarya bagi Tuhan
dalam berbagai kegiatan pelayanan kemanusiaan.

Daftar Pustaka
Chen, A.J. and Gavin W Jones (1989). Aging in ASEAN. Its
SocioEconomic Consequences, Singapore : Institute of Southeast
Asian Studies.
Darmojo Boedhi, 2010. Teori Proses Menua in: H.Hadi Murtono and Kris
Pranarka (eds) : Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI Edisi-4.
Jakarta : Balai Penebit FKUI.
Friedman, M. Marilyn.1998. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.
Maryam, R. Siti, dkk, (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya,
Jakarta : Salemba Medika.
210
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk, 2009. Ilmu keperawatan komunitas konsep
dan aplikasi buku 2. Jakarta. Salemba Medika.
Ryadi, Slamet. dkk. 2014. Kesehatan Keluarga. Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya
Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas
Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia Dip Anti Werda Pelkris Elim
Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale Dan Indeks
Barthel. Semarang : UNDIP.
Suhartini, Ratna. 2004. Tesis : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemandirian Orang Lanjut Usia (Online) at :
http://www.damandiri.or.id/ file/ratnasuhartiniunair.pdf. diakses
tanggal 5 Desember 2013.
Supriyanto S, 2007. Metodologi Riset Bisnis dan Kesehatan. Surabaya :
Airlangga University Press.
Stanley, M., and Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep,proses, dan praktik. Alih bahasa, Renata Komalasari. Ed-4.
Jakarta. EGC.
Wahyudi, Nugroho. 2008.Keperawatan Gerontik dan Geriatric. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Watson, Roger.2003.Perawatan pada Lansia.Jakarta: EGC
Website Departemen Kesehatan Republik Indonesia
: http://www.depkes.go.id/. Lansia Indonesia Sehat dan Mandiri.
2008.
Website Departemen Sosial Republik Indonesia :
http://phalamartha.depsos.go.id/. Upaya Panti Sosial Bina Laras
“Phala Mharta”. Sukabumi. 2008.

211

Вам также может понравиться