Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Kelompok 2/ Offering GK-2016
Dliya Amaliya 160341606104
Hana Veronica 160342606281
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Evolusi dalam kajian biologi berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan
suatu populasi organisme gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk
hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme
bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat
diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan
antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen
yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan
variasi antara organisme.
Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih
umum atau langka dalam suatu populasi. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh
kombinasi 3 proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Evolusi didorong oleh 2
mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan
sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk
keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam
suatu populasi dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang.
Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih
berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi
selanjutnya yang mewarisi sifat sifat yang menguntungkan ini. Setelah beberapa
generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi
secara terus menerus dan acak ini dengan
seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetic merupakan sebuah proses bebas yang
menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi.
Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sidat akan
diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi. Walaupun
perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan
berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses
ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru. Sebenarnya,
kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan
bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui
proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui teori-teori para ilmuwan tentang evolusi.
2. Mengetahui bukti-bukti evolusi.
BAB II
PEMBAHASAN
Homologi adalah struktur dasar sama yang diturunkan secara genetik dari
nenek moyang yang umum tetapi kemudian memiliki fungsi yang berbeda. Suatu
contoh homologi yang baik adalah tulang lengan depan vertebrata (Gambar 2.5).
Semua vertebrata seperti burung, ikan paus, dan manusia mempunyai struktur
dasar tulang lengan depan yang sama kemudian melewati proses perubahan
(evolusi) dari nenek moyang yang umum, kemudian menampilkan fungsi yang
berbeda (Frida, 2006).
Gambar Organ vestigial pada manusia yang berupa umbai cacing (apendiks
vermiformis) (Anonim, 2010)
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan
menjadi struktur vestigial. Struktur tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil
atau sama sekali tidak berfungsi pada spesies sekarang, namun memiliki fungsi
yang jelas pada spesies leluhur atau spesies lainnya yang berkerabat dekat.
Struktur vestigial termasuk rudimentasi, sayap pada mutan vestigial (Drosophila
melanogaster) kekurangan penglihatan pada hewan-hewan penghuni gua, gigi
geraham manusia, tulang ekor pada manusia (pada mamalia yang lain ekornya
tumbuh memanjang) (Anonim, 2009).
B. Bukti Embriologi Perbandingan
Contoh bukti biogeografi nyata yang telah diteliti oleh para ilmuwan
adalah burung finch. Burung finch (satu genus dengan burung pipit) di Kepulauan
Galapagos yang dulu dipakai Charles Darwin untuk mengembangkan teori
evolusi, kini terbukti cocok dengan teori itu mereka memang berevolusi (Schmid,
2006).
Gambar Perbandingan bentuk paruh burung Finch secara anatomi (a) dan (b)
morfologi (Anonim, 2009)
D. Bukti Paleontologi
Fosil (dalam bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam
tanah" ) adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau
mineral. Fosil merupakan makhluk hidup atau sebagian dari makhluk hidup yang
tertimbun oleh tanah, pasir, lumpur dan akhirnya membatu, atau kadang-kadang
hanya bekas-bekas organisme. Pada umumnya fosil yang telah ditemukan terdapat
dalam keadaan tidak utuh, yaitu hanya merupakan suatu bagian atau beberapa
bagian dari tubuh makhluk hidup. Hancurnya tubuh makhluk hidup yang telah
mati disebabkan karena pengaruh air, angin, bakteri pembusuk, hewan-hewan
pemakan bangkai dan lain-lain. Fosil-fosil dapat ditemukan diberbagai macam
lapisan bumi, sehingga penentuan umumnya didasarkan atas umur lapisan yang
paling dalam, mempunyai umur yang lebih tua sedangkan umur fosil yang
ditemukan yang lebih atas mempunyai umur yang lebih muda. Dengan
membandingkan fosil-fosil yang ditemukan diberbagai lapisan bumi yaitu mulai
dari sederetan fosil-fosil yang telah ditemukan dalam lapisan batuan bumi dari
yang tua sampai ke yang muda menunjukkan ada perubahan yang terjadi secara
berangsur-angsur maka dapat disimpulkan bahwa fosil merupakan petunjuk
adanya evolusi (Widodo, Lestari, U., Amin, M., 2003).
Fosil merupakan catatan sejarah penting sebagai petunjuk adanya evolusi.
Dengan membandingkan struktur tubuh hewan masa lampau yang telah menjadi
fosil dengan hewan sekarang dapat disimpulkan bahwa keadaan lingkungan di
masa lampau berbeda dengan sekarang. Tokoh yang mempelajari fosil dan
hubungannya dengan evolusi adalah:
Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan
yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami
pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat
beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
1. Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
2. Mengalami pengawetan
3. Terbebas dari bakteri pembusuk
4. Terjadi secara alamiah
5. Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
6. Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu (Anonim, 2010).
Fosil hidup
Istilah "fosil hidup" adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup
yang menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil
hidup antara lain ikan coelacanth, burung Finch dan pohon ginkgo. Fosil hidup
juga dapat mengacu kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies
dekat lainnya atau sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki
spesies dekat lainnya. Contoh dari kriteria terakhir ini adalah nautilus (Anonim,
2009).
Tempat penemuan fosil
Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang
permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak fosil disebut
fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe
lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis
pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung paling banyak fosil (Anonim,
2010).
Proses terbentuknya fosil
Fosil terbentuk dari proses dari proses penghancuran peninggalan
organisme yang pernah hidup. Hal ini sering terjadi ketika tumbuhan atau hewan
terkubur dalam kondisi lingkungan yang bebas oksigen. Fosil yang ada jarang
terawetkan dalam bentuknya yang asli. Dalam beberapa kasus, kandungan
mineralnya berubah secara kimiawi atau sisa-sisanya terlarut semua sehingga
digantikan dengan cetakan.
Pemanfaatan fosil
Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi
dari waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada
fosil. Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini
digunakan untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang
mengandung fosil graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran
geografi fosil memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan
dari bagian-bagian lain di dunia.
1. Fosil tumbuhan
Fosil tanaman yang paling banyak ditemukan di bumi adalah sejenis paku-
pakuan (fern). Salah satu temuan di dinding tambang batubara berupa fosil
tumbuhan sejenis pakis yang disebut pteridosperm yang memiliki daun selebar
sekitar 6 centimeter. Hal ini ditemukan oleh para pekerja sebuah tambang
batubara di Illinois, AS terkejut saat melihat lukisan di dinding tambang yang
menggambarkan pemandangan masa lalu. Setelah mengebor emas hitam yang
mereka inginkan, pada langit-langit gua bekas pengeboran terlihat jejak lumut,
semak belukar, dan tumbuh-tumbuhan purba lainnya.
2. Fosil Hewan
Fosil Hewan paling banyak ditemukan daripada fosil tumbuhan. Fosil
vertebrata banyak ditemukan diberbagai daerah, sedangkan fosil avertebrata
sangat jarang ditemukan dipermukaan bumi. Hal ini karena pada umumnya
anggota vertebrata tidak memiliki bagian tubuh yang keras. Namun demikian hal
ini tidak menutup kemungkinan bahwa akan dapat ditemukan fosil dari vertebrata.
Faktor adanya bagain tubuh yang keras bukanlah satu-satunya penentu adanya
fosil. Jika fosil terbentuk pada zaman es, maka pada tersebut masih terdapat
bakteri pembusuk. Zaman es terjadi beberapa juta tahun yang lalu. Pada iklim
yang dingin mayoritas bakteri sedang tidak aktif melakukan proses pembusukan.
Fosil yang ditemukan pada umumnya berusia lebih dari 10.000 tahun. Dengan
demikian maka fosil dari golongan Avertebrata yang hidup pada zaman es pada
jutaan tahun yang lalu sangat mungkin untuk ditemukan. Berikut ini beberapa
contoh fosil hewan yang pernah ditemukan oleh para arkeolog.
Gambar Fosil Hewan (Anonim, 2009)
Contoh Catatan Fosil yang Lengkap
Data fosil untuk kelompok kuda dan primata cukup lengkap untuk dapat
mendeskripsikan evolusi yang terjadi pada dua kelompok hewan tersebut. Namun
demikian, selengkap-lengkapnya data fosil masih belum dapat menjelaskan secara
detail apa yang terjadi pada masa silam. Dasar deskripsi evolusi kuda dan primata
ini, para ahli menggunakan metode pendekatan dengan dengan membandingkan
perubahan struktur dari makhluk hidup yang paling erat kaitannya dengan
makhluk hidup sasaran.
a) Evolusi Kuda
Evolusi kuda merupakan suatu contoh klasik yang datanya cukup lengkap.
Hal ini disebabkan oleh kuda hidup berkelompok dan berjumlah cukup besar,
sehingga meninggalkan sejumlah besar fosil dari masa ke masa. Fosil kuda
primitif ditemukan dalam jumlah besar pada jaman eosen yaitu ± 58 juta tahun
yang lalu di Amerika Utara dan Eropa (Widodo, Lestari, U., Amin, M., 2003).
Gambar: Eohipus dengan panjang 20 cm pada habitat semak
Gambar Evolusi Kuda dimulai dariu 50 jtl dimulai pada era Eocence, Oligocence,
Miocence, Pliocence, Pleistocence, dan bentuk dari kuda yang ada saat ini (Anonim,
2009).
Lebih jelasnya pada evolusi kuda terjadi perubahan sebagai berikut:
a) Pertambahan dalam ukuran. Ukuran tubuh kuda bertambah mulai dari sebesar
kancil menjadi sebesar kuda akutual sekarang.
b) Pemanjangan kaki depan dan belakang. Kaki kuda yang relatif sebanding
dengan tubuhnya seperti proporsi tubuh kucing atau anjing.
c) Reduksi jari-jari lateral dan pembesaran jari tengah. Mula-mula jari kaki
berjumlah ¾ buah, kemudian tereduksi menjadi satu jari saja.
d) Punggung menjadi lurus dan datar. Punggung yang miring melekuk dengan
bagian dada lebih tinggi menjadi datar.
e) Gigi seri melebar. Gigi seri yang semula serupa gigi mamalia lainnya menjadi
lebar dan pipih untuk menggigit rumput.
f) Gigi premolar berubah bentuk menjadi molar. Gigi geraham melebar semua
menggantikan fungsi menguyah menjadi menggiling.
Bola mata pada organisme non primata tidak mempunyai tulang yang
meliputinya. Tetapi pada kera dan manusia, mata sudah sepenuhnya
terlindung. Hal ini menunjukkan bahwa mata menjadi organ yang sangat
penting. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa mata yang menghadap ke
samping, menjadi berangsur-angsur menghadap ke depan. Penglihatanpun
berubah dari dua dimensi menjadi tiga dimensi, dan kemampuan melihat
warna meningkat dari hitam putih untuk membedakan gelap dan terang
menjadi mampu melihat hampir semua spectrum warna. Hal ini erat kaitannya
dengan cara hidup dari malam hari menjadi siang hari. Selain itu, matapun
diperlukan untuk melihat makan diantara ranting-ranting pohon, dan untuk
menyelinap dengan mudah diantara hutan (Widodo, Lestari, U., Amin, M.,
2003).
Ujung jari bercakar berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal ini terlihat
bahwa tupai mempunyai cakar, sedangkan primata lebih lanjut mempunyai
kuku yang tebal dan akhirnya manusia mempunyai kuku yang tipis. Cakar
mula-mula digunakan untuk mengais mencari makan. Dengan berubahnya
cara hidup dari hidup di tanah menjadi kehidupan arboreal, maka cakar
menjadi mengganggu kemapuan bergerak dengan cepat di atas pohon.
Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan untuk memegang.
Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang dengan
terbentuknya ibu jari dengan persendiaan yang lain daripada jari-jari yang lain.
Hal ini erat kaitannya dengan timbulnya flora hutan sebagai habitat baru di
muka bumi. Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu terkait kalau pindah
dari suatu tempat ke tempat lain. Selain itu, terjadi pula perubahan dari telapak
tangan. Hal ini penting berkaitan dengan kemampuan untuk memegang yang
terlihat pada kera, yang mempunyai “empat tangan”, bahkan pada kera
Amerika Selatan, ekorpun dapat digunakan untuk memegang (Widodo,
Lestari, U., Amin, M., 2003).
Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan lebih penting daripada kaki.
Hal ini terlihat pada bangsa kerayang memilki tangan yang lebih panjang dan
lebih kuat daripada kaki. Struktur ini penting untuk dapat berayun-ayun dan
berpindah tempat. Dengan berubahnya permukaan bumi, maka jumlah hutan
menjadi semakin sedikit. Selain itu, ditemukan primata besar yang tidak dapat
ditunjang oleh hutan. Dengan demikian, primata mulai turun ke permukaan
bumi. Akibatnya tangan menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki
diperlukan untuk mengejar mangsa dan menghindarkan diri dari predator
(Widodo, Lestari, U., Amin, M., 2003).
Volume otak mengalami perubahan pesat. Faktor ini sangat nyata terlihat pada
golongan kera-manuasia. Australopithecus hanya mempunyai volume otak
600 cc, sedangkan manusia modern sekitar dua kali lebih besar. Data fosil
menunjukkan bahwa fosil manusia lainnya mempunyai kisaran antara
keduanya. Perubahan volume otak dapat pula dilihat pada perubahan dahi.
Tahap kedua, Proconsul, yakni kera purba yang hidup sekitar 25 -15 juta
tahun yang lalu. Para ahli berpendapat bahwa makhluk ini tidak
sepenuhnya bersifat kera; disebabkan pada muka, rahang, gig geliginya
terdapat ciri yang ditafsirkan sebagai ciri manusia. Makhluk ini ditemukan
di danau Victoria, dikatakan oleh seorang ahli: “Mungkinkah ini
merupakan bisikan samar – samar pertama tentang makhluk hidup yakni
manusia”. Proconsul semakin banyak terkumpul dan semuanya
menunjukkan bahwa binatang ini muncul dengan berbagai ukuran yang
berbeda – beda; ada yang sekecil simpanse dan ada yang menjadi sebesar
gorilla. Tipe gorilla inilah yang menjadi nenek moyang gorilla modern
(Anonimb, 2006).
Pada zaman ini telah muncul makhluk baru yakni primata yang tidak
menyerupai primata yang hidup sebelumnya. Makhluk ini bukan kera penghuni
hutan, tetapi lebih banyak hidup di padang rumput terbuka. Makhluk ini berjalan
tegak dengan kedua kakinya. Ada dua jenis makhluk ini, yakni:
Pada zaman ini manusia mengalami evolusi yang sangat cepat dan sudah
menggunakan perkakas baik dari batu maupun kayu. Mereka sudah pandai
berburu, sudah dapat menggunakan api dan diduga sudah dapat berbicara.
Anggapan ini berdasarkan pada volume otak yang lebih besar bila dibandingkan
dengan makhluk sebelumnya.
Tahap kesepuluh, Homo erectus. Makhluk ini diduga hidup pada 1,5 –
0,5 juta tahun yang lalu. Homo erectus dapat berjalan tegak, kakinya
panjang dan lurus, dan tulang tungkainya lebih maju. Otaknya lebih besar
dengan valume berkisar 750 – 1.400 cc. Homo erectus sebagai manusia
purba sudah pandai membuat perkakas, misalnya kapak genggam,
walaupun masih agak kasar. Kehidupannya dengan berburu mammalian
besar. Telah menggunakan api, sudah dapat berbicara untuk mengajari
anaknya bagaimana membuat perkakas. Makhluk ini ditemukan tersebar di
dunia. Kenapa Homo erectus dapat hidup di seluruh dunia belumlah jelas.
Mungkin tipe makhluk ini berevolusi di beberapa tempat menyebar
sepanjang daratan subur dan yang mudah dilalui, terbentang dari Afrika
Timur, mengitari Samudra Indonesia sampai ke Jawa.
Tahap kesebelas, munculnya makhluk yang dinamakan Homo sapiens
purba, yakni makhluk yang hidup sekitar 400.000 tahun yang lalu.
Makhluk ini sebagai hasil penemuan fosil dari tiga tengkorak yang tidak
lengkap, yakni kepingan tengkorak, tulang, dan beberapa gigi. Dari fosil
yang ada ditafsirkan bahwa manusia purba ini merupakan tipe peralihan
antara Homo erectus ke Homo sapiens yang lebih modern. Kemampuan
membuat alat sudah jauh lebih maju, bahkan ada yang menduga bahwa
mereka sudah mulai bercocok tanam (Anonimb, 2006).
Tahap keduabelas, adalah munculnya Homo sapiens neanderthalesis
(Manusia Lembah Neander (Neanderthal)) , yakni makhluk yang diduga
hidup pada masa antara 75.000 – 10.000 tahun yang lalu. Fosil makhluk
ini ditemukan tahun 1856 di Lembah Neanderthal, Jerman. Bentuk
tubuhnya sepenuhnya manusia, hidungnya terlihat mancung. Ukuran
volume otaknya relative sudah termasuk dalam kisaran ukuran rongga
antara 1.,6 – 1,8 meter, berbahu lebar, berdada cembung, dan berotot
padat. Manusia Lembah Neander sudah memiliki kemampuan membuat
dam memakai pakaian dari kulit dan hidup menetap secara sederhana di
gua-gua. Para ahli pada umumnya sependapat bahwa manusia Lembah
Neander adalah leluhur manusia modern, walaupun sekelompok ahli masih
meragukan (Anonimb, 2006).
2. Fosil yang dapat digunakan sebagai bukti adanya evolusi dapat berupa
fosil yang telah membatu maupun fosil hidup yang berupa makhluk hidup
yang masih ada hingga sekarang ini.