Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Uraian Materi
1. Pengertian Fluida Statis
Fluida Statis adalah suatu keadaan dimana suatu fluida yang ada
dalam keadaan diam (tidak bergerak) pada keadaan setimbang.
a. Massa Jenis
Salah satu sifat penting dari suatu zat adalah kerapatan atau
massa jenisnya. Istilah lainnya adalah densitas. Kerapatan atau
massa jenis merupakan perbandingan massa terhadap volume zat.
Secara matematis ditulis:
𝑚
𝜌=
𝑣
Massa jenis atau kerapatan dari suatu fluida homogen dapat
bergantung pada faktor lingkungan, seperti temperatur (suhu) dan
tekanan. Satuan Sistem Internasional untuk massa jenis adalah
kilogram per meter kubik (kg/m3).
b. Berat Jenis
Berat jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu zat
terhadap kerapatan air. Berat jenis suatu zat dapat diperoleh dengan
membagi kerapatannya dengan 103 kg/m3 (kerapatan air). Berat
jenis tidak memiliki dimensi. Apabila kerapatan suatu benda lebih
kecil dari kerapatan air, maka benda akan terapung. Berat jenis
benda yang terapung lebih kecil dari 1. Sebaliknya, jika kerapatan
suatu benda lebih besar dari kerapatan air, maka berat jenisnya
lebih besar dari 1. Untuk kasus ini benda tersebut akan tenggelam.
𝐹 dimana :
𝑝=
𝐴 p = tekanan pada suatu permukaan (N/m2
` atau Pa)
F = gaya tekan (Newton, N)
A = luas bidang tekan (m2)
a. Tekanan Hidrostatis
Gaya gravitasi menyebabkan zat cair
dalam suatu wadah selalu tertarik ke bawah.
Makin tinggi zat cair dalam wadah, makin
berat zat cair itu, sehingga makin besar juga
tekanan zat cair pada dasar wadahnya.
Tekanan zat cair yang hanya disebabkan oleh
beratnya sendiri disebut tekanan
hidrostatis.
Tekanan pada fluida juga bergantung pada kerapatan atau
massa jenis fluida atau zat cair itu sendiri. Jadi, ketika Anda
menyelam pada zat cair yang kerapatannya lebih besar maka
akan semakin besar tekanan hidrostatik yang Anda rasakan.
Misalnya, kita anggap zat cair terdiri dari beberapa lapis.
Lapisan bawah ditekan oleh lapisan-lapisan di atasnya sehingga
mengalami tekanan yang lebih besar. Lapisan paling atas hanya
ditekan oleh udara sehingga tekanan pada permukaan zat cair sama
dengan tekanan atmosfer.
Penurunan rumus tekanan hidrostatis
Bayangkan luas penampang
persegi panjang (luas yang diarsir), 𝑝 𝑥 𝑙,
yang terletak pada kedalaman ℎ di bawah
permukaan zat cair (massa jenis = 𝜌),
seperti tampak pada gambar. Volume zat
cair di dalam balok = 𝑝 𝑥 𝑙 𝑥 ℎ, sehingga
massa zat cair di dalam balok adalah
𝑚=𝜌𝑥𝑉
=𝜌𝑥𝑝𝑥𝑙𝑥ℎ
Berat zat cair di dalam balok,
𝐹 =𝑚𝑥𝑔
=𝜌𝑥𝑝𝑥𝑙𝑥ℎ𝑥𝑔
Tekanan zat cair di sembarang titik pada luas bidang yang diarsir
adalah
𝐹 𝜌𝑥𝑝𝑥𝑙𝑥ℎ𝑥𝑔
𝑝ℎ = = =𝜌𝑥𝑔𝑥ℎ
𝐴 𝑝𝑥𝑙
Jadi, tekanan hidrostatis zat cair (𝑝ℎ ) dengan massa jenis 𝜌 pada
kedalaman ℎ dirumuskan dengan
dimana :
𝑝ℎ = 𝜌 𝑔 ℎ
ph = tekanan hidrostatis zat cair (N/m2
atau Pa)
ρ = massa jenis atau kerapatan zat cair
(kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = kedalaman zat cair diukur dari
permukaan zat cair (m)
3. Hukum Hidrostatis
Hukum hidrostatis menyatakan bahwa, “semua titik yang
terletak pada bidang datar yang sama di dalam zat cair yang sejenis
memiliki tekanan (mutlak) yang sama”.
a. Aplikasi Alat Ukur dalam Mengukur Tekanan Gas
1) Barometer Raksa
Barometer raksa digunakan untuk
mengukur tekanan atmosfer.
Barometer tersebut berupa tabung kaca
yang panjang, di mana dalam tabung
tersebut diisi air raksa. Tabung kaca
yang berisi air raksa tersebut kemudian
dibalik dan dimasukkan ke dalam
sebuah wadah yang juga telah diisi air raksa.
Ketika tabung kaca yang berisi air raksa dibalik maka
pada bagian ujung bawah tabung (pada gambar terletak di
bagian atas) tidak terisi air raksa. Isinya hanya uap air raksa
yang tekanannya sangat kecil sehingga diabaikan (p = 0). Pada
permukaan air raksa yang berada di dalam wadah terdapat
tekanan atmosfer yang arahnya ke bawah (atmosfer menekan
air raksa yang berada di wadah). Tekanan atmosfer tersebut
menyanggah kolom air raksa yang berada dalam pipa kaca.
Pada gambar, tekanan atmosfer dilambangkan dengan 𝑝𝑜 .
Dengan menerapkan hukum utama hidrostatis untuk alat
pengukur tekanan berupa barometer, maka
𝑝𝐴 = 𝑝𝐵
𝑃𝑔𝑎𝑠 = 𝑃𝑜 + 𝜌 𝑔 ℎ
dengan 𝜌 adalah massa jenis raksa dan ℎ adalah tinggi
kolom raksa.
2) Manometer Tabung Terbuka
Pada manometer tabung terbuka,
di mana tabung berbentuk U, sebagian
tabung diisi dengan zat cair (air raksa
atau air). Tekanan yang terukur
dihubungkan dengan perbedaan dua
ketinggian zat cair yang dimasukan ke
dalam tabung.
Dengan menerapkan hukum hidrostatis untuk alat
pengukur tekanan berupa manometer, maka
𝑝𝐴 = 𝑝𝐵
𝑃𝑜 = 𝜌 𝑔 ℎ
dengan 𝜌 adalah massa jenis raksa dan ℎ adalah tinggi
kolom raksa.
4. Hukum Pascal
Tekanan zat cair pada dasar wadah tentu saja lebih besar dari
tekanan zat cair pada bagian di atasnya. Semakin ke bawah, semakin
besar tekanan zat cair tersebut, sebaliknya semakin mendekati
permukaan atas wadah, semakin kecil tekanan zat cair. Besarnya
tekanan sebanding dengan 𝜌 𝑔 ℎ. Pada setiap titik pada kedalaman
yang sama, besarnya tekanan sama. Hal ini berlaku untuk semua zat
cair dalam wadah apapun dan tidak bergantung pada bentuk wadah
tersebut. Apabila kita tambahkan tekanan luar, pertambahan tekanan
dalam zat cair adalah sama di mana pun. Jadi apabila diberikan
tekanan luar, setiap bagian zat cair mendapat “jatah” tekanan yang
sama, karenanya besar tekanan selalu sama di setiap titik pada
kedalaman yang sama.
Hukum Pascal menyatakan bahwa, “tekanan yang diberikan
pada zat cair dalam ruang tertutup diteruskan sama besar ke segala
arah”.
Sebuah terapan sederhana dari prinsip Pascal adalah dongkrak
hidrolik, seperti ditunjukkan dalam gambar. Dongkrak hidrolik terdiri
dari bejana dengan dua kaki (kaki 1 dan kaki 2) yang masing-masing
diberi pengisap. Pengisap 1 memiliki luas penampang A1 (lebih kecil)
dan pengisap 2 memiliki luas penampang A2 (lebih besar). Bejana
diisi dengan cairan.
Jika pengisap 1 ditekan dengan gaya F1, zat cair akan menekan
pengisap 1 ke atas dengan gaya pA1 sehingga terjadi keseimbangan
pada pengisap 1 dan berlaku
𝐹1
𝑝𝐴1 = 𝐹1 atau 𝑝= (*)
𝐴1
Sesuai hukum Pascal bahwa tekanan pada zat cair dalam ruang
tertutup diteruskan sama besar ke segala arah, maka pada pengisap 2
bekerja gaya ke atas pA2. Gaya yang seimbang dengan ini adalah gaya
F2 yang bekerja pada pengisap 2 dengan arah ke bawah.
𝐹2
𝑝𝐴2 = 𝐹2 𝑝=
atau 𝐴2 (**)
𝐴2
𝐹2 = 𝑥𝐹 (1)
𝐴1 1
𝜋𝐷1 2 𝜋𝐷2 2
𝐴1 = dan 𝐴2 =
4 4
𝐴2 (𝜋𝐷2 2 )/4 𝐷2 2
= =( )
𝐴1 (𝜋𝐷1 2 )/4 𝐷1
𝐷2 2
𝐹2 = ( ) 𝑥 𝐹1 (2)
𝐷1
5. Hukum Archimedes
Jika suatu benda yang dicelupkan dalam zat cair mendapat gaya
ke atas sehingga benda kehilangan sebagian beratnya (beratnya
menjadi berat semu), maka gaya ke atas ini disebut sebagai gaya
apung, yaitu suatu gaya ke atas yang dikerjakan oleh zat cair pada
benda. Gaya apung terjadi karena adanya perbedaan tekanan fluida
pada kedalaman yang berbeda. Munculnya gaya apung adalah
konsekuensi dari tekanan zat cair yang meningkat dengan kedalaman.
Dengan demikian berlaku
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑝𝑢𝑛𝑔 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑑𝑖 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟
Untuk memahami arti dari “volume
air yang dipindahkan”, kita dapat
mencelupkan batu ke dalam sebuah bejana
berisi air, maka permukaan air akan naik.
Ini karena batu menggantikan volume air.
Jika batu dicelupkan pada bejana yang
penuh berisi air, sebagian air akan tumpah
dari bejana.Volume air tumpah yang
ditampung tetap sama dengan volume batu
yang menggantikan air. Jadi, suatu benda yang dicelupkan seluruhnya
dalam zat cair selalu menggantikan volume zat cair yang sama
dengan volume benda itu sendiri.
Archimedes mengaitkan antara gaya apung dengan volume zat
cair yang dipindahkan benda. Dari sini, Archimedes berhasil
menemukan hukumnya, yaitu Hukum Archimedes yang berbunyi,
“Apabila suatu benda dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke
dalam fluida, maka benda tersebut mendapatkan gaya ke atas
yang besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh
benda tersebut”.
a. Penurunan Matematis Hukum Archimedes
Apakah penyebab munculnya gaya apung yang dikerjakan oleh
suatu fluida kepada benda yang tercelup dalam fluida? Ternyata gaya
apung ini muncul karena selisih antara gaya hidrostatis yang
dikerjakan fluida terhadap permukaan bawah dengan permukaan atas
benda.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa gaya apung
terjadi akibat konsekuensi dari tekanan hidrostatis yang makin
meningkat dengan kedalaman. Dengan kata lain, gaya apung terjadi
karena makin dalam zat cair, makin besar
tekanan hidrostatisnya. Ini menyebabkan
tekanan pada bagian bawah benda lebih
besar daripada tekanan pada bagian atasnya.
Perhatikan sebuah silinder dengan tinggi h dan luas A, yang
tercelup seluruhnya di dalam zat cair dengan massa jenis ρf. Fluida
melakukan tekanan hidrostatis p1 = ρf g h1 pada bagian atas silinder.
Gaya yang berhubungan dengan tekanan ini adalah F1 = p1 A = ρfgh1A
berarah ke bawah. Dengan cara yang sama, fluida melakukan tekanan
hidrostatis F2 = p2 A = ρf g h2 A dengan arah ke atas. Resultan kedua
gaya ini adalah gaya apung Fa.
Jadi, 𝐹𝑎 = 𝐹2 − 𝐹1 (karena 𝑭𝟐 > 𝑭𝟏 )
= 𝜌𝑓 𝑔 ℎ2 𝐴 − 𝜌𝑓 𝑔 ℎ1 𝐴
= 𝜌𝑓 𝑔 𝐴 (ℎ2 − ℎ1 )
= 𝜌𝑓 𝑔 𝐴 ℎ (sebab 𝒉𝟐 − 𝒉𝟏 = 𝒉)
𝐹𝑎 = 𝜌𝑓 𝑉𝑏𝑓 𝑔
(5-1)
dengan :
𝜌𝑓 = massa jenis fluida (kg/m3 atau g/cm3)
𝑉𝑏𝑓 = volume benda yang tercelup dalam fluida (cm3 atau m3)
Peristiwa mengapung,
tenggelam, dan melayang juga dapat
dijelaskan berdasarkan konsep gaya
apung dan berat benda. Pada suatu
benda yang tercelup sebagian atau
seluruhnya dalam zat cair, bekerja
gaya apung (𝐹𝑎 ). Dengan demikian,
pada benda yang tercelup dalam zat cair bekerja dua buah gaya, yaitu
gaya berat 𝑤 dan gaya apung 𝐹𝑎 . Pada benda yang mengapung dan
melayang terjadi keseimbangan antara berat benda 𝑤 dan gaya apung
𝐹𝑎 , sehingga berlaku
∑𝐹 = 0
+𝐹𝑎 − 𝑤 = 0 atau 𝑤 = 𝐹𝑎
Pada benda yang tenggelam, berat 𝑤 lebih besar daripada gaya apung
𝐹𝑎 . Jadi,
syarat mengapung atau melayang 𝑤 = 𝐹𝑎
syarat tenggelam 𝑤 > 𝐹𝑎
Syarat mengapung sama dengan syarat melayang, yaitu berat benda
sama dengan gaya apung (𝑤 = 𝐹𝑎 ). Perbedaan keduanya terletak pada
volume benda yang tercelup dalam zat cair (𝑉𝑏𝑓 ). Pada peristiwa
mengapung, hanya sebagian benda yang tercelup dalam zat cair,
sehingga 𝑉𝑏𝑓 < 𝑉𝑏 . Sedangkan pada peristiwa melayang, seluruh
benda tercelup dalam zat cair, sehingga 𝑉𝑏𝑓 = 𝑉𝑏 .
𝜌𝑓 𝑉𝑏𝑓
𝜌𝑏 =
𝑉𝑏
𝜌𝑏 = ∑ 𝜌𝑓𝑖 𝑉𝑏𝑓𝑖
2) Kapal Laut
Massa jenis besi lebih besar daripada massa jenis air laut,
tetapi mengapa kapal laut yang terbuat dari besi dapat mengapung
di atas air?
𝐹 dimana:
𝛾=
𝑑 𝛾 = tegangan permukaan (N/m)
𝐹 = gaya tegangan permukaan (N)
𝑑 = panjang permukaan dimana gaya itu
bekerja (m)
Oleh karena itu, secara formulasi, tegangan permukaan dapat
didefinisikan sebagai per satuan panjang yang bekerja pada
permukaan yang tegak lurus dengan kawat.
𝐹 dimana:
𝛾=
2𝑙 1
𝑙 = 2𝑑
Air 0 75,6
Air 25 72,0
Air 80 62,6
Etil Alkohol 20 22,8
Aseton 20 23,7
Gliserin 20 63,4
Raksa 20 435
7. Gejala Meniskus
Pada umumnya, permukaan suatu zat cair harus tegak lurus
dengan resultan gaya yang bekerja. Namun, jika zat cair bersentuhan
dengan suatu zat padat, permukaan pada tepi persentuhan zat cair
dengan benda biasanya berbentuk lengkungan. Gejala tersebut disebut
dengan gejala meniskus.
B
dinding B
Dinding
fluida
A fluida A
C C
R
R
(b) Meniskus cekung (a) Meniskus cembung
8. Gejala Kapilaritas
Zat cair yang membasahi dinding (misalnya air) akan naik
dalam pipa kapiler (tabung dengan diameter relatif kecil). Gejala ini
disebut dengan gejala kapilaritas, yang disebabkan oleh gaya kohesi
dari tegangan permukaan dengan gaya adhesi antara zat cair dengan
tabung kaca. Gejala kapilaritas dapat berupa gejala kapilaritas naik dan
gejala kapilaritas turun. Gejala kapilaritas naik terjadi apabila sudut
kontak permukaan zat cair dengan dinding wadah kurang dari 90°, dan
sebaliknya jika sudut kontak lebih dari 90° akan menyebabkan gejala
kapilaritas turun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gejala
kapilaritas naik terjadi ketika meniscus cekung, dan gejala kapilaritas
turun terjadi karena meniskus cembung.
a. Perumusan Gejala Kapilaritas
Sesuai dengan hukum III Newton, pipa akan mengerjakan
gaya yang sama besar terhadap zat cai, namun berlawanan arah,
sehingga menyebabkan zat cair naik. Zat cair akan berhenti ketika
berat kolom zat cair yang naik sama dengan gaya ke atas yang
dikerjakan pipa pada zat cair.
Jika diketahui:
Massa jenis zat cair =ρ
Tegangan permukaan = γ
Sudut kontak =θ
Kenaikan zat cair =h
Maka,
𝐹 = (𝛾𝑐𝑜𝑠𝜃)(2𝜋𝑟) (2)
2𝛾𝑐𝑜𝑠𝜃
ℎ=
𝑟𝜌𝑔
9. Viskositas Fluida
Viskositas merupakan ukuran kekentalan pada fluida. Pada
fluida ideal, (fluida idak kental) viskositasnya dianggap bernilai nol
atau tidak ada viskositas. Semakin besar nilai viskositas suatu fluida,
semakin susah pula fluida itu mengalir. Sebaliknya semakin kecil nilai
viskositas suatu fluida, semakin gampang fluida itu mengalir.
Viskositas pada zat cair terjadi karena gaya kohesi yang terjadi
pada molekul-molekul zat cair. sedangkan pada gas, viskositas terjadi
karena tumbukan antar molekul gas.
a. Hukum Stokes untuk Fluida Kental
Viskositas dalam fluida kental sama dengan gesekan pada
gerak benda padat. Untuk fluida ideal η = 0, sehingga setiap benda
yang bergerak pada fluida ideal dianggap tidak mengalami gesekan
yang disebabkan oleh fluida. Akan tetapi, bila benda tersebut
begerak dalam fluida kental dengan kelajuan tertentu, gerak benda
tersebut akan dihambat oleh gaya gesekan fluida pada benda
tersebut. Besar gaya gesekan fluida diformulasikan oleh:
𝐹𝑓 = 𝑘ɳ𝑣 (1)
𝑘 = 6𝜋𝑟 (2)
𝐹𝑓 = 6𝜋ɳ𝑟𝑣
b. Kecepatan Terminal
Benda yang dijatuhkan bebas pada fluida kental, contohnya
kelereng yang dijatuhkan ke dalam oli, akan mengalami Gerak
Lurus Berubah Beraturan (GLBB) dipercepat dengan percepatan
sama dengan percepatan gravitasi g. Oleh karena itu, jarak antara
dua posisi kelereng dalam waktu yang sama makin besar, namun
pada saat tertentu jarak antara dan posisi kelereng dalam selang
waktu yang sama adalah sama besar. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa suatu benda yang dijatuhkan dalam fluida
kental, kecepatannya akan membesar sampai saat dimana
kecepatan benda tersebut tetap. Kecepatan terbesar dan konstan
inilah yang dimaksud dengan kecepatan terminal.
Selama benda jatuh ke dalam fluida kental, pada benda
tersebut bekerja 3 gaya, yaitu gaya berat, w = mg, gaya ke atas oleh
fluida, Fa, dan gaya gesekan yang dikerjakan fluida Ff, seperti pada
gambar di bawah ini
(sumber: rpprasetio.wordpress.com)
+𝑚𝑔 − 𝐹𝑎 − 𝐹𝑓 = 0
𝐹𝑓 = 𝑚𝑔 − 𝐹𝑎 (*)
Diketahui : massa jenis benda = ρb
Volume benda = Vb
Maka,
Gaya ke atas : 𝐹𝑎 = 𝑉𝑏 𝜌𝑓 𝑔
Berat benda mg : 𝑚𝑔 = (𝜌𝑏 𝑉𝑏 )𝑔
Gaya gesekan : 𝐹𝑓 = 6𝜋𝜂𝑟𝑣𝑡
Dengan mensubstitusi ketiga persamaan gaya diatas pada *) maka
diperoleh
6𝜋𝜂𝑟𝑣𝑡 = 𝜌𝑏 𝑉𝑏 𝑔 − 𝜌𝑓 𝑉𝑏 𝑔
4
𝑔(3 𝜋𝑟 3 )(𝜌𝑏 − 𝜌𝑓 )
𝑣𝑇 =
6𝜋𝜂𝑟
2 𝑟2𝑔
𝑣𝑇 = (𝜌𝑏 − 𝜌𝑓 )
9 𝜂
B. REFERENSI
Kanginan, Marthen. 2010. PHYSICS for SENIOR HIGH SCHOOL (Grade
XI 2nd Semester). Jakarta: Erlangga.
Tipler, P.A. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid I (Terjemahan).
Jakarta: Erlangga.