Вы находитесь на странице: 1из 17

DAMPAK, USAHA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

LIMBAH INDUSTRI PENAMBANGAN BATU BARA

Oleh : Christophorus Ivander Menori


Kelompok 3 / Kelas B / 1623063
Program Studi Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha
Bandung

1. Tentang Industri Penambangan Batu Bara


Batubara merupakan suatu mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan
kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi
disebut dengan pembatubaraan (coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan
lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi
yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya
bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan
lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Batubara adalah penghasil listrik hampir setengah dari listrik dunia. Di Indonesia, batubara
hingga tahun 2017 masih menjadi komoditi idola dari dunia pertambangan. Walaupun jumlah
batubara di Indonesia hanya sekitar 1% dari jumlah batubara di dunia, namun saat ini Indonesia
adalah pengekspor batubara terbesar di dunia. Karakteristik batubara indonesia yang
berkualitas bituminus – sub bituminus, sangat cocok untuk bahan bakar PLTU. Oleh karena
itu, batubara indonesia banyak diminati juga oleh negara lain. Di samping itu, posisi Indonesia
sebagai negara kepulauan cukup strategis untuk pengiriman batubara ke negara lain melalui
transportasi laut.

Sejarah pertambangan batubara secara modern diawali dengan penemuan cebakan


batubara di Ombilin tahun 1856, yang dilanjutkan dengan pekerjaan persiapan selama lebih
kurang 36 tahun sebelum produksi pertama tahun 1892. Pekerjaan persiapan tersebut termasuk
membangun rel kereta api dari kota Padang ke Sawahlunto – yang selanjutnya berperan penting
dalam pembangunan Sumatra Barat. Selain di Ombilin, pertambangan batubara juga dibuka di
Tanjung Enim (Sumatra Selatan), tepi s. Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut
(Kalimantan Selatan). Adapula empat fase penting dari perkembangan pertambangan batubara
Indonesia:
1. Sebelum tahun 1941
Awal dibukanya tambang-tambang batubara modern:
 Ombilin – tambang bawah tanah
 Tanjung Enim – tambang terbuka
 Tepi sungai Mahakam – tambang bawah tanah
Pemakai batubara: transportasi (kereta api), pabrik semen, industri manufaktur dan
industri kecil – terutama di sekitar tambang batubara. Pabrik Semen Padang dibangun
tahun 1910 menggunakan batubara dari Ombilin. Produksi meningkat hingga mencapai
sekitar 2 juta ton/tahun.

2. Antara 1941 sampai tahun 1974


Pendudukan Jepang mengambil alih tambangtambang yang ada dan dimanfaatkan
untuk keperluan perang. Setelah kemerdekaan dan nasionalisasi pada pertengahan tahun
50-an, produksi menurun karena pemakai batubara mulai berkurang dan kekurangan tenaga
ahli, walaupun ada bantuan teknik dari Polandia pd awal tahun 60-an. Batubara mulai
ditinggalkan, diganti oleh minyak. Tingkat produksi mencapai titik terendah pada tahun
1969 (sekitar 200 ribu ton/tahun). Awal tahun 70-an krisis minyak membuat perhatian
kembali ke batubara.
3. Antara 1974 sampai tahun 1991
Kontrak karya pertama dengan Shell Mijnbouw – di Sumatera Selatan, sekitar Tanjung
Enim pada tahun 1974 – berakhir tahun 1978 tanpa kelanjutan. Awal 80-an proyek terpadu
pengembangan tambang Bukit Asam, jalur kereta api dari Tanjung Enim ke Tarahan
(Lampung) dan PLTU Suralaya. PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) terpisah dari
PN Tambang Batubara. PN Tambang Batubara menandatangani kontrak kerjasama (KKS)
dengan perusahaan asing untuk pengembangan pertambangan batubara di berbagai tempat
di Kalimantan dan Sumatra. Tahun 1990 – PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur
ke PTBA. Tahun 1990 beberapa tambang KKS telah memasuki tahap operasi produksi.

4. Sejak 1991
Produksi batubara Indonesia terus meningkat secara signifikan – terutama dari
tambangtambang milik PTBA dan KKS. Tahun 1995 PTBA tidak lagi sebagai prinsipal
KKS – diambil alih oleh pemerintah – menjadi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara). Sampai saat ini sudah terdapat 3 generasi PKP2B. Kebutuhan
domestik meningkat dengan dibangunnya PLTU-PLTU baru. Ekspor juga meningkat
dengan pesat sejalan dengan berkembangnya negara-negara industribaru di Asia Timur

Batubara sangat diminati karena memiliki banyak manfaat, seperti penghasil produk gas,
sebagai bahan baku untuk bahan bakar cair, sebagai sumber tenaga pembangkit listrik, dan
memproduksi banyak zat ataupun hal lainnya yang berguna bagi masyarakat. Pada sektor
ekspor, perekonomian di Indonesia ditopang dengan adanya ekspor batubara yang dilakukan,
khususnya ke China dan India. Seirama dengan kenaikan harga batubara, neraca perdagangan
Indonesia positif lagi, setelah dua bulan berturut-turut mencatatkan minus. Indonesia adalah
eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat, sepanjang Maret 2018, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 15,58 miliar.
Ini adalah nilai ekspor tertinggi dalam lima tahun terakhir.

2. Proses Produksi Batu Bara


Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batubara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batubara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun
utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan


konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh
analisis dari masing – masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang.

Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas
batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah -disebut pula batubara bermutu
rendah – seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh
dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan
kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu
batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam
mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan
meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit
dan gambut.
 Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
 Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
 Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-
75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-
mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan
lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara
membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut
pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu
bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan
kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya.
Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin
memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan
kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.

Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode


‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan
campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi
tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi
ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan
kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan
perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang
memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair
yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan
yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batu.

Sistem penambangan batubara yang sering diterapkan oleh perusahaan-perusahaan


yang beroperasi adalah sistem tambang terbuka (Open Cut Mining) . Penambangan
batubara dengan sistem tambang terbuka dilakukan dengan membuat jenjang (Bench)
sehingga terbentuk lokasi penambangan yang sesuai dengan kebutuhan penambangan.
Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta membuang dan
menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok penambangan serta
menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya mineral, (Suhala Et, al.,, 1995).

3. Limbah Industri Penambangan Batu Bara


Industri penambangan batubara menghasilkan 3 jenis limbah, yakni limbah cair, padat dan
juga gas. Ketiga limbah tersebut merupakan limbah utama yang dihasilkan dari proses
produksi batubara. Ketiga limbah tersebut dijabarkan menjadi :
 Limbah Cair
Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya
diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih.
Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur
kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan
bersifat asam (Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa
aliran permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir
pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air
asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi
mencemari lahan pertanian.
 Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan industri penambangan batubara serupa dengan
industri penambangan pada umumnya, yaitu Tailing, Sludge, dan juga oli bekas. Sludge
merupakan lumpur cair yang keluar dari dalam tangki pencerna. Berwarna hitam dan
banyak mengandung air. Tailing, dalam dunia pertambangan selalu menjadi masalah
serius. Limbah yang menyerupai Lumpur, kental , pekat, asam dan mengandung logam-
logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhluk hidup

 Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan dari industri penambangan batubara berupa debu/ partikulat,
serta gas lainnya yang dapat mengganggu.

4. Usaha Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Industri Penambangan Batu Bara


Dengan berbagai limbah yang dihasilkan dari industri penambangan batubara, telah
dilakukan beberapa penanggulangan dan pengelolaan terhadap limbah tersebut, yang adalah :
 Pengelolaan Sludge
Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau
kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar
kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan
tambang yang luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif
pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N
dan P (Anonim, 2006a).

Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-


sifat tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda
dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan
organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian
sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan
(soil amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif. Pemberian sludge paper 50 persen
ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8
persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen. BPS mampu mereduksi sulfat
menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia.

 Pengelolaan Air Asam Tambang


Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang
dan logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut
mengandalkan aktivitas berbagai bakteri pereduksi sulfat diantaranya Desulfotomaculum
orientis ICBB 1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah
sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan
logam berat. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula
berkisar dari 2 – 3 meningkat mendekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat
air asam tambang mengendap. Dari hasil penelitian Santosa (2009) selama sembilan (9)
tahun diperoleh teknologi yang mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan
konsentrasi berbagai logam berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena
hanya membutuhkan biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam konvensional.

Menurut Alexander (1977) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa Bakteri


Pereduksi Sulfat (BPS) terdiri dari 2 genus, yaitu Desulfovibrio dan Desulfotomaculum.
Desulfovibrio hidup pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkan Desulfotomaculum
merupakan kelompok BPS yang termofil (menyukai suhu yang tinggi). Dari hasil
penelitian lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah diberi perlakuan bioremediasi
mempunyai pH sekitar 6 dan suhunya berkisar pada suhu ruangan (25°C – 30°C) tidak
termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS yang ditemukan sangat dekat sifat-
sifatnya dengan genus Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et al. (1998) dalam Anonim
(2010a), menyatakan bahwa media Postgate yang digunakan merupakan media selektif
yang paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus Desulfovibrio.

Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat


meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan
rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati
netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi
maupun kehidupan biota lainnya.

5. Usaha Pencegahan Pencemaran Lingkungan Industri Penambangan Batu Bara


Usaha pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi pencemaran limbah industri
penambangan batubara dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu :
 Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu
pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan
mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari
ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan
risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

 Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar
dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan
penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan
nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk (breeding place).

 Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan


penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law
enforcement)

 Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk


membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan
perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

6. Dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan Industri Penambangan Batu Bara


Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro
setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga
menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap
karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami
kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH
turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung
sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-
rawa. Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di
Provinsi Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan dan lahan
pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama pertambangan yang dilakukan secara illegal.
Selain menghasilkan asam tambang yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan
batu-batuan yang menutup lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan
penumpukan hasil galian (overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
pemerintah. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan
sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi. Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan
pencemaran antara lain ;
 Pencemaran air,
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air
menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai,
tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis. Batubara yang
mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang
terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif.
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan
memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi
merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai
makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan
membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang
terkontaminasi merkuri.

 Pencemaran udara
Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut
logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam
merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit
kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
 Pencemaran Tanah
Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah
genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu
dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen. Disamping itu,
penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini mempunyai potensi sebagi
gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia,
memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca. Aktivitas pertambangan
batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju erosi tanah dan sedimentasi pada
sempadan dan muara-muara sungai. Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung
dari aktivitas pertambangan batubara melainkan dampak dari pembersihan lahan untuk
bukaan tambang dan pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan
sarana dan prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan,Dampak
penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan batubara terjadi pada kegiatan
pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden).
Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama
sifat fisik tanah dimana susunan tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-
lapisan yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan
terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut.

 Dampak Terhadap manusia


 Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika
airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker
kulit. Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( S ), Merkuri (Hg), Asam
Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu batubara
menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan
batubara. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang
dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung.
Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
 Kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses
penambangan dan penggunaannya. Batubara dan produk buangannya, berupa abu
ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat :
seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium,
cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya
jika dibuang di lingkungan.

 Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga


telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu
air, tanah, Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan
pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut dalam hal memisahkan
batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga
warna air sungai menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat
endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti
mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida
(Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam
berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.

 Dampak Sosial dan kemasyarakatan


 Terganggunya Arus Jalan Umum
Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara
berdampak pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya kecelakaan,
meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah sebagian dari dampak
yang ditimbulkan

 Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat


Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang
lahannya menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan menunjukkan
kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa melewati persetujuan pemilik atau
pengguna lahan. Atau tak jarang mereka memberikan ganti rugi yang tidak seimbang
denga hasil yang akan mereka dapatkan nantinya. Tidak hanya konflik lahan,
permasalahan yang juga sering terjadi adalah diskriminasi. Akibat dari pergeseran ini
membuat pola kehidupan mereka berubah menjadi lebih konsumtif. Bahkan kerusakan
moral pun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang berubah.

Walaupun terdapat banyak dampak negatif, Industri penambangan batubara


memiliki nilai atau dampak positif dari batubara itu sendiri, yakni mengatakan Tidak dapat
di pungkiri bahwa batubara adalah salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar no.2
setelah Australia hingga tahun 2008. Total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia
mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Namun
hal ini tetap memberikan efek positif dan negatif, dan hal positifnya Sumber wikipedia.com
mengatakan. Hal positifnya adalah bertambahnya devisa negara dari kegiatan
penambanganya.

7. Terobosan Teknologi yang Perlu Dikembangkan


Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di
lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah
peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).

Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan


pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses


membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau
dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora)
maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah


air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan
yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain
logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi
seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan
mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi
saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat
didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat,
dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang
terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi
tidak berbahaya. Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat
lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan
pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi
senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh
lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan
di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil
dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya
dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-
komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

Bioremediasi memiliki beberapa jenis-jenis tertentu, yaitu :


 Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau
tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi
yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
 Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering
digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa
hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi
situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para
ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

 Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang
efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita.
Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan
mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah
aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan. Selain bioremediasi yang perlu
ditingkatkan, adapula teknologi yang dinamakan desulfurisasi yang dapat digunakan kepada
limbah batubara, serta batubara itu sendiri.
Dalam proses penangkapan unsur ‘S’ atau desulfurisasi batubara dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara yang berbeda yaitu secara Kimia, Biologi, dan Fisik. Penghilangan unsur
S dalam batubara juga dapat diaplikasikan sebelum pembakaran berlangsung, sesudah
pembakaran ataupun ketika pembakaran batubara berlangsung.
Contohnya, untuk "menangkap” S, kedalam furnace disemburkan bubuk kapur CaCO3
yang disebut sorbent. Salah satu alasan pemilihan CaCO3 adalah harganya yang murah dan
mudah diperoleh. Proses yang terjadi di dalam furnace adalah sebagai berikut :
a. Desulfurization (De-SOx) Reaction :
CaCO3 → CaO + CO2 CaO + SO2+ ½ O2 → CaSO4 (solid) ( S telah "tertangkap" dalam
bentuk endapan )
b. Di suhu tinggi (di atas 1300˚ C) terjadi reaksi berikut: CaSO4 → CaO + SO2+ ½ O2 (
Hal ini menyebabkan De-SOx efisiensi berkurang drastis )
Tujuan desulfurisasi batubara dengan metode kimia, biologi, dan fisika bertujuan untuk :
 Untuk menghasilkan batubara yang dapat dibakar secara langsung tanpa megalami proses
desulfurisasi pada gas buang.
 Untuk mengurangi gas cleaning setelah proses gasifikasi batubara.
 Mengurangi kandungan sulfur dan abu dalam batubara, dan hanya dapat menghilangkan
pyritic sulfur dan mineral lainnya.

8. Kesimpulan
Berdasarkan dari penjabaran informasi yang tertera diatas tentang industri penambangan
batu bara, dapat kemudian diambil beberapa kesimpulan, yakni :
 Industri Pertambangan batubara di Indonesia memiliki peran yang besar dalam
perekonomian Indonesia lewat ekspornya
 Industri penambangan batubara juga memiliki limbah yang masih tidak dapat dihilangkan
ataupun diolah secara sempurna
 Pengaruh yang disebabkan dari adanya penambangan batubara cenderung lebih banyak
sisi negatifnya dibanding positifnya.
 Pengolahan dan pencegahan yang dilakukan telah cukup mengurangi efek dan dampak
limbah penambangan batubara itu sendiri
 Masih terdapat banyak teknologi yang dapat dikembangkan lebih lagi untuk menangani
permasalahan limbah industri penambangan batubara, seperti bioremediasi dan
desulfurisasi batubara.

9. Daftar Pustaka
https://gilangpranaditya12.wordpress.com/2017/06/02/sejarah-pertambangan-batubara-
indonesia/
http://planetcopas.blogspot.co.id/2012/09/proses-produksi-pengolahan-batu-bara_595.html
http://nasional.kontan.co.id/news/ekspor-indonesia-tertolong-harga-batubara
http://faiz-15.blogspot.co.id/2011/11/tailing.html
https://www.scribd.com/presentation/350464556/Limbah-Pertambangan-Batubara-Copy
http://asrarudin91.blogspot.co.id/2013/08/metode-pengolahan-air-limbah-tambang.html
http://vodca-stinger.blogspot.co.id/2012/11/dampak-pertambangan-dan-solusi.html
http://mheea-nck.blogspot.co.id/2011/01/dezulfurisasi-batubara.html
https://ilmubatubara.wordpress.com/2006/10/07/litbang-teknologi-pengolahan-dan-
pemanfaatan-batubara/
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2016/02/06/dampak-penambangan-batu-bara-terhadap-
lingkungan/

Вам также может понравиться