Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pemberian Obat
Disusun Oleh :
Dosen :
El Rahmayati, S.Kp.,M.Kes.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmatnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia II.
Makalah ini membahas mengenai bagaimana peran perawat, dokter, dan ahli
farmasi berperan dalam pemberian obat-obatan, bagaimana cara menghitung dosis
obat, serta konsep dan prinsip pemberian obat topikal, oral, parentral, dan suppositoria.
serta Makalah ini merupakan hasil dari diskusi kelompok dan juga dari berbagai
sumber. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa
keperawatan khususnya.
Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti peran perawat, dokter, dan ahli
farmasi dalam pemberian obat-obatan untuk klien.
2. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti bagaimana cara menghitung dan
menentukan dosis obat sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Mahasiswa dapat memahami konsep dan prinsip pemberian obat secara topikal,
oral, parenteral dan suppositoria.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Perawat, Dokter, dan Ahli Farmasi Dalam Pemberian Obat-Obatan
Perawat bukansatu-satunya pihak yang memikul tanggung jawab untuk
pemberian obat. Dokter dan ahli farmasi juga memainkan peranan kunci dalam
menjamin dan menyediakan obat yang benar diberikan ke individu yang
benar.(Potter & Perry, 2005)
2
Data-data yang dikumpulkan dan didapatkan dari proses pengkajian, dapat
digunakan perawat untuk menentukan masalah aktual atau potensial pada
terapi obat. Perawat mengatur dan merencanakan aktivitas perawatan untuk
memastikan bahwa teknik pemberian obat aman. Tergesa-gesa dalam
memberikan obat dapat memicu terjadinya kesalahan. Perawat juga dapat
merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Dengan
demikian, perawat mengajarkan klien tentang obat yang digunakannya.
Implementasi mencakup transkripsi yang benar dan mengomunikasikan
program, kalkulasi dan penghitungan dosis yang akurat, pemberian dosis
dengan benar, mencatat pemberian obat, peningkatan kesehatan melalui
penyuluhan klien, dan mempertahankan hak klien. Untuk mengevaluasi
keefektifan intervensi keperawatan sambil memenuhi sasaran perawatan yang
ditetapkan, perawat melakukan langkah-langkah evaluasi untuk
mengidentifikasi hasil akhir yang akurat. Misalnya langkah evaluasi untuk
menentukan apakah efek terapeutik obat yang diprogramkan telah dicapai
dengan aman yaitu dengan menanyakan klien apakah ia mengalami respons
yang biasa timbul akibat penggunaan oba (contoh, nyeri reda atau gejala
berkurang). (Potter & Perry, 2005)
3
menerima instruksi verbal atau per telepon. Tidak ada obat yang diberikan
tanpa sebab instruksi.
a. Tipe instruksi
Empat tipe instruksi obat didasarkan pada frekuensi pemberian obat
1. Standing orders
Sebuah instruksi tetap (standing order) dilaksanakan sampai dokter
menggantinya dengan instruksi baru atau jumlah hari penggunaan obat
yang diresepkan berlalu. Standing order mempunyai batas waktu.
Banyak institusi memiliki kebijakan untuk secara otomatis
menghentikan standing order.
Contoh: “tetracycline 500 mg PO q6h” dan “decadron 10 mg qd x 5
hari”
2. Instruksi PRN
Dokter dapat menginstruksikan sebuah obat berdasarkan PRN (ketila
klien membutuhkannya). Perawat menggunakan pengkajian objektif,
pengkajian subjektif, dan bijaksana dalam menetapkan kebutuhan klien.
Seringkali dokter memerlukan interval minimal untuk waktu pemberian
obat. Artinya, sebuah obat tidak boleh diberikan lebih sering dari yang
telah diprogramkan.
Contoh: “morfin sulfat 2 mg SC setiap 3 sampai 4 jam PRN untuk nyeri
insisi” dan “Maalox 30 ml PRN untuk rasa tidak nyaman pada lambung”.
Ketika obat diberikan, perawat mencatat pengkajian yang telah
dilakukan dan mencatat waktu obat diberikan. Perawat harus
mengevaluasi secara berkala keefektifan obat dan mencatat temuan di
tempat yang seharusnya. Evaluasi ini dapat dicatat pada catatan
pemberian obat atau pada catatan medis klien.
3. Instruksi tunggal
Dokter dapat menginstruksikan sebuah obat untuk diberikan hanya
sekali pada waktu tertentu. Hal ini biasanya berlaku pada obat
praoperasi atau obat yang diberikan sebelum pemeriksaan diagnostik.
4
Contoh: “Valium 10 mg PO pada pukul 09.00” dan “ Stadol 4 mg IM on
call untuk OR”.
4. Instruksi STAT
Sebuah instruksi STAT menandakan bahwa suatu dosis tunggal obat
diberikan segera dan hanya sekali. Seringkali instruksi STAT ditulis
untuk situasi darurat ketika kondisi klien tiba-tiba berubah, contoh: “Beri
Apresoline 10 mg IV stat”.
b. Peresepan
Dokter menulis resep untuk klien yang akan mengonsumsi obat
diluar rumah sakit. Resep memuat informasi yang lebih terinci bukan
instruksi biasa karena klien harus memahami cara mengonsumsi obat dan
kapan harus mengisi kembali resep. Dibawah ini adalah bagian dari
resep:
1. Superscription
Nama, alamat dan usia klien serta tanggal dicantumkan untuk
mengidentifikasi klien.
2. Inscription
Terdiri dari nama, kekuatan, dan dosis obat.
3. Subscription
Petunjuk tentang jumlah tablet atau jumlah yang akan dikeluarkan
diberikan kepada ahli farmasi.
4. Tanda tangan
5. Data pribadi
5
memenuhii permintaan resep dengan akurat dan harus yakin bahwa resep
tersebut valid. Apabila ada keraguan resep yang dipalsukan dokter yang
member resep tidak memiliki izin, ahli farmasi tidak akan memenuhi
permintaan resep. Ahli farmasi akan memanggil dokter, jika dosis yang
diprogramkan dianggap diluar rentang terapeutik yang aman. (Potter & Perry,
2009)
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑖𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚𝑘𝑎𝑛
× 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐴𝑘𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
6
jumlah yang tersedia mungkin satu tablet atau kapsul; jumlah cairan yang
tersedia mungkin milimeter atau liter. Jumlah yang akan diberikan selalu
ditulis dalam satuan yang sama dengan jumlah yang tersedia.
2.3 Konsep dan Prinsip Pemberian Obat Topikal, Oral, Parenteral, dan
Suppositoria
Pilihan rute pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek yang
diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien. Karena secara konstan terlibat dalam
perawatan klien, perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian obat
yang terbaik dengan berkolaborasi dengan dokter. (Potter & Perry, 2005)
7
2.3.1 Pemberian Topikal
Obat yang diberikana melalui kulit dan membran mukosa pada prinsipnya
menimbulkan efek lokal. Pemberian topikal dilakukan dengan
mengoleskannya di suatu daerah kulit, memasang balutan yang lembab,
merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang
dicampur obat. Efek sistemik timbul, jika kulit klien tipis, konsentrasi obat
tinggi, atau jika obat bersentuhan dengan kulit dalam jangka waktu yang
lama.
Obat diberikan secara topikal dengan menggunakan cakram atau
lempeng transdermal (contoh : nitrogliserin, skopolamin, fentanil, dan
estrogen). Cakram melindungi salep obat pada kulit. Metode pengantaran
obat ini menjamin klien menerima kadar obat secara kontinu dalam
darahnya, bukan kadar yang terputus-putus, seperti yang terjadi pada
pemberian obat dalam bentuk oral atau injeksi. Obat topikal ini daat
diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sampai tujuh hari.
Obat juga dapat diberikan pada membran mukosa. Dengan cara ini, obat
biasanya diabsorpsi lebih cepat. Perawat menggunakan metode di bawah
ini dalam pemberian obat pada membran mukosa :
1. Pemberian cairan secara langsung (contoh : meminta klien berkumur,
mengusap tenggorok).
2. Insersi obat ke dalam rongga tubuh (contoh : menempatkan suppositoria
pada rektum atau vagina).
3. Instilasi (pemasukan lambat) cairan ke dalam rongga tubuh (contoh :
memasukkan tetes telinga, tetes hidung, dan memasukkan cairan ke
dalam kandung kemih dan rektum).
4. Irigasi (mencuci bersih) rongga tubuh (contoh : membilas mata, telinga,
vagina, kandung kemih, atau rektum dengan obat cair).
5. Penyemprotan (contoh : memasukkan obat ke dalam hidung dan
tenggorok).
8
Faktor yang mempengaruhi rute pemberian obat secara topikal yaitu
karena rute ini tidak menimbulkan nyeri dan efek samping yang timbul
terbatas.
b. Pemberian Sublingual
Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah
dan kemudian larut, mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah
lidah tidak boleh ditelan. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan
dicapai. Nitrogliserin umumnya diberikan secara sublingual. Klien tidak
boleh minum sampai seluruh obat larut.
c. Pemberian Bukal
Pemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat
padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan
untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri
supaya mukosa tidak iritasi. Klien juga diperingatkan untuk tidak
mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat. Obat
bukal bereaksi secara lokal pada mukosa atau secara sistemik ketika
obat ditelan dalam saliva.
9
2.3.3 Pemberian Parenteral
Rute parenteral ialah memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam
jaringan tubuh. Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi
berikut :
1. Subkutan (SC). Injeksi ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan
dermis kulit.
2. Intradermal (ID). Injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis.
3. Intramuskular (IM). Injeksi ke dalam otot tubuh.
4. Intravena (IV). Suntikan ke dalam vena.
Rute-rute pemberian obat ini atas digunakan jika rute oral
dikontraindikasikan. Faktor lain yang mempengaruhi pilihan rute pemberian
obat parenteral yaitu absorpsi lebih cepat daripada rute topikal atau oral.
Pada rute parenteral ini, beberapa obat diberikan ke dalam rongga tubuh
selain empat tipe yang tertera di atas. Di beberapa institusi perawat
mungkin bertanggung jawab memberikan obat dengan teknik yang maju ini.
Baik memberikan obat melalui rute ini atau tidak, perawat tetap
bertanggung jawab memantau keutuhan sistem pemberian obat,
memahami nilai terapeutik obat, dan mengevaluasi respons klien terhadap
terapi. Berikut adalah pemberian obat yang canggih di mana perawat
memiliki tanggung jawab :
1. Epidural. Obat diberikan di dalam ruang epidural via kateter yang telah
dipasang oleh perawat anestesi atau ahli anestesi. Teknik pemberian
obat ini paling sering digunakan untuk memberikan analgesik
pascaoperasi.
2. Intratekal. Obat intratekal diberikan melalui sebuah kateter yang telah
dipasang ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam salah satu
ventrikel otak. Pemberian intratekal seringkali berhubungan dengan
pemberian obat jangka panjang melalui kateter yang dipasang melalui
pembedahan.
3. Intraoseosa. Metode pemberian obat ini dilakukan dengan
memasukkan obat langsung ke dalam sumsum tulang. Metode ini
10
paling sering digunakan pada bayi dan balita yang akses pembuluh
darahnya buruk. Metode ini paling sering digunakan pada kondisi
kedaruratan dan akses IV tidak mungkin dilakukan. Dokter menginsersi
jarum intraoseosa ke dalam tulang, biasanya ke tibia, sehingga
perawat dapat memberikan obat.
4. Intraperitoneal. Obat diberikan ke dalam rongga peritoneum. Di sini
obat diabsorpsi ke dalam sirkulasi. Kemoterapi dan antibiotik biasanya
diberikan dengan cara ini.
5. Intrapleura. Obat diberikan melalui dinding dada dan langsung ke
dalam ruang pleura. Obat dimasukkan melalui sebuah injeksi atau
selang dada yang diinsersi oleh dokter.
6. Intraarteri. Pada metode ini obat dimasukkan langsung ke dalam arteri.
Infusi intraarteri umum dilakukan pada klien yang di dalam arterinya
terdapat bekuan.
11
Bentuk : Sebagian besar bebentuk torpedo.
2. Suppositoria Vaginal
Bobot : Memiliki bbobot sebesar 3 hingga 5 gram.
Bentuk : Sebagian besar berbentuk oval atau bulat.
3. Suppositoria Uretral
Bobot : Untuk laki-laki memiliki bobot 4 gram dengan panjang 100-
150 mm, dengan diameter 5mm. perempuan memiliki
bobot 2 gram dengan panjang 60-75mm, dan diameter
5mm.
Bentuk : Pada umumnya berbentuk seperti batang atau pensil.
b. Riwayat Alergi
Apabila klien memiliki riwayat alergi terhadap obat, perawat harus
menginformasikan anggota tim kesehatan lain. Alergi terhadap makanan juga
harus didokumentasi dengan cermat karena banyak obat mengandung unsur
yang terkandung dalam sumber makanan. Di sebuah rumah sakit, klien
mengenakan pita identifikasi yang memuat daftar alergi obat. Semua alergi
harus dicatat pada catatan penerimaan klien, catatan medis, dan riwayat
dokter.
12
c. Data Obat
Perawat mengkaji informasi tentang setiap obat, termasuk kerja, tujuan,
dosis normal, rute pemberian, efek samping, dan implikasi keperawatan
dalam pemberian dan pengawasan obat.
d. Riwayat Diet
Riwayat diet memberi keterangan tentang pola makan dan pilihan
makanan klien. Perawat kemudian dapat merencanakan penjadwalan dosis
obat yang lebih efektif dan menganjurkan klien menghindari makanan yang
dapat berinteraksi dengan obat.
f. Persepsi Klien
Klien yang fungsi persepsi dan koordinasinya terbatas kemungkinan sulit
menggunakan obat secara mandiri. Perawat harus mengkaji kemampuan
klien dalam mempersiapkan dosis dan menggunakan obat dengan benar.
Apabila klien tidak mampu menggunakan obat dengan mandiri, perawat
dapat mempelajari apakah ada anggota keluarga atau teman yang dapat
membantu.
13
h. Pengetahuan Klien dan Pemahaman Tentang Terapi Obat
Pengetahuan klien dan pemahaman tentang terapi obat memengaruhi
keinginan atau kemampuannya dalam mengikuti suatu program pengobatan.
Apabila klien tidak memahami tujuan obat, penjadwalan dosis yang teratur,
metode pemberian yang tepat, efek samping yang mungkin timbul
memungkinkan klien tidak mematuhi program pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pengkajian memberi data tentang kondisi klien, kemampuannya dalam
menggunakan obat secara mandiri, dan pola penggunaan obat. Semua ini dapat
digunakan untuk menentukan masalah aktual atau potensial pada terapi obat.
Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA untuk Terapi Obat
1. Kurang pengetahuan tentang terapi obat yang berhubungan dengan :
Kurang informasi dan pengalaman
Keterbatasan kognitif
Tidak mengenal sumber informasi
2. Ketidakpatuhan terhadap terapi obat yang berhubungan dengan :
Sumber ekonomi yang terbatas
Keyakinan tentang kesehatan
Pengaruh budaya
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
Penurunan kekuatan
Nyeri dan ketidaknyamanan
4. Perubahan sensori/persepsi yang berhubungan dengan :
Pandangan kabur
5. Ansietas yang berhubungan dengan :
Status kesehatan yang berubah atau terancam
Status sosial ekonomi yang berubah atau terancam
Pola interaksi yang berubah atau terancam
14
6. Gangguan menelan yang berhubungan dengan :
Kerusakan neuromuskular
Iritasi rongga mulut
Kesadaran yang terbatas
7. Penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif yang berhubungan
dengan :
Terapi obat yang kompleks
Pengetahuan yang kurang
Perawat mengelompokkan batasan karakteristik untuk menegakkan
diagnosa keperawatan yang akurat. Misalnya, seorang klien mengakui lupa
mminum obat satu kali, ada bukti bahwa obat tidak menghilangkan gejala, ada
bukti bahwa klien tidak mengalami kemajuan. Semua ini menunjukkan bahwa
klien tidak patuh terhadap program pengobatan. Apabila sebuah diagnosis
ditegakkan, perawat memilih faktor-faktor terkait yan sesuai. Apabila faktor
terkait yang ditemukan untuk diagnosis ketidakadekuatan sumber versus
diagnosis kurang pengetahuan berbeda maka intervensi yang dilakukan juga
berbeda.
1. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute pemberian obat yang
digunakan.
15
2. Efek terapeutik obat yang diprogramkan dicapai dengan aman sementara
kenyamanan klien tetap dipertahankan.
3. Klien dan keluarga memahami terapi obat.
4. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman.
4. Implementasi
a. Trankripsi Yang Benar dan Mengomunikasikan Program
Intervensi keperawatan berfokus pada pemberian obat yang aman dan
efektif. Intervensi dilakukan dengan menyiapkan obat secara cermat,
memberikannya dengan benar, dan memberi klien penyuluhan.
Perawat atau sekretariat unit tertentu menulis program dokter yang lengkap
pada format atau label obat yang sesuai. Program yang ditranskripsi meliputi
nama, kamar, dan nomor tempat tidur klien; nama, dosis, dan waktu
pemberian obat; serta rute pemberian obat.
Perawat terdaftar membandingkan semua program yang ditranskripsi
dengan program yang asli untuk memastikan keakuratan dan
kelengkapannya. Apabila sebuah program tampaknya tidak benar atau tidak
tepat, perawat mengonsultasikannya kepada dokter.
16
d. Mencatat Pemberian Obat
Untuk mencegah perawat lain memberi obat tanpa mengetahui bahwa
klien telah menerima dosis tertentu, perawat mendokumentasi obat pada
waktu obat diberikan. Apabila seorang perawat lupa mencatat obat yang
diberikan, akan mudah terjadi pemberian obat ganda.
17
5. Evaluasi
Perawat memantau respons klien terhadap obat secara
berkesinambungan. Untuk melakukan ini, perawat harus mengetahui kerja
terapeutik dan efek samping yang umum muncul dari setiap obat. Perubahan
kondisi klien dapat secara fisiologis berhubungan dengan status kesehatan,
dapat muncul akibat penggunaan obat, atau keduanya. Perawat harus
mewaspadai reaksi yang timbul ketika klien mengonsumsi beberapa obat.
Tujuan pemberian obat yang aman dan efektif dicapai melalui evaluasi cermat
teknik dan respons klien terhadap terapi dan kemampuan klien mengemban
tanggung jawab merawat diri sendiri. Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
keperawatan sambil memenuhi sasaran perawatan yang ditetapkan, perawat
melakukan langkah-langkah evaluasi untuk mengidentifikasi hasil akhir yang
aktual.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pemberian obat kepada klien, perawat memiliki peran yang penting sama
halnya dengan dokter dan ahli farmasi. Dokter meresepkan obat, dan ahli farmasi
menyiapkan dan mendistribusikan obat. Peran perawat bukan sekedar memberikan
obat kepada klien. Perawat harus menentukan apakah seorang klien harus
menerima obat pada wakunya dan mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan
obat secara mandiri. Perlu diingat bagi seorang perawat, dalam memberikan obat
harus memegang prinsip tujuh benar yaitu benar dosis, benar klien, benar rute,
benar waktu, benar obat, benar dokumentasi, dan benar informasi.
Ketika memberikan obat haruslah sesuai dosisnya, sesuai dengan kebutuhan
klien. Untuk itu dosis perlu dihitung agar menghasilkan takaran yang tepat bagi
klien. Cara menentukan dosis obat berbeda bagi orang dewasa dan anak-anak.
Obat dikonsumsi atau diaplikasikan ke tubuh klien dalam berbagai cara. Cara-
cara yang bermacam-macam ini memungkinkan klien menerima rute yang paling
tepat apabila terjadi kontraindikasi salah satu rute. Misalnya pasien dengan
kontraindikasi pemberian obat melalui rute oral, maka obat dapat diberikan dalam
rute parenteral.
19
Daftar Pustaka
20