Вы находитесь на странице: 1из 3

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 KASUS

Anak penyandang autis memainkan alat musik dipandu pengajar saat mengikuti
program terapi musik atau rhythm di sekolah musik Gilang Ramadhan Studio Band
(GRSB), Solo, Jawa Tengah, Selasa (27/3). Terapi musik tersebut bermanfaat untuk
mengembangankan sistem motorik dan kognitif serta kepercayaan diri bagi anak
berkebutuhan khusus (autis). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/ama/18.
3.2 PEMBAHASAN KASUS

Menurut kelompok kami, penggunaan terapi musik sangat bermanfaat bagi anak
autisme. Karena musik dapat mendorong perkembangan positif bagi penyandang
autisme. Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa
aktivitas seperti: mendengarkan musik atau kreasi musik, memainkan alat musik dan
bergerak mengikuti irama musik serta bernyanyi.

Selain itu, terapi musik bermanfaat untuk membantu komunikasi verbal dan
nonverbal. Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan
cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental
dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan
komunikasi antara perilaku anak dengan bunyi tertentu. Anak autisme biasanya lebih
mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal.
Kesadaran musik dan hubungan antara tindakan anak dengan musik, berpotensi
mendorong terjadinya komunikasi dan pemenuhan emosi.

Sebagian besar anak autisme kurang mampu merespon rangsangan yang seharusnya
bisa membantu mereka merasakan emosi yang tepat. Karena anak autisme merespon
musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan
lingkungan yang bebas dari rasa takut. Dalam melakukan terapi ini, akan lebih baik
melibatkan guru musik yang otomatis akan lebih mengerti mengenai
musik. Keterlibatan psikolog juga penting untuk mengukur tingkat kemajuan selama
mengikuti terapi musik ini.

Dalam pelaksanaan, kita akan menemui berbagai kesulitan, seperti anak


autisme sering bertingkah aneh. Pasalnya, antara tindakan serta pikirannya sering tidak
bisa menyambung. Saat pertama kali bermain musik, mereka akan marah-marah tanpa
sebab, bahkan hingga menangis histeris. Semua itu respons dari anak autis melawan
kesadaran mereka. Selama proses terapi sebaiknya ada dua guru yang menangani
seorang anak autisme. Satu guru bertugas mengajar cara bermain musik, sedangkan
satu guru lainnya memegang tubuh anak autis. Kalau tidak dilakukan dengan dua guru,
bisa kerepotan. “Kalau tidak dua guru yang menangani, si anak autis bisa melompat-
lompat dan main pukul. Jadi, mereka harus diarahkan dengan tindakan ekstra,”
pungkasnya.
Selain itu, peranan orangtua juga menjadi faktor penentu keberhasilan anak autis
menjalani hidup, baik dari pola kehidupan sehari-hari maupun ritme belajar yang
dilakukan pada mereka. Jam tidur mereka harus dijaga. Perhatian orangtua dituntut bisa
mengendalikan pola hidup anaknya. Kalau tidak, konsentrasinya bisa bubar. Dengan
belajar musik, anak autis bisa menemukan konsentrasinya. Nada dan ketukan musik
yang keluar dari piano dan drum mampu menembus arah pikirannya.

Tetapi, proses terapi musik ini tidak instan seperti membalikan kedua telapak
tangan. Diperlukan waktu yang cukup lama sampai menemui perubahan positif yang
signifikan. Oleh karenanya, seperti yang sudah dijelaskan di atas, peran orangtua,
keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh besar bagi perubahan positif anak autisme
melalui terapi musik ini.(Nir)

Diakses 8 Februari 2019 Terapi Musik Penyandang Autis


https://amp.antarafoto.com/bisnis/v1522144501/terapi-musik-penyandang-autis
Diakses 8 Februari 2019 Musik Mendorong Perkembangan Anak Autis
https://www.kartunet.com/musik-mendorong-perkembangan-anak-autis-277/

Вам также может понравиться