Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Firdaus
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Badan
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan Jakarta Selatan 12940
Email: firdaus_ham@yahoo.co.id: firdausamir66@gmail.com
Tulisan Diterima: 30-08-2017; Direvisi: 20-10-2017; Disetujui Diterbitkan: 21-11-2017
ABSTRACT
The development of science and technology, in particular the transportation, communications, and information
has eliminated the boundaries between one country and another rendering the movement of people or goods
from one country to another easier and quicker. This development has created some impacts to the crimes
and their increasingly sophisticated operations, consequently the mitigation of the same would require
cooperation between the countries. One of the efforts in overcoming the issue is by establishing good bilateral
relations with another country of similar interests in the form of reciprocal juridical assistance on criminal
matters. This research uses the normative juridical and juridical empirical approaches and aimed to answer
the urgency of reciprocal juridical assistance agreement and ratification thereof in criminal matters, and to
identify substantial provisions of the reciprocal juridical assistance agreement in the criminal matters. This
paper focuses on the urgency to support the ratification of the reciprocal juridical assistance agreement of
criminal matters in relation to narcotics and acts of terrorism as well as the substantial provisions of the
reciprocal juridical assistance agreement in criminal matters. This paper recommends immediate ratification
of the agreement subject to the applicable national laws, and strengthening some agencies to support the
performance of the reciprocal juridical assistance agreement in criminal matters between the Republic of
Indonesia and the Islamic Republic of Iran.
Keywords: Agreement, Assistance, Reciprocity, Criminal
ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan transportasi, komunikasi, dan
informasi mengakibatkan satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan
orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat. Perkembangan ini
menimbulkan dampak hukum pidana terhadap kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga
penanggulangannya diperlukan kerjasama antara negara yang satu dengan negara lainnya. Upaya mengatasi
permasalahan tersebut dengan menjalin hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara yang memiliki
kepentingan yang sama, salah satunya dengan melakukan kerjasama bantuan timbal balik dan masalah
pidana. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, tulisan ini untuk
menjawab apa urgensi yang dilakukan ratifikasi dan perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana,
dan untuk melihat apa substansi yang diatur dalam perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana.
Tulisan difokuskan pada urgensi untuk mendukung pelaksanaan pengesahan bantuan timbal balik masalah
pidana terkait pemberantasan narkotika dan tindakan terorisme dan substansi yang diatur dalam perjanjian
bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Rekomendasi dari tulisan ini, dapat segera meratifikasi
perjanjian dengan ketentuan hukum nasional yang berlaku, dan penguatan beberapa lembaga untuk
mendukung pelaksanaan bantuan timbal balik hukum pidana antara Republik Indonesia dan Republik Islam
Iran.
Kata Kunci: Perjanjian, Bantuan, Timbal Balik, Pidana
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 351
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 353
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
prinsip kepastian, kerahasiaan, keterbukaan, suatu negara tidak memiliki perjanjian MLA, MLA
kejahatan ganda, penistaan, hak asasi manusia, tetap dapat dilakukan bilamana negara tersebut
proporsionalitas dan resiprositas (Toolkit to merupakan negara pihak pada UNTOC sehingga
Combat Trafficking in Persons, 2018: 148). dengan kata lain Pasal 18 Paragraf 9 – 29 UNTOC
MLA adalah suatu bentuk perjanjian yang dapat dikatakan sebagai perjanjian MLA dalam
mengacu pada bantuan hukum yang dilakukan oleh skala yang kecil (Toolkit to Combat Trafficking
suatu negara kepada negara dalam hal penyidikan, in Persons, 2008:145).
penuntutan atau penjatuhan suatu tindak pidana Sebab itu pula harus ditarik garis pembeda
(Chapter 14: Mutual Legal Assistance and antara penegakan kewajiban internasional dari
Extradition dalam www.usip.org/files/MC2/MC2- perjanjian Republik Indonesia dan Republik
21-Ch14.pdf diunduh pada 22 Mei 2016). MLA Islam Iranuntuk menghormati dan menegakkan
seperti halnya ekstradisi dapat dilakukan baik norma-norma hak asasi manusia sebagaimana
secara formal melalui perjanjian maupun informal muncul dalam perjanjian-perjanjian internasional
yang dilandaskan pada prinsip resiprositas. UU atau sumber hukum internasional lainnya dengan
No 1 tahun 2006 (Penjelasan UU No 1 tahun persoalan penegakan hukum pidana trans/
2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam internasional yang pada dasarnya juga melanggar
Masalah Pidana menyatakan dengan tegas atau meniadakan hak asasi orang lain.
bahwa MLA dapat dilakukan berdasarkan suatu Dalam lingkup hukum pidana trans/
perjanjian dan jika belum ada perjanjian maka internasional fokusnya bukan pada tanggungjawab
bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan negara untuk mengembangkan hukum nasional
baik. MLA saat ini mengalami perkembangan yang melindungi, menghormati hak asasi warga
yang cukup signifikan antara lain dapat dilihat melainkan pada pengembangan ketentuan pidana
dengan adanya perjanjian-perjanjian MLA yang yang disepakati bersama dan tanggungjawab
dilakukan secara bilateral, regional maupun penegakannya melalui sistem peradilan pidana
subregional. Perjanjian tersebut antara lain, the pada perjanjian Republik Indonesia dan Republik
Arab League Convention on Mutual Assistance Islam Iran yang bersepakat.
in Criminal Matters, the Inter American
Convention on Mutual Assistance in Criminal B. Hak dan Kewajiban Negara dalam MLA
Matters (1992), ASEAN Treaty on Mutual Legal UN Model Treaty tentang MLA 1990
Assistance in Criminal Matters (2004), Scheme menyatakan bahwa MLA bukanlah: (i)
(The Harare Scheme) relating to Mutual Penangkapan atau penahanan seseorang dengan
Assistance in Criminal Matters within the tujuan ekstradisi. (ii) Pemindahan narapidana
Commonwealth (1986), The European Convention (transfered of sentenced person). (iii) Pemindahan
on Mutual Assistance in Criminal Matters (1959), proses acara pidana.MLA merupakan instrumen
European Convention on The Proceedings in penegakan hukum pidana (transnasional) yang
Criminal Matters (1972), Nordic States Scheme penting dimana hal ini ditunjukkan dengan
(1962). Perjanjian tersebut di atas menunjukkan adanya The United Nations Model Law on Mutual
bahwa hampir semua benua termasuk Australia Assistance in Criminal Matters berdasarkan
(The Mutual Assistance in Criminal Matters Act Resolusi Majelis Umum PBB 53/112, 9 Desember
1987) memiliki perjanjian MLA dan perjanjian 1998 yang merupakan suatu panduan yang dapat
ini telah berawal dari benua Eropa pada tahun digunakan oleh negara-negara dalam menerapkan
1959. MLA. Untuk melaksanakan suatu MLA ada
Prosedur MLA sendiri memiliki perbedaan beberapa panduan yang merupakan aturan yang
antara yang dijalankan dalam negara-negara yang dapat digunakan untuk memperlancar terjadinya
menganut Civil Law System dan negara-negara suatu MLA.
yang menganut Common Law System, meskipun International Association of Prosecutor
begitu perbedaan ini tidak begitu penting dan (International Association of Prosecutor adalah
pada umumnya perjanjian MLA sejalan dengan suatu asosiasi Penuntut Umum yang didirikan
perjanjian ekstradisi. Penerapan MLA tidak harus pada Juni 1995 di Kantor PBB di Wina Austria)
didasarkan sepenuhnya pada perjanjian khusus memberikan suatu panduan bagi Penuntut Umum
MLA yang dilakukan secara bilateral, regional dalam rangka mengajukan suatu MLA yang terdiri
maupun subregional, Pasal 18 paragraf 9 – 29
UNTOC memberikan peluang bahwa pada saat
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 355
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
dari tiga aturan dasar yaitu: (i) Isi dari permintaan luar wilayah Indonesia, bukan merupakan tindak
MLA harus lengkap dan detil. Unsur kerahasiaan pidana. (v) tindak pidana yang dilakukan oleh
tidak harus selalu ada dalam setiap permintaan orang tersebut diancam dengan pidana mati (vi)
akan tetapi jika diminta unsur ini harus dinyatakan akan merugikan suatu penyidikan, penuntutan,
secara jelas di halaman muka dokumen. (ii) pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia
Permohonan bantuan kepada negara peminta yang membahayakan keselamatan orang, atau
hanya dimungkinkan ketika hukum negara peminta membebani kekayaan negara (Sunarso,
dimungkinkan dan hanya jika hasil permintaan 2009:151).
tersebut merupakan bukti tambahan yang dianggap Selain dasar penolakan yang tersebut di
bernilai dalam proses penuntutan. Permohonan atas terdapat alasan-alasan lain yang dapat
bantuan ini harus tetap memperhatikan prinsip- dijadikan dasar oleh suatu negara untuk menolak
prinsip dasar dalam kerjasama antar negara yaitu suatu permohonan MLA adalah adanya suatu
prinsip kepastian, kerahasiaan, penulusuran, ketidak percayaan antar negara, ketidak
kejahatan ganda, penistaan, hak asasi manusia, percayaan terhadap suatu sistem hukum selain
keseimbangan dan timbal balik. (iii) Pastikan permasalahan hak asasi manusia, alasan politis,
kembali isi permintaan, pastikan bahwa semua masalah kedaulatan negara, kebudayaan,
hal-hal yang dibutuhkan secara jelas disampaikan penegakan prinsip keadilan dalam suatu negara.
disertai dengan semua lampiran yang dibutuhkan.
Berdasarkan UN Model Treaty on MLA
Kerjasama penegakan hukum melalui terdapat berbagai kewajiban yang harus dipenuhi
MLA tidak selalu dapat berjalan dengan baik, oleh suatu negara. Kewajiban tersebut antara lain:
permohonan bantuan ini terdapat kemungkinan
1. Negara peminta wajib menjaga dan
untuk ditolak oleh negara yang diminta.
mengembalikan segala barang dan dokumen
Penolakan ini didasarkan atas beberapa hal antara
yang dimintakan serta dikembalikan kepada
lain: (i) Apabila negara yang diminta dianggap
negara diminta, kecuali negara diminta
permohonan bantuan tersebut ditujukan terhadap
menentukan lain (Pasal 7).
kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan politik
menurut negara yang diminta. (ii) Negara peminta 2. Negara diminta (requested state) memiliki
menerapkan sanksi pidana mati. (iii) Kasus yang kewajiban untuk memenuhi permintaan
dijadikan dasar untuk meminta MLA dianggap penelusuran, penetapan lokasi aset yang
kurang memadai (Refusalof Mutual Legal disembunyikan, melakukan penyidikan
Assistanceor Extradition,http://www.unafei.or. transaksi keuangan dari pemilik asset
jpenglish/pdf/PDFrms/no57/ 57-16.pdf, diunduh dimaksud, dan melakukan upaya untuk
pada 1 Maret 2017). memperoleh informasi atau bukti untuk
“mengamankan”, aset tersebut (Optional
Jika didasarkan pada UU No 1 tahun 2006
Protocol UN Model Treaty on Mutual
tentang MLA, penolakan diberikannya bantuan
Assistance in Criminal Matters, 14
timbal balik didasarkan kepada: (i) tindak pidana
Desember 1990).
atas orang tersebut dianggap sebagai tindak
pidana politik, tindak pidana berdasarkan hukum 3. Negara diminta memperbolehkan putusan
militer, atau orang tersebut telah dibebaskan atau dinegara peminta dapat dilaksanakan di
diberi grasi, atau orang tersebut melakukan tindak negara diminta untuk membekukan dan
pidana yang jika dilakukan di Indonesia tidak menyita aset hasil kejahatan yang dimaksud.
dapat dituntut. (ii) berkaitan untuk menuntut atau 4. Tidak menolak permohonan MLA yang
mengadili orang, apabila dengan alasan suku, jenis didasarkan hanya atas kerahasiaan bank.
kelamin, agama, kewarganegaraan atau pandangan Kewajiban negara dalam MLA juga
politik atau akan merugikan kedaulatan, keamanan, dimintakan secara spesifik dalam rekomendasi
kepentingan dan hukum nasional. (iii) apabila yang disampaikan oleh Financial Action Task
berkaitan dengan negara asing, apabila negara asing Force (FATF), yaitu:
itu tidak memberikan jaminan bahwa bantuan itu 1. Menjamin terlaksananya bantuan timbal
dapat digunakan untuk penanganan perkara yang balik masalah pidana untuk kepentingan
diminta, dan jaminan atas pengembalian barang penyidikan, penuntutan maupun
bukti.(iv) tindak pidana tersebut jika dilakukan di pemeriksaan terkait dengan masalah tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme;
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
2. Secara khusus negara tidak diperkenankan melacak, membekukan, menyita hasil dan alat
menetapkan pembatasan, persyaratan dan yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
pencantuman alasan yang tidak berdasar meminta dokumen yang berkaitan dengan suatu
pada ketentuan mengenai MLA; tindak pidana; melakukan penahanan terhadap
3. Menjamin agar permintaan MLA dilakukan seseorang untuk diinterogasi dan konfrontasi
secara efektif; (dengan saksi/alat bukti lain); memanggil saksi
dan ahli untuk memberikan pernyataan; serta
4. Tidak diperkenankan menolak MLA (dari
menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang
negara lain) karena alasan terkait masalah
tidak berlawanan dengan hukum di negara yang
fiskal maupun ketentuan rahasia bank;
diminta bantuan.
5. Menjamin bahwa central authority memiliki
Saat ini terdapat sekitar 100 Warga Negara
kewenangan untuk memproses permintaan
Iran yang berhadapan dengan permasalahan hukum
MLA dari negara lain, termasuk dalam
di Indonesia, dimana sebagian besar merupakan
membantu memenuhi permintaan yang
kasus narkotika. Terkait isu perlindungan hak asasi
disampaikan oleh penegak hukum negara lain
manusia, pihak negara Iran berpandangan bahwa
kepada counterpart di dalam negeri (Yunus
terdapat perbedaan mendasar antara pengertian
Hussein, 2005:262).
perlindungan HAM berdasarkan ajaran agama
C. Urgensi Perjanjian Bantuan Timbal Balik Islam dengan pengertian barat sebagaimana
dalam Masalah Pidana Terkait Tindak tertuang dalam Universal Declaration of
Pidana Antar Negara Human Rights, International Covenant on Civil
and Political Rights. Lebih lanjut, Negara Iran
Urgensi perjanjian ini, ada solusi terhadap
menyampaikan bahwa sebagai negara dengan
masalah yurisdiksi dalam penegakan hukum.
penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia,
Hal ini, dikarenakan aparat penegak hukum
Republik Indonesia dan Republik Islam Iran
Indonesia semakin mudah mengakses informasi
perlu mempererat kerjasama tersebut dapat
tentang pelarian aset hasil kejahatan ke negara
tertuang dalam MoU kerjasama kedua negara
Iran. Oleh karena itu, MLA dapat digunakan untuk
(Kementerian Luar Negeri RI, Direktorat
proses hukum penyidikan, penuntutan, sampai
Jenderal Protokol dan Konsuler: Laporan
eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap.
perundingan perjanjian ekstradisi dan
Penyidikan bisa mendapatkan keterangan saksi,
perjanjian MLARI-Iran Tehran, 24-25
mencari keberadaan seseorang, mengetahui apakah
Februari 2016).
ada aset berupa aset bergerak, rumah, tanah dan
yang lain bisa menggunakan MLA tersebut. Sedangkan untuk jumlah wisatawan Negara
Iran yang berwisata ke luar negeri berjumlah
Dalam MLA disebutkan Indonesia dapat
10 (sepuluh) juta orang per tahun. Namun
meminta bantuan Iran untuk melakukan
demikian, jumlah kunjungan warga Negara Iran
upaya paksa terhadap pelaku kejahatan seperti
ke Indonesia, berdasarkan data Direktorat
penggeledahan, pemblokiran rekening, atau
Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak
membuka rekening bank terduga. Untuk upaya
Asasi Manusia baru mencapai angka 9 (Sembilan)
non paksa lainnya, Indonesia juga dapat meminta
ribu orang dalam periode Januari s.d. November
data daftar perusahaan yang diduga terkait dengan
2016 (Kementerian Luar Negeri RI,
pencucian uang. Namun perlu dicatat kerjasama ini
Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler:
mencakup ekstradisi dan hukuman badan terhadap
Laporan Pertemuan Konsultan Bilateral
pelaku tindak pidana.
Kekonsuleran ke-3 antara Pemerintah
MLA meliputi tindakan membantu Indonesia dengan Pemerintah Iran di Bandung
menghadirkan saksi; meminta dokumen, 4-6 Desember 2016).
rekaman, dan bukti; penanganan benda dan aset
Menurut Data Direktorat Jenderal
untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset;
Pemasyarakatan, Jumlah Narapidana dan
menyediakan informasi berkaitan dengan suatu
Tahanan Warga Negara Iran berdasarkan jenis
tindak pidana; mencari keberadaan seseorang dan
kejahatan berjumlah 91 (Sembilan puluh satu)
asetnya; mencari lokasi dan data diri seseorang
warga Negara Iran yang bermasalah dengan
serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet
hukum, sebagaimana table jumlah narapidana dan
yang berkaitan dengan orang tersebut. Selain itu,
tahanan warga negara Iran berdasarkan jenis
kejahatan.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 357
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
semakin tanpa batas.Perpindahan orang dan barang globalisasi. Secara historis, pada era 1980-
antarnegara berlangsung dengan cepat dan mudah. an terdapat hubungan yang kompleks antara
Orang dapat melakukan tindak pidana tertentu produsen narkotika, penyelundupan senjata, dan
tanpa harus berada di negara tempat kejahatan itu gerakan-gerakan radikal dan militansi terutama di
dilakukan.Kejahatan bisa dilakukan tanpa dibatasi wilayah Asia Selatan yang menyebabkan wilayah
waktu dan tempat. (ii) Kemajuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi wilayah yang tidak stabil secara
dan teknologi dipakai untuk lolos dari jerat pidana geopolitik (UNODC Official Wbesite, The
atau tuntutan hukum. Tindakan itu mempersulit Threatof Transnational Organized Crime, http://
penyidikan, pemeriksaan di muka persidangan www.unodc.org/documents/data-and-analysis/
dan pelaksanaan putusan pengadilan. Hal ini dapat tocta/1.The-threat-trans-national organized-
mengakibatkan permasalahan hukum antarnegara, crime.pdf, ditelusuri 5 April 2017).
sehingga perlu upaya penanggulangan dan Manifestasi kejahatan antar negara
pembahasan melalui kerjasama dan harmonisasi terorganisasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
kebijakan dengan negara lain. (iii) Untuk (i) lintas batas, baik yang dilakukan oleh orang
meletakkan dasar hukum yang kuat guna mengatur (pelaku kejahatan, buronan, atau mereka yang
bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan sedang melakukan kejahatan, atau korban dalam
undang-undang sebagai pedoman bagi pemerintah kasus penyelundupan maupun perdagangan
dalam membuat perjanjian sejenis dengan negara manusia; atau oleh benda (senjata api, seperti saat
lain.(iv) Merupakan realisasi persyaratan negara teroris memasukkan senjata ke dalam pesawat
yang ingin keluar dari daftar hitam negara pencuci sebelum lepas landas, uang yang akan digunakan
uang. Hal ini dikarenakan Indonesia pernah masuk dalam kejahatan pencucian uang, benda-benda
daftar hitam dan dalam pengawasan khusus yang digunakan dalam kejahatan seperti obat-
Financial Action Task Force on Money Laundering obatan terlarang; atau oleh niatan kriminal (seperti
(FATF). penipuan melalui komputer, ketika perintah yang
Globalisasi sebagai suatu perubahan sosial dikeluarkan di negara dan ditransmisikan di
membawa konsekuensi perubahan cepat pada negara B). (ii) pengakuan internasional terhadap
sistem nilai.Perubahan pada sistem nilai tersebut sebuah bentuk kejahatan. Pada tataran nasional,
pada gilirannya menuntut adanya penyesuaian sesuai dengan prinsip nullum crimen, nulla poena
pada tatanan penegakan hukum. Perubahan sine lege, sebuah tindakan antisosial baru bisa
sosial yang tidak dapat terelakkan lagi dalam dianggap sebagai tindak pidana apabila ada aturan
fora internasional adalah terjadinya globalisasi. hukum tertulis yang mengaturnya, pada tataran
Globalisasi menuntut adanya penyesuaian pada internasional, sebuah tindakan bisa dianggap
seluruh aspek penegakan hukum mulai dari tindak pidana bila dianggap demikian oleh
penyesuaian pada struktur hubungan hukum (legal minimal dua negara. Pengakuan ini bisa berasal
structure), substansi-substansi baru pengaturan dari konvensi internasional, perjanjian ekstradisi,
hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal atau adanya kesamaan dalam hukum nasionalnya.
culture). Kegagalan dalam menyikapi Perkembangan variasi dan cakupan kejahatan
perubahan tersebut (globalisasi) dapat antarnegara merupakan konsekuensi dari terjadinya
menimbulkan ketidakpastian hukum, penegakan globalisasi.Adanya globalisasi membawa pula
hukum yang jauh dari ideal, pelanggaran hak globalisasi kejahatan yang berkembang menjadi
asasi manusia, serta ketidak berpihakan hukum tindak pidana dengan karakter internasional.
pada masyarakat. Melalui globalisasi, kejahatan
3. Tantangan Prosedural
dapat berkembang secara lintas batas negara yang
meliputi kejahatan korupsi, perdagangan orang, Indikasi-indikasi terjadinya ekskalasi tindak
perdagangan senjata, perdagangan narkotika, pidana antarnegara terlihat pada berbagai respon
Letter of Credit fiktif, praktek pencucian uang, internasional terhadap tindak pidana antarnegara.
yang semuanya tidak lagi dibatasi oleh yurisdiksi Perkembangan perjanjian-perjanjian multilateral
negara. untuk mengatasi kejahatan transnasional,
khususnya perdagangan obat-obatan terlarang
2. Kejahatan Antarnegara Terorganisasi
telah ada sejak lama. Peningkatan skala dan
Kejahatan antar negara terorganisasi cakupan kejahatan transnasional juga berkembang
berkembang melalui cara-cara yang dikelola hingga munculnya United Nations Convention
menyerupai bisnis-bisnis legal yang memanfaatkan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 359
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Against Transnational Organized Crime yang banyak negara yang belum merdeka, sehingga
mulai berlaku pada tahun 2003. Lahirnya ekstradisi mendapat bias mengenai lawan politik.
konvensi ini merupakan indikasi bahwa kejahatan Pada abad 19 dan 20, kendala perjanjian ekstradisi
antar negara memiliki dampak yang meluas adalah pada pengadaan alat bukti serta potensi
sehingga memerlukan respon multilateral. terjadinya pengaruh pada hubungan diplomatik
Tantangan prosedural yang muncul pada antara kedua negara yang terlibat perjanjian
konteks kejahatan antarnegara adalah dalam ekstradisi tersebut.
hal bagaimana setiap negara dapat merespon Respon terhadap permasalahan pada
kejahatan antarnegara tanpa harus berkompromi perjanjian ekstradisi inilah yang kemudian
dengan seluruh aspek kedaulatannya.Penyesuaian memunculkan konsep bantuan timbal balik
terhadap legal structure, legal substance, dan legal dalam masalah pidana melalaui sebuah perjanjian
culture tidak dapat lagi dilakukan secara eksklusif. internasional, baik bilateral maupun
Aspek ekstern kedaulatan negara harus mendapat multilateral. Bantuan timbal balik dalam
porsi yang cukup untuk menjamin harmonisasi masalah pidana merupakan bentuk kerjasama
kebijakan antarnegara dalam menghadapi yang dianjurkan dalam United Nations
kejahatan antarnegara. Convention Against Corruption (UNCAC) yang
Pada kajian ilmiah, kontek kejahatan kemudian di tingkat nasional terwujud dalam
antarnegara berkembang dalam diskusi bentuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006
hukum pidana internasional. Schwarzenberger tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah
menguraikan enam definisi hukum pidana Pidana (Mutual Legal Assistance).
internasional, namun dari enam definisi tersebut, Undang-undang tersebut meliputi antara
terdapat dua definisi yang terkait erat dengan lain pengambilan dan pemberian barang
pemanfaat perjanjian internasional dalam bukti, termasuk di dalamnya adalah dokumen,
menghadapi tindak pidana antarnegara.Pertama identifikasi lokasi seseorang, pelaksanaan
adalah hukum pidana internasional dalam arti permintaan untuk pencarian bukti, penyitaan,
lingkup teritorial hukum pidana nasional.Kedua pembekuan aset, penyitaan aset hasil kejahatan,
adalah hukum pidana internasional dalam arti pemblokiran, pengambilan keterangan, membantu
kerjasama internasional dalam mekanisme penyidikan, serta mengadakan persetujuan dengan
administrasi peradilan pidana nasional (Romli saksi. Keseluruhan cakupan tersebut tunduk
Asasmita, 2003:21). pada asas-asas perjanjian internasional, terutama
Pengertian yang pertama mendukung asas resiprositas (timbal balik) sehingga masing-
pandangan bahwa penerapan yurisdiksi hukum masing memiliki keuntungan yang secara normatif
pidana nasional pada luar wilayah teritorial dapat sama.
menimbulkan konflik yurisdiksi.Oleh karena itu Indonesia sebagai negara ekonomi
penerapan hukum pidana nasional pada kejahatan berkembang yang secara geografis sangat luas
dengan karakteristik lintas negara diserahkan dengan jumlah penduduk yang banyak dan
kepada masing-masing sistem hukum nasional. tersebar di berbagai daerah masih memerlukan
Pengertian yang kedua dapat dikatakan sebagai lebih banyak perjanjian bantuan timbal balik
konsekuensi dari pengertian yang kedua.Bahwa dalam masalah pidana dengan negara lain dengan
apabila masing-masing negara masih mengakui berbagai varian kerjasama yang kontekstual,
serta masih ingin diakui yurisdiksi hukum pidana misalnya dengan penggunaan klausula pembagian
secara teritorial, maka penanggulangan semua hasil aset rampasan (sharing forfeited asset)
kejahatan yang berdimensi antarnegara tidak dalam rangka menunjang kinerja yang lebih
mungkin dapat dilakukan tanpa adanya bantuan terukur sesuai besarnya kontribusi Indonesia
atau kerjasama antar negara satu dengan yang maupun negara lain.
lainnya, baik secara bilateral maupun multilateral Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam
(Atmasasmita, 2006:21). masalah pidana antara Republik Indonesia dan
Salah satu bentuk kerjasama yang Republik Islam Iran di berbagai sektor telah
dikembangkan adalah perjanjian ekstradisi. menuntut agar Indonesia dan Iran membuat suatu
Penggunaan perjanjian ekstradisi memiliki pengaturan dalam praktek pelaksanaan penegak
tantangan tersendiri pada abad ke-18 karena masih hukum lintas batas dan yuridiksi kedua negara.
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Dengan meningkatnya hubungan kerjasama teluk lainnya untuk mengadakan kerjasama timbal
tersebut, yang tentunya diiringi dengan persoalan- balik dengan negara Indonesia.Maka, dapat dilihat
persoalan terkait hukum yang terjadi dalam dari perjanjian bantuan timbal balik masalah
prosesnya. Sebelumnya, rencana pembentukan pidana tersebut, lingkup kerjasama dalam MLA
perjanjian bantuan timbal balik antara Republik setidak-tidaknya meliputi beberapa hal penting,
Indonesia dan Republik Islam Iran telah disepakati yakni: (i) mengidentifikasi dan mencari orang; (ii)
oleh Kementerian Luar Negeri sebagai focal mendapatkan pernyataan, dokumen dan alat bukti
point perjanjian tersebut. Kementerian Hukum lainnya; (iii) mengupayakan kehadiran orang untuk
dan HAM sebagai otoritas pusat menyambut memberikan keterangan; (iv) menyampaikan surat;
baik rencana tersebut dan mendukung (v) melaksanakan permintan penggeledahan; dan
Kementerian Luar Negeri dalam membentuk (vi) pembekuan, penyitaan dan perampasan asset
perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia hasil tindak pidana.
dan Pemerintah Republik Islam Iran. Dalam menetapkan mekanisme pelaksanaan
Hubungan Perjanjian Republik Indonesia dan bantuan hukum timbal balik pidana tersebut,
Republik Islam Iran (kemudian disebut Indonesia- maka dibentuklah perjanjian Republik Indonesia
Iran) didasarkan atas: (i) masalah ekonomi; (ii) dan Republik Islam Iran yang akan merumuskan
Meningkatnya lalu lintas perjalanan orang; (iii) mekanisme bantuan hukum timbal balik serta
Anggota UNCAC; dan (iv) Terdapat warga Negara penetapan pihak yang berwenang yang memiliki
Indonesia-Iran yang menjadi terpidana di masing- otoritas terkait dengan perngajuan permintaan
masing Negara. serta bantuan untuk mengidentifikasi baik pelaku
Di samping itu Republik Indonesia dan kejahatan maupun barang bukti ataupun bantuan
Republik Islam Iran bertekad untuk memerangi untuk mengupayakan kehadiran orang. Secara
terorisme dan nakotika, sehingga Republik umum, biasanya mekanisme hubungan dalam
Indonesia dan Republik Islam Iran berkeinginan bantuan hukum timbal balik akan dilakukan oleh
untuk:(i) memperluas jejaring terkait penguatan suatu Central Authority ataupun Pejabat Pemegang
hukum internasional; (ii) menunjukkan bahwa Otoritas yang berperan sebagai koordinator dalam
Negara Indonesia mempunyai komitmen dalam pengajuan permintaan MLA.
hal perjanjian MLA; (iii) Narkoba merupakan hal Oleh karena itu, kejahatan transnasional
yang menjadi perhatian oleh Negara Iran dalam adalah kejahatan lintas negara (transnational
pemberantasan permasalahan perdagangan gelap crimes) dewasa ini dipandang sebagai salah satu
narkoba; dan (iv) MLA dianggap sangat penting ancaman serius terhadap keamanan global yang
dalam masalah formil hukum. dituntut di bawah yurisdiksi hukum domestik/
Hal lain yang lebih menarik adalah dengan nasional, tidak berada di bawah yurisdiksi
adanya permasalahan hukum Republik Indonesia peradilan internasional karena salah satu unsur
dan Republik Islam Iran yang bisa diselesaikan dari transnasional adalah adanya lintas batas
dengan baik antar Negara serta didasari oleh negara, maka diperlukan kerjasama antar negara
hubungan yang baik antara kedua Negara tersebut, untuk membantu proses penegakan hukum
oleh sebab itu Republik Indonesia dan Republik (Effendi, 2015).
Islam Iran berkeinginan untuk meningkatkan
D. Substansi Perjanjian Bantuan Timbal
kerja sama yang erat dalam bidang penyidikan,
Balik dalam Masalah Pidana Antara
penuntutan dan persidangan, termasuk pula
penelusuran, pemblokiran, penyitaan, atau Republik Indonesia dan Republik Islam
perampasan hasil-hasil dan alat untuk melakukan Iran
tindak pidana, melalui bantuan hukum timbal balik Perundingan Perjanjian Bantuan Timbal Balik
dalam masalah pidana. Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia
Iran sebagai salah satu negara pertama di dan Republik Islam Iran terdapat beberapa isu
Asia Barat yang dianggap sebagai negara yang utama yang mengemuka saat pembahasan adalah
cukup vokal, selain itu juga Iran sebagai pintu terkait ruang lingkup bantuan, pengecualian
masuk pertama di negara asia bagian barat. perjanjian, otoritas pusat dan tata cara komunikasi.
Dengan adanya kerjasama dengan Indonesia-Iran Pembahasan terkait isu tersebut menghasilkan
ini diharapkan dapat mempengaruhi negara-negara suatu kesepakatan, yaitu:
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 361
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Lebih lanjut kedua belah pihak menyepakati jika yang terhadap orang tersebut diancam dengan
terjadi perubahan CA diantara Para Pihak, maka pidana mati; atau (iv) merugikan suatu penyidikan,
tidak perlu dilakukan amandemen perjanjian penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
namun cukup dengan pemberitahuan melalui pengadilan di Indonesia, membahayakan
saluran diplomatik. keselamatan orang, atau membebani kekayaan
Adapun hasilnya bahwa: (i) untuk tujuan negara.
Perjanjian ini, Otoritas Pusat yang ditunjuk oleh Dalam Perjanjian Timbal Balik dalam
Para Pihak saling berkomunikasi satu dengan yang Masalah Antara Republik Indonesia dan Republik
lain mengenai hal-hal yang termasuk dalam ruang Islam Iran, menyatakan, bahwa:
lingkup Perjanjian ini melalui saluran diplomatik; 1) Bantuan tidak dikabulkan apabila: (i) menurut
(ii) otoritas Pusat yang terdapat dalam Ayat 1 dari Pihak Diminta, pelaksanaan permintaan
Pasal ini adalah Kementerian Hukum dan HakAsasi dapat mengganggu kedaulatan, keamanan,
Manusia Republik Indonesia dan Kementerian ketertiban umum, dan kepentingan umum;
Kehakiman Republik Islam Iran; dan (iii) apabila (ii) permintaan terkait dengan tindak
salah satu Pihak mengganti Otoritas Pusat yang pidana yang yang pada akhirnya terdakwa
ditunjuk, Pihak tersebut memberitahukan kepada dinyatakan tidak bersalah atau diampuni; (iii)
Pihak lainnya atas perubahan tersebut melalui permintaan terkait dengan penuntutan atas
saluran diplomatik. seseorang sehubungan dengan tindak pidana
4. Isi Permintaan dalam Perjanjian yang telah diputus dan berkekuatan hukum
Data yang ada pada informan menyatakan, tetap; (iv) pihak diminta memiliki alasan kuat
bahwa perihal: “Isi Permintaan Dalam Perjanjian” untuk meyakini bahwa permintaan bantuan
substansinya sama dengan substansi sebagaimana timbal balik diajukan dengan tujuan untuk
disepakati dalam: “Angka 6. Pelaksanaan menuntut seseorang berdasarkan ras, agama,
Permohonan Bantuan“ tersebut di bawah adalah: kewarganegaraan, suku, pandangan politik,
atau orang tersebut dapat, berdasarkan
a. Syarat Menolak Permintaan Bantuan dari
alasan-alasan dimaksud, diperlakukan tidak
Negara Peminta adil dalam proses peradilannya; (v) pihak
Menurut informan, bahwa asas bantuan peminta tidak dapat memberikan jaminan
hukum timbal balik terdiri dari tiga kategori, bahwa bantuan yang dimintakan tidak
yaitu diterima atau dikabulkan, ditolak, atau dapat dipergunakan untuk tujuan selain
dapat ditolak.Pertama, kategori BHTP diterima, yang tercantum dalam permintaan tanpa
adalah: (i) dilakukan Perjanjian bilateral/ persetujuan sebelumnya dari pihak diminta;
multilateral; (ii) hubungan baik/Resiprositas; (iii) (vi) pihak peminta tidak dapat memberikan
adanya double criminality. Kedua, kategori jaminan untuk mengembalikan bukti-bukti
BHTB ditolak, yaitu: tindak pidana politik; tindak yang telah diperoleh berdasarkan permintaan
pidana hukum militer; tindak pidana yang bantuan hukum sesuai perjanjian ini; (vii)
pelakunya telah dibebaskan, diberi grasi, atau permintaan berhubungan dengan penyidikan,
telah selesai menjalani pemidanaan; tindak penuntutan atau pelaksanaan hukuman
pidana yang jika dilakukan di Indonesia tidak terhadap seseorang atas perbuatan atau
dapat dituntut; alasan suku, jenis kelamin, agama, pembiaran; (viii) permintaan berhubungan
kewarganegaraan, atau pandangan politik; dengan penuntutan atas seseorang untuk
merugikan kedaulatan, keamanan, kepentingan, tindak pidana yang orang tersebut tidak dapat
dan hukum nasional; tidak digunakan untuk dituntut dengan alasan kedaluwarsa apabila
penanganan perkara yang dimintakan; tidak ada tindak pidana dilakukan dalam yurisdiksi
jaminan pengembalian barang bukti yang pihak diminta; (ix) permintaan berkaitan
diperoleh berdasarkan bantuan apabila diminta. dengan tindak pidana yang hanya diatur
Ketiga, kategori BHTB dapat ditolak, yaitu: (i) dalam hukum militer, dan bukan merupakan
tindak pidana yang jika dilakukan dalam tindak pidana dalam hukum pidana umum;
wilayah Indonesia, bukan merupakan tindak dan (x) permintaan berkaitan dengan tindak
pidana; (ii) tindak pidana yang jika dilakukan di pidana yang bersifat politik;
luar wilayah Indonesia, bukan merupakan 2) Tindak pidana berikut tidak termasuk sebagai
tindak pidana; (iii) tindak pidana tindak pidana yang bersifat politik, yaitu:
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 363
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
(i) tindak pidana terhadap nyawa atau diri (iv) tingkat kerahasiaan yang diperlukan
Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan beserta alasannya; (v) batas waktu yang
atau keluarga inti mereka; (ii) tindak pidana ditentukan untuk memenuhi permintaan
berdasarkan konvensi internasional dalam tersebut; dan (vi) informasi atau tindakan
hal Para Pihak memiliki kewajiban dengan lain yang mungkin diperlukan berdasarkan
menjadi negara pihak dalam konvensi hukum nasional Pihak Diminta atau hal
tersebut, untuk memberikan bantuan timbal lain yang diperlukan untuk melaksanakan
balik dalam masalah pidana; (iii) tindak permintaan tersebut.
pidana terkait terorisme; dan (iv) percobaan 2) Dalam hal-hal berikut, permintaan bantuan
atau permufakatan jahat untuk melakukan harus memuat: (i) dalam hal permintaan untuk
setiap tindak pidana sebagaimana tersebut pengambilan barang bukti, penggeledahan
di atas atau turut serta dalam pembantuan dan penyitaan, atau penelusuran, pembekuan,
kepada seseorang yang melakukan atau penyitaan dan perampasan hasil dan/atau alat
mencoba untuk melakukan tindak pidana untuk melakukan tindak pidana, pernyataan
tersebut; yang memuat informasi atau petunjuk
3) Permintaan bantuan dapat tidak dikabulkan lainnya yang menjelaskan keberadaan hasil
apabila: (i) pemberian bantuan dimaksud dan/atau alat untuk melakukan tindak pidana
dapat, atau mungkin dapat mengancam di yurisdiksi Pihak Diminta; dan (ii) dalam
keselamatan siapapun, walaupun orang hal menghadirkan orang yang ditahan,
tersebut berada di dalam atau di luar wilayah keterangan tentang orang atau jabatan orang
Pihak Diminta; dan (ii) permintaan berkaitan yang akan bertanggung jawab untuk menahan
dengan penyidikan, penuntutan ataupun selama proses pemindahan, lokasi tempat
penjatuhan hukuman atas seseorang yang tahanan akan dipindahkan dan kemungkinan
berkenaan dengan suatu alasan yang dapat tanggal kembalinya tahanan dimaksud.
digunakan sebagai dasar penolakan yang 3) Apabila diperlukan, dan dimungkinkan,
diatur dalam hukum nasional Pihak Diminta; permintaan bantuan harus memuat pula:
4) Bantuan tidak dapat ditolak hanya dengan (i) identitas, kewarganegaraan, dan lokasi
alasan kerahasiaan bank atau lembaga orang yang menjadi pokok penyidikan,
keuangan sejenis atau tindak pidana tersebut penuntutan atau persidangan pidana; (ii)
juga dinilai terkait dengan masalah fiskal. rincian prosedur khusus atau persyaratan
b. Pelaksanaan Permohonan Bantuan tertentu yang dikehendaki oleh Pihak
Peminta untuk dipenuhi beserta alasannya;
Dalam pembahasan mengenai Pelaksanaan
(iii) dalam hal permintaan untuk mengambil
Permintaan, data yang ada pada informan
bukti dari seseorang, indikasi tentang apakah
menyatakan, bahwa kedua belah pihak
diperlukan keterangan di bawah sumpah atau
menyepakati bahwa setiap permintaan MLA harus
pernyataan yang diakui kebenarannya, dan
diajukan dalam Bahasa negara peminta dengan
uraian tentang hal-hal pokok yang terkait
melampirkan terjemahannya dalam negara diminta
dengan bukti atau pernyataan yang diminta;
atau Bahasa Inggris, adapun hasilnya adalah:
dan (iv) penjelasan mengenai dokumen,
1) Dalam setiap perkara permintaan bantuan catatan , atau barang bukti yang dimintakan.
harus mencantumkan: (i) nama pihak
4) Jika Pihak Diminta menganggap bahwa
yang berwenang melakukan penyidikan,
informasi yang diberikan tidak mencakupi
penuntutan atau proses hukum lainnya yang
untuk melaksanakan permintaan tersebut,
berkaitan dengan permintaan tersebut; (ii)
Negara Diminta dapat meminta informasi
tujuan dari permintaan dan jenis bantuan
tambahan agar permintaan dapat
yang dimintakan; (iii) uraian tentang sifat
dilaksanakan.
masalah pidana dan status terkini, serta
pernyataan yang menjelaskan rangkuman 5) Permintaan bantuan harus disampaikan secara
fakta-fakta dan salinan ketentuan hukum tertulis. Namun, dalam keadaan mendesak
yang dapat dikenakan, termasuk ancaman atau apabila diperkenankan oleh Pihak
hukuman maksimal terhadap tindak pidana Diminta, permintaan dapat disampaikan
yang berkaitan dengan permintaan tersebut: dalam bentuk lain, tetapi kemudian harus
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 365
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
untuk memberikan bukti atau bantuan” dan Dalam menerapkan Pasal ini, hak pihak
“pemberian bukti atau bantuan penyidikan di ketiga yang beriktikad baik harus dihormati
pihak peminta”, tidak boleh dituntut atas dasar berdasarkan hukum Pihak Diminta. Apabila
kesaksiannya, kecuali untuk sumpah palsu atau terdapat gugatan dari pihak ketiga, Pihak Diminta
penghinaan terhadap pengadilan. Setiap orang harus mewakili kepentingan Pihak Peminta untuk
yang tidak memberikan persetujuan atau tidak berupaya mempertahankan hasil dan/atau alat
dapat hadir di Pihak Peminta tidak dapat dikenakan untuk melakukan tindak pidana hingga adanya
upaya paksa apapun di Pihak Diminta. suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap oleh
8) Hasil dan Alat Untuk Melakukan Tindak Pengadilan yang berwenang di Pihak Peminta.
Pidana
e. Masalah Transit Seseorang yang akan
Dalam pembahasan mengenai Pelaksanaan Diekstradisi dari Suatu Negara Pihak
Permintaan, data yang ada pada informan Ketiga ke Salah Satu Pihak Melalui Pihak
menyatakan, bahwa “hasil tindak pidana” adalah
Lainnya
barang apapun yang berasal dari atau diperoleh,
secara langsung maupun tidak langsung, melalui Pada pembahasan tentang Transit, data yang
perbuatan pidana dan alat untuk melakukan tindak ada pada informan menyatakan, bahwa Para Pihak
pidana” adalah barang apapun yang digunakan menyepakati untuk menggunakan klausul Transit
dan bertujuan untuk digunakan dalam perbuatan yang ada dalam draft perjanjian ekstradisi dengan
pidana, atau nilai yang setara dengan barang penyesuaian untuk mengakomodir ketentuan
tersebut. mengenai MLA, adapun hasilnya adalah: (i)
Sepanjang diperbolehkan oleh hukum nasionalnya,
Pihak Diminta, berdasarkan permintaan,
transit seseorang yang akan diekstradisi dari
berusaha untuk memastikan apakah terdapat hasil
suatu negara ketiga ke salah satu Pihak melalui
dan/atau alat untuk melakukan tindak pidana
wilayah Pihak lainnya akan diizinkan berdasarkan
yang berada dalam yurisdiksinya dan memberi
permintaan yang disampaikan melalui saluran
tahu Pihak Peminta mengenai hasil penelusuran.
Central Authority. Izin transit tidak diperlukan
Pihak Peminta harus pula memberikan informasi
dalam penggunaan transportasi udara dan tidak
yang diperlukan atau bukti lain apapun yang
ada pendaratan yang dijadwalkan di wilayah
menunjukkan keberadaan hasil dan/atau alat untuk
Pihak yang digunakan sebagai tempat transit; dan
melakukan tindak pidana tersebut di yurisdiksi
(ii) Apabila terjadi pendaratan tidak terjadwal
Pihak Diminta.
di wilayah Pihak tersebut, Pihak tersebut dapat
Dalam hal hasil dan/atau alat untuk melakukan mensyaratkan Pihak lainnya untuk melengkapi
tindak pidana yang diduga tersebut ditemukan, permintaan transit sebagaimana telah ditetapkan
Pihak Diminta harus mengambil langkah yang tersebut di atas. Pihak tersebut, sepanjang tidak
dibenarkan oleh hukumnya untuk menggeledah, bertentangan dengan hukum nasionalnya, dapat
membekukan, memblokir, dan menyita hasil dan/ menahan orang yang akan diekstradisi tersebut
atau alat untuk melakukan tindak pidana yang untuk jangka waktu 72 (tujuh puluh dua) jam
dicurigai tersebut, menunggu keputusan akhir sambil menunggu permintaan transit.
mengenai hasil dan/atau alat untuk melakukan
f. Kerahasiaan Informasi dan Batasan
tindak pidana tersebut oleh pengadilan Pihak
Penggunaan Informasi
Peminta.
Dalam Perjanjian Timbal Balik dalam
Pihak Diminta yang menguasai hasil dan/
Masalah Antara Republik Indonesia dan Republik
atau alat untuk melakukan tindak pidana yang
Islam Iran menurut data yang ada pada informan
dirampas atau disita, untuk melaksanakan
menyatakan, bahwa: Pihak Diminta memastikan
putusan Pengadilan Pihak Peminta mengambil
untuk: (i) menjaga kerahasiaan informasi atau bukti
tindakan yang diperlukan terhadap hasil dan/
yang diberikan atau sumber informasi tersebut
atau alat untuk melakukan tindak pidana tersebut
sesuai dengan permintaan bantuan; (ii) menjaga
berdasarkan hukumnya Sepanjang dibenarkan
kerahasiaan isi, dokumen pendukung dan setiap
oleh hukumnya, Pihak Diminta menyerahkan hasil
tindakan yang diambil sesuai dengan permintaan
dan/atau alat untuk melakukan tindak pidana yang
bantuan; dan (iii) melindungi informasi atau bukti
telah dirampas atau disita tersebut kepada Pihak
dari kehilangan, akses tanpa ijin, pengubahan,
Peminta.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 367
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
pembocoran, atau penyalahgunaan. Di samping itu dari Pihak Diminta ke Pihak Peminta melalui
apabila permintaan sesuai dengan ketentuan Ayat video, satelit, atau sarana teknologi lainnya;
1 dari Pasal ini tidak dapat dilaksanakan tanpa dan (v) Jika ternyata pelaksanaan permintaan
melanggar persyaratan kerahasiaan, Pihak Diminta tersebut membutuhkan biaya yang besar, Para
harus memberi tahu Pihak Peminta sebelum Pihak harus berkonsultasi untuk menentukan
pelaksanaan permintaan dan Pihak Peminta harus dengan syarat dan dalam kondisi apa bantuan
menentukan apakah permintaan tersebut tidak lagi dapat diberikan, seperti:
perlu dilaksanakan, seperti: 3. Kewajiban Internasional
1. Pengesahan Dalam PerjanjianTimbal Balik dalam Masalah
Pada pembahasan masalan Ketentuan Antara Republik Indonesia dan Republik
Penutup, Para Pihak menyepakati bahwa Islam Iran menurut data yang ada pada
memberlakukan perjanjian MLA ini adalah informan menyatakan, bahwa: Perjanjian ini
30 hari setelah diterimanya pemberitahuan tidak akan memengaruhi hak dan kewajiban
terakhir bahwa pihak tersebut telah Para Pihak mengenai bantuan timbal balik
menyelesaikan proses pemberlakuan dalam masalah pidana berdasarkan konvensi
inrternalnya, adapun hasilnya adalah: (i) Para internasional atau pengaturan lainnya yang
Pihak harus memberitahukan satu sama lain dalam hal ini mereka menjadi pihak.
mengenai selesainya persyaratan domestik 4. Konsultasi
masing-masing untuk pemberlakuan
Dalam Perjanjian Timbal Balik dalam
Perjanjian ini. Perjanjian ini mulai berlaku
Masalah Antara Republik Indonesia dan
pada hari ketiga puluh setelah tanggal
Republik Islam Iran menurut data yang ada
diterimanya pemberitahuan pemberlakuan
pada informan menyatakan, bahwa: Para
yang paling akhir; (ii) Salah satu Pihak dapat
Pihak saling berkonsultasi, pada waktu
mengakhiri Perjanjian ini sewaktu-waktu
yang disetujui bersama, untuk mendorong
memberitahukan secara tertulis kepada Pihak
pelaksanaan Perjanjian ini dengan cara yang
lainnya melalui diplomatik. Pengakhiran
paling efektif. Kedua belah Pihak juga dapat
ini berlaku setelah 6 (enam) bulan sejak
menyepakati langkah praktis yang dipandang
diterimanya pemberitahuan mengenai
perlu untuk memfasilitasi pelaksanaan
pengakhiran dimaksud. Pengakhiran
Perjanjian ini.
Perjanjian tidak akan memengaruhi
permintaan ekstradisi yang telah disampaikan 5. Penyelesaian Sengketa
sebelum pengakhiran Perjanjian ini. dengan Dalam Perjanjian Timbal Balik dalam
saluran. Masalah Antara Republik Indonesia dan
2. Biaya Republik Islam Iran menurut data yang ada
pada informan menyatakan, bahwa: Setiap
Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam
sengketa yang timbul akibat penafsiran atau
MasalahPidanaDalamPerjanjianTimbalBalik
pelaksanaan Perjanjian ini akan diselesaikan
dalam Masalah Antara Republik Indonesia
dengan konsultasi antara Para Pihak.
dan Republik Islam Iran menurut data yang
ada pada informan menyatakan, bahwa: 6. Masalah Amandemen
Pihak Diminta menanggung biaya untuk Dalam Perjanjian Timbal Balik dalam
memenuhi permintaan bantuan, kecuali biaya Masalah Antara Republik Indonesia dan
yang harus ditanggung oleh Pihak Peminta Republik Islam Iran menurut data yang
yaitu: (i) biaya yang berhubungan dengan ada pada informan menyatakan, bahwa:
pengangkutan orang ke atau dari wilayah Perjanjian ini dapat diubah setiap saat melalui
Pihak Diminta atas permintaan dari Pihak kesepakatan tertulis Para Pihak. Amandemen
Peminta berdasarkan permintaan menurut dimaksud akan berlaku melalui prosedur
Pasal 12 dan 13 Perjanjian ini; (ii) biaya dan yang sama dengan prosedur pemberlakuan
upah tenaga ahli baik di Pihak Diminta atau Perjanjian ini.
di Pihak Peminta; (iii) biaya penerjemahan,
penafsiran, dan pentranskripsian; (iv) biaya
yang berhubungan dengan pengambilan bukti
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
SARAN
Untuk menindaklanjuti Perjanjian ini,
Pemerintah diharapkan dapat segera meratifikasi
Perjanjian antara Indonesia dan Iran tentang
Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
sesuai dengan ketentuan hukum nasional yang
berlaku, dan perlu mempersiapkan pelaksanaan
berbagai komitmen di tingkat nasional sehingga
memerlukan peningkatan koordinasi antar instansi
terkait dan interaksi dengan para pemangku
kepentingan.
Indonesia perlu meningkatkan kapasitas
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 369
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
De Jure
e-ISSN 2579-8561
No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Sumber Lain
UNODC Official Wbesite, The Threat of
Transnational Organized Crime, http://www.
unodc.org/ documents/data-and-analysis/
tocta/1.The-threat-transnational-organized-
crime.pdf, ditelusuri 5 April 2017
UNODC Official Wbesite, The Threat of
Transnational Organized Crime, http://www.
unodc.org/documents/data-and-analysis/
tocta/1.The-threat-transnational-organized-
crime.pdf, ditelusuri 5 April 2017.
Chapter 14: Mutual Legal Assistance and
Extradition dalam www. usip.org/files/MC2/
MC2-21-Ch14.pdf, diunduh pada 22 Mei
2017.
International Assistance, http://www.ppsc-sppc.
gc.ca/eng/fps-sfp/fpd/ch43.html, diunduh
pada 20 Maret 2017.
https://news.detik.com/berita/d -3372675/
indonesia-iran-sepakat-saling-bantu-di-
bidang-hukum, diunduh pada tanggal 5 April
2017.
https://news.detik.com/berita/d -3372675/
indonesia-iran-sepakat-saling-bantu-di-
bidang-hukum, diunduh pada tanggal 5 April
2017.
Refusal of Mutual Legal Assistance or
Extradition,http://www.unafei.or.jp/ english/
pdf/ PDFrms/no57/57-16.pdf, diunduh pada
1 Maret 2017.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 351 - 371 371