Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3 Tujuan atraumatic care
Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan,
yaitu:
a. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014). Untuk mencapai tujuan
tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai kerangka kerjanya (Wong, et
al., 2009).
b. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009)
sebagai tujuan utama dari atraumatic care.
c. Mencegah dan mengurangi stress fisik
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga Dampak perpisahan bagi
keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, dan kurangnya
kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012).
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak, Perawat berperan
penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Beberapa bukti
ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit.
Orang tua dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk melaksanakan perawatan
pada anaknya (Darbyshire, 1992 dan Carter & Dearmun, 1995, dalam Wong, et al., 2009).
c.Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi nyeri merupakan
tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri sering tidak
dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik
nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).
d. Modifikasi lingkungan fisik Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga
anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Hidayat,2012).
4
2.5 Intervensi atraumatic care
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan, memegang posisi kunci untuk
membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di
rumah sakit karena perawat berada di samping pasien selama 24 jam dan fokus asuhan adalah
peningkatan kesehatan anak. Asuhan yang berpusat pada keluarga dan atraumatic care
merupakan falsafah utama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan anak. Oleh karena itu,
upaya dalam mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tuanya selama
dalam masa perawatan berfokus pada intervensi atraumatic care yang berlandaskan pada
prinsip atraumatic care (Supartini, 2014).
a. Intervensi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga. Mencegah atau
meminimalkan dampak perpisahan pada anak dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang
tua berperan aktif dalam perawatan anak (Supartini, 2014), yaitu:
1) Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in)
atau jika tidak memungkinkan untuk rooming in maka berikan kesempatan orang tua
untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara
mereka.
2) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah.
3) Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah
dan berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.
4) Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
(Susilaningrum, et al., 2013).
b. Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak untuk
membantu orang tua dengan cara memberikan informasi sehubungan dengan penyakit,
prosedur pengobatan, prognosis serta perawatan yang dapat dilakukan orang tua, dan
reaksi emosional anak terhadap sakit dan hospitalisasi (Wong, et al., 2009).
Perawat dapat juga menginformasikan kepada orang tua mainan yang boleh
dibawa ke rumah sakit, membuatkan keluarga jadwal untuk anak, serta penting untuk
perawat mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum dirawat di rumah sakit melalui
kegiatan pendidikan kesehatan pada orang tua. Sehingga selama perawatan di rumah
sakit orang tua diharapkan dapat belajar dalam hal peningkatan pengetahuan maupun
keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya (Supartini,
2014).
c. Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses keperawatan terkait
mengurangi atau mencegah dampak nyeri. Dalam pengkajian nyeri penting bagi perawat
menggunakan definisi operasional nyeri yang diungkapkan oleh McCaffery dan Pasero
5
(1999) dalam Wong dan koleganya (2009) yaitu nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh
orang yang mengalaminya, ada pada saat orang tersebut mengatakan itu terjadi. Wong
dan koleganya (2009) juga menyatakan bahwa prinsip pengkajian nyeri pada anak-anak
adalah QUESTT yaitu question the child (tanyakan pada anak), use a pain rating scale
(gunakan skala nyeri), evaluate behavioral and physiologic changes (evaluasi
perubahanperubahan sikap dan fisiologis), secure parent’s involvement
(pastikanketerlibatan orang tua), take the cause of pain into account (pertimbangkan
penyebab nyeri), dan take action and evaluate results (lakukan tindakan dan evaluasi
hasilnya). Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik. Pertama, teknik
nonfarmakologi dapat dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi imajinasi terbimbing,
stimulasi kutaneus, memberikan strategi koping yang dapat mengurangi persepsi nyeri
dengan cara bicara hal yang positif pada diri, berhenti berfikir tentang hal menyakitkan,
dan kontrak perilaku (Wong, et al., 2009). Kedua, teknik farmakologis dilakukan dengan
cara meningkatkan efektivitas dari pemberian obat melalui penggunaan prinsip
enam benar, meliputi: benar klien, benar obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu, benar dokumentasi (Rusy dan Weisman, 2000 dalam Utami,
2012). Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak harus menerima analgesik dan
sedasi yang cukup untuk meminimalkan nyeri dan kebutuhan restrein yang berlebihan.
Untuk anestesi lokal gunakan lidokain yang dibufer untuk mengurangi sensasi sakit atau
berikan EMLA (Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara topikal sebelum dilakukan
injeksi parenteral (Wong, 2013). Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka
cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2012). Supartini (2014) menyatakan bahwa
meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa
yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua (Supartini,
2014). Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang menakutkan dapat
menurunkan ketakutan mereka, serta memanipulasi teknik prosedural untuk anak-anak di
setiap kelompok umur juga meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh (Wong,
etal.,2009).
2) Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak
Permainan yang bisa dilakukan diantaranya bercerita, menggambar, menonton video
kaset dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan
pada anak (Supartini, 2014). Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan
6
anak dan salah satu alat paling efektif untuk penatalaksanaan stres, serta bermain juga
sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial anak (Wong, et al., 2009).
Kebutuhan bermain bagi anak sama halnya dengan kebutuhan perkembangan
anak, tidak berhenti saat anak sakit atau di hospitalisasi. Bermain di rumah sakit
memberikan banyak manfaat pada anak yaitu memberikan pengalihan dan menyebabkan
relaksasi, membantu anak merasa lebih nyaman di lingkungan yang asing, membantu
mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah, sebagai alat untuk
melepas ketegangan dan ungkapan perasaan, meningkatkan interaksi dan perkembangan
sikap yang positif terhadap orang lain, sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat, sebagai
alat untuk mencapai tujuan terapeutik, dan menempatkan anak pada peran aktif dan
memberi kesempatan pada anak untuk menentukan pilihan dan merasa
mengendalikannya (Wong, et al., 2009).
Supartini (2014) mengemukakan bahwa dalam melakukan aktivitas bermain
perawat hendaknya memperhatikan prinsip permainan pada anak di rumah sakit, yaitu:
a) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada
anak Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di
tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat
bermain khusus yang ada di ruang rawat. Misalnya, sambil tiduran di tempat tidurnya
anak dapat dibacakan buku cerita atau diberi buku komik anak-anak, mobilmobilan yang
tidak menggunakan remote control, robot-robotan, dan permainan lain yang dapat
dimainkan anak sambil tiduran.
b) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat, dan sederhana Pilih jenis
permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang ada pada
anak atau yang tersedia di ruangan. Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih
yang sederhana agar tidak melelahkan anak. Misalnya, menggambar atau mewarnai,
bermain boneka, dan membaca buku cerita.
c) Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak Pilih alat permainan yang
aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari, dan bergerak
secara berlebihan.
d) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama Apabila permainan dilakukan
khusus di kamar bermain secara berkelompok, permainan harus dilakukan pada
kelompok umur yang sama. Misalnya, permainan mewarnai pada kelompok usia
prasekolah.
e) Melibatkan orang tua Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai
kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada
7
anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas bermain
anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan
diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai
dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan anak bersama dengan perawat
dan orang tua anak lainnya.
3) Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua Pada saat anak dilakukan tindakan atau
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila orang tua tidak dapat menahan diri,
bahkan menangis bila melihatnya. Maka, perlu dipertimbangkan untuk menghadirkan
orang tua. Sebaiknya dalam kondisi ini tawarkan pada anak dan orang tua untuk
mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak selama prosedur tindakan
(Supartini, 2014).
4) Tunjukkan sikap empati Menunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam
mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Empatim merupakan
kemampuan untuk memahami dan menerima realita seseorang, merasakan perasaan
dengan tepat, dan mengkomunikasikan pengertian kepada pihak lain. Untuk
mengekspresikan empati, perawat memperlihatkan pengertian atas kepentingan pesan
berdasarkan tingkat perasaan. Teknik ini mengharuskan perawat untuk sensitif dan
imajinatif, terutama jika perawat tidak memiliki pengalaman terdahulu. Empati
merupakan tujuan yang penting, kunci untuk menyelesaikan masalah, dan mendukung
komunikasi. Pernyataan yang menunjukkan empati sangat efektif karena memperlihatkan
perhatian perawat atas kandungan perasaan dan fakta dari komunikasi. Pernyataan empati
bersifat netral, tidak menuduh, dan membantu pembentukan kepercayaan dalam situasi
yang sulit (Potter & Perry, 2009).
5) Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada tindakan pembedahan elektif
(apabila memungkinkan) Persiapan khusus yang dapat dilakukan misalnya, dengan
mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, dan petugas yang akan
menangani anak melalui cerita, gambar, atau menonton film video yang menggambarkan
kegiatan operasi tersebut. Terlebih dahulu lakukan pengkajian yang akurat tentang
kemampuan psikologis anak dan orang tua untuk menerima informasi ini dengan
terbuka. Lakukan pula relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai persiapan untuk
perawatan pasca operasi (Supartini, 2014)
d.Intervensi modifikasi lingkungan fisik Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat
dilakukan dengan penataan atau dekorasi menggunakan alat tenun dan tirai bergambar
bunga atau binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang atau fauna,
8
papan nama pasien bergambar lucu, dinding berwarna dan penggunaan
warna yang cerah di ruangan, serta tangga dicat warna-warni (Supartini, 2014).
Penggunaan Pakaian seragam tim kesehatan yang berwarna putih pun bisa
menjadi stresor bagi anak, layaknya lingkungan rumah sakit yang asing bagi anak dan
orang tua (Supartini, 2014). Sehingga penggunaan pakaian multi warna nonkonvensional
pada perawat lebih disukai oleh anak-anak dan orang tua yang anaknya dirawat di rumah
sakit. Selain itu, seragam perawat yang berwarna mampu meningkatkan persepsi orang
tua tentang keandalan perawat dimana penggunaan pakaian perawat nonkonvensional
dapat berkontribusi untuk meningkatkan hubungan anak dan perawat (Festini, et al., 2008
dalam Utami, 2012).
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam melaksanakan
atraumatic care di rumah sakit. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa ada dua
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal
.
2.6.1 Faktor internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang menjadi
rasional untuk seseorang berperilaku terdiri dari persepsi, pengetahuan, keyakinan,
keinginan, motivasi, niat, dan sikap
a. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut. Perawat akan melaksanakan
atraumatic care apabila ia tahu apa definisi, tujuan, manfaat, prinsip dan intervensi
atraumatic care tersebut.
b. Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap seseorang terhadap objek
adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972
dalam Azwar, 2007). Notoatmodjo (2012) juga menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan
terhadap objek. Secara lebih sederhana sikap dapat dianggap sebagai suatu
9
predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau negatif terhadap
suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Sikap membutuhkan penilaian,
ada penilaian positif, negatif atau netral tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2006).
Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan atau mempertahankan, menerima,
mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu itu berada. Sikap negatif merupakan sikap yang menunjukkan, memperlihatkan
penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu
berada (Niven, 2002).
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh
personel, dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres
psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan
kesehatan, Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan
menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-lain. Kondisi tersebut jika
tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah psikologis pada anak yang akan
mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah mencegah
masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak
B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok pembahasan tentang perilaku
dan respon sakit atau nyeri bagi para pembaca atau yang telah menyusun makalah ini, dan kami
berharap semua pihak dapat memberi saran kepada kami agar penyusunan makalah menjadi
lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua.
11
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 Cet. 3 Jilid ke
2. Jakarta : Salemba medika`
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Bets, Cecilia Lynn. 2009. Buku Saku : Keperawatan Pediatric Edisi 5 Cetakan
Pertama. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif Et All. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Carpenito, Lynda Jual-Moyet.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
12