Вы находитесь на странице: 1из 25

6

Peyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan

kematian pada penderitanya. Namun apabila penderita tidak mendapatkan

pengobatan, penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang

mengalami pembengkakan (seperti: kaki lengan dan alat kelamin) baik pada

penderita laki-laki maupun perempuan (Wahyono, 2010).

Gambar 2.1. Kaki Gajah


(Sumber: Permenkes, 2014)

2.2. Penyebab Filariasis

Penyebab filariasis adalah cacing filaria yang mempunyai spesies 200

lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filaria yang

sering menginfeksi manusia di Indonesia adalah Wuchereria bancrofti,

Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing dewasa hidup dalam sistem

limfatik, subkutan dan jaringan ikat dalam. Cacing betina mengeluarkan

mikrofilaria yang masih mempunyai selaput telur (sarung) atau selaput

terlepas (tidak bersarung). Mikrofilaria ini sangat aktif, bentuknya seperti

benang berwarna putih susu dan ditemukan dalam darah perifer atau jaringan

kulit (Onggowaluyo, 2001).

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber

infeksi bagi orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah
7

endemis lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada

penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi,

karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi. Juga gejala

penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat

(Masrizal, 2013).

Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis,

baik di daratan rendah maupun di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi.

Daerah endemis filariasis pada umumnya adalah daerah dataran rendah,

terutama di pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan hutan.

Secara umum, filariasis Wuchereria bancrofti tersebar di Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.Wuchereria

bancrofti tipe pedesaan masih banyak ditemukan di Papua, Nusa Tenggara

Timur, sedangkan Wuchereria bancrofti tipe perkotaan banyak ditemukan di

kota seperti di Jakarta, Bekasi, Semarang, Tangerang, Pekalongan dan Lebak.

Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa

pulau di Maluku. Brugia timori terdapat di kepulauan Flores, Alor, Rote,

Timor dan Sumba, umumnya endemik di daerah persawahan (PermenKes RI,

2014).

2.3. Klasifikasi dan Morfologi

2.3.1. Klasifikasi

Philum : Nemathelminthes

Class : Nemathoda

Ordo : Spirurida
8

Super Family : filarioidea

Genus : Wuchereria, Brugia

Spesies : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia

timori

2.3.2. Morfologi

2.3.2.1.Wuchereria bancrofti

Wuchereria bancrofti dewasa berbentuk seperti rambut,

berwarna putih susu. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di

saluran kelenjer limfe, bentuk halus seperti benang dan berwarna

putih susu. Cacing betina berukuran 90-100 mm x 0,25 mm

mempunyai bentuk ekor yang runcing dan cacing jantan 35-40

mm x 0,1 mm mempunyai ekor melengkung dilengkapi dua

spikula (Muslim, 2009).

Gambar 2.2. Wuchereria bancrofti.


(Sumber: Permenkes, 2014)

2.3.2.2. Brugia malayi dan Brugia timori

Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang,

berwarna putih kekuningan. Pada ujung enteriornya terdapat

mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4

buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55 x 0,16


9

mm dengar ekor lurus, vulva mempunyai alur tranfersal dan

langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran

panjang. Cacing panjang berukuran 23 x 0,09 mm, ekor melingkar

dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan dibelakang

anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6

papilla kecil dan spikula yang panjangnya tidak sama

(Onggowaluyo, 2001).

Gambar 2.3. Brugia malayi Gambar 2.4. Brugia timori


(Sumber: Permenkes, 2014) (Sumber: Permenkes, 2014)

Tabel 2.1. Perbedaan spesies mikrofilaria yang terdapat di Indonesia dalam


sediaan darah dengan pewarnaan metode giemsa (Muslim, 2009).

No Karakterisrik Wuchereria bancrofti Brugia malayi Brugia timori


1. Gambaran umum dan Melengkung rata Kaku dan Patah Kaku dan Patah
sediaan darah
2. Ukuran panjang 224-296 177-220 265-323

dalam mikron
3. Perbandingan lebar 1:1 1:2 1:3

dan panjang kepala


4. Jumlah inti di ujung 0 2 2

ekor
5. Inti badan Tersusun rapi Berkelompok Berkelompok

6. Ujung ekor Ujung seperti Ujung agak Ujung agak

Pita tumpul tumpul


7. Warna sarung Kurang jelas Jelas Tidak terlihat

(Merah muda) (Merah muda) (Pucat)


10

2.4. Siklus Hidup dan Penularan Filariasis

Tiap parasit mempunyai siklus hidup yang kompleks dan infeksi pada

manusia tidak akan berhasil kecuali jika terjadi pemaparan larva infektif atau

larva stadium III (L3) yang intensif untuk waktu lama. Setelah infeksi

berhasil dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum timbulnya perubahan

patologis yang nyata pada hospes manusia yaitu seperti perbesaran kaki dan

bagian-bagian tubuh yang lain seperti tangan, kantong buah zakar, payudara

dan alat kelamin wanita (Garcia, 1996).

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang

tersebut digigit nyamuk infektif yaitu nyamuk yang mengandug larva infektif

atau larva stadium III (L3). Nyamuk mendapat mikrofilaria karena mengisap

darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofilaria, Berikut

siklus penularan filariasis:

Gambar 2.5. Siklus Hidup Filariasis (Sumber: PermenKes, 2014)


11

2.4.1. Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara (hospes

reservoir) (Depkes RI, 2009):

a. Dalam tubuh manusia mikrofilaria akan menuju sistem limfe dan

selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.

b. Melalui kupolasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang beredar

dalam darah. Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan

sekitar 50.000 larva setiap hari.

c. Perkembangan mikrofilaria menjadi cacing dewasa dan menghasilkan

cacing mikrofilaria Wuchereria bancrofti selama 9 bulan dan untuk

Brugia malayi dan Brugia timori selama 3 bulan.

d. Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan reservoir

(lutung dan kucing).

2.4.2. Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) yaitu (Depkes RI,

2009):

a. Saat nyamuk (vektor) mengisap darah penderita (mikrofilaria) beberapa

mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung

nyamuk.

b. Beberapa saat setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria

melepas selubung, kemudian menerubus dinding lambung menuju ke

rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks.

c. Di dalam jaringan atau thoraks, larva stadium I (LI) berkembang

menjadi larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi

larva stadium III (L3) yang infektif.


12

1. Waktu untuk berkembang dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi

ekstrinsik) untuk Wuchereria bancrofti, antara 10-14 hari, untuk

Brugia malayi dan Brugia timori 7-10 hari.

2. L3 bergerak menuju proboskis (alat tusuk) nyamuk dan akan

dipindahkan ke manusia pada saat nayamuk mengigit.

3. Mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk hanya mengaalami perubahan

bentuk dan tidak berkembang biak sehingga diperlukaan gigitan

berulang kali untuk terjadi infeksi.

2.5. Hospes dan Nama Penyakit

2.5.1. Wuchereria bancrofti

Hospes definitif cacing ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup

di kalenjer dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria hidup didalam darah.

Hospes cacing perantara ini adalah nyamuk. Penyakit yang disebabkan

cacing ini disebut filariasis bancrofti (Onggowaluyo, 2001).

2.5.2. Brugia malayi dan Brugia timori

Hospes definitif cacing ini adalah manusia dan mamalia lainnya,

misalnya kera, anjing, kucing dan sebagainya. Cacing dewasa hidup pada

saluran dan kelenjer limfe. Hospes definitif Brugia timori hanya terdapat

pada manusia. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut filariasis

malayi, sedangkan yang disebabkan Brugia timori disebut filariasis timori

(Onggowaluyo, 2001).
13

2.6. Faktor-faktor Resiko Kejadian Filariasis

2.6.1. Manusia

2.6.1.1. Umur

Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Pada

dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila mendapat

tusukan nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3) ribuan kali

(Nasrin, 2008).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang membagi

kehidupan manusia ke dalam 5 kelompok usia sebagai berikut :

0 – 5 Tahun = Masa belita


6 – 11 Tahun = Masa anak-anak

12 - 17 Tahun = Masa remaja

18 – 40 Tahun = Masa desawa

41 – 65 Tahun = Masa tua

2.6.1.2. Jenis kelamin

Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria.Insiden

filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada insiden filariasis pada

perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan

vektor karena pekerjaannya (Nasrin, 2008).

2.6.1.3. Imunitas

Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak

terbentuk imunitas dalam tubuhnya terhadap filaria demikian juga

yang tinggal di daerah endemis biasanya tidak mempunyai


14

imunitas alami terhadap penyakit filariasis. Pada daerah endemis

filariasis, tidak semua orang terinfeksi filariasis dan orang yang

terinfeksi menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi

filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya terjadi

perubahan-perubahan patologis dalam tubuhnya (Nasrin, 2008).

2.6.1.4. Ras

Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis

mempunyai risiko terinfeksi filariasis lebih besar dibanding

penduduk asli. Penduduk pendatang dari daerah non endemis ke

daerah endemis, misalnya transmigran, walaupun pada

pemeriksaan darah jari belum atau sedikit mengandung

mikrofilaria, akan tetapi sudah menunjukkan gejala klinis yang

lebih berat (Nasrin, 2008).

2.6.2. Lingkungan Sosial dan Ekonomi

Lingkungan sosial dan ekonomi adalah lingkungan yang timbul

sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk perilaku, dan

kebiasaan masyarakat. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau

kebiasaan keluar pada malam hari, Insiden filariasis pada laki-laki lebih

tinggi daripada insiden filariasis pada perempuan karena umumnya laki-

laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannya (Nasrin, 2008).

2.6.2.1. Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari

darah dapat berisiko untuk terkena filariasis, diketahui pekerjaan


15

pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis. Menurut

Astri (2006), diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada

hubungan dengan kejadian filariasis (Nasrin, 2008).

2.6.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung

terhadap kejadian filaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis

pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang (Nasrin, 2008).

2.6.2.3. Kebiasaan keluar rumah

Pola kebiasaan nyamuk dewasa menggigit dua kali lebih

besar pada malam hari yaitu sesaat setelah matahari terbenam dan

menjelang matahari terbit, dapat di jelaskan bahwa kondisi tersebut

dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara yang dapat

menambah atau mengurangi aktivitas menggigit nyamuk dewasa.

Responden yang memiliki kebiasaan keluar rumah malam hari

memiliki peluang 5,4 kali lebih besar untuk menderita penyakit

filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki

kebiasaan seperti itu.

2.7. Vektor Filariasis

Di Indonesia di temukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis

limpatik pada manusia yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia malayi dan Brugia

timori. Parasit ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia oleh spesies

nyamuk yang termasuk dalam genus Aedes, Anopheles, Mansonia, dan Culex

yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit (Gandasuhada, 2006).


16

Setiap daerah endemis filariasis biasanya memiliki spesies nyamuk

berbeda beda yang dapat menjadi vektor utama dan spesises nyamuk lainnya

yang bersifat vektor potensial. Untuk memberantas vektor filariasis, maka

tata hidup vektor harus di ketahui meliputi waktu reproduksi, waktu

menggigit dan waktu istirahat (Sabaniyah,2013).

Perilaku nyamuk pada umumnya dalam kehidupan spesises nyamuk,

antara yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Umumnya nyamuk betina

akan lebih panjang dari pada nyamuk jantan. Biasanya umur nyamuk biasa

nya 2 minggu, tetapi da juga yang hidup sampai 2-3 bulan seperti Anopheles

pinctipenis di Amerika. Hospes yang di sukai nyamuk pun berbeda beda. Ada

yang memiliki kebiasaan menghisap darah manusia di sebut antropofilik, ada

yang menyukai darah hewan zoofilik, dan nyamuk yang lebih suka menghisap

hewan dari pada manusia antropozoofilik. Setelah menghisap darah nyamuk

akan mencari tempat untuk beristirahat sementara, yaitu sewaktu aktif

mencari darah atau untuk istirahat selama istirahat di dalam rumah di sebut

endofilik, sedangkan yang istirahat di luar rumah di sebuteksofilik, seperti

pada tanaman di luar rumah, kandang hewan, da di tanah atau tempat-tempat

yang ketinggian sekitar rumah (Safar, 2009).

Dalam berkativitas, kehidupan nyamuk menghisap darah pun amatlah

sangat berbeda-beda, seperti halnya nyamuk yang menghisap darah sewaktu

malam hari di sebut night at bitter dan menghisap pada siang hari di sebut

day bitter, sedang yang menghisap dalam rumah di sebut endofagik dan di

luar rumah di sebut eksofagik (Safar, 2009).


17

2.7.1. Klasifikasi.

Klasifikasi nyamuk pada umumnya adalah sebagai berikut (Beaty et al,

1996).

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda

Sub class : Pterigota

Ordo : Diptera

Sub ordo : Nematocera

Famili : Culicidae

Tribus : Anophelini, Culicini

Genus : Anopheles, Culex, Aedes, Mansonia

2.7.2. Morfologi

Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang termasuk dalam

phylum arthropoda yang mempunyai ciri-ciri seperti memiliki bentuk

tubuh bilateral simetris, tubuh terdiri dari atas segmen-segmen atau

beruas-ruas, memiliki sistem peredaran darah terbuka, termasuk dalam

hewan berdarah dingin. Phylum arthropoda terbagi lagi menjadi empat

kelas, salah satu diantara adalah kelas hexapoda, yang disebut juga insekta

atau serangga. Ciri-ciri umum dari kelas hexapoda adalah: tubuh terdiri

dari 3 bagian yang jelas yaitu kepala, dada dan perut, mempunyai sepasang

antena, mempunyai 3 pasang kaki yang panjang dan mempunyai sepasang

sayap (Depkes RI, 1999).


18

2.7.3. Siklus Hidup Nyamuk.

Nyamuk dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan

yang antara tingkatan satu dengan berikutnya terlihat sangat berbeda

(mengalami metamorphose sempurna). Tingkatan siklus hidup nyamuk

adalah sebagai berikut:

a. Fase Telur

1. Aedes

Setelah proses pematangan telur selesai, nyamuk Aedes betina

akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,

sedikit di atas permukaan air. Setiap bertelur sebanyak sebanyak 100

butir, telur-telur ini di tempat kering dapat bertahan berbulan-bulan

pada suhu -2˚C sampai 42˚C, dan bila tempat tersebut kemudian

tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas

lebih cepat. Telur berbentuk lonjong, berwarna hitam dan terdapat

gambaran seperti anyaman seperti sarang lebah. Diletakkan terpisah-

pisah ditengah atau di tepi permukaan air jernih yg tenang.

Gambar 2.6. Telur Aedes sp (Sumber: Puspawati, 2011).


19

2. Culex

Nyamuk culex betina akan meletakkan telur-telurnya diatas

permukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit

sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk ini meletakan telur dan

berbiak di selokan-selokan yang berisi air bersih ataupun selokan air

pembuangan yang kotor (Sembel, 2009).

Gambar 2.7. Telur Culex sp (Sumber: Puspawati, 2011).

3. Mansonia

Nyamuk Mansonia betina biasanya meletakan telur-telurnya

dibawah tanaman air, pada ujung telur berbentuk runcing (Sembel,

2009).

Gambar 2.8. Telur Mansonia sp (Sumber: Puspawati, 2011).


20

4. Anopheles

Nyamuk Anopheles betina meletakan telur-telurnya diatas

permukaan air satu persatu atau bergerombol tetapi saling lepas.

Telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan

bagian atas konkaf serta mempunyai sepasang pelampung yang

terletak pada sebelah lateral sehingga telur dapat mengapung sejajar

dengan permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh masing-

masing nyamuk bervariasi dari 2 sampai 168 butir dengan rata-rata

91 butir pernyamuk. Telur yang sudah masak dalam ovarium akan

dikeluarkan sekaligus, Telur menetas tampak bahwa operkulumnya

telah terbuka, warna kulitnya hitam, sedangkan yang tidak menetas

tampak masih utuh dan warna kulit kecoklatan (Puspawati, 2011).

Gambar 2.9. Telur Anopheles (Sumber: Puspawati, 2011).

b. Fase Jentik.

Semua jentik hidup di air dan dapat menyesuaikan diri pada

berbagai jenis keadaan air. Jentik yang baru menetas masih halus,

panjang kira-kira 1,5 mm dan belum dapat diidentifikasi. Selama

pertumbuhan jentik mengalami pelepasan kulit sebanyak 4 kali.

Tingkatan setelah pelepasan kulit dinamakan instar yang dalam fase


21

perkembangannya terdiri dari 4 instar. Jenis instar I sangat kecil dan

kebanyakan bulu-bulu tunggalnya, belum bercabang. Percabangan

bulu-bulu bertambah pada setiap pergantiaan kulit dan mencapai bentuk

maksimal pada instar IV. Jentik instar III dapat dibedakan dengan jentik

instar IV berdasarkan ukuran kepalanya lebih kecil dan lebar leher baju

(collar) pada bagian belakang kepala (Puspawati, 2011).

a. Anopheles b. Aedesc.Culex d. Mansonia


Gambar 2.10. Jentik (Sumber: Puspawati, 2011).

1. Aedes

Jentik Aedes sp berbentuk seperti cacing, aktif bergerak naik

atau turun kepermukaan secara berulang-ulang, siphon pendek dan

bulat, posisi istirahat mengantung dipermukaan air. Terdiri dari instar

1 sampai dengan instar 4, untuk membedakan jentik Ae. Aegypti dan

Ae. Albopictus dapat dilihat pada comb atau sisir, di segmen ke 8

jentik Ae. Aegypti Sisir pada ruas ke-8 abdomen mempunyai gigi-

gigi yang bergerigi (duri lateral), sedangkan jentik Ae. Albopictus

Sisir pada ruas ke-8 abdomen mempunyai gigi-gigi sederhana tanpa

duri lateral (Sembel, 2009).


22

2. Culex

Jentik Culex terdiri dari caput, torax, dan abdomen, mempunyai

8 segmen, ada siphon, dan anal gills, membentuk sudut , posisi

makan dibawah. Pada siphon berkas rambut lebih dari satu serta

lebih panjang. Pada posisi istirahat menggantung di permukaan air

(Sembel, 2009).

3. Mansonia

Jentik Mansonia mempunyai siphon seperti tanduk dan jentik

nyamuk mansonia ini menempel pada akar tumbuhan air, sedangkan

pada bagian toraks terdapat stoot spine (Sembel, 2009).

4. Anopheles

Jentik Anopheles berbeda dengan jentik nyamuk lainnya karena

tidak mempunyai siphon. Jentik bernapas melalui 2 lubang yang

disebut spiracle yang terletak pada ruas abdomen ke 8 (pada ujung

posterior), bila pada posisi istirahat tubuh jentik Anopheles sejajar

dengan permukaan air. Jentik Anopheles hanya mampu berenang

kebawah permukaan air paling dalam 1 meter, maka ditempat-tempat

dengan dengan kedalaman lebih dari 1 meter larva ini tidak dapat

ditemukan. Perkembangan jentik dipengaruhi oleh sinar matahari

dan kondisi air yaitu temperatur, pergerakkan air, salinitas dan

organisme lain yang berada di dalam air. Tumbuhan air sekali untuk

tempat berlindung terhadap musuh seperti serangga dan ikan yang

merupakan predator (Sembel, 2009).


23

c. Fase Dewasa.

Setelah perkembangan alat-alat tubuh nyamuk dewasa lengkap,

maka nyamuk dewasa keluar dan meninggalkan kulit pupa. Bagian

nyamuk yang keluar pertama kali adalah dada dan karena tekanan dari

dalam makin besar maka keluarlah nyamuk dari kulit pupa. Setalah

keluar, nyamuk istirahat pada kulit pupa untuk sementara waktu sambil

menunggu sayap menjadi keras dan kemudian nyamuk mampu terbang

(Puspawati, 2011).

1. Aedes

Nyamuk dewasa Aedes dapat dibedakan dengan nyamuk lain

dengan melihat ujung abdomen meruncing dan mempunyai sersi

yang menonjol. Pada bagian lateral dadanya terdapat rambut post

spiracle, corak putih pada dorsal dada Aedes. aegypti berbentuk siku

berhadapan ditengah-tengah punggung sedangkan Ae. albopictus

berbentuk lurus (Puspawati, 20011).

Gambar 2.11. Aedes sp dewasa


(Sumber: Puspawati, 2011).
24

2. Culex

Nyamuk Culex mempunyai skutelum trilobi, palpus pada

nyamuk betina lebih pendek daripada probosis, Biasanya pada waktu

istirahat probosis dan badan dalam dua sumbu hinggap dalam

keadaan sejajar dengan permukaan. Ujung nyamuk betina biasanya

tumpul, sersi pendek (retraksi), tubuh (thorax) tanpa noda-noda putih

dan sisik sayap sempit panjang dengan ujung runcing. Nyamuk-

nyamuk Culex ada yag aktif pada waktu pagi hari, siang, dan ada

yang aktif pada waktu sore dan malam hari (Sembel, 2009).

Gambar 2.12. Culex sp dewasa (ciri sayap bersisik).


(Sumber: Puspawati, 2011).

3. Mansonia

Nyamuk Mansonia mempunyai skutelumnya trilobi, palpus pada

yang betina lebih pendek daripada probosis, sewaktu istirahat

probosis dan badan dalam dua sumbu, bentuk sayap berbercak-

bercak, sisik-sisik sayap lebar asimetris, dan sebagian sempit,

berwarna gelap serta terang bergantian. Abdomen bagian ujung

tumpul terpancung, kaki bewarna belang-belang putih. Nyamuk


25

Mansonia biasanya berbiak dalam kolam–kolam air tawar seperti

kolam ikan (Sembel, 2009).

Gambar 2.13. Mansonia sp dewasa (ciri sayap asimetris)


(Sumber: Puspawati, 2011).

4. Anopheles

Pada waktu meninggalkan habitat air menuju habitat udara dan

darat. Nyamuk jantan biasanya tidak terbang jauh, tetapi menunggu

betinanya untuk berkopulasi. Nyamuk betina setelah muncul dari

pupa dalam waktu 24 jam segera berkopulasi dan kemudian pergi

mencari darah sebagai makanannya untuk proses pematangan

telurnya (Puspawati, 2011).

Gambar 2.14. Anopheles sp dewasa (ciri sayap mempunyai bercak hitam)


(Sumber: Puspawati, 2011).
26

2.8. Epidemiologi Filariasis

Secara epidemiologi cacing filaria dibagi menjadi 6 tipe yaitu

(PermenKes RI, 2014):

a. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (urban)

Ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang,

Semarang, Pekalongan dan sekitarnya memiliki periodisitas nokturna

(mikrofilaria banyak terdapat di dalam darah tepi pada malam hari,

sedangkan pada siang hari banyak terdapat di kapiler organ dalam seperti

paru-paru, jantung dan ginjal), ditularkan oleh nyamuk Culex

quinquefasciatus yang berkembang biak di air limbah rumah tangga.

b. Wuchereria bancrofti tipe pedesaan (rural)

Ditemukan di daerah pedesaan di luar Jawa, terutama tersebar luas

di Papua dan Nusa Tenggara Timur, mempunyai periodisitas nokturna

yang ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk Anopheles, Culex dan

Aedes.

c. Brugia malayi tipe periodik nokturna

Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada malam hari. Nyamuk

penularnya adalah Anopheles barbirostis yang ditemukan di daerah

persawahan.

d. Brugia malayi tipe subperiodik nokturna

Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada siang dan malam hari,

tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari (subperiodik nokturna).


27

Nyamuk penularnya adalah Mansonia sppyang ditemukan di daerah

rawa.

e. Brugia malayi tipe non periodik

Mikrofilaria ditemukan di darah tepi baik malam maupun siang

hari (non periodik). Nyamuk penularnya adalah Mansonia bonneae dan

Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba.

f. Brugia timori tipe periodik nokturna

Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada malam hari. Nyamuk

penularnya adalah Anopheles barbirostis yang ditemukan di daerah

persawahan di Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara.

2.9. Diagnosis

Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila di dasarkan pada data

yang berhubungan dengan vektor di daerah endemis dan di konfirmasi

dengan hasil laboratorium. Sediaan darah tetes tebal yang diperoleh dari

tersangka, langsung diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya

mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk menetapkan spesies

filaria dilakukan dengan pembuatan sediaan darah tebal dan hapus tipis yang

diwarnai dengan giemsa atau wright (Onggowaluyo, 2001).

Mikrofilaria akan beredar didalam darah pada malam hari sehingga

diagnostik parasitologi melalui pemeriksaan darah harus dilakukan malam

hari di atas pukul 20:00. Umunya diagnostik filariasis dilakukan melalui

pemeriksaan darah jari (20µl - 60µl) (Supali, 2016).


28

2.10. Pengobatan dan Pemberantasan Filariasis

2.10.1. Pengobatan

Indonesia melalui kementerian Kesehatan RI telah melakukan

kesepakatan bahwa filariasis harus di eliminasi dimuka bumi ini pada

tahun 2020. Tujuan khusus program pengobatan filariasis menurunkan

angka mikrofilaria menjadi kurang dari 1% disetiap kebupaten atau kota,

mecengah dan membatasi kecacatan karena filariasis. Sratige untuk

pemutusan rantai penularan filariasis di antaranya dengan pemberian

pengobatan filariasis dengan menggunakan Diethilcarbamazine Citrate

(DEC), Albendazole dan obat reaksi tambahan (Elytha, 2014).

Diethilcarbamazine Citrate (DEC) merupakan obat pilihan untuk

penanganan infeksi filariasis karena tingginya tingkat efikasi terapeutinya

dan rendahnya toksisitas serius. Obat mempunyai pengaruh yang cepat

terhadap mikrofilaria, dalam beberapa jam mikrofilaria di peredaran darah

mati. Cara kerja Diethilcarbamazine Citrate (DEC) adalah melumpuhkan

otot mikrofilaria, sehingga tidak dapat bertahan di tempat hidupnya dan

mengubah komposisi dinding mikrofilaria menjadi lebih mudah

dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh. DEC juga dapat menyebabkan

matinya sebagian cacing dewasa, dan cacing dewasa yang masih hidup

dapat dihambat perkembang biakannya selama 9-12 bulan, sehingga tidak

terjadi penularan mikrofilaria. Setelah diminum, DEC dengan cepat

diserap oleh saluran cerna dan mencapai kadar maksimal dalam plasma
29

darah setelah 4 jam, dan akan dikeluarkan seluruhnya dari tubuh bersama

air kencing dalam waktu 48 jam (PermenKes RI, 2014).

Albendazole dikenal sebagai obat yang digunakan dalam pengobatan

cacing usus (cacing gelang, cacing kremi, cacing cambuk dan cacing

tambang). Albendazole juga dapat meningkatkan efek DEC dalam

mematikan cacing filaria dewasa dan mikrofilaria tanpa menambah reaksi

yang tidak dikehendaki. Di daerah endemis filariasis, seringkali prevalensi

cacing usus cukup tinggi, sehingga penggunaan Albendazole dalam paket

kegiatan POPM Filariasis, juga akan efektif mengendalikan prevalensi

cacing usus (PermenKes RI, 2014).

Pengobatan Kombinasi DEC bersama albendazole menunjukan

kadar mikrofilaria yang terendah setelah 18-24 bulan paska pengobatan

(puspita, 2009). Untuk mengurangi efek samping dari reaksi pengobatan

DEC dan albendazole di antara dapat menggunakan paracetamol (Afrida,

2011).

2.10.2. Pemberantasan

Pemberantasan penyakit filariasis dapat dilakukan melalui cara

(Natadisasta, 2009):

a. Pengobatan semua penderita filariasis.

b. Upaya pengendalian vektor oleh masyarakat dengan cara yang mudah

dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Pemerintah

membantu dengan dengan program penyemprotan masal.


30

c. Meningkatkan pengatahuan masyarakat dengan cara penyuluhan

mengenai penyakit filariasis dan penularannya sehingga masyarakat

dapat berpartisipasi dalam pemberantasan filariasis.

Вам также может понравиться