Вы находитесь на странице: 1из 39

Khotbah Tentang Taubat

OLEH :

NAMA : UNTUNG WAHYUDI

KELAS : XI.AK

GURU PEMBIMBING : AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Taubat
KHUTBAH PERTAMA

ْ ُ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن ي‬


َ‫ض ِل ْل فَال‬ ِ ‫ت أ َ ْع َما ِلنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬
ِ ‫س ِِّيئ َا‬ ُ ‫ِإ َّن ْال َح ْمدَ هللِ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغ ِف ُرهُ َو َنعُ ْوذ ُ ِباهللِ ِم ْن‬
َ ‫ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو‬
ُ ‫ِي لَهُ َوأ َ ْش َهد ُ أن ال إِلهَ إِال هللاُ َوحْ دَهُ ال ش َِريْكَ لهُ َوأش َهدُ أ َّن ُم َح َّمدا َع ْبدُهُ َو َر‬
ُُ‫س ْوله‬ ً َ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ‫هَاد‬.

“ َ‫ّللاَ َح َّق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموت ُ َّن إِالَّ َوأَنتُم ُّم ْس ِل ُمون‬
ِّ ْ‫”يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُوا‬.

“ ‫ّللاَ الَّذِي‬ ِّ ْ‫ساء َواتَّقُوا‬َ ‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجاالً َك ِثيرا ً َو ِن‬ ِ ‫اس اتَّقُواْ َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُكم ِ ِّمن نَّ ْف ٍس َو‬
َّ ‫احدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ً ‫ّللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبا‬
ِّ ‫ام ِإ َّن‬ َ ُ
َ ‫ساءلونَ بِ ِه َواأل ْر َح‬ َ َ ‫”ت‬.

“ ً‫سولَهُ فَقَدْ فَازَ فَ ْوزا‬ َ َّ ‫ص ِل ْح لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َو َمن ي ُِط ْع‬
ُ ‫ّللا َو َر‬ ْ ُ‫ ي‬. ً ‫سدِيدا‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ً‫ّللاَ َوقُولُوا قَ ْوال‬
ً ‫” َع ِظيما‬

‫أما بعد‬

Jamaah Jumat rahimakumullah

Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya,
yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum mukmin untuk bertaubat, firman-Nya:

َ‫َوتُوبُوا ِإلَى هللاِ َج ِمي ًعا أَ ُّيهَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu
beruntung.” (QS. An Nuur: 31)

Dia membagi hamba-hamba-Nya kepada dua golongan; hamba yang bertaubat dan hamba yang
zhalim, tidak ada yang ketiganya, firman-Nya:

َ ‫َو َمن لَّ ْم َيتُبْ فَأ ُ ْو‬


َّ ‫الئِكَ ُه ُم‬
َ‫الظا ِل ُمون‬

“Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al
Hujuraat: 11)

Di akhir-akhir ini, banyak orang yang jauh dari agama Allah, maksiat merata dan kerusakan
melanda sehingga hampir tidak ada satu pun manusia kecuali telah dilumuri oleh berbagai noda
dosa dan maksiat, selain orang yang Allah jaga.
Akan tetapi, Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-
orang kafir benci, sehingga banyak orang yang sadar dari kelalaiannya dan bangun dari tidurnya.
Mereka menyadari sikapnya selama ini yang jauh dari jalan yang lurus; jalan orang-orang yang
diberi nikmat oleh Allah, jalan para nabi, para shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh.
Mereka pun pergi menuju menara taubat, sedangkan yang lain sudah mulai bosan dengan
hidupnya dan berangkatlah mereka bersama-sama untuk keluar dari kegelapan kepada cahaya.

Bahaya Meremehkan Dosa

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tiga kesempatan kepada kita untuk bertaubat:

Pertama, sebelum dicatat dosa itu oleh malaikat, berdasarkan hadis berikut:

‫ت َع ِن ْالعَ ْب ِد ْال ُم ْس ِل ِم ْال ُمخ‬ َ َّ‫ش َما ِل لَيَ ْرفَ ُع ْالقَلَ َم ِست‬
ٍ ‫سا َعا‬ َّ ‫ب ال‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫َْط ِئ فَإ ِ ْن نَد َِم َوا ْستَ ْغفَ َر هللاَ ِم ْن َها اَ ْلقَاهَا َواِالْْا َِّن‬
ِ ِّْ ً‫احدَة‬ ْ ‫ُكتِ َب‬
ِ ‫ت َو‬

“Sesungguhnya malaikat yang berada di sebelah kiri mengangkat pena (tidak mencatat) selama
enam jam[1] ketika seorang hamba muslim melakukan dosa. Jika ia menyesali perbuatannya
dan meminta ampunan Allah, maka dilepaslah pena itu, namun jika tidak demikian, maka akan
dicatat satu dosa.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dihasankan
oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah (1209)).

Kedua, Setelah dicatat dan,

Ketiga, Sebelum ajal tiba.

Namun sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mengenal siapa Allah dan tidak
mengetahui keagungan-Nya sehingga membuat mereka berani mendurhakai-Nya dengan
melakukan dosa-dosa di malam dan siang hari.

Ada di antara mereka yang menganggap remeh suatu dosa, misalnya mengatakan, “Memangnya,
apa bahaya memandang wanita?” atau “Memangnya, apa bahaya dari berjabat tangan dengan
lawan jenis?”, akhirnya mereka berani memandang wanita yang terbuka aurat baik di koran,
majalah, televisi dan lain-lain. Sampai-sampai di antara mereka ketika mengetahui haramnya
suatu perbuatan, bertanya, “Apakah dosa ini besar atau kecil?”

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya kalian mengerjakan perbuatan yang
kalian kira lebih ringan dari sehelai rambut, padahal kami di masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganggapnya termasuk perbuatan yang dapat membinasakan.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari)

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-
dosanya seakan-akan ia sedang duduk di bawah sebuah bukit, ia takut kalau bukit itu roboh
menimpanya. Sedangkan orang yang fasik memandang dosa-dosanya seakan-akan ada lalat yang
menempel di hidungnya, lalu ia berbuat seperti ini –yakni dengan tangannya- ia menyingkirkan
lalat itu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Ahli ilmu menjelaskan bahwa dosa yang kecil apabila dilakukan tanpa ada rasa malu, tidak
peduli sama sekali dan hilangnya rasa takut kepada Allah disertai sikap meremehkan bisa
menjadikannya dosa besar.

Oleh karena itu,

‫ار‬ ِ ْ ‫ار َوالَ َك ِبي َْرةَ َم َع‬


ِ َ‫اال ْس ِت ْغف‬ ِ ْ ‫ص ِغي َْرة َ َم َع‬
َ ‫اال ْستِ ْم َر‬ َ َ‫ال‬

“Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus,

Dan tidak ada dosa besar apabila diiringi dengan istighfar.”

Menganggap remeh suatu dosa adalah penyakit berbahaya, kepada orang yang terserang penyakit
ini, kita katakan, “Kamu jangan melihat kecilnya dosa yang kamu kerjakan, tetapi lihatlah
kepada siapa kamu bermaksiat.”

Syarat Taubat dan Penyempurnanya

Taubat adalah kata-kata mulia yang isinya dalam, tidak seperti yang disangka oleh banyak orang
yaitu hanya ucapan di lisan namun perbuatannya masih tetap di atas dosa. Perhatikanlah ayat
berikut ini:

‫َوأَ ِن ا ْستَ ْغ ِف ُروا َربَّ ُك ْم ث ُ َّم تُوبُوا إِلَ ْي ِه‬

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (QS. Huud:
3)

Kita dapat mengetahui bahwa taubat adalah sesuatu yang lebih setelah istighfar.

Karena masalah taubat adalah masalah yang sangat penting, para ulama menyebutkan syarat-
syarat taubat yang mereka ambil dari Alquran dan sunah. Berikut ini syaratnya:

1. Segera meninggalkan perbuatan dosa itu.


2. Menyesalinya.
3. Berniat keras untuk tidak mengulangi.

Dan apabila ada hak orang lain yang kita ambil/zhalimi maka ditambah dengan yang keempatnya
yaitu mengembalikan hak mereka atau meminta dihalalkan berdasarkan hadis berikut:

‫صا ِل ٌح‬ ٌ ‫ قَ ْب َل أ َ ْن الَ َي ُكونَ ِدين‬، ‫ش ْىءٍ فَ ْل َيت َ َح َّل ْلهُ ِم ْنهُ ْال َي ْو َم‬
َ ‫ ِإ ْن َكانَ لَهُ َع َم ٌل‬، ‫َار َوالَ د ِْر َه ٌم‬ ِ ‫ظلَ َمةٌ أل َ َح ٍد ِم ْن ِع ْر‬
َ ‫ض ِه أ َ ْو‬ ْ ‫َت لَهُ َم‬
ْ ‫َم ْن كَان‬
‫احب ِه فَ ُح ِم َل َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ت‬ ُ
َ ‫سنَاتٌ أ ِخذَ ِم ْن‬
ِ ‫سيِِّئَا‬ ْ
َ ‫ َوإِ ْن لَ ْم ت َ ُك ْن لَهُ َح‬، ‫ » أ ِخذَ ِم ْنهُ بِقَد ِْر َمظلَ َمتِ ِه‬. ُ

“Barang siapa yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya ataupun yang lainnya,
maka mintalah untuk dihalalkan pada hari ini sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada
dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah amal salehnya sesuai
kezhaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal salehnya, maka kejahatan orang itu
akan dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Sebagian ahli ilmu menyebutkan syarat lain taubat nashuha (yang sesungguhnya) yang
merupakan penyempurnanya sbb:

Pertama, meninggalkan dosa tersebut karena Allah.

Yakni ia meninggalkan dosa tersebut bukan karena tidak mampu mengerjakannya, bukan juga
karena takut dibicarakan oleh manusia. Sehingga tidaklah dinamakan taubat jika seseorang
meninggalkan dosa karena khawatir namanya menjadi buruk di masyarakat. Dan tidaklah
dinamakan taubat kalau ia meninggalkan dosa karena khawatir sakit seperti orang yang
meninggalkan zina karena khawatir terserang penyakit Aids.

Kedua, merasakan buruknya perbuatan dosa.

Yakni taubat yang sesungguhnya tidak mungkin membuat seseorang senang ketika mengingat
dosa-dosanya yang telah lalu atau merasakan nikmat perbuatan dosa, atau bahkan ada keinginan
untuk mengulanginya.

Ketiga, bersegera dalam bertaubat.

Oleh karena itu, apabila seseorang menunda-nunda taubat berarti taubatnya menunjukkan kurang
sunguh-sungguh.

Keempat, merasa khawatir taubatnya belum diterima.

Yakni seseorang yang bertaubat tidak boleh memastikan bahwa taubatnya sudah diterima
sehingga dirinya santai merasa aman dari makar Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kelima, adanya upaya untuk menutupi kekurangan dalam memenuhi hak Allah ketika mampu.
Misalnya mengeluarkan zakat yang ditahannya di tahun yang lalu, di samping karena adanya hak
orang fakir di hartanya itu.

Keenam, meninggalkan tempat maksiat dan kawan-kawannya yang mendorongnya berbuat


maksiat.

Hendaknya seseorang yang bertaubat mengingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini”

َ‫ض َعد ٌُّو ِإالَّ ْال ُمتَّقِين‬ ُ ‫اْأل َ ِخآل ُء َي ْو َم ِئ ٍذ َب ْع‬


ٍ ‫ض ُه ْم ِل َب ْع‬

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa. (QS. Az Zukhruf: 67)

Kawan-kawan jahatnya kelak akan saling melaknat satu sama lain. Oleh karena itu, hendaknya ia
meninggalkan kawannya itu jika ia merasakan kesulitan mendakwahinya, dan jangan sampai
memberikan kesempatan kepada setan menyeret dirinya dengan ikut duduk bersama mereka,
karena ada saja orang yang kembali lagi berbuat maksiat ketika tetap bergaul dengan kawan-
kawannya yang jahat.

Dalam sebuah hadis shahih disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

َ‫ب فَأَت َاهُ فَقَا َل ِإنَّهُ قَت َ َل ِت ْس َعةً َو ِت ْسعِين‬ ٍ ‫ض فَدُ َّل َعلَى َرا ِه‬ ِ ‫سأ َ َل َع ْن أ َ ْعلَ ِم أ َ ْه ِل األ َ ْر‬ َ َ‫سا ف‬ ً ‫َكانَ ِفي َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم َر ُج ٌل َقت َ َل ِت ْس َعةً َو ِت ْسعِينَ َن ْف‬
َ
‫ض فَد ُ َّل َعلَى َر ُج ٍل َعا ِل ٍم فَقَا َل إِنَّهُ قَتَ َل ِمائَة نَ ْف ٍس‬ َ َ َ
ِ ‫سأ َل َع ْن أ ْعلَ ِم أ ْه ِل األ ْر‬ َ ُ ً
َ ‫ فَقَتَلَهُ فَ َك َّم َل بِ ِه ِمائَة ث َّم‬. َ‫سا فَ َه ْل لَهُ ِمنَ ت َْوبَ ٍة فَقَا َل ال‬ ً ‫نَ ْف‬
‫ّللاَ َم َع ُه ْم‬ َّ ‫ّللاَ فَا ْعبُ ِد‬
َّ َ‫سا َي ْعبُد ُون‬ ً ‫ض َكذَا َو َكذَا فَإ ِ َّن ِب َها أُنَا‬ ِ ْ ‫ر‬ َ ‫أ‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫إ‬
ِ ْ
‫ق‬ ‫ل‬ ِ َ
‫ط‬ ْ
‫ن‬ ‫ا‬ ‫ة‬
ِ ‫ب‬
َ ْ‫و‬َّ ‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬
َ‫ْن‬ ‫ب‬ ‫و‬
َ َ َُ ‫ه‬ ‫ن‬
َ ‫ي‬
ْ ‫ب‬ ُ
‫ل‬ ‫و‬ ‫ح‬ ‫ي‬ ‫ن‬ْ
ُ َ َ َ َْ ‫م‬‫و‬ ‫م‬ ‫ع‬‫ن‬
َ ‫ل‬َ ‫ا‬ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ‫ة‬
ٍ ‫ب‬ ‫َو‬
َ ْ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ِ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ْ
‫ل‬ ‫ه‬
َ َ ‫ف‬
‫الرحْ َم ِة‬َّ ُ‫ت فِي ِه َمالَئِ َكة‬ ْ ‫ص َم‬َ َ ‫اخت‬ ْ َ‫ط ِريقَ أَتَاهُ ْال َم ْوتُ ف‬ َّ ‫ف ال‬ َ ‫ص‬َ َ‫طلَقَ َحتَّى إِذَا ن‬ َ ‫ فَا ْن‬. ٍ‫س ْوء‬ َ ‫ض‬ ُ ‫ضكَ فَإِنَّ َها أ َ ْر‬ ِ ‫َوالَ ت َْر ِج ْع إِلَى أ َ ْر‬
ٌ‫ فَأَتَا ُه ْم َملَك‬. ‫ط‬ ُّ َ‫ب ِإنَّهُ لَ ْم َي ْع َم ْل َخي ًْرا ق‬ِ ‫ت َمالَئِ َكةُ ْال َعذَا‬ ْ َ‫ َوقَال‬. ِ‫ّللا‬ َّ ‫الرحْ َم ِة َجا َء ت َائِبًا ُم ْق ِبالً ِبقَ ْل ِب ِه ِإلَى‬ َّ ُ‫ت َمالَئِ َكة‬ ْ َ‫ب فَقَال‬ ِ ‫َو َمالَ ِئ َكةُ ْال َعذَا‬
‫ض التِى‬ َّ َ َ َ
ِ ‫سوهُ ف َو َجد ُوهُ أدْنَى إِلى األ ْر‬ َ َ َ َ َ َ َ
ُ ‫ فقا‬. ُ‫ضي ِْن فإِلى أيَّتِ ِه َما َكانَ أدْنَى ف ُه َو له‬ َ َ َ
َ ‫سوا َما بَيْنَ األ ْر‬ ُ
ُ ‫ى فَ َجعَلوهُ بَ ْينَ ُه ْم فقا َل قِي‬
َ َ ِّ ٍ ‫ورةِ آدَ ِم‬ َ ‫ص‬ ُ ‫فِى‬
‫الرحْ َم ِة‬ َّ ُ‫ضتْهُ َمالَئِ َكة‬ َ َ‫ » أ َ َرادَ فَقَب‬.

“Dahulu, di zaman sebelum kamu ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan
orang. Dia pun bertanya kepada orang-orang siapa yang paling mengerti agama, lalu
diberitahukanlah kepadanya seorang rahib (ahli ibadah), maka didatanginya ahli ibadah itu dan
diberitahukannya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah masih bisa
bertaubat? Ahli ibadah itu menjawab, “Tidak bisa.” Maka dibunuhnya ahli ibadah itu sehingga
genap seratus orang yang telah dibunuhnya.

Namun dia (masih ingin bertaubat) dan bertanya siapakah orang yang mengerti agama, maka
ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim (mengerti agama), ia memberitahukan kepadanya
bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, “Apakah masih bisa bertaubat?” Orang alim itu
menjawab, “Ya, siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertaubat.

Pergilah kamu ke kampung ini atau itu, karena di sana ada orang-orang yang beribadah kepada
Allah. Beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka, dan jangan kembali lagi ke
kampungmu, karena kampungmu adalah kampung yang buruk.”

Orang ini pun pergi, dan di tengah perjalanan tiba-tiba maut datang, sehingga malaikat rahmat
dan malaikat adzab berselisih (siapa di antara keduanya yang mencabut nyawanya).

Malaikat rahmat berkata, “Bukankah ia datang untuk bertaubat seraya menghadapkan hatinya
kepada Allah?” Sedangkan malaikat adzab berkata, “Tetapi dia belum sempat berbuat baik.”
Maka datanglah kepada mereka seorang malaikat dalam bentuk manusia, dan dijadikanlah ia
sebagai hakim di antara mereka berdua, ia berkata, “Ukur saja jarak antara kedua kampung,
apabila lebih dekat ke kampung yang satu, maka yang mencabut adalah malaikat ini.” Kedua
malaikat itu pun mengukur, ternyata lebih dekat ke kampung yang hendak ditujunya, maka
dicabutlah nyawanya oleh malaikat rahmat.” (HR. Muslim)

Ketujuh, menghilangkan benda-benda haram agar tidak bisa kembali lagi berbuat maksiat.

Benda-benda haram itu misalnya minuman keras, alat musik, gambar porno, buku-buku yang
mengisahkan kisah-kisah porno, patung dsb.
Kedelapan, mencari kawan yang membantunya menjalankan ketaatan atau membantunya tetap
istiqamah.

Termasuk dalam hal ini adalah menghadiri majlis-majlis ilmu dan memanfaatkan waktu sebaik
mungkin, jangan sampai memberikan kesempatan kepada setan untuk mengenang masa-masa
lalunya.

Kesembilan, memperhatikan badannya.

Yakni jika sebelumnya badannya tumbuh dari yang haram dan untuk perbuatan yang haram, ia
bersihkan dengan makanan yang halal dan menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah.

Kesepuluh, taubat tersebut dilakukan sebelum kiamat kecil yaitu ketika nyawa di tenggorokan
dan sebelum tibanya tanda kiamat besar yaitu matahari terbit dari barat.

‫ َو ِل َج ِميْعِ الم‬،‫ َوأ َ ْست َ ْغ ِف ُرهُ ال َع ِظي َْم ال َج ِل ْي َل ِل ْي َولَ ُك ْم‬،‫الر ِح ْي ُم ُْأَقُ ْو ُل قَ ْو ِلي َهذَا‬
َ ‫ فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوهُ؛ ِإنَّهُ ه َُو الغَفُ ْو ُر‬،‫ب‬
ٍ ‫ْس ِل ِميْنَ ِم ْن ُك ِِّل ذَ ْن‬

KHUTBAH KEDUA

‫ َوأَ ْش َهد ُ أَ ْن َّال إِلَهَ إِ َّال هللا‬،‫ َوأ َ ْش ُك ُرهُ َعلَى نِعَ ِم ِه ال ِغزَ ِار‬،‫ض ِل ِه ال ِمد َْر ِار‬ ْ َ‫ أَحْ َمدُهُ تَعَالَى َعلَى ف‬،‫ار‬ ِ َّ‫الر ِحي ِْم الغَف‬
َ ،‫ار‬ ِ ‫اح ِد القَ َّه‬ َ ِ‫ال َح ْمد ُ ِ ِّلِل‬
ِ ‫الو‬
َ ‫صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه ال‬
َ‫طيِِّبِيْن‬ َّ َ ،‫طفَى ال ُم ْخت َار‬ َ ‫ص‬ ُ
ْ ‫س ْولهُ ال ُم‬ َ َ
ُ ‫ َوأ ْش َهد ُ أ َّن نَبِيَّنَا ُم َح َّمدا ً َع ْبدُهُ َو َر‬،‫َّار‬ ُ ‫َوحْ دَهُ َال ش َِريْكَ لَهُ العَ ِزي ُْز ال َجب‬
‫ان َما ت ُ َعاقِبُ اللَ ْي َل َوالنَّ َهار‬ ‫س‬ ‫إ‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ه‬‫ع‬‫ب‬ َ ‫ت‬
ٍ َ ْ‫َ ِ َ َ ِ َ ُ ْ ِ ِح‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬‫و‬ ، ‫ار‬ ‫ي‬‫خ‬ْ َ ‫أل‬‫ا‬ ُ ‫ه‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ح‬ ‫ص‬
ُ َ ْ َ ِ ََ ‫أ‬ ‫و‬ ، ‫ار‬ ‫ْر‬
‫ب‬ َ ‫أل‬‫ا‬ ‫ه‬ ‫ن‬‫و‬‫خ‬ْ
ِِ َ َِ ‫إ‬ ‫و‬ ،‫ار‬ ‫ه‬
َ ْ
‫ط‬ َ ‫أل‬ ‫ا‬

Taubat Menghapus Semua Kesalahan yang Telah Berlalu

Imam Muslim meriwayatkan tentang masuk Islamnya ‘Amr bin ‘Aash radhiallahu ‘anhu, ia
berkata, “Ketika Allah memasukkan Islam ke dalam hatiku, aku datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, aku katakan, “Bentangkanlah tanganmu, agar aku membaiatmu”, maka Beliau

membentangkan tangannya, namun aku malah menggenggam


tanganku, Beliau pun bertanya, “Ada apa denganmu wahai ‘Amr?” ‘Amr menjawab, “Aku ingin
‫‪membuat syarat.” Beliau bertanya, “Syarat apa?” ‘Amr menjawab, “Yaitu agar Dia‬‬
‫‪mengampuniku.” Beliau menjawab:‬‬

‫اإل ْسالَ َم يَ ْه ِد ُم َما َكانَ قَ ْبلَهُ َوأ َ َّن ْال ِهجْ َرة َ ت َ ْه ِد ُم َما َكانَ قَ ْبلَ َها َوأَ َّن ْال َح َّج يَ ْه ِد ُم َما َكانَ قَ ْبلَهُ «‬
‫‪ » .‬أ َ َما َع ِل ْمتَ أ َ َّن ِ‬

‫‪“Tidakkah kamu mengetahui bahwa Islam menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, hijrah juga‬‬
‫‪menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, dan hajji juga menghapuskan dosa-dosa yang telah‬‬
‫”?‪lalu‬‬

‫‪Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita agar senantiasa‬‬
‫‪bertaubat kepada-Nya, karena kita disadari atau tidak kita senantiasa berbuat dosa. Dan semoga‬‬
‫‪Allah menerima taubat dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita.‬‬

‫س ِِّل ُموا تَ ْس ِلي ًما‬


‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫ي َيآأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا َ‬ ‫صلُّونَ َعلَى النَّ ِب ِِّ‬
‫ِإ َّن هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ‬

‫ص َّليْتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم‪َ ،‬و َعل‬


‫ص ِِّل َعلَى ُم َح َّمدٍ‪َ ،‬و َعلَى آ ِل ُم َح َّمدٍ‪َ ،‬ك َما َ‬
‫ى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم‪ِ ،‬إنَّكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيد ٌ َْاللهم َ‬

‫ار ْكتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم‪َ ،‬وع‬


‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد‪َ ،‬و َعلَى آ ِل ُم َح َّمدٍ‪َ ،‬ك َما بَ َ‬
‫لَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم‪ِ ،‬إنَّكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيد ٌ َْاللهم بَ ِ‬

‫ـر ِل ْل ُم ْس ِل ِميْنَ َو ْال ُم ْس ِل َماتِ‪َ ،‬ربَّنَا َ‬


‫ظلَ ْمنَا أَ ْنفُ َ‬
‫سنَا َو ِإ ْن لَ ْم ت‬ ‫ـر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَ َن ُكون ََّن ِمنَ ْالخَا ِس ِريْنَ َْاللهم ا ْغـ ِف ْ‬
‫ْغـ ِف ْ‬

‫اف َو ْال ِغنَى‪ .‬اللهم ِإ َّنا نَعُ ْوذُ ِبكَ ِم ْن‬


‫ار‪ .‬اللهم إِنَّا نَ ْسأَلُكَ ْال ُهدَى َوالتُّقَى َو ْال َعفَ َ‬ ‫سنَةً َوقِنَا َعذَ َ‬
‫اب النَّ ِ‬ ‫سنَةً َوفِي ْاْل ِخ َرةِ َح َ‬
‫َربَّنَا آتِنَا فِي الدُّ ْنيَا َح َ‬
‫آخ ُر دَع َْوانَا‬
‫َطكَ ‪َ .‬و ِ‬ ‫سخ ِ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫َوا ِل نِ ْع َمتِكَ َوت َح ُّو ِل َعافِيَتِكَ َوف َجا َءةِ نِق َمتِكَ َو َج ِميْعِ َ‬ ‫زَ‬

‫ب ْال َعالَ ِميْنَ ‪َ .‬و َ‬


‫صلى هللا َعلَى نَ ِب ِِّينَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه و‬ ‫سلَّ َم َْأ َ ِن ْال َح ْمد ُ هلل َر ِّ ِ‬
‫صحْ ِب ِه َو َ‬
‫َ‬

‫‪Read more https://khotbahjumat.com/1493-taubat.html‬‬


Khotbah Tentang rokok

OLEH :

NAMA : DAVID KURNIAWAN

KELAS :XI.AK

GURU PEMBIMBING :AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
Asalamualaikum warahwatulahi wabarakatuh,

ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَ َال ُم‬،‫ت أَ ْع َما ِلنَا‬ ُ ‫ َو َنعُ ْوذ ُ ِباهللِ ِم ْن‬،‫ِإ َّن ْال َح ْمدَ ِ َّلِلِ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغ ِف ُرهُ َو َنت ُ ْوبُ ِإلَ ْي ِه‬
ِ ‫ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو َس ِيِّئ َا‬
ُُ‫ص ِفيُهُ َو َخ ِل ْيلُهُ َوأَ ِم ْينه‬ ُ
َ ‫س ْولهُ َو‬ ُ ‫ َوأش َهدُ أن ُم َح َّمدا َع ْبدُهُ َو َر‬،ُ‫ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ ْن َال إِلَهَ إِ َّال هللاُ َوحْ دَهُ َال ش َِريْكَ لَه‬،ُ‫ِي لَه‬
ً َّ َ ْ َ َ ‫ض ِل ْل فَ َال هَاد‬ ْ ُ‫َو َم ْن ي‬
ُ َ
َ‫ َو َما ت ََركَ َخيْراً ِإ َّال دَ َّل األ َّمة‬، ُ‫ص َح ْاأل َّمةَ َو َجا َهدَ فِي هللاِ َح َّق ِج َها ِد ِه َحتَّى أت َاهُ اليَ ِق ْين‬ ُ َ َ
َ َ‫سالَةَ َوأد َّى األ َمانَةَ َون‬ َّ
ِ ‫َعلَى َوحْ ِي ِه بَل َغ‬
َ ‫الر‬
َ
َ‫صحْ بِ ِه أجْ َم ِعيْن‬ َ َ ُ
َ ‫سال ُمه َعل ْي ِه َو َعلى آ ِل ِه َو‬ َ َ ‫صل َو هللاِ َو‬ ُ‫ات‬ َ َ ْ َ ُ ْ َّ َّ ً َ
َ ‫ َعل ْي ِه َوال ت ََركَ ش َِّرا إِال َحذ َر األ َّمة ِمنهُ؛ ف‬. َ

‫ َع َم ٌل‬:‫ َوتَ ْق َوى هللاَ َج َّل َو َع َال‬.ُ‫ اِتَّقُ ْوا هللاَ ت َ َعالَى َو َرا ِقب ُْوهُ ُم َراقَ َبةً َم ْن َي ْعلَ ُم أَ َّن َر َّبهُ َي ْس َمعُهُ َو َي َراه‬:ِ‫أ َ َّما َب ْعد ُ َم َعا ِش َر ال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ِع َبادَ هللا‬
ِ‫ب هللا‬ ِ ‫صيَ ِة هللاِ َعلَى نُ ْو ٍر ِمنَ هللاِ ِخ ْيفَةَ َعذَا‬ ِ ‫ َوت َْركٌ ِل َم ْع‬،ِ‫اب هللا‬ َ ‫طا َع ِة هللاِ َعلَى نُ ْو ٍر ِمنَ هللاِ َر َجا َء ث َ َو‬ َ ِ‫ب‬.

Ibadallah,

Merokok adalah kebiasaan buruk, kesalahan yang terus-menerus, dan tabiat jelek yang dilakukan
oleh banyak orang. Merokok berbahaya bagi badan, menyia-nyiakan harta, tidak menyehatkan
bahkan merusak akal pikiran. Namun kita lihat orang-orang bisa bertahan melakukannya hari
demi hari, bahkan berganti bulan dan tahun. Kita saksikan ada seseorang yang bertahan dengan
kebiasaan buruk ini begitu lama.

Tahukah Anda, bahwa rokok itu sangat berbahaya. Ia adalah racun yang mematikan. Dan
berbahaya bagi orang lain. Orang-orang yang merokok tahu persis akan bahaya ini. Karena
sedikit-banyak mereka merasakan dampak dari rokok yang mereka hisap. Mereka sudah
merasakan dampak tersebut dalam waktu yang lama. Namun anehnya, mereka tetap enggan
bersungguh-sungguh berhenti darinya.

Ibadallah,

Allah telah menganugerahkan kita agama Islam. Agama yang agung dan penuh keberkahan.
Islam datang untuk menjaga akal manusia, badan mereka, dan juga menjaga harta dan agama.
Berkebalikan dari itu, aktivitas merokok merusak hal-hal yang dijaga Islam tersebut. Hal itu
tampak jelas ketika kita membaca buku-buku karya ulama atau risalah pendek yang mereka tulis.
Di dalamnya terdapat penjelasan yang terang bagi orang awam dan arahan bagi orang yang
menyimpang.

Ibadallah,

Bagi orang-orang yang mempelajari kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip syariat dari Alquran dan
sunnah, tidak diragukan lagi, mereka pasti mengetahui keharaman rokok. Karena rokok memiliki
bahaya yang besar dan dosa yang wajib dijauhi. Bagi para perokok, hendaknya mereka takut
kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Bertaubat kepada-Nya. Menjauhi dan meninggalkan kebiasaan
mereka yang buruk itu.

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan tentang kandungan syariat yang Dia perintahkan Rasul-
Nya untuk menjelaskannya adalah

َ ِ‫ت َويُ َح ِ ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَآئ‬


‫ث‬ َّ ‫َوي ُِح ُّل لَ ُه ُم ال‬
ِ ‫طيِِّبَا‬
“Dan (Rasul itu) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157).

Rokok, dengan persaksian para perokok sendiri adalah sesuatu yang buruk, bukan sesuatu yang
baik. Rokok dapat membunuh seseorang, membunuh secara perlahan dan bertahap. Dalam
sebuah penelitian dikatakan bahwa di antara penyebab kematian yang paling utama adalah
rokok. Diterangkan bahwasanya lebih dari 500 juta orang mati setiap tahunnya disebabkan oleh
rokok. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman di dalam Alquran,

ً ‫ّللاَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِحيما‬ َ ُ‫َوالَ تَ ْقتُلُواْ أَنف‬


ِّ ‫س ُك ْم ِإ َّن‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29).

Dia juga berfirman,

‫ّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ س‬


ِّ ‫ْوالَ ت ُ ْلقُواْ بِأ َ ْيدِي ُك ْم إِلَى الت َّ ْهلُ َك ِة َوأَحْ ِسنُ َواْ إِ َّن‬
َ ِ َ‫نِين‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195).

Kita bersama tidak meragukan lagi bahwa para perokok dengan aktivitas merokok yang mereka
lakukan telah menjatuhkan diri mereka dalam kebinasaan. Kebinasaan dalam kesehatan, harta,
badan, bahkan istri dan anak-anaknya pun mendapatkan bahaya sebagai perokok pasif.

Ibadallah,

Di antara prinsip agung agama kita sabagaimana yang dijelaskan dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah:

‫ار‬ ِ ‫ض َر َر َو َال‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫َال‬

“Tidak boleh berbuat sesuatu yang memberikan mudharat (bahaya) pada diri sendiri dan orang
lain.”

Rokok mengabaikan prinsip yang agung ini. Rokok itu 100% bahaya dan mudharat, tidak ada
manfaatnya sama sekali. Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mengharamkan khamr, sebagaimana
dalam firman-Nya,

‫َو ِإثْ ُم ُه َما أَ ْك َب ُر ِمن َّن ْف ِع ِه َما‬

“Dan dosa keduanya (khamr dan judi) lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219).

Artinya, keduanya diharamkan karena bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Bagaimana
dengan rokok yang sama sekali tidak bermanfaat, 100% mudharat?
Ibdallah,

Ketahuilah, merokok itu adalah perbuatan menyia-nyiakan harta. Ada seseorang perokok yang
memiliki usia sebagai perokok aktif selama tujuh tahun, ia menghitung-hitung uang yang ia
habiskan untuk membeli rokok selama tujuh tahun mencapai 150 juta rupiah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada kita,

‫س َبهُ َو ِفي َما أ َ ْنفَقَهُ َْ)) الَ ت َُزو ُل قَدَ َما َع ْب ٍد َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة َحتَّى يُ ْسأ َ َل َع ْن أربع(( وذكر منها )) َوع‬
َ َ ‫)) ْن َما ِل ِه ِم ْن أَيْنَ ا ْكت‬

“Tidak bergeser kaki kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ditanya tentang empat
perkara.” Di antaranya adalah “Tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia
belanjakan.”

Apa yang akan dijawab oleh seorang perokok pada hari kiamat kelak. Ketika ia dintanya
bagaimana ia membelanjakan hartanya? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
menyebarkan desas-desus, banyak bertanya (yang tidak manfaat), dan menyia-nyiakan harta.
Tidak diragukan lagi, membeli rokok adalah perbuatan yang nyata dalam menyia-nyiakan harta.

Ibadallah,

Wajib bagi seorang muslim untuk bertakwa kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam menjaga
diri dan hartanya. Juga dalam menjaga akal dan agamanya. Wajib bagi setiap muslim menjaga
hal-hal tersebut dengan penjagaan yang sempurna. Hendaknya mereka benar-benar mewaspadai
hal-hal yang bisa melalaikan mereka dari penjagaan tersebut. Harta yang dihabiskan untuk
membeli rokok, kemanakah ia pergi? Perusahaan apa yang memproduksi rokok tersebut?
Kebanyakan perusahaan rokok adalah perusahaan milik orang-orang Yahudi. Bertambahlah
kerugian yang dilakukan oleh para perokok. Mereka telah memberi mudharat pada harta,
kesehatan, badan, ditambah mereka mengirimkan uang-uang mereka ke dalam saku-saku orang-
orang Yahudi.

Ibadallah,

Khotib pernah membaca dalam sebuah jurnal kedokteran, ada sesuatu yang mengerikan. Dalam
jurnal tersebut dokter menyatakan bahwa ia membawa seorang perokok, lalu ia meminta si
perokok untuk menghebuskan asap rokoknya pada sebuah botol yang bening. Hal itu terus ia
lakukan hingga habis sebatang rokoknya. Akibatnya, warna dari botol tersebut pun berubah. Ia
menjelaskan hal itu adalah dampak dari asap rokok dan terjadi pula pada paru-paru hal yang
lebih berbahaya dan lebih buruk dari yang terjadi pada botol tersebut.

Oleh karena itu, para dokter menetapkan bahwa merokok adalah perbuatan yang sangat
berbahaya bagi kesehatan. Buruk bagi mulut, tenggorokan, paru-paru, dan jantung. Rokok
menyebabkan bahaya yang sangat banyak.

Sebelumnya telah disampaikan bahwa para ulama yang berilmu tentang Alquran dan Sunnah
telah menyepakati akan keharaman rokok. Ia adalah aktivitas yang berdosa jika dilakukan.
‫‪Ibadallah,‬‬

‫‪Bertakwalah kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Hendaknya para perokok segera meninggalkan‬‬
‫‪rokoknya dan bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dan pada kesempatan yang mulia ini, kita‬‬
‫‪hadapkan diri kita kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, memohon kepada-Nya dengan nama dan‬‬
‫‪sifat-Nya yang mulia agar Allah membantu saudara-saudara kita yang kita cintai agar diberi‬‬
‫‪kekuatan untuk meninggalkan dan berlepas diri dari kebiasaan merokok.‬‬

‫اء َو ُه َو َح ْسبُنَا َون‬ ‫اء َوه َُو أ َ ْه ُل َّ‬


‫الر َج ِ‬ ‫اركَ َوتَعَالَى َ‬
‫س ِم ْي ُع الدُّ َع ِ‬ ‫الو ِك ْي ِلِْإِنَّهُ تَبَ َ‬
‫‪.‬ع َْم َ‬

‫‪Khutbah Kedua:‬‬

‫َان‪َ ،‬وأ َ ْش َهد ُ أَ ْن َال إِلَهَ إِ َّال هللاُ َوحْ دَهُ َال ش َِريْكَ لَهُ‪َ ،‬وأ َ ْش َهدُ أَ َّن ُم َح َّمدا ً َع ْبدُهُ‬ ‫ض ِل َو ْال ُج ْو ِد َو ِ‬
‫اال ْمتِن ِ‬ ‫ان َوا ِسعِ ْالفَ ْ‬
‫س ِ‬ ‫ا َ ْل َح ْمد ُ ِ َّلِلِ َع ِظي ِْم ِ‬
‫اإلحْ َ‬
‫صحْ ِب ِه أَجْ َم ِعيْنَ‬
‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه َو َ‬
‫صلَّى هللاُ َو َ‬ ‫س ْولُهُ َ‬ ‫‪َ .‬و َر ُ‬

‫‪.‬أ َ َّما بَ ْعدُ ِعبَادَ هللاِ‪ :‬اِتَّقُ ْوا هللاَ تَبَ َ‬


‫اركَ َوتَ َعالَى‬

‫‪Ibadallah,‬‬

‫‪Seruan dan nasihat ini kami sampaikan kepada saudara-saudara di negeri tercinta ini, kepada‬‬
‫‪para perokok, para penjual rokok, dan mereka yang terkait dengan hal itu. Kami menasihatkan,‬‬
‫‪hendaknya mereka bertakwa kepada Allah. Hendaknya mereka mensyukuri nikmat harta dengan‬‬
‫‪cara menafkahkannya di jalan yang Allah ridhai. Mensyukuri nikmat sehat dengan tidak‬‬
‫‪menjadikannya dengan sengaja menjadi sakit. Mensyukuri nikmat badan dengan tidak‬‬
‫‪merusaknya.‬‬

‫صلُّونَ َعلَى النَّ ِب ِّ‬


‫يِ‬ ‫س ِلِّ ُم ْوا – َر َعا ُك ُم هللاُ – َعلَى ُم َح َّم ِد اب ِْن َع ْب ِد هللاِ َك َما أ َ َم َر ُك ُم هللاُ ِبذَلِكَ فَقَالَ‪ِ ﴿ :‬إ َّن َّ‬
‫ّللاَ َو َم َالئِ َكتَهُ يُ َ‬ ‫صلُّ ْوا َو َ‬
‫َهذَا َو َ‬
‫صلى‬ ‫َّ‬ ‫احدَة ً َ‬‫ي َو ِ‬ ‫َ‬
‫عل َّ‬ ‫ص لى َ‬‫َّ‬ ‫س ِل ُموا تَ ْس ِليما ﴾ [األحزاب‪ ، ]٥٦:‬وقال صلى هللا عليه وسلم ‪َ )) :‬م ْن َ‬ ‫ً‬ ‫ِّ‬ ‫َ‬ ‫ُّ‬
‫صلوا َعل ْي ِه َو َ‬ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َ‬
‫))ّللاُ َعلَ ْي ِه َع ْش ًرا‬
‫‪َّ .‬‬

‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل‬ ‫صلَيْتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َع َلى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم ِإ َّنكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيدٌ‪َ ،‬و َب ِ‬ ‫ص ِِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫الرا ِش ِديْنَ األئِ َّم ِة ال َم ْه ِديِيْنَ أبِي بَك ٍر‬ ‫اء َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ع ِن الخلف ِ‬‫ُ‬ ‫َّ‬
‫ض الل ُه َّم َ‬ ‫ار َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫اركتَ َعلى إِب َْرا ِهي َْم َو َعلى آ ِل إِب َْرا ِهي َْم إِنكَ َح ِم ْيد ٌ َم ِج ْيد ٌ‪َ .‬و ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ُم َح َّم ٍد ك َما بَ َ‬
‫ان ِإلَى يَ ْو ِم ال ِدِّيْنَ ‪َ ،‬و َعنَّا َم َع ُه ْم‬ ‫ٍ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫حْ‬ ‫إ‬ ‫ب‬ ‫م‬
‫ْ‬ ‫ه‬
‫ُ‬
‫َ َ ِ َ ِِ‬ ‫ع‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫ت‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ْنَ‬‫ي‬ ‫ع‬
‫ِ‬ ‫ب‬‫ا‬‫َّ‬
‫َ ِ ِ‬‫ت‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫ْنَ‬‫ي‬‫ع‬‫ِ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫جْ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ة‬‫ِ‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫ح‬
‫َ‬ ‫ص‬
‫َّ‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ع‬
‫َ‬
‫َّ ِ‬ ‫م‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ل‬‫ال‬ ‫ض‬
‫َ‬ ‫ار‬
‫ْ‬ ‫و‬‫ع َم َر َ َ َ ِّ ٍ َ‬
‫‪،‬‬ ‫ي‬ ‫ل‬
‫ِ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫انَ‬ ‫م‬ ‫ْ‬ ‫ث‬‫ع‬‫ُ‬ ‫و‬ ‫َو ُ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫سانِكَ يَا أك َر َم األك َر ِميْنَ‬ ‫‪.‬بِ َمنِكَ َوك ََر ِمكَ َوإِحْ َ‬ ‫ِّ‬

‫اإلس َْال َم َوال ُم ْس ِل ِميْنَ َوأ َ ِذ َّل الش ِْركَ َوال ُم ْش ِر ِكيْنَ َودَ ِِّم ْر أ َ ْعدَا َء ال ِدِّي ِْن َواحْ ِم َح ْوزَ ة َ ال ِدِّي ِْن َيا َربَّ ال َعا َل ِميْنَ ‪ .‬اَللَّ ُه ِّم ِآمنَّا ِفي‬
‫اَللَّ ُه َّم أ َ ِع َّز ِ‬
‫َ‬
‫ي أ ْم ِرنَا‬ ‫ِّ‬ ‫ِّ‬
‫ضاكَ يَا َربَّ العَالَ ِميْنَ ‪ .‬اَلل ُه َّم َو ِف ْق َو ِل َّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫ص ِل ْح أئِ َّمتَنَا َو ُو َالة َ أ ُم ْو ِرنَا َواجْ عَ ْل ِو َال َيتَنَا فِ ْي َم ْن خَافَكَ َواتَّقَاكَ َواتَّبَ َع ِر َ‬‫طانِنَا َوأ َ ْ‬ ‫أَ ْو َ‬
‫طا َعتِكَ َيا ذَا ْال َج َال ِل َو ِ‬
‫اإل ْك َر ِام‬ ‫ضاكَ َوأ َ ِع ْنهُ َعلَى َ‬ ‫‪ِ .‬ل ُهدَاكَ َواجْ َع ْل َع َملَهُ فِي ِر َ‬

‫ص ِل ْح لَنَا‬ ‫ص َمةُ أ َ ْم ِرنَا َوأَ ْ‬ ‫ص ِل ْح لَنَا ِد ْينَنَا اَلَّذ ْ‬


‫ِي ه َُو ِع ْ‬ ‫سنَا ت َ ْق َواهَا‪ ،‬زَ ِ ِّك َها أ َ ْنتَ َخي َْر َم ْن زَ َّكاهَا أ َ ْنتَ َو ِليُّ َها َو َم ْو َالهَا‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ْ‬
‫ت نُفُ ْو َ‬ ‫اَل َّل ُه َّم آ ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ً‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫آخ َرتَنَا اَلتِ ْي فِ ْي َها َمعَادُنَا َواجْ عَ ِل ال َحيَاة َ ِزيَادَةً لنَا فِ ْي ك ِِّل َخي ٍْر َوال َم ْوتَ َرا َحة لنَا ِم ْن ك ِِّل ش ٍ َِّر‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫ص ِل ْح لنَا ِ‬ ‫َ‬
‫شنَا‪َ ،‬وأ ْ‬ ‫َّ‬
‫‪.‬د ُ ْنيَانَا اَلتِ ْي فِ ْي َها َمعَا ُ‬

‫سلَّ َم َوبَار‬ ‫آخ ُر دَع َْوانَا أ َ ِن ْال َح ْمد ُ ِ َّلِلِ َربِّ ِ العَالَ ِميْنَ ‪َ ،‬و َ‬
‫صلَّى هللاُ َو َ‬ ‫ْو ِ‬ ‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِعيْنَ ْك َوأ َ ْن ِع ْم َعلَى َع ْب ِد هللاِ َو َر ُ‬
‫س ْو ِل ِه نَبِيِِّنَا ُم َح َّم ٍد ِ َ‬ ‫َوآ ِل ِه َو َ‬
Khotbah Tentang 7 Kemudahan di Bulan Rhamadan

OLEH :

NAMA : FITRIANI

KELAS : XI.AK

GURU PEMBIMBING : AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
Asalamualaikumwarah matullahiwabarakatuh,

َّ ‫ت َّأ َ ْع َما ِلنَا‬


َِّ ‫سيِئَا‬ َّْ ‫ور َّأ َ ْنفُ ِسنَا ََّو ِم‬
َ ‫ن‬ َِّ ‫ش ُر‬ َّْ ‫لل َِّم‬
ُ ‫ن‬ َِّ ِ ‫إِنَّ ْال َح ْم ََّد‬
َِّ ‫لِل نَحْ َم ُدَّهُ َونَ ْست َ ِعينُ َّهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُرَّهُ ََّونَعُو َّذُ بَِّا‬
ُ‫ِى َّلَ َّه‬
ََّ ‫لَ هَاد‬
َّ َ‫ل ف‬
َّْ ‫ض ِل‬ َّْ ‫ضلَّ لَ َّهُ َو َم‬
ْ ُ‫ن ي‬ ِ ‫لَ ُم‬
َّ َ‫ّللاُ ف‬ َّْ ‫َم‬
َّ ‫ن يَ ْه َِّد‬
ُ‫ْك لَ َّه‬
ََّ ‫لَ ش َِري‬ َّ َّ‫لَ إِلَ َّهَ إِل‬
َّ ُ‫ّللاُ َوحْ َدَّه‬ َّْ َ ‫َوأ َ ْش َه َُّد أ‬
َّ ‫ن‬
ُ‫سولُ َّه‬ َ ‫َوأ َ ْش َه َُّد أَنَّ ُم َحمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُدَّهُ َو َر‬
َِّ ‫سانَّ إَِّلَى يَ ْو َِّم‬
َّ‫الدي ِْن‬ َ ‫ح‬ َّْ ‫علَى آ ِل َِّه َو َم‬
َّْ ِ‫ن تَبِ َّعَ ُه َّْم بِإ‬ َ ‫علَى نَبِيِنَا ُم َحمدَّ َو‬
َ ‫ل‬
َِّ ‫ص‬
َ َّ‫الل ُهم‬
:‫للاُ تَعَالَى فِي ِكتَا ِب َِّه ال َك ِري َِّْم‬
َّ ‫ل‬ََّ ‫قَا‬

َ ‫ل َّت َ ُموتُنَّ َِّإلَّ ََّوأ َ ْنت َُّْم ُم ْسَِّل ُم‬


َّ‫ون‬ ََّ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
ََّ ‫ِين آ َمنُوا اتقُوا‬
ََّ ‫ّللا َحقَّ تُقَاتِ َِّه َو‬
َّ‫ح لَ َُّك َّْم أ َ ْع َمالَ ُك َّْم َويَ ْغ ِف َّْر لَ ُك َّْم ذُنُوبَ َُّك َّْم َو َم ْن‬ َّْ ‫صَِّل‬ ْ ُ‫س َِّديدًا ي‬ َ ‫ل‬ ًَّ ‫ِين آ َمنُوا اتقُوا ّللاََّ َوقُولُوا قَ ْو‬ ََّ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫ع ِظي ًما‬ َ ‫از فَ ْو ًزا‬ ََّ َ‫سولَ َّهُ فَقَ َّْد ف‬ ُ ‫يُ ِط َِّع ّللاََّ َو َر‬
َّ‫ ََّوشَرَّ األ ُ ُم ْو َِّر ُمحْ َدثَات ُ َها َو ُكل‬r َّ‫حمد‬ ََّ ‫ل ال ُه َدى ُه َدى ُم‬ َ ‫للا َوأ َ ْف‬
َُّ ‫ض‬ َِّ ‫اب‬ َُّ َ ‫ث ِكت‬ َِّ ‫ق ال َح ِد ْي‬ ْ َ ‫فَإِنَّ أ‬
ََّ ‫ص َد‬
َِّ ‫ضلَلَةَّ ِفى الن‬
‫ار‬ َ َّ‫ضلَلَةَّ َو ُكل‬ َ َّ‫عة‬ َ ‫عةَّ ََو ُكلَّ ِب ْد‬ َ ‫ُمحْ َدثَةَّ ِب ْد‬
Para Jamaah shalat Jumat yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala …

Segala puji pada Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan pada-Nya meminta ampunan
pada-Nya. Kami berlindung dari kejelekan diri kami dan kejelekan amal kami. Siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan oleh
Allah, tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Semoga shalawat tercurah pada Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, keluarga
dan sahabat-Nya serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Islam itu membawa kemudahan pada umatnya. Kemudahan ini dapat dibuktikan dalam syariat
puasa yang kita jalankan, sebagaimana disebutkan dalam ayat,

َّ‫ل يُ ِري َُّد ِب ُك َُّم ْالعُس َْر‬ ََّ ‫ّللاُ بِ ُك َُّم ْاليُس‬
ََّ ‫ْر َو‬ َّ ‫يُ ِري َُّد‬
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-
Baqarah: 185).

Sebelumnya Allah Ta’ala berfirman tentang orang sakit dan musafir yang dapat keringanan saat
puasa,

َّ‫ن أَيام‬
َّْ ‫سفَرَّ فَ ِعدةَّ ِم‬ َ ‫ضا أ َ َّْو‬
َ ‫علَى‬ َّْ ‫َو َم‬
ََّ ‫ن َك‬
ً ‫ان َم ِري‬
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:
185).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diberikan keringanan bagi kalian untuk tidak
berpuasa ketika sakit dan saat bersafar. Namun puasa ini wajib bagi yang mukim dan sehat. Itu
semua adalah kemudahan dan rahmat Allah bagi kalian.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 59).

Sekarang kita akan melihat tujuh kemudahan dalam syariat ibadah puasa dan amalan yang
dilakukan di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan kita jalani.

Kemudahan pertama:

Bagi orang sakit boleh ambil keringanan tidak berpuasa jika berat berpuasa.

Allah Ta’ala berfirman,

َّ‫ن أَيامَّ أُخ ََر‬


َّْ ‫سفَرَّ فَ ِعدةَّ ِم‬ َ ‫ضا أ َ َّْو‬
َ ‫علَى‬ َّْ ‫َو َم‬
ََّ ‫ن َك‬
ً ‫ان َم ِري‬
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah:
185)

Kemudahan kedua:

Bagi musafir jika berat dalam safar boleh ambil keringanan tidak berpuasa.

Kalau berpuasa itu berat saat safar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
tidak berpuasa. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
، ‫علَ ْي َِّه‬
َ ‫ل‬
ََّ ‫ظَِّل‬ َّ ‫ َو َر ُج‬، ‫ فَ ََّرأَى ِز َحا ًما‬، َّ‫سفَر‬
ُ ‫لً قَ َّْد‬ َ ‫ّللا – صلى للا عليه وسلم – فِى‬ َِّ ‫ل‬ َُّ ‫سو‬ ََّ ‫َك‬
ُ ‫ان َر‬
‫ن ْال ِب َِّر الص ْو َُّم فَِّى السَّفَ َِّر‬ ََّ ‫ل « لَي‬
ََّ ‫ْس ِم‬ َ ‫ فَقَالُوا‬. » ‫ل « َما َهذَا‬
ََّ ‫ فَقَا‬. َّ‫صائِم‬ ََّ ‫فَقَا‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan.
Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Siapa ini?” Orang-orang pun mengatakan, “Ini adalah orang yang sedang berpuasa.” Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa
ketika dia bersafar.” (HR. Bukhari, no. 1946 dan Muslim, no. 1115)

Namun kalau safar tersebut penuh kemudahan misal perjalanan yang hanya sebentar dengan
pesawat (misal: Jogja – Jakarta, ditempuh hanya 1 jam perjalanan dengan pesawat), maka
baiknya tetap berpuasa karena lebih cepat terlepas dari kewajiban. Dari Abu Darda’ radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata,

َّ‫ض َع‬
َ َ‫حارَّ َحتَّى ي‬ ِ َ‫ض َّأ َ ْسف‬
ََّ َّ‫ارَِّه فِى يَ ْوم‬ َّ ِ ‫ى – صلى للا عليه وسلم – فِى بَ ْع‬ َِّ ِ‫خ ََرجْ نَا َم ََّع النب‬
‫ى – صلى للا‬ َِّ ‫ن النَِّب‬ ََّ ‫صائِمَّ ِإلَّ َما َكا‬
ََّ ‫ن ِم‬ َّْ ‫علَى َرأْ ِس َِّه ِم‬
ََّ ‫ َو َما فِينَا‬، ‫ن ِشدَِّة ْال َح َِّر‬ َُّ ‫الر ُج‬
َ ُ‫ل يَ َدَّه‬
َ‫ْن َر َوا َح َّة‬َِّ ‫عليه وسلم – َواب‬
“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari
yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena
cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu.” (HR. Bukhari, no. 1945 dan
Muslim, no. 1122)

Namun kalau kondisi sudah super berat saat safar yaitu bisa celaka bahkan binasa, malah jadi
tercela ketika tetap berpuasa. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H)
menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di
Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-orang ketika itu masih
berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan
orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau
melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yang tetap
berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan,

ََّ ِ‫صاَّة ُ أُولَئ‬


َ ُ‫ك ْالع‬
ُ ‫صاَّة‬ ََّ ِ‫أُولَئ‬
َ ُ‫ك ْالع‬
‘Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka.’” (HR.
Muslim, no. 1114)
Kesimpulannya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang lebih
afdhal adalah yang paling mudah baginya saat safar. Jika dalam puasa terdapat bahaya, maka
puasa dihukumi haram. Allah Ta’ala berfirman,

‫ان ِب ُك َّْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫ل ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬


ََّ َّ‫س ُك َّْم ِإن‬
ََّ ‫ّللا َك‬ ََّ ‫َو‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (QS. An Nisa’: 29). Ayat ini menunjukkan bahwa jika ada bahaya, maka terlarang
untuk melakukannya. (Syarh Al-Mumthi’, 6: 328)

Kemudahan ketiga:

Bagi tiang sepuh (orang sudah tua renta) boleh tidak berpuasa dan diganti dengan fidyah. Allah
Ta’ala berfirman,

َ َّ‫ِين يُ ِطيقُونَ َّهُ ِف ْديَة‬


َّ‫طعَا َُّم ِم ْس ِكين‬ ََّ ‫علَى الذ‬
َ ‫َو‬
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Orang sakit yang tidak diharapkan lagi
kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan diganti dengan memberi makan kepada
orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Karena orang seperti ini disamakan dengan
orang yang sudah tua.” (Al-Mughni, 4: 396)

Kemudahan keempat:

Bagi wanita hamil dan menyusui kalau berat berpuasa, boleh tidak berpuasa dan puasanya tetap
diqadha’. Qadha’ ini tetap ada sebagaimana pendapat jumhur (kebanyakan ulama).

Namun kalau berat karena utang puasa yang menumpuk -misal selama enam tahun punya tiga
anak berturut-turut-, ketika itu tentu sangat berat untuk diqadha’, maka boleh diganti fidyah.
Caranya, satu hari tidak puasa, mengeluarkan satu bungkus makanan.

Kemudahan kelima:

Wanita haidh masih boleh beribadah di bulan Ramadhan seperti yang boleh dilakukan:
 Membaca Al-Qur’an asalkan tidak menyentuhnya langsung, bisa baca dari Al-Qur’an terjemahan
atau menyentuh mushaf Al-Qur’an (yang murni bahasa Arab) dengan sarung tangan.
 Membaca dzikir, sepakat ulama boleh.
 Membaca do’a juga boleh apalagi di bulan Ramadhan adalah waktu diijabahinya do’a-do’a.
 Mencari malam Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
 Masuk masjid untuk mengikuti pengajian, meskipun sedang haidh. Menurut pendapat terkuat,
wanita haidh masih boleh masuk masjid.

Ini lima hal dahulu yang dijelaskan mengenai kemudaah saat kita berpuasa dan menjalani amalan
di bulan Ramadhan.

َ ‫ن ِإنَّ َّهُ ُه ََّو ال‬


َّ‫س َِّم ْي َُّع العَ ِل ْي ُم‬ َ ‫للا ِلي َولَ ُك َّْم َو ِل‬
ََّ ‫سائِ َِّر ال ُم ْس ِل ِمَّْي‬ َُّ ‫أَقُ ْو‬
ََّ ‫ل قَ ْو ِلي َهذَا ََ َوا ْست َ ْغ ِف َُّر‬

Khutbah Kedua

َّ‫ن نَبِيِنَا ُم َحمد‬


ََّ ‫س ِلَّْي‬
َ ‫المر‬
ْ ‫اء َو‬ َِّ ‫علَى أ َ ْش ََّر‬
َِّ َ‫اف األ ََّْنبِي‬ َ ‫ْن َوالصلََّة ُ َوالسلَ َُّم‬
ََّ ‫المي‬
ِ َ‫ب الع‬ َِّ ‫ال َح ْم َُّد‬
َِّ ‫لل َر‬
ََّ ‫صحْ بِ َِّه أَجْ َم ِعي‬
‫ْن‬ َ ‫علَى آ ِل َِّه َو‬
َ ‫َو‬
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah pada nabi
termulia dari para nabi dan rasul, yaitu kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada
keluarga dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du,

Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …

Selanjutnya …

Kemudahan keenam dari amalan yang dilakukan di bulan Ramadhan:

Shalat malam tidak dibatasi jumlah rakaat, boleh dengan rakaat sedikit maupun banyak.
Dalilnya,
َِّ ‫صلَةَِّ اللَّ ْي‬
َّ‫ل فَقَا َل‬ َ ‫ن‬ َّْ ‫ع‬
ََّ – ‫ّللا – صلى للا عليه وسلم‬ َِّ ‫ل‬ ََّ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ ََّ َ ‫سأ‬ َّ ‫ع َم ََّر أَنَّ َر ُج‬
َ ً‫ل‬ ُ ‫ْن‬ َِّ ‫ن اب‬ َِّ ‫ع‬َ
ََّ ‫صَّْب‬
‫ح‬ ََّ ‫ فَإِذَا َخ ِش‬، ‫ل َمثْنَى َمثْنَى‬
ُّ ‫ى َّأ َ َح ُد ُك َُّم ال‬ َِّ ‫صلََّة ُ الل ْي‬
َ « – ‫ّللا – صلى للا عليه وسلم‬ َِّ ‫ل‬ َُّ ‫سو‬ ُ ‫َر‬
» ‫صلى‬َ ‫ تُو ِت َُّر لَ َّهُ َما قَ َّْد‬، ً ‫اح َدَّة‬ِ ‫صلى َر ْكعَ َّةً َو‬ َ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau lantas menjawab, “Shalat malam itu dua raka’at salam, dua
raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian khawatir masuk Shubuh, maka tutuplah
dengan satu raka’at, maka itu jadi raka’at ganjil jadi penutup yang sebelumnya.” (HR. Bukhari,
no. 990 dan Muslim, no. 749). Kalau seandainya jumlah rakaat shalat tarawih dibatasi 11 raka’at,
pasti dalam jawaban Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas akan diberikan batasan.

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki
batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk
amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga
boleh mengerjakan banyak.” (At-Tamhid, 21: 70)

Kemudahan ketujuh:

Boleh melakukan i’tikaf sunnah di bulan Ramadhan walau hanya sebentar, yang penting
dilakukan di masjid. Allah Ta’ala menyebutkan tentang syari’at i’tikaf,

َّ‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫ون فِي ْال َم‬ َ ‫َوأ َ ْنت َُّْم‬
ََّ ُ‫عا ِكف‬
“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.”(QS. Al Baqarah: 187). Ibnu Hazm rahimahullah
berkata, “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat
ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa.” (Al-Muhalla, 5: 180).

Al-Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang
sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya
sesaat).” (Al-Inshof, 6: 17)

Sehingga jika ada yang bertanya, bolehkah beri’tikaf di akhir-akhir Ramadhan hanya pada
malam hari saja karena pagi harinya mesti kerja? Jawabannya, boleh. Karena syarat i’tikaf hanya
berdiam walau sekejap, terserah di malam atau di siang hari.

Intinya, syariat Isalam membawa kemudahan bagi orang yang menjalani puasa, ibadah serta
amalan di bulan Ramadhan. Ada kemudahan yang diberikan pada orang sakit, musafir, tiang
sepuh (orang sudah tua renta), kemudahan wanita haidh dalam ibadah, sampai pada kemudahan
dalam shalat malam (shalat tarawih) dan i’tikaf walau hanya sebentar.
‫‪Sekarang tinggal kita, mau beramal ataukah tidak.‬‬

‫‪Moga Allah memudahkan kita berjumpa dengan bulan Ramadhan dan dimudahkan beramal‬‬
‫‪shalih di dalamnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.‬‬

‫‪Di akhir khutbah ini, kami ingatkan untuk bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.‬‬
‫‪Siapa yang bershalawat pada beliau sekali, akan dibalas sepuluh kali.‬‬

‫س ِل ُموا ت َ ْس ِليمَّا ً‬ ‫صلُّوا َ‬


‫علََّْي َِّه َو َ‬ ‫ي ِ يَا أَيُّ َها الذ ََّ‬
‫ِين آ َمنُوا َ‬ ‫علَى الن ِب َّ‬ ‫صلُّ ََّ‬
‫ون َ‬ ‫ّللا َو َم َلئِ َكت َ َّهُ يُ َ‬
‫ِإنَّ ََّ‬
‫ل ِإب َْرا ِهي َْم‪ِ ،‬إن َكَّ‬ ‫علَى آ َِّ‬ ‫علَى ِإَّْب َرا ِهَّْي ََّم َو َ‬ ‫ْت َ‬
‫صلي ََّ‬ ‫ل ُم َحمدَّ َك َما َ‬ ‫علَى آ َِّ‬
‫علَى ُم َحمدَّ َو َ‬ ‫ل َ‬ ‫اَلل ُهمَّ َ‬
‫ص َِّ‬
‫علَى آ َِّ‬
‫ل‬ ‫علَى َِّإب َْرا ِهي ََّْم ََّو َ‬ ‫ت َ‬ ‫ار ْك ََّ‬
‫ل ُم َحمدَّ َك ََّما بَ َ‬ ‫علَى آ َِّ‬‫علَى ُم َحمدَّ َو َ‬ ‫ك َ‬‫ار َّْ‬‫َح ِميْدَّ َم ِجيْدَّ‪َ .‬وبَ ِ‬
‫ك َح ِميْدَّ َم ِجيْدَّ‬
‫ِإب َْرا ِهي َْم‪ِ ،‬إن ََّ‬
‫‪Marilah kita berdoa pada Allah, moga setiap doa kita diperkenankan di Jumat penuh berkah ini.‬‬

‫س َِّميْعَّ‬
‫ك َ‬ ‫اء ِم ْن ُه َّْم َواأل َ ْم َوا َِّ‬
‫ت إِن ََّ‬ ‫أل َحْ يَ َِّ‬ ‫ْن َوالمؤْ ِمنَا َِّ‬
‫ت ا َّ‬ ‫ت َوالمؤْ ِمنِي ََّ‬ ‫الل ُهمَّ ا ْغ ِف َّْر ِل ْل ُم ْس ِل ِمي ََّ‬
‫ْن َوالم ْس ِل َما َِّ‬
‫قَ ِريْبَّ ُم ِجي َُّ‬
‫ْب الدع َْوةَِّ‬
‫ت ْال َوه ُ‬
‫ابَّ‬ ‫ك أ َ ْن ََّ‬
‫ك ََّرحْ َم َّةً ِإن ََّ‬
‫ن لَ ُد ْن ََّ‬ ‫ل ت ُ ِز َّْ‬
‫غ قُلُوبَنَا بَ ْع ََّد ِإ َّْذ َه َد ْيتَنَا َوه َّْ‬
‫َب لَنَا ِم َّْ‬ ‫َربنَا ََّ‬
‫ت إِلَى‬ ‫ن ُّ‬
‫الظلُ َما َِّ‬ ‫َجنَا ِم ََّ‬‫ل السَّ َل ِم‪َ ،‬ون َِّ‬ ‫ات بَ ْينِنَا‪َ ،‬وا َّْه ِدنَا ُ‬
‫سَّبُ ََّ‬ ‫ح ذَ ََّ‬ ‫ص ِل َّْ‬ ‫ْن قُلُوبِنَا‪َ ،‬وأ َ ْ‬
‫ف بَي ََّ‬ ‫الل ُهمَّ أ َ ِل َّْ‬
‫ارَّنَا‪،‬‬ ‫ص ِ‬ ‫ك َّلَنَا فِي أ َ ْس َما ِعنَا‪َ ،‬وأ َ ْب َ‬ ‫ار َّْ‬ ‫طنَ ‪ََّ ،‬وبَ ِ‬ ‫ظ َه ََّر ِم ْن َها َو َما بَ َ‬ ‫ش َما َ‬ ‫ور‪َ ،‬و َجنِ ْبنَا ْالفَ َو ِ‬
‫اح ََّ‬ ‫النُّ ِ‬
‫اب الر ِحي ُم‪َ ،‬واجْ عَ ْلنَا شَا ِك ِر ََّ‬
‫ين َِّلنِعَ ِم ََّ‬
‫ك‬ ‫ت التَّو َُّ‬ ‫ك أ َ ْن ََّ‬‫علَ ْينَا إِنَّ ََّ‬
‫ب َ‬ ‫اجنَا‪َ ،‬وذُ ِرياتِنَا‪َ ،‬وت ُ َّْ‬ ‫َوقُلُوبِنَا‪َ ،‬وأ َ ْز َو ِ‬
‫ين لَ َها‪َ ،‬وأَتِ ِم ْم َها َ‬
‫علَ ْينَا‬ ‫علَي َْك‪ ،‬قَابِ ِل ََّ‬ ‫ين بِ َها َ‬ ‫ُمثْنِ ََّ‬

‫سنَ َّةً َوَِّقنَا َ‬


‫عذَ ََّ‬
‫اب النا ِرَّ‬ ‫سنَ َّةً َو ِفي ْاْل ِخ َرَِّة َح َ‬
‫َربنَا آتِنَا ِفي ال ُّد ْنيَا َح َ‬
‫سانَّ ِإلَى َّيَ ْو َِّم الديْن‪.‬‬
‫ن تَبِعَ َُّه َّْم بَِّإِحْ َ‬ ‫علَى آ ِل َِّه َو َ‬
‫صحْ بِ َِّه و ََ ََّم َّْ‬ ‫علَى نَبِيِنَا ُم َحمدَّ َو َ‬
‫للاُ َ‬
‫صلى َّ‬
‫َو َ‬
‫ب ْالعَالَ ِمي َْنَّ‬
‫ن ْال َح ْم َُّد لل َر َِّ‬
‫آخ َُّر َدع َْوانَا أ َ َِّ‬
‫َو ِ‬

‫‪,wasalamualaikumwarahmatullahwabarakatuh‬‬
Khotbah Tentang Solat Jum’at

OLEH :

NAMA : ADE IRAWAN

KELAS :XI.AK

GURU PEMBIMBING :AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Shalat Jumat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صالَتَ ُك ْم‬َ ‫صالَةِ فِ ْي ِه فَإِ َّن‬َّ ‫ي ِمنَ ال‬ َّ َ‫ص ْعقَةُ فَأ َ ْكثِ ُر ْوا َعل‬ َ ِ‫ فِ ْي ِه ُخلِقَ آدَ ُم َوفِ ْي ِه قُب‬: ‫َّام ُك ْم يَ ْو ُم ْال ُج ُمعَ ِة‬
َّ ‫ض َوفِ ْي ِه النَّ ْف َخةُ َوفِ ْي ِه ال‬ ِ ‫ض ِل أَي‬
َ ‫إِ َّن ِم ْن أَ ْف‬
َ ‫ ) ِإ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل َح َّر َم َع‬: ‫صالَتُنَا َوقَدْ أ َ َر ْمتَ ؟ فَقَا َل‬
‫لى‬ َ َ‫ض َعلَيْك‬ ُ ‫ْف ت ُ ْع َر‬َ ‫س ْو َل هللاِ َو َكي‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫ي ( قَالُ ْوا‬ َّ َ‫ضةٌ َعل‬ َ ‫َم ْع ُر ْو‬
‫اء‬ ْ َ ْ
ِ َ‫سادَ االنبِي‬ َ ُ ْ
َ ْ‫ض أن تَأك َل أج‬ ْ َ َ
ِ ‫اال ْر‬ْ

“Sesungguhnya di antara hari yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam
diciptakan, Adam diwafatkan, sangkakala ditiup dan pada hari itu terjadi kematian (setelah
ditiup sangkakala). Oleh karena itu, perbanyaklah bershalawat kepadaku, karena shalawatmu
akan ditampakkan kepadaku.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat
kami ditampakkkan kepadamu sedangkan Engkau telah menjadi tanah?” Beliau menjawab,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.” (Shahih, diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasa’i). (Redaksi, www.khotbahjumat.com)

Hari Jumat adalah hari yang paling utama dalam seminggu, sedangkan hari ‘Arafah dan hari
Nahar (10 Dzulhijjah) adalah hari yang paling utama dalam setahun. Dinamakan hari Jumat
karena pada hari itu orang-orang berkumpul untuk shalat.

Hukum Shalat Jumat

Shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain (lih. QS. Al Jumu’ah: 6), kecuali lima orang; budak, wanita,
anak-anak, orang sakit dan musafir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٌ ‫ي أَ ْو َم ِري‬
‫ْض‬ َ ‫ َع ْبدٌ َم ْملُ ْوكٌ أ َ ِو ْام َرأَة ٌ أ َ ْو‬: ٌ‫اجبٌ َعلَى ُك ِِّل ُم ْس ِل ٍم ِفي َج َما َع ٍة ِإالَّ أ َ ْر َب َعة‬
ٌّ ‫ص ِب‬ ِ ‫ا َ ْل ُج ُم َعةُ َح ٌق َو‬

“Shalat Jumat itu wajib bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang; budak,
wanita, anak-anak atau orang yang sakit.” (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Baihaqi dan Hakim,
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud: 942)

Dalam riwayat Daruquthni dari Ibnu Umar secara marfu’, Beliau bersabda:

ٌ‫سافِ ِر ُج ُم َعة‬
َ ‫ْس َعلَى ْال ُم‬
َ ‫لَي‬

“Bagi musafir tidak wajib shalat Jumat.”

Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat Jumat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« َ‫ّللاُ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم ث ُ َّم لَيَ ُكونُ َّن ِمنَ ا ْلغَافِلِين‬ ِ ‫ » لَ َي ْنت َ ِهيَ َّن أ َ ْق َوا ٌم َع ْن َودْ ِع ِه ُم ْال ُج ُمعَا‬.
َّ ‫ت أ َ ْو لَيَ ْختِ َم َّن‬
“Hendaknya orang-orang berhenti meninggalkan shalat Jumat atau jika tidak, Allah akan
mengecap hati mereka, sehingga mereka tergolong orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim dan
Nasa’i)

َ‫ب ِمنَ ْال ُمنَافِ ِقيْن‬


َ ِ‫عذْ ٍر ُكت‬
ُ ‫ت ِم ْن َغي ِْر‬ َ ‫َم ْن ت ََركَ ث َ َال‬
ٍ ‫ث ُج ُم َعا‬

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali tanpa uzur, maka akan dicatat
termasuk orang-orang munafik.” (HR. Thabrani, lih. Shahihul Jami’ 6144)

Keutamaan Shalat Jumat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« ‫َب ْال َك َبا ِئ َر‬ َ ‫س َو ْال ُج ُم َعةُ ِإلَى ْال ُج ُم َع ِة َو َر َم‬


َ ‫ضانُ ِإلَى َر َم‬
َ ‫ضانَ ُم َك ِ ِّف َراتٌ َما َب ْي َن ُه َّن ِإذَا اجْ تَن‬ ُ ‫صلَ َواتُ ْال َخ ْم‬
َّ ‫ » ال‬.

“Shalat yang lima waktu, Jumat yang satu ke Jumat berikutnya dan (puasa) Ramadhan yang
satu ke (puasa) Ramadhan berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya jika
dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)

Waktu Shalat Jumat

Waktunya adalah waktu Zhuhur. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:

‫س‬ َّ ‫ص ِلِّي ْال ُج ُمعَةَ ِحيْنَ ت َِم ْي ُل ال‬


ُ ‫ش ْم‬ َّ ِ‫ا َ َّن النَّب‬
َ ُ‫ي صلى هللا عليه وسلم َكانَ ي‬

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Jumat ketika matahari bergeser (ke barat).”
(HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dan boleh sebelum tiba waktu zuhur. Jabir radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya, “Kapankah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Jumat?” ia menjawab:

‫س‬ َّ ‫ص ِلِّى ث ُ َّم نَذْهَبُ إِلَى ِج َما ِلنَا فَنُ ِري ُح َها ِحينَ ت َُزو ُل ال‬
ُ ‫ش ْم‬ َ ُ‫َكانَ ي‬

“Beliau shalat Jumat. Setelah itu, kami pergi mendatangi unta kami dan mengistirahatkannya
ketika matahari telah tergelincir.” (HR. Muslim)

Adab dan Amalan yang Patut Dilakukan Pada Hari Jumat

Pada hari Jumat kita disyariatkan melakukan hal-hal berikut:

1. Mandi untuk shalat Jumat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫غ ْس ُل يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة َو‬


« ‫اجبٌ َعلَى ُك ِِّل ُمحْ تَ ِل ٍم‬ ُ ».

“Mandi pada hari Jumat wajib bagi setiap orang yang sudah baligh.” (Muttafaq ‘alaih)
Hukumnya yang rajih –insya Allah- adalah wajib, berdasarkan hadis di atas.

2. Dianjurkan memakai pakaian yang bagus, bersiwak, memakai minyak rambut dan memakai
wewangian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صلَّى َما‬ َ ‫اس ث ُ َّم‬ َّ ‫ب إِ ْن َكانَ ِع ْندَهُ ث ُ َّم أَت َى ْال ُج ُمعَةَ فَلَ ْم يَتَ َخ‬
ِ َّ‫ط أ َ ْعنَاقَ الن‬ ٍ ‫س ِم ْن ِط ْي‬ َّ ‫س ِن ثِيَابِ ِه َو َم‬َ ْ‫س ِم ْن أَح‬ َ ِ‫س َل يَ ْو َم ْال ُج ُمعَ ِة َولَب‬
َ َ ‫َم ِن ا ْغت‬
َّ ْ
‫ارةً ِل َما بَ ْينَ َها َوبَيْنَ ال ُج ُمعَ ِة التِي قَ ْبلَ َها‬
َ َّ‫َت َكف‬ْ ‫صالَتِ ِه كَان‬ َ ‫غ ِم ْن‬ َ ‫صتَ اِذَا خ ََر َج اِ َما ُمهُ َحتَّى يَ ْف ُر‬ َ ُ
َ ‫َب هللاُ لَهُ ث َّم أ ْن‬
َ ‫َكت‬

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat, lalu ia memakai pakaian yang bagus dan memakai
wewangian yang ada, kemudian berangkat shalat Jumat. ia pun tidak melangkahi leher orang,
lalu shalat semampunya, kemudian diam ketika imam datang hingga shalat selesai, maka hal itu
akan menjadi penghapus dosa antara Jumat tersebut dengan Jumat sebelumnya.” (HR. Abu
Dawud)

« َ‫ َفال‬، ‫ب بَ ْيتِ ِه ث ُ َّم يَ ْخ ُر ُج‬


ِ ‫س ِم ْن ِطي‬ ُّ ‫ أَ ْو يَ َم‬، ‫ َويَدَّ ِهنُ ِم ْن د ُ ْهنِ ِه‬، ‫ط ْه ٍر‬ ُ ‫ع ِم ْن‬ َ ‫طا‬ َ َ ‫ َويَت‬، ‫الَ يَ ْغت َ ِس ُل َر ُج ٌل يَ ْو َم ْال ُج ُمعَ ِة‬
َ َ ‫ط َّه ُر َما ا ْست‬
ُ
‫غ ِف َر لَهُ َما بَ ْينَهُ َوبَيْنَ ْال ُج ُم َع ِة األ ْخ َرى‬
ُ َّ‫ ِإال‬، ‫اإل َما ُم‬ ِ ‫صتُ ِإذَا ت َ َكلَّ َم‬
ِ ‫ ث ُ َّم يُ ْن‬، ُ‫ب لَه‬َ ‫ص ِ ِّلى َما ُك ِت‬
َ ُ‫ ث ُ َّم ي‬، ‫ » يُفَ ِ ِّر ُق َبيْنَ اثْنَي ِْن‬.

“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jumat, bersih-bersih semampunya, memakai minyak
rambut atau memakai wewangian di rumahnya, kemudian berangkat, ia pun tidak memisahkan
dua orang, setelah itu ia shalat semampunya, lalu diam ketika imam berkhutbah, kecuali akan
diampuni dosa-dosanya antara Jumat yang satu ke Jumat yang satunya lagi.” (HR. Bukhari)

3. Berangkat lebih awal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« ‫ ث ُ َّم كَالَّذِى‬، ً‫ َو َمث َ ُل ْال ُم َه ِ ِّج ِر َك َمثَ ِل الَّذِى يُ ْهدِى َبدَنَة‬، ‫ب ْال َمس ِْج ِد َي ْكتُبُونَ األ َ َّو َل فَاأل َ َّو َل‬ ِ ‫ت ْال َمالَ ِئ َكةُ َع َلى َبا‬
ِ َ‫ َوقَف‬، ‫ِإذَا َكانَ َي ْو ُم ْال ُج ُم َع ِة‬
ْ ِّ
‫ َويَ ْست َِمعُونَ ال ِذك َر‬، ‫ص ُحفَ ُه ْم‬ َ ِ ‫ فَإِذا خ ََر َج‬، ‫ضة‬
ُ ‫اإل َما ُم ط َو ْوا‬ َ ً ُ ً ُ ً ُ
َ ‫ ث َّم بَ ْي‬، ‫ ث َّم دَ َجا َجة‬، ‫ ث َّم َكبْشا‬، ً ‫ » يُ ْهدِى بَقَ َرة‬.

“Apabila tiba hari Jumat, maka para malaikat berdiri di pintu masjid mencatat siapa yang
datang pertama dst. Perumpamaan orang yang datang lebih awal seperti berkurban dengan
unta, setelahnya seperti berkurban dengan sapi, setelahnya seperti berkurban dengan kambing,
setelahnya seperti berkurban dengan ayam dan setelahnya lagi seperti berkurban dengan telur.
Apabila imam datang, maka para malaikat menutup catatan mereka dan ikut mendengarkan
nasehat.” (HR. Jama’ah selain Ibnu Majah)

4. Melakukan shalat sunat semampunya sampai imam datang (lih. hadis sebelumnya). Setelah
shalat Jumat dianjurkan shalat sunat dua rakaat atau empat rakaat setelah diselingi (dipisah)
berbicara atau berdzikr atau dengan berpindah tempat atau dengan keluar dari masjid lalu
kembali lagi atau dengan shalat di rumah. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata:

‫صالَة ٌ َحتَّى ن‬ َ ‫ّللاِ صلى هللا عليه وسلم أ َ َم َرنَا ِبذَلِكَ أَ ْن الَ تُو‬
َ ‫ص َل‬ ُ ‫ ت َ َكلَّ َم أ َ ْو ن َْخ ُر َج َْفَإ ِ َّن َر‬.
َّ ‫سو َل‬

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami begitu; yakni


agar suatu shalat tidak disambung dengan shalat yang lain sampai kami berbicara atau keluar.”
(HR. Muslim)
5. Diam mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia seperti bermain-main dengan pasir dsb.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ ‫اإل َما ُم َي ْخ‬


« ‫طبُ َفقَدْ لَغ َْوت‬ ِ ‫ أَ ْن‬: ‫احبِكَ يَ ْو َم ْال ُج ُمعَ ِة‬
ْ ‫ص‬
ِ ‫ َو‬. ‫ت‬ ِ ‫ص‬َ ‫ » َْإِذَا قُ ْلتَ ِل‬.

“Apabila kamu berkata, “Diamlah” kepada saudaramu pada hari Jumat, sedangkan imam
berkhutbah, maka kamu telah sia-sia (yakni tidak mendapatkan keutamaan shalat Jumat).” (HR.
Bukhari-Muslim)

َ ‫س ْال َح‬
‫صى فَقَدْ لَغَا‬ َّ ‫َو َم ْن َم‬

“Dan barangsiapa yang bermain dengan pasir, maka ia telah berbuat sia-sia.” (HR. Muslim)

6. Tetap melakukan shalat tahiyyatul masjid, ketika datang terlambat saat imam berkhutbah.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang laki-laki datang ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah pada hari Jumat, lalu Beliau bertanya: “Apakah
kamu sudah shalat (yakni tahiyyatul masjid) hai fulan?” Orang itu menjawab: “Belum.” Beliau
pun bersabda: “Bangunlah dan kerjakanlah shalat dua rakaat.” (HR. Bukhari)

7. Makruh melangkahi pundak orang dan memisahkan dua orang yang sedang duduk bersama
(lihat hadisnya di no. 2)

8. Dianjurkan membaca surat Al Kahfi di malam atau siangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫ضا َء لَهُ ِمنَ النُّ ْو ِر َما بَيْنَ ا ْل ُج ُمعَتَي ِْن‬


َ َ ‫ف فِي يَ ْو ِم ْال ُج ُمعَ ِة أ‬
ِ ‫س ْو َرة َ ْال َك ْه‬
ُ َ ‫َم ْن قَ َرأ‬

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat, maka Allah akan memberikan
cahaya untuknya antara dua Jumat.” (HR. Hakim dan Baihaqi, lih. Shahihul Jami’ 6470)

Inilah surat yang dibaca pada hari Jumat, adapun anjuran membaca surat Yasin pada hari Jumat
hadisnya dha’if (bukan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

9. Memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (sudah
disebutkan hadisnya).

1. Memperbanyak do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫سا َع ٍة بَع‬
َ ‫آخ َر‬ ُ ‫ش ْيئًا إِ َّال آت َاهُ إِيَّاهُ فَ ْالت َِم‬
ِ ‫سوهَا‬ َ َ‫ّللا‬ َ َ ‫ص ِرْْيَ ْو ُم ْال ُج ُمعَ ِة اثْنَت َا َع ْش َرة‬
َّ ‫سا َعةً َال يُو َجد ُ فِي َها َع ْبد ٌ ُم ْس ِل ٌم يَ ْسأ َ ُل‬ ْ َ‫دَ ْالع‬

“Hari Jumat (siangnya) ada 12 waktu, tidak ada seorang hamba yang muslim meminta kepada
Allah sesuatu kecuali akan diberikan, maka carilah saat tersebut di waktu terakhir setelah shalat
‘Ashar.”(Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i dan hakim)

Adab Seorang Khatib


Khutbah termasuk syarat sahnya ibadah Jumat. Dalam berkhutbah hendaknya khatib
memperhatikan hal-hal berikut:

– Berkhutbah sambil berdiri yang disela-selanya ada duduk. (HR. Muslim)

– Duduk dilakukan setelah mengucapkan salam ketika menaiki mimbar. Jabir berkata: “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila menaiki mimbar, mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Majah
dan Thabrani dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

– Berdiri khutbah di tangga kedua dan duduk di tangga ketiga. Anas berkata: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri pada hari Jumat dan menyandarkan punggungnya ke batang pohon
kurma yang ditegakkan dalam masjid lalu berkhutbah kepada orang-orang. Kemudian datanglah
seorang yang berasal dari Rum dan berkata, “Maukah aku buatkan untukmu sesuatu yang kamu
bisa duduk di atasnya dan seakan-akan engkau berdiri?”, maka orang itu membuatkan untuk
Beliau mimbar yang memiliki dua tangga, dan Beliau duduk di tangga ketiga.” (HR. Darimi, As

Shahiihah 2174)

Penyusun al-Hadyu berkata, “Tidak dihapal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
Beliau setelah dibuatkan mimbar menaikinya dengan pedang, busur maupun lainnya (seperti
tongkat). Kalau seandainya hal itu sunnah, tentu Beliau tidak akan meninggalkannya setelah
dibuatkan mimbar, sebagaimana tidak juga dihapal dari Beliau bahwa Beliau bersandar dengan
pedang sebelum dibuatkan mimbar, bahkan Beliau hanya menggunakan busur atau tongkat.”

– Dianjurkan memulai khutbah dengan khutbatul haajah, yakni “innal hamda lillah nahmaduhu
wa…dst.”

– Membaca syahadat, karena khutbah yang tidak ada syahadatnya seperti tangan yang berkusta.
(HR. Abu Dawud)

– Menghadap ke makmum.
– Menjiwai isi khutbah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
berkhutbah merah kedua matanya dan lantang suaranya. (HR. Muslim dan Tirmidzi)

– Jika berdoa, cukup mengangkat jari telunjuk saja (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

– Mempersingkat khutbah dan memperlama shalat (HR. Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam terkadang membaca surat Al Jumu’ah dan Al Munafiqun dalam shalat Jumat, dan
terkadang Al A’laa dan Al Ghaasyiyah (HR. Muslim)

Wallahu a’lam, wa shallallahu alaa nabiyyinaa Muhammad wa sallam.


Khotbah Tentang Keutamaan solat malam

OLEH :

NAMA : R. TEDI SYAH PRATAMA

KELAS :XI.AK

GURU PEMBIMBING :AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
Keistimewaan Shalat Tahajud
Oleh
Kazuhana El Ratna Mida
-

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang shalat
apakah yang paling utama sesudah salat wajib? Maka beliau menjawab, “Shalat tengah
malam.” (Hr. Jama’ah, kecuali Bukhari)

Dari ‘Amr bin Abasah, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Waktu terdekat seseorang hamba dalam berhubungan dengan Tuhannya adalah di tengah
malam yang paling akhir. Oleh karena itu, jika engkau dapat masuk golongan orang yang dapat
mengingat Allah pada saat tersebut, maka jadilah engkau.” (Hr. Tirmidzi. Dishahihkan oleh
Imam Trimidzi)

Betapa Shalat Tahajud memiliki banyak keberkahan yang bisa mendekatkan kepada Allah
Ta’ala, pemilik alam semesta. Bukankah sangat disayangkan jika kita melewatkan malam berkah
yang penuh anugerah itu?

Shalat Tahajud secara harfiah berarti “bangun tidur untuk beribadah” bagi yang berkemampuan.
Secara istilah, semua jenis ibadah di malam hari seperti shalat, membaca al-Qur’an dan lain-lain.
Sedangkan Imam Shuyuti mengatakan, tahajud merupakan kewajiban tambahan atas Shalat
Lima Waktu.

Hukum Shalat Tahajud adalah sunnah yang diajurkan. Dahulu pernah terjadi perdebatan antara
mewajibkan shalat ini atau tidak. Karena Nabi Muhammad selalu berusaha bangun untuk
mendirikannya meskipun sakit. Namun, pendapat para ulama mengatakan, shalat ini dilakukan
bagi yang mampu. Sehingga bisa disimpulkan, sunnah yang dianjurkan karena mengingat
banyak pahala yang didapat ketika mengerjakannya.

Beberapa pahala atau keutamaan yang didapat ketika melaksanakan Shalat Tahajud, antara la

1. Masuk Surga Tanpa Hisab

‘Abdullah bin Salam berkata, Rasulullah bersabda, “Sebarkanlah salam, berilah makan (orang-
orang yang membutuhkan), sambungkanlah silaturrahim, dan shalatlah pada malam hari ketika
orang lain sedang tidur; niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (Hr. at-Tirmidzi)

2. Pengusir Penyakit dari Badan

Salman al-Farisi meriwayatkan, Rasululalah bersabda, “Hendaklah kalian mendirikan Shalat


Malam. Karena Shalat Malam adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian,
pendekatan diri kepada Tuhan, penebus dosa, dan pengusir penyakit dari badan.” (Hr. at-
Tirmidzi dan ath-Thabrani)

3. Menyimpan Pintu-pintu Kebaikan

Mu’adz bin Jabal pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku
amalan yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah
menjawab, “Sesungguhnya kamu bertanya tentang sesuatu yang berat, tetapi hal itu mudah bagi
orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Kamu menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan,
dan berhaji ke Baitullah jika mampu menempuh perjalanannya.”

Beliau bertanya, “Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai,
sedekah yang menghapuskan dosa seperti air memadamkan api, dan shalat pada larut malam.”
(Hr. Ahmad, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi)

4. Menggugurkan Dosa dan Mencerahkan Jiwa

Ibnu al-Hajjaj berkata, “Terdapat banyak manfaat dari Shalat Malam. Di antaranya:
menggugurkan dosa seperti angin yang menggugurkan daun-daun kering dari pepohonan. Shalat
Malam juga dapat menerangkan hati, mencerahkan jiwa, menjadikan wajah berseri-seri,
menghilangkan kemalasan, dan menyehatkan tubuh. Orang yang mendirikan Shalat Tahajud
menjadi tumpuan pandangan para malaikat dari langit yang terus mengawasi, seperti bintang-
bintang yang memancarkan cahaya kepada penghuni bumi. Selain itu, orang yang mendirikan
Shalat Malam akan mendapat keberkahan, cahaya dan persembahan berharga yang tidak
terbayangkan.”

5. Seperti Bersedekah Secara Sembunyi-sembunyi

‘Abdulah bin Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Keutamaan Salat pada malam hari
atas salat pada siang hari seperti keutamaan sedekah secara sembunyi-sembunyi atas sedekah
secara terang-terangan.” (Hr. Ibnu Mubarak dan at-Thabrani)

Begitu banyak hal keutamaan yang didapat ketika kita mau melaksanakan Shalat Malam yang
begitu dicintai Rasulullah. Rasanya akan sangat sayang untuk ditinggalkan.

Sedikit hikmah ibadah Tahajud yang mungkin bisa makin membuka mata batin kita semua,

1. Merupakan ibadah yang paling utama sesudah Shalat Fardhu.

2. Memperoleh derajat maqam mahmud (posisi paling baik dan terpuji) di sisi Allah, dengan
pahala surga beserta seluruh isi dan kenikmatannya. Shalat Malam menjadi sebab utama
seseorang meraih surga.

3. Mendapatkan pencerahan ruhani, kebersihan hati dan kesucian rasa.


4. Memperoleh kebeningan dan kejernihan akal.

5. Dijauhkan dari penyakit jasmani dan ruhani.

6. Dikaruniani ilmu langsung dari Allah.

7. Mengetahui rahasia-rahasia terdalam dari kehidupan dan keagamaan.

8. Cara mempertinggi derajat dalam kamar-kamar surga.

9. Dicatat sebagai orang yang berbuat ihsan.

10. Dipuji oleh Allah dan digolongkan sebagai hamba yang baik, dan memiliki iman yang
sempurna.

11. Dicatat sebagai hamba yang bersih dari dosa, ditutup kesalahannya oleh Allah, serta
dimasukkan sebagai kelompok hamba yang bersyukur kepada Allah.

12. Dijanjikan kemuliaan, keteladanan, dan keberuntungan besar oleh Allah.

13. Digolongkan sebagai pengikut setia Nabi Muhammad, yang dipastikan mendapat syafaat di
Hari Kiamat.

Akankah kita rela meninggalkan semua nikmat yang didapat ketika melaksanakan Shalat
Tahajud ini? Keistimewaannya sungguh disayangkan jika disepelakan. Karenanya, kita harus
meraihnya. Agar nikmat itu selalu menghampiri. Semoga Allah membukakan hati untuk kita
semua, agar istiqamah di jalan yang diridhai-Nya. Aamiin. [Kazuhana El Ratna
Mida/Bersamadakwah.net
Khotbah Tentang MAHROM

OLEH :

NAMA : VIKA MAYAWI

KELAS :XI.AK

GURU PEMBIMBING :AGUSMAN RIADI, S.pd.i

SMK PGRI MUARADUA


TAHUN AJARAN

2017/2018
MENJAGA KEHORMATAN DIRI

Ust. M.A. Sholihun

(Ketua Bidang Pendidikan dan Pesantren, PW IKADI DIY)

ِ ‫ َوتَب ِْص َرةً ِلذَ ِوى اْلَ ْل َبا‬،‫ب َواْلَ ْبصَار‬


‫ب‬ ِ ‫ تَ ْذ ِك َرةً ِل ُ ْو‬،‫َار‬
ِ ‫لـى ا ْلقُلُ ْو‬ َ ‫ ُمك َِو ِر اللَّ ْي ِل‬،‫ ا ْلعَ ِزي ِْز ا ْلغَفَّار‬،‫اح ِد ا ْلقَهَّار‬
ِ ‫علَى النَّه‬ ِ ‫ا َ ْلح َْم ُد هللِ ا ْل َو‬
.‫َواْ ِإل ْع ِت َبار‬

‫علَى‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم ص َِل َو‬،‫ ِم ْن أَ ْن ِب َيا ِئ ِه ا ْلـ ُم ْختَار‬،ُ‫س ْولُه‬


َ ْ‫س ِل ْم َو َب ِارك‬ َ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُد ُه َو َر‬ ْ َ‫ َوأ‬،‫ش َه ُد أ َ ْن الَ ِإلَهَ إِالَّ هللاُ ذُو ا ْلـ َمجْ ِد َوا ْل َج َّبار‬
ْ َ‫أ‬
‫ان إِلـَى يَ ْو ِم‬
ٍ ‫س‬ ْ َ
َ ْ‫ َو َم ْن تَبِعَ ُه ْم بِ ِإح‬،‫صحَابِ ِه اْلطهَار‬ َ
ْ ‫على آ ِل ِه َوأ‬َ ْ
َ ‫ َو‬،‫سائِ ِر البَشَر‬ َ ‫على‬ َ َ ‫ض ِل‬ ْ
ْ َ‫ع ْب ِد هللاِ ذِي الف‬ َ ‫ص ِفيِ ِه ُم َح َّم ٍد اب ِْن‬
َ ‫َحبِ ْيبِ ِه َو‬
.‫ا ْلـ َمحْ شَر‬

))‫اب ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم َو ِإ َّيا ُك ْم أَ ِن اتَّقُوا هللا‬


َ َ‫ص ْي َنا الَّ ِذينَ أُوت ُوا ا ْل ِكت‬ َ :‫ َك َما َقا َل هللاُ تَعَالـى‬،‫ أ ُ ْو ِصى ُك ْم َونَ ْفسِي ِبت َ ْق َوى هللا‬،‫فَيَا ِع َبا َد هللا‬
َّ ‫((و َلقَ ْد َو‬

))‫س ٍن‬ ٍ ُ‫اس ِب ُخل‬


َ ‫ق َح‬ ِ ‫سنَةَ ت َ ْم ُحهَا َو َخا ِل‬
َ َّ‫ق الن‬ َ ‫س ِيئ َةَ ا ْل َح‬
َّ ‫ق هللاَ َح ْيث ُ َما ُك ْنتَ َوأَتْ ِب ِع ال‬
ِ َّ ‫ (( ِإت‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ ُ ‫َو َك َما قَا َل َر‬
َ ُ‫س ْولُه‬

: ‫أ َ َّما بَعد‬

Hadirin Rahimakumullah…

Salah satu akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam adalah al-‘Iffah (menjaga kehormatan diri).
Jika seorang muslim menghiasi dirinya dengan akhlak ini maka dia dicintai oleh Allah dan juga
manusia.

Sederhananya, bahwa al-‘Iffah adalah sikap yang dapat menjaga seseorang dari melakukan
perbuatan-perbuatan dosa, baik yang dilakukan oleh tangan, lisan atau kemaluannya. Termasuk
didalamnya, meninggalkan hal-hal yang dibolehkan untuknya, namun karena untuk melindungi
diri dari hal-hal yang tidak pantas, atau berlebih-lebihan.

Baginda Rasulullah SAW sangat menganjurkan sikap al-‘Iffah,karena dengan sikap ini seorang
Muslim dapat menjaga kehormatan dan kemuliaan dirinya.

Sikap al-‘Iffah ini sangat penting bagi seorangmuslim, sehingga Allah SWT menyebutkannya
berulang-ulang di berbagai tempat dalam Al-Qur’an, yang berkaitan dengan kehidupan seorang
Muslim:
Diantaranya; Menikah, dengan tujuan untuk menjaga kemaluan dan perbutan yang haram. Allah
SAWT berfirman dalam surat An-Nur, ayat 33:

ْ َ‫َّللاُ ِم ْن ف‬
‫ض ِل ِه‬ َّ ‫ف الَّ ِذينَ َال يَ ِج ُدونَ نِكَا ًحا َحتَّى يُ ْغنِ َي ُه ُم‬ ْ َ‫َو ْلي‬
ِ ‫ست َ ْع ِف‬

“Dan hendaklah menjaga kesuciannya, yaitu orang – orang yang tidak (belum)
mampu menikah, hingga Allah memberikan kecukupan (memampukan) mereka dari
karunia-Nya.”

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah SWT…

Yang dimaksudkan dengan kata wal yasta‘fif pada ayat tersebut, adalah berusaha menjaga
kehormatan dan kemuliaan diri. Pada ayat itu, Allah memerintahkan kepada seorang Muslim
yang tidak dapat menikah, sebab adanya halangan, agar menjaga diri dan kehormatannya. Sering
kali masalah yang dihadapi oleh seseorang untuk melaksanakan pernikahan adalah biaya. Oleh
sebab itu Allah SWT berjanji akan memberikan kecukupan kepada orang yang menjaga
kehormatan dirinya (dengan tidak melakukan perbuatan maksiat) dengan menganugerahkannya
rizki yang dapat digunakan untuk melaksanakan pernikahan, atau dengan mendapatkan wanita
yang berkenan dengan mahar yang ringan.

Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Ada tiga orang yang berhak mendapat pertolongan Allah SWT; Orang yang
berjihad di jalan Allah, orang menikah dengan niat menjaga kehormatan diri dan
hamba sahaya yang ingin membebaskan dirinya dari majikannya.”(HR. At-Tirmidzi
dan Ahmad, Hasan)

Ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa perintah menjaga kehormatan dan kemuliaan diri
hanya ditujukan kepada orang yang tidak mempunyai biaya menikah. Sebenarnya tidaklah
demikian. Al-Isti‘faf (berusaha menjaga kehormatan diri) juga ditujukan kepada setiap Muslim
dan Muslimah, dengan menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.

Allah berfirman:

ِ ‫صنَعُونَ ! َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا‬


‫ت‬ َّ َّ‫َار ِه ْم َويَحْ فَ ُظوا فُ ُرو َج ُه ْم ذَ ِلكَ أ َ ْزكَى َل ُه ْم إِن‬
ٌ ِ‫َّللاَ َخب‬
ْ َ‫ير بِ َما ي‬ ِ ‫قُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ يَغُضُّوا ِم ْن أ َ ْبص‬
ِ ‫ضضْنَ ِم ْن أ َ ْبص‬
َّ‫َار ِهنَّ َويَحْ فَ ْظنَ فُ ُرو َج ُهن‬ ُ ‫يَ ْغ‬
“Katakanlah kepada orang – orang beriman, agar mereka menjaga pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh
Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka perbuat. Dan katakana pula
kepada wanita wanita yang beriman, agar mereka menjaga pandangan dan
memelihara kemaluannya ….” (QS. An-Nur: 30 dan 31)

Menjaga kehormatan dan kemuliaan diri dalah sifat orang beriman, yang beretika dan beradab.
Dan itu juga akhlak agung yang dapat menghindarkan seorang muslim jauh keburukan dan
kemaksiatan.

Termasuk dalam hal ini adalah, tidak berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan
mahramnya. Karena bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa
yang akan membuat hati itu condong kepada perbuatan keji dan hina.

Syekh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata, “Secara mutlak tidak boleh
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik wanita itu masih muda ataupun sudah
tua. Baik lelaki yang berjabat tangan denganya itu masih muda atau kakek tua.Sebab, berjabat
tangan seperti ini akan menimbulkan godaan bagi kedua pihak.”

‘Aisyah ra berkata tentang Rasulullah SAW:

“Tangan Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali tangan
wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR. Al-Bukhari)

Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas/penghalang
(misalnya memakai kaos tangan atau kain) ataupun tanpa penghalang. Sebab, dalil dalam
masalah ini sifatnya umum dan semua ini untuk menutup jalan yang mengantarkan kepada
keburukan.” (Majmu’ al-Fatawa, 1/185)

Selain itu, tidak khalwat (berduaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Rasulullah SAW
telah memperingatkan dalam nasehatnya yang agung:

‫الَ يَ ْخلُ َونَّ َر ُج ٌل بِا ْم َرأَ ٍة إِالَّ َو َمعَهَا ذُ ْو َمحْ َر ٍم‬

“Tidak boleh sama sekali seorang lelaki bersendirian dengan seorang wanita
kecuali bila bersama wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Hadirin rahimakumullah …

Iffah yang berikutnyaadalah memakan harta dengan cara yang halal dan tidak meminta minta.
Allah SWT berfirman:

ِ ُّ‫سبُ ُه ُم ا ْل َجا ِه ُل أ َ ْغ ِن َيا َء ِمنَ الت َّ َعف‬


….. ‫ف‬ ِ ‫ست َ ِطيعُونَ ض َْر ًبا ِفي ْال َ ْر‬
َ ْ‫ض َيح‬ ْ ‫َّللاِ َال َي‬ َ ‫اء الَّ ِذينَ أُحْ ِص ُروا ِفي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ِ ‫ِل ْلفُقَ َر‬

“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang – orang fakir yang terhalang
usahanya (dalam mencari penghidupan) karena jihad di jalan Allah, sehingga ia
tidak dapat berusaha di bumi. Orang yang tidak mengetahui menyangka bahwa
mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena
mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada manusia).” (QS. Al
Baqarah: 273)

Abu Sa’id al-Khudri mengabarkan, orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta
kepada Rasullah SAW. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada Rasulullah SAW
melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rasulullah SAW pun
bersabda kepada mereka ketika itu:

“Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian.
Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta, Allah SWT akan memelihara dan
menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah SWT akan
menjadikannya sabar. Siapa yang merasa cukup dengan Allah SWT dari meminta kepada selain-
Nya, Allah SWT akan memberikan kecukupan kepadanya. Tidaklah kalian diberi suatu
pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi mengatakan: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’affuf (menahan diri dari
meminta-minta), qana’ah (merasa cukup) dan bersabar atas kesempitan hidup dan kesulitan (hal
yang tidak disukai) lainnya di dunia.” (Syarah Shahih Muslim).
Islam melarang umatnya menjadi peminta-minta, baik sebagai diri atau bangsa. Karena hal itu
akan merusak kehormatan diri dan bangsa. Cukup kan diri dengan karunia Allah SWT, maka
Allah SWT akan mencukupkan dengan rizki-Nya.

Hadirin Rahimakumullah…

Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam melaksanakan sifat al-‘Iffah. Beliau selalu menjaga
diri, menjaga tangan dan lisannya dari perbuatan-perbuatan yang tidak pantas. Dalam masalah
menjaga kehormatan dan kemuliaan diri, beliau berada pada tingkat tertinggi di antara semua
manusia. Karenanya beliau menjadi panutan utama dalam masalah perilaku dan akhlak mulia
seperti adil, amanah, menerima ketetapan Allah, berani dan sifat lainnya.

Sifat ‘Iffah yang dimiliki Rasulullah sangat lengkap dan sempurna. Beliau selalu menghindarkan
diri daripada perbuatan-perbuatan tercela karena Allah SWT telah melindunginya dari perbutan
tersebut sejak beliau masih kecil lagi. Beliau tidak pernah mempunyai keinginan untuk
melakukan tindakan tercela, sehingga selama hidupnya tangan beliau tidak pernah menyentuh
seorang wanita selain isteri, mahram atau hamba sahaya beliau.

Dalam Tarikh Ath-Thabari diceritakan: “Saya tidak pernah mempunyai keinginan untuk
melakukan tindakan-tindakan yang biasa dilakukan oleh orang-orang Jahiliyyah kecuali dua
kali, dan semua itu tidak jadi saya lakukan, kerana Allah menghalangiku dari melakukan
keinginan tersebut. Setelah itu, saya sama sekali tidak pernah mempunyai keinginan jahat
sehingga dianugerahkan kepada saya sebuah risalah oleh Allah SWT.”

(Dua kejadian itu adalah) pada suatu malam saya berkata kepada seorang Quraisy yang
bersama menggembalakan kambing denganku di (bukit-bukit) Makkah, ‘Saya harap kamu mau
memperhatikan kambingku, sehingga saya masuk kota Makkah, sampai saya mengikat kambing-
kambing itu seperti yang biasa dilakukan oleh para pemuda?’ Orang tersebut menyetujuhi
permintaanku.Kemudian saya melangkahkan kaki dan sesampainya saya di rumah pertama
penduduk Makkah saya mendengar ada suara jamuan walimahan (yang dimeriahkan) dengan
gendang dan seruling. Saya bertanya kepada penduduk: ‘Ada apakah ini?’ Mereka menjawab:
‘Fulan bin Fulan berkahwin dengan Fulanah binti Fulan.’ Kemudian saya duduk dan melihat
mereka, namun Allah SWT menghilangkan fungsi telingaku, sehingga akhirnya saya
tertidur.Ketika saya bangun, matahari sudah mulai nampak. Kemudian saya datang kepada
kawanku dan dia bertanya kepadaku: ‘Apa yang kamu lakukan semalam?’ saya menjawab:
‘Saya tidak melakukan apa-apa’, kemudian saya menceritakan semua yang terjadi kepadanya.

Pada waktu malam yang lain, saya mengatakan hal yang sama kepada kawanku itu, dan dia
juga menyetujuhinya. Ketika saya memasuki kota Makkah saya mendengar suara seperti apa
yang pernah saya dengar dahulu. Lalu saya duduk, namun Allah menghilangkan fungsi
telingaku sehingga akhirnya saya tertidur, dan ketika bangun matahari sudah nampak.Saya
kembali menemui kawanku dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.Setelah kejadian itu
‫‪saya tidak pernah mempunyai keinginan jahat sehingga Allah memuliakanku dengan risalah-‬‬
‫”‪Nya.‬‬

‫والذ ْك ِر ال َح ِكي ِْم‪ ،‬إنهُ تَعا َ َلى جَوا ٌد ك َِر ْي ٌم َم ِلكٌ بَ ٌّر َرؤ ُْو ٌ‬
‫ف َر ِح ْي ٌم‬ ‫ت ِ‬ ‫آن ال َع ِظي ِْم‪َ ،‬ونَفَعَنِ ْي َوإِيا ُك ْم بِاآليا ِ‬
‫با َ َركَ هللاُ ِل ْي َولك ْم فِي القُ ْر ِ‬

Вам также может понравиться