Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar
glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia), berlangsung terus-menerus, disertai
dengan berbagai kelainan dalam proses metabolisme tubuh akibat gangguan
hormonal (kekurangan hormon insulin) baik secara absolute maupun relatif
(Rusilanti, 2008). Menurut Misnadiarly (2006) diabetes mellitus atau penyakit
kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau
lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126
mg/dl. Keadaan ini juga bisa menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah.
a. Diabetes tipe I
DM tipe I ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang
disebabkan oleh destruksi sel-sel ß. Pasien DM tipe I memerlukan insulin
untuk tetap bertahan hidup. Tanpa adanya insulin dari luar, pasien akan
mengalami ketoasidosis, koma dan kematian.
b. Diabetes tipe II
DM tipe II merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai
oleh gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada
DM klinis. Penyebab yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya
kelainan ini teridentifikasi. DM tipe II juga memiliki perubahan multifaktorial.
Mayoritas pasien DM tidak tergantung pada insulin dan kebanyakan di antara
mereka menderita diabetes pada usia dewasa.
Pada DM tipe II terdapat resistensi insulin dengan insulinopenia relative, pada
saat stres memerlukan insulin. Obesitas pada bagian perut umumnya terlihat
pada pada pasien-pasien DM tipe II. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika
terlihat, keadaan ini berhubungan dengan stres atau penyakit lain yang
menjangkit pasien DM. Pasien DM cenderung mengalami komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Faktor etiologi meliputi faktor genetik, usia,
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.
c. Diabetes gestasional
DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan
hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi
pertama kali pada saat hamil. Definisi ini berlaku tanpa memandang apakah
hormon insulin digunakan atau tidak dalam penanganannya ataukah keadaan
tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berakhir. Intoleransi glukosa dapat
mendahului kehamilan tetapi kedaan ini tidak diketahui sebelumnya.
d. Sindrom metabolik atau sindrom X
Kelompok kelainan yang terdiri atas hiperglikemia, hipertensi, obesitas pada
bagian perut, dislipidemia dan resistensi insulin sering ditemukan. Kelompok
faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular ini dinamakan
sindrom X atau sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik. Sejumlah
penelitian epidemiologi memastikan bahwa sindrom ini umumnya dijumpai
pada berbagai kelompok etnis yang meliputi orang-orang Eropa, Afro-Amerika,
Meksiko-Amerika, India, serta Cina di Asia, Aborigin Australia, Polinesia dan
Mikronesia. Manajemen orang dengan hiperglikemia dan ciri-ciri sindrom
metabolik lainya tidak hanya berfokus pada pengendalian glukosa darah,
tetapi juga harus meliputi berbagai berbagai strategi untuk menurunkan faktor
risiko kardiovaskular lainya.
Tipe spesifik Defek genetik pada fungsi sel-ß, defek genetik pada kerja
lainnya. insulin, penyakit pada kelenjar esokrine pankreas,
endokrinopati, ditimbulkan oleh obat-obatan atau zat
kimia, Infeksi, bentuk imun-mediated diabetes yang
langka, sindrom genetik lain yang disertai diabetes
a. Gejala akut
Gejala penyakit DM ini dari suatu penderita ke penderita lainnya tidak selalu
sama dan gejala yang umum timbul dengan adanya variasi gejala lain, bahkan
penderita diabetes yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai pada saat
tertentu. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga tanda yaitu banyak
makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak buang air kecil (poliuria).
Dalam fase ini penderita menunjukkan berat badan yang terus naik,
bertambah gemuk karena pada saat jumlah insulin masih mencukupi.
Diabetes mellitus bila tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin, akan mengalami polidipsia dan
poliuria, dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang,
bahkan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai
berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu),
mudah lelah. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita
akan jatuh tidak sadarkan diri (koma diabetic). Koma diabetic adalah koma
pada penderita DM akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi (melebihi 600
mg/dl). Gejala dan penurunan berat badan yang paling sering menjadi keluhan
utama penderita.
b. Gejala kronik
Keadaan penderita DM tidak menunjukkan gejala akut (mendadak) tetapi baru
menunjukkan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM, gejala
ini disebut kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah
seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala antara lain: kesemutan,
kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram,
mudah lelah, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering mengganti
kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita gigi mudah goyang dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, para ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat
badan lahir >4 kg.
2.1.4 Etiologi
2.1.5 Patofisiologi
c. Diabetes gestesional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilan. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada
usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan
diabetes.
Penatalaksanaan pendahuluan mencankup modifikasi diet dan pemantauan
kadar glukosa. Jika hiperglikemia terjadi, preparat insulin harus diresepkan.
Obat hipoglikemia oral tidak boleh digunakan selama kehamilan. Tujuan yang
akan dicapai adalah kadar glukosa selama kehamilan yang berkisar dari 70
hingga 100 mg/dl sebelum makan (kadar gula nuchter) dan kurang dari 165
mg/dl pada 2 jam sesudah makan ( kadar gula 2 jam postprandial). Sesudah
melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal. walaupun banyak wanita yang mengalami
diabetes gestastional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe II. Oleh
karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus
mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya untuk
menghindari awitan diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
d. Diabetes tipe spesifik lain
Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh berbagai kelainan spesifik
(kerusakan sel ß pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, obat-
obatan, bahan kimia, infeksi dan lain-lain (Wijayakusuma, 2004).
a. Kelainan genetika
Diabetes dapat menurun silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena
kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin
dengan baik. Tetapi risiko terkena diabetes juga tergantung pada faktor
kelebihan berat badan, stress dan kurang bergerak.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisik yang secara dratis menurun
dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun
pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka
terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-
manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak.
Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
Tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang berisiko
terkena diabetes.
d. Obesitas
Obesitas terjadi pada 80-85% penderita diabetes tipe II mengidap kegemukan
dan tidak semua orang yang kegemukan menderita diabetes, tetapi penyakit
ini muncul 10-20 tahun kemudian. Dikatakan obesitas jika seseorang
kelebihan 20% dari berat badan normal.
e. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko
terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,
sedangkan obesitas (gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan insulin
(retensi insulin). Kurang gizi dapat terjadi selama kehamilan, masa anak-anak,
dan pada usia dewasa akibat diet ketat berlebihan. Sedangkan kurang gizi
pada janin terjadi karena ibu merokok atau mengkonsumsi alkohol semasa
hamilnya. Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya
lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak,
sehingga cadangan gula darah yang disimpan di dalam tubuh sangat
berlebih. Sekitar 80% penderita diabetes tipe II adalah mereka tergolong
gemuk.
c. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine dapat memberikan dugaan kuat adanya diabetes mellitus,
tetapi pemeriksaan urine tidak dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan
diagnosis adanya diabetes mellitus. Pada pemeriksaan urine, urine akan
dianalisis, mengandung glukosa (gula) atau tidak. Jika dalam urine ditemukan
adanya glukosa, menandai dugaan adanya diabetes mellitus.
d. Tes keton
Keton ditemukan dalam urine jika kadar glukosa darah sangat tinggi atau
sangat rendah. Jika hasil tes positif dan kadar glukosa juga tinggi, dapat
memperkuat dugaan ada diabetes mellitus.
e. Pemeriksaan mata
Dari hasil pemeriksaan, pada mata menempatkan adanya retina yang
abnormal (tidak normal), sehingga terjadi pada penderita diabetes mellitus
kronis akibat komplikasi penyakit diabetes mellitus.
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Diet
Mengatasi DM dengan berdiet pada hakikatnya memiliki tujuan meningkatkan
dan mempertahankan berat badan ideal dengan menyediakan makanan
untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi. Dalam menjalani diet
asupan gizi makanan bagi penderita adalah karbohidrat 60-70%, lemak 20-
25%, dan protein penderita DM setiap hari 15-20% dari total kebutuhan energi
atau 0,8 gram/kg berat badan, pilih protein yang memiliki niali gizi tinggi.
Konsumsi lemak tidak jenuh ditingkatkan minimum 10% dari total energi dan
konsumsi lemak yang mengandung kolesterol tidak boleh lebih dari 300
mg/hari. Serat halus dalam jumlah yang tinggi, yakni lebih dari 40 gram setiap
hari atau 25 gram untuk setiap 100 kalori. Dianjurkan mengkonsumsi
makanan berserat secara bertahap hingga mencapai jumlah yang diharapkan.
Pilih makan yang mengandung serat mudah larut, seperti buncis, buah dan
kacang-kacangan (Sumanto, 2009).
b. Latihan fisik (olahraga)
Beberapa manfaat olahraga yang dilakukan secara rutin dan teratur bagi
penderita DM yaitu, menurunkan kadar gula darah, memperlancar darah
sehingga retensi insulin berkurang dan sensitivitas atau kepekaan insulin
bertambah, menurunkan berat badan, mencegah kegemukan yang akan
memperberat peningkatan kebutuhan insulin, mengurangi komplikasi yang
berkaitan lemak darah dan meningkatkan kadar High-density lipoproteins
(HDL) sebagai faktor pelindung (protected) dari kejadian penyakit jantung
koroner dan antikoagulan. High-density lipoproteins normal 45-65%, HDL 35%
berisiko terjadi komplikasi vaskuler (Sutedjo, 2010).
c. Pemantauan
Pemantauan pengendalian diabetes dan pencegahan komplikasi DM
bertujuan menghilangkan gejala, memperbaiki kualitas hidup, mencegah
komplikasi akut dan kronik mengurangi laju pengendapan komplikasi yang
sudah ada. Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah
puasa dan 2 jam post-prandial, pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan,
pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4x pertahun (kondisi normal)
dan dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap, albuminuriamikro, kreatinin,
albumin globulin, ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida dan pemeriksaan lain
yang diperlukan (Hastuti, 2008).
d. Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangii terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe
diabetes adalah tercapainya kadar glukosa daran normal (euglikemia) tanpa
terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
(Brunner & Suddarth 2002).
e. Pendidikan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan prilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Diet aktivitas fisik dan stres
fisik serta emosional mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien
harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan
hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna
menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak,
tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk
menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Pentingnya pengetahuan
dan keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita dapat membantu perawat
dalam melakukan pendidikan dan penyuluhan (Brunner & Suddarth 2002).
2.1.9 Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah di bawah nilai normal. Gejala umum hipoglikemia adalah rasa
lapar, gemetar, mengeluarkan keringat dan berdebar-debar, pusing,
gelisah, serta keadaan penderita bisa menjadi koma. Gejala muncul
akibat kelebihan katekolamin dalam darah (hiperkatekolaminemia)
(Utami et al, 2003).
2) Ketoasidosis diabetik-koma diabetic
Koma diabetik adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa
darah terlalu tinggi (600 mg/dl). Glukosa darah tinggi tidak dapat
memenuhi kebutuhan energi tubuh, sehingga metabolisme tubuh
berubah. Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah
dan membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urine dan
dapat dirasakan baunya saat bernafas. Akibatnya darah menjadi asam,
jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri dan mengalami koma
(Misnadiary, 2006).
Penyebab koma komplikasi koma diabetik adalah infeksi. Komplikasi
disebabkan lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau
stres sehingga terjadi defisiensi atau kekurangan insulin akut pada
metabolisme lemak, karbohidrat, maupun protein. Gejala yang sering
muncul adalah poliuria, polidipsia dan nafsu makan menurun akibat rasa
mual, sehingga terjadi hipotesis (tekanan darah rendah) sampai shock,
kadar glukosa tinggi dan kadar bikarbonat rendah (Utami, 2003).
3) Koma hiperosmoler non ketolik
Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya dehidrasi
berat, hipotensi dan shock karena koma hiperosmoler non ketotik
diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang
menyebabkan penderita menunjukkan pernapasan yang cepat dan
dalam (kussmaul). Pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa
kadar glukosa penderita sanggat tinggi, pH darah normal, kadar natrium
(Na) tinggi dan tidak ada ketonemia (Utami, 2005).
4) Koma ketoasidosis
Komplikasi pada koma ketoasidosis sebagai suatu keadaan tubuh
dengan asam laktat di dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan
akhirnya menimbulkan koma. Keadaan koma dapat terjadi karena
infeksi, shock, gangguan hepar, ginjal, diabetes mellitus yang
pengobatan dengan phenformin. Gejala yang muncul biasanya berupa
stupor hingga koma. Pemeriksaan gula darah hanya menunjukkan
hiperglikemia ringan (gula darah dapat normal atau sedikit turun)
(Utami,2003).
b. Komplikasi kronis
1) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular mempengaruhi pembuluh darah kecil dan
syaraf. Retinopati yang mempengaruhi retina mata, nefropati yang
mempengaruhi fungsi ginjal dan neuropati (kerusakan saraf sensorik,
motorik atau otonom). Komplikasi makrovaskular terjadi penyempitan
pada pembuluh-pembuluh darah sehingga organ yang seharusnya
mendapatkan suplai darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi
kekurangan suplai. Penyandang DM menghadapi peningkatan risiko
untuk menderita penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan penyakit
vascular verifier (Gibney, 2008).
2) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang besar, sehingga menyebabkan aterosklerosis.
Penyakit makrovaskular menyebabkan aterosklerosis yang semakin
cepat terjadi di antara para pengidap diabetes sehingga dapat
mengakibatkan peningkatan risiko timbulnya infark miokard, stroke dan
gangren pada ekstremitas bawah (Robinson, et al 2009). Komplikasi
diabetes mellitus mempengaruhi beberapa organ tubuh, hal ini juga
dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap penyembuhan luka.
Lebih dari separuh pasien yang telah mengalami amputasi didahului
dengan ulkus. Nyeri kram di betis dan otot kaki disebabkan oleh suplai
darah yang tidak memadai ke otot-otot yang rusak. Ulkus kaki diabetik
mempengaruhi sampai seperempat dari semua orang dengan diabetes
(Sharp et al, 2010).
Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis
(pengerasan arteri). Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan
menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka
panjang dan mortalitas. Kerusakan makrovaskular dapat terjadi bahkan
tanpa adanya diabetes mellitus (kadar glukosa plasma kurang dari 126
mg/100mL) (Corwin, 2009).
Lane, McCasskill, Ross, Feinglos, dan Suwit (1993) dalam Kelley dan Barrett
(1999) telah melakukan peneletian tentang efek relaksasi bagi pasien DM Tipe II.
Jumlah subjek yaitu 38 orang. Kelompok control dan intervensi menunujukkan
perbaikan kadar gila darah, tetapi pada kelompok control tidak signifikan. Peneletian
ini menyarankan relaksasi bagi pasien DM Tipe II. Selain itu , Feinglos, dan Suwit
(1993) dalam Kelley dan Barrett (1999) telah meneliti pengaruh terapi relaksasi pada
pasien DM. Total sejak 21 subjek dipilih sebagai partisipan, dengan masing-masing
10 partisipan pada kelompok intervensi dan control. Subjek diminta melakukan
relaksasi dua kali sehari selama tujuh hari. Subjek pada kelompok control tidak
melakukan relaksasi, diet, dan control insulin. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi
penurunan yang signifikan, sehingga peneliti menyarankan agar senantiasa melatih
pasien DM melakukan relaksasi.
Surwit et al. (2002) dari Duke University Medical Centre, Amerika, menyatakan
bahwa teknik-teknik penanganan stress bila disertai dengan perawatan standar bisa
membantu menurunkan kadar gula darah.Penurunan yang dicapai juga hampir
sebesar hasil yang bisa diharapkan dari obat-obatan pengendali diabetes. Surwit
bersama timnya meneliti 108 pasien DM tipe 2 dan penderita DM akut pada orang
dewasa. Semua responden menjalani sesi edukasi DM selama 30 menit dan
separuh responden juga dimunta panduan mengatasi stress. Setelah 1 tahun
sebanyak 32% pasien yang mendapat pengetahuan penanganan stress tercatat
mengalami penurunan gula darah 1% atau lebih. Sementara penurunan kadar gula
darah hanya 12% di antara responden yang tidak memiliki pengetahuan mengatasi
stress.
Relaksasi diketahui dapat membantu menurunkan kadar gula darah pada pasien
diabetes karena dapat menekan pengeluaran hormone-hormon yang dapat
meningkatkan kadar gula darah, yaitu epinefrin, kortisol, glucagon,
adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid, dan tiroid (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2008).
Relaksasi dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes dengan cara
menekan kelebihan pengeluaran hormone-hormon yang dapat meningkatkan kadar
gula darah, yaitu epinefrin, kortisol, glucagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2008). Dengan demikian, relaksasi dapat
membantu menurunkan kadara gula darah dengan cara :