Вы находитесь на странице: 1из 34

PEDOMAN PELAYANAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RS. PEKANBARU MEDICAL CENTER
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR :
TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
RUMAH SAKIT PEKANBARU MEDICAL CENTER

DIREKTUR RUMAH SAKIT

Menimbang : a. Bahwa Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit (PPIRS)


sangat penting karena merupakan gambaran mutu pelayanan rumah
sakit.
b. Bahwa untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan
dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, pelatihan,
pengawasan, serta monitoring dan evaluasi.
c. Bahwa sebagaimana huruf (a) dan (b) diatas, untuk memberikan acuan
dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi, perlu ditetapkan
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit .

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1014/MENKES/PER/XI/2008, Tentang Standar Pelayanan Radioloogi
Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1045/MENKES/PER/XI/2006, Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Di Lingkungan Departemen Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

ME MUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT PEKANBARU MEDICAL CENTER

Kesatu : Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit


sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.
Ketiga : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Pekanbaru
Tanggal :

Direktur RS.PMC
dr. Hj. Zurtias Suheimi, MARS
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh,

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH subhanallahu wa ta’ala, yang
telah memberi rahmat dan karuniaNya sehingga buku PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT PEKANBARU
MEDICAL CENTER ini berhasil disusun.

Perlu disadari bahwa masih kurangnya kualitas dan kuantitas pengendalian infeksi di
rumah sakit sangat terkait dengan komitmen pimpinan rumah sakit serta memerlukan dukungan
dari para klinisi di rumah sakit. Infeksi nosokomial atau sekarang dikenal dengan HAIs
(Helathcare Associated Infections) pada prinsipnya dapat dicegah, walaupun mungkin tidak
dapat dihilangkan sama sekali. Untuk itu telah disusun buku PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT PEKANBARU
MEDICAL CENTER yang aplikatif sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya HAIs
di rumah sakit.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada Direktur RS. Pekanbaru


Medical Center yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam penyusunan buku
panduan ini, para pejabat struktural dan fungsional yang telah memberikan masukan dalam
proses penyusunan panduan ini, serta seluruh staf di lingkungan RS. Pekanbaru Medical Center
yang telah dan akan berpartisipasi aktif mulai dari proses penyusunan , pelaksanaan sampai pada
proses monitoring dan evaluasi pedoman ini.

Wassalammu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh.

Pekanbaru ,

Tim PPI RS. PMC


DAFTAR ISI
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
TANGGAL :

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di
Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan
juga untuk melindungi pasien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan keluarga pasien dari resiko
tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas atau berkunjung di Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di lain pihak rumah sakit
dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut agar dapat memberikan pelayan
kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan
keselamatan pasien.
Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu meningkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga pasien, keluarga
pasien dan lingkungan Rumah Sakit.
Dengan demikian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit akan menjadi lebih profesional,
akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima. Dan diharapkan dapat
mengenal cara penularan infeksi yang ditemui petugas sehingga petugas dapt mencegah dan
mengendalikan infeksi dengan baik.
1.2. Tujuan Pedoman
Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
adalah :
1. Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi kualitas
pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit agar
sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat menerapkannya sehingga dapat
melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penuran penyakit yang mungkin timbul.

1.3. Ruang Lingkup Pelayanan


Pedoman ini memberi panduan bagi petugas di Rumah Sakit dan fasilitas lainnya dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap semua pasien,
pengunjung, petugas dan keluarga pasien.

1.4. Batasan Operasional


1. Beberapa Batasan / Definisi
a) Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam
keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan
kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang
lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.
b) Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c) Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik
d) Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e) Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap
suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar),yang
ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan
(rubor),pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f) Sepsis : gangguan fungsi organ akibat respon tubuh terhadap infeksi yang
mengancam jiwa.
g) Healthcare-associated infections” (HAIs) : Infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya , dimana pada saat
masuk tidak ada infeksi atau tidak masa inkubasi , termasuk infeksi didapat di rumah
sakit tapi muncul setelah pulang, juga infeksi pada petugas karena pekerjaannya.

2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi
penularan tersebut adalah:
a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu :
patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).
b) Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat,
permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir
yang umum.
c) Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d) Metode Transmisi/ Cara penularan adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/ reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu : 1.
kontak : langsung dan tidak langsung, 2. droplet , 3. airborne ,4. melalui vehikulum
(makanan, air/ minuman, darah), 5. Vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat.
e) Pintu masuk ( portal of entry) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui
kulit yang tidak utuh.
f) Susceptible host (pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi . faktor yang dapat mempengaruhi
kekebalan adalh umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma paska pembedahan dan pengobatan dengan immunosupresan.

1.5. Landasan Hukum


1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Nomor 42 Tahun 1999)
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Nomor 4431 Tahun 2004)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi Nama Jumlah


Dokter Umum (Ketua ) dr. Fanny Annisa Abriani 1 orang
IPCN Mulya Furqan, AMK 1 orang
Anggota Tim PPI Ns. Wahyu Saputra, S.Kep 15 orang
Yella Sartika, Amd.Kep
Lina Marlin, Amd.Kep
Irmayani, AMK
Fanny Wanti Sisca, Amd.Keb
Ana Marlina, AMK
Lista Puspita Sari, Amd.Kep
Ns. Ika Pristina, S.Kep
Hanni Febrianti, Amd.Keb
Romi Septia Budi
Joni Yanda, S.Gz

B. Distribusi Ketenagaan

Rumah Sakit memiliki 1 IPCN dengan perbandingan 1 : 100-150 tempat tidur. Dengan
susunan anggota Tim PPI yaitu :
Ketua Tim PPI : 1 Orang
IPCN : 1 Orang
IPCLN : 8 Orang
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1. Denah Ruang


3.2. Standar Fasilitas
Daftar Inventaris Peralatan di Tim PPI
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

4.1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko
pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

4.2. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


1. Peningkatan daya tahan pejamu.
Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh
vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan
tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
3. Memutus rantai penularan.
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
“Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu
“Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions”
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari
kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap
petugas kesehatan.
Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas
pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
4.3. Kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien.
1. Kebersihan tangan/Hand hygiene
 Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien , agar tangan terhindar kontaminasi
patogen dari dan ke permukaan.
 Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci tangan
dengan sabun biasa/ antimikroba dan bilas dengan air mengalir.
 Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan handrub berbasis alkohol.
 Indikasi kebersihan tangan:
1. Sebelum kontak dengan pasien \
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah kontak darah dan cairan tubuh
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Alat Pelindung Diri (APD)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD, sebagai berikut:
a. APD adalah pakaian khusus atau peralatan yang dipakai petugas untuk
melindungi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/ bahan infeksius.
b. APD terdiri dari sarung tangan, masker/ respirator partikulat, pelindung mata
(google), pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/
sepatu tertutup.
c. Tujuan pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput
lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
d. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
e. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai dilakukan.
f. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher , memakai sarung tangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
Jenis- jenis APD:
1. Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
 Sarung tangan bedah (steril) dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan.
 Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas pemberi
pelayanan kesehtatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
 Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan-bahan terkontaminasi dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi.
2. Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan
darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor dan
melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas saat batuk atau
bersin. Terdapat tiga jenis masker, yaitu:
 Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui droplet
 Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne
 Masker rumah tangga, digumakan di bagian gizi atau dapur
Pemakaian respirator parikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2,
merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari
parikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Masker ini membuat
pernafasan pemakai menjadi lebih berat. Sebelum memakai masker ini, petugas
kesehatan perlu melakukan fit test. Hal –hal yang perlu dioerhatikan saat melakukan
fit test yaitu:
 Ukuran respirator perlu disesuaikan dengan ukuran wajah
 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya cacat atau
lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat lapisan yang tidak utuh, maka tidak
dapat digunakan dan perlu diganti.
 Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua titik
sambungan.
 Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan dengan bentuk
hidung petugas.
3. Gaun Pelindung (apron)
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan
atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi, atau melindungi pasien dari
paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Jenis- jenis gaun pelindung:
 Gaun pelindung tidak kedap air
 Gaun pelindung kedap air
 Gaun steril
 Gaun non steril
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.
4. Google dan perisai wajah
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan mata dari
percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.
5. Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindungi kaki petugas dari tumpahan/
percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan
benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar
berfungsi optimal.
6. Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme
yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat / daerah steril aatau
membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala / rambut
petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari pasien.

Langkah-langakh melepaskan APD adalah sebagai berikut:


 Lepaskan sepasang sarung tangan
 Lakukan kebersihan tangan
 Lepaskan apron
 Lepaskan perisai wajah dan google
 Lepaskan gaun bagian luar
 Lepaskan penutup kepala
 Lepaskan masker
 Lepaskan pelindung kaki
 Lakukan kebersihan tangan

3. Peralatan perawatan pasien


Pada tahun 1968, Spaulding mengusulkan tiga kategori resiko berpotensi infeksi
untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan
seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya sewaktu merawat
pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a. Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga
merupakan resiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat
mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b. Semi kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.
c. Non kritikal
Pengelolaan peralatan / bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang
merupakan resiko terendah.
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh
(pre cleaning, cleaning, disinfeksi dan sterilisasi) sesuai standar prosedur operasional
sebagai berikut:
a. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih
dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang
dipakai berulang, jika akan dibuang.
d. Untuk alat bekas pakai yang akan dibuang , setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
e. Peralatan non kritikal yang terkontaminas , dapat di disinfeksi menggunakan
alkohol 70%. Peralatan semi kritikal di disinfeksi atau disterilisasi, sedangkan
peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi.
f. Untuk peralatan yang besar seperti USG, dan X-Ray dapat didekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

4. Pengendalian lingkungan
 Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya
perbaikan kualitas udara, kualitas air dan permukaan lingkungan serta desain dan
konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada
pasien, petugas dan pengunjung.
 Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk
pembersihan , disinfeksi permukaan lingkungan , tempat tidur, peralatan di samping
tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan pastikan
kegiatan ini di monitor.
 RS harus mempunyai disinfektan standar untuk menghalau patogen dan
menurunkannya secara signifikan di permukaan terkontaminasi sehingga
memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfeksi adalah membunuh secara fisika
dan kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora.
 Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan tidak dapat
didisinfeksi, sebelum dibersihkan dari bahan organik (ekskresi, sekresi pasien,
kotoran.
 Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi, menurunkan pencemaran
lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan disinfektan, waktu kontak dan cara
pengencerannya.
 Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran nafas,
hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah)
dan mop (untuk pembersihan kering/lantai), bila dimungkinkan mop terbuat dari
microfiber. Mop untuk ruang isolasi, harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi
untuk ruangan lainnya.
 Larutan disinfektan yang biasa dipakai di Rumah Sakit adalah Natrium Hipoklorit
0,05%-0,5% (pemutih). Bila adacairan tubuh, alkohol digunakan untuk area sempit,
larutan peroksida (H2O2) 0,5-1,4% untuk ruang rawat dan 2% untuk permukaan
kamar operasi, sedangkan 5-35% (dry mist) untuk udara.
 Pembersihan area sekitar pasien:
a. Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari,
termasuk setiap kali pasien pulang/ keluar dari fasyankes (terminal
dekontaminasi)
b. Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh
tangan.
c. Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap satu bulan atau sesuai dengan
kondisi hunian ruangan.
 Pengelolaan alat medik bersih dengan yang kotor harus terpisah. Persiapan
pemasangan infus dan suntikan dilakukan di ruang bersih dan terpisah dari ruang
prosedur kotor. Harus tersedia ruang sterilisasi alat medik. Semua alat steril harus
disimpan di lemari/ wadah tertutup dan bebas debu dan kuman. Alat disposable tidak
boleh diproses/dicuci, tetapi langsung dibuang di tempat sampah sesuai jenis
limbahnya, baik yang infeksius maupun yang non infeksius.
 Pengelolaan makanan
a. Pengelolaan makanan pasien harus dilakukan oleh tenaga terlatih. Semua
permukaan di dapur harus mudah dibersihkan dan tidak mudah menimbulkan
jamur.
b. Tempat penyimpanan bahan makanan kering harus memenuhi syarat
penyimpanan bahan makanan, yaitu bahan makanan tidak menempel ke lantai,
dinding maupun ke atap.
c. Makanan hangat harus dirancang agar bisa segera dikonsumsi oasien sebelum
menjadi dingin. Makanan dirancang higienis hingga siap dikonsumsi oleh pasien.

5. Pengelolaan Limbah
a. Tujuan pengelolaan limbah, yaitu:
 Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar serta
fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
 Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif,gas, limbah
infeksius,limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.
b. Proses pengelolaan limbah
 Identifikasi jenis limbah
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair dan gas. Sedangkan
kategori limbah medis padat terdiri dari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik, limbah
farmasi, limbah dengan kandungan logam berat,limbah kimia dan limbah
radioaktif.
 Pemisahan limbah
Pemisahan limbah dimulai dari awal limbah dihasilkan dengan memisahkan
limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya,
antara lain:
 Limbah infeksius: limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh
dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning.
 Limbah non infeksius: limbah yang tidak terkontaminasi darah dan cairan
tubuh dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
 Limbah benda tajam: limbah yang memiliki permukaan tajam, dimasukkan ke
dalam wadah tahan tusuk dan air.
 Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan / pojok limbah cair
(spoelhoek).
- Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius di ruangan:
 Harus tertutup
 Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
 Bersih dan dicuci setiap hari
 Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
 Jarak antar wadaj limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan tidak
boleh di bawah tempat tidur pasien.
 Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
 Pengangkutan
 Pengangkutan limbah harus menggunakan trolli khusus yang kuat, tertutup
dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD
ketika mengangkut limbah.
 Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak memungkinkan
atur waktu pengangkutan limbah.
 Tempat penampungan limbah sementara
 Tempat penampungan limbah sementara (TPS) harus di area terbuka,
terjangkau oleh kendaraan , aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi
kering.
 Setiap hari limbah diangkut dari TPS minimal 2x sehari
 Pengelolaan limbah
 Limbah infeksius dimusnahkan dengan insinerator.
 Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
 Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insinerator.
 Limbah cair dibuang ke spoelhoek
 Limbah feses, urine, darah dibuang ke spoelhoek
 Penanganan limbah benda tajam/ pecahan kaca
 Jangan menekuk/ mematahkan benda tajam
 Jangan meletakkan limbah benda tajam di sembarang tempat.
 Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia, tahan tusuk , tahan
air dan tidak bisa dibuka lagi.
 Selalu dibuang sendiri oleh si pemakai.
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai (recapping)
 Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
 Pembuangan benda tajam
 Wadah benda tajam merupakan limbah medis dan harus dimasukkan ke dalam
kantong medis sebelum insinerasi.
 Idealnya semua benda tajam dapat diinsinerasi, tetapi bila tidak mungkin
dapat dikubur dan dikapurisasi bersama limbah lain.

6. Penatalaksanaan linen
a. Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi
adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda
tajam.
b. Petugas yang menangani linen harus mengunakan APD (sarung tangan rumah tangga,
apron, masker dan sepatu tertutup).
c. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh,
pemisahahn dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
d. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus ,
dimasukkan kantong kuning dan diangkut secara hati-hati agar tidak terjadi
kebocoran.
e. Buang terlebih dahulu kotoran seperti feces ke spoelhoek atau toilet dan segera
tempatkan linen terkontaminasi kedalam kantong kuning/ infeksius. Pengangkutan
dengan troli yang terpisah.
f. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry terpisah dengan
linen yang sudah bersih.
g. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk ke dalam mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
h. Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2
tahap yaitu menggunakan detergen dan selanjutnya dengan natrium hipoklorit
(klorin) 0,5%. Apabila dilanjutkan dengan perendaman , maka harus diletakkan di
wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.

7. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan


a. Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga
kesehatan maupun tenaga non kesehatan.rumah sakit harus mempunyai kebijakan
untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien,
yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan
pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan.
b. Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya
trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah
prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
c. Jangan melakukan penutupan kembali (recapping) jarum yang telah dipakai,
memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari spuit.
Buang jarum, spuit, scalpel, pisau dan peralatan tajam habis pakai lainnya ke dalam
wadah khusus yang tahan tusukan/ tidak tembus sebelum dimasukkan ke dalam
insinerator.
d. Tatalaksana pajanan:
 Bila tertusuk jarum, segera bilas dengan air mengalir dan sabun/ cairan antiseptik
sampai bersih.
 Bila darah/ cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan, cuci
dengan sabun dan air mengalir.
 Bila darah/ cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air
beberapa kali.
 Bila terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) dengan posisi
kepala miring ke arah mata yang terpercik.
 Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
 Bagian tubuh yang tertusuk, tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut.
8. Penempatan pasien
a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
(droplet, airborne, kontak) sebaiknya ruangan tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruangan tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem kohorting. Jarak antara tempat tidur
minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Tim PPI.
d. Semua ruangan terkait kohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya.
e. Pasien yang tidak dapa menjaga kebersihan diri atau lingkungannya, seyogyanya
dipisahkan tersendiri.
f. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya
transmis penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
g. Pasien HIV tidak diperkenankan rawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan, tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.

9. Hygiene respirasi/Etika batuk


a. Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi
airborne dan droplet.
b. Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:
 Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas bagian
dalam baju anda.
 Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
10. Praktik menyuntik yang aman
a. Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan, berlaku juga
pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba
saat obat dipakai pada pasien lain.
b. Jangan lupa membuang spuit dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan
benar.
c. Hati-hati dengan pemakaian obat untuk perina dan anestesi karena berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
d. Rekomendasi penyuntikan yang aman :
 Menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat-alat injeksi
 Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien
walaupun jarum suntiknya diganti.
 Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan
satu prosedur.
 Gunakan cairan pelarut hanya untuk satu kali.
 Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila memungkinkan).
 Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau
mencampur obat-obat sisa dari vial/ ampul untuk pemberian berikutnya.
 Bila harus menggunakan obat-obat multidose, harus seuai dengan rekomendasi
dari pabrik yang membuat.
 Simpan obat-obat multidose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang
membuat.
 Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari satu pasien.
11. Praktik lumbal punksi yang aman
a. Semua petugas harus menggunakan masker bedah , gaun bersih, sarung tangan
steril saat akan melakukan tindakan lumbal punksi, anestesi spinal, epidural,
pasang kateter vena sentral.
b. Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet
flora orofaring yang dapat menimbulkan meningitis bakterial.
BAB V
LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS


1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
- Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei
bulanan,form SPO surveilens,buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan
pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Penditribusian
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.

6.2. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety) :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

6.3. Keselamatan Umum


Aturan Umum Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran infeksi,
langkah – langkahnya sebagai berikut :
1. Tuangkan Cairan anti septik / sabun ke telapak tangan secukupnya.
2. Gosokkan kedua telapak tangan.
3. Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.
5. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
8. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
9. Keringkan kedua tangan dengan tissue.

Dengan memperhatikan 5 moment mencuci tangan sebagai berikut :


1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah kontak darah dan cairan tubuh
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

6.4. Alat Pelindung Diri


Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:
1. Sarung tangan
Untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi
pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.Sebelum memakai
sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan
menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung
tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya untuk menghindari
kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan
yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor
kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman.
2. Masker
Harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut
pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.
Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif
untuk mencegah kedua hal tersebut.
3. Alat pelindung mata
Untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (google) plastik bening, kacamata
pengaman, pelindung wajah dan visor.

21
Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah,
jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja
ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat
menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4. Penutup kepala
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut
tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Penutup kepala harus cukup besar untuk
menutup semua rambut.Meskipun penutup kepala dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya
dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5. Gaun pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan
kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai
saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai gaun pelindung.
6. Apron
Terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian
depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah
gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien
atau melakukan prosedur di mana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi.
Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
7. Pelindung kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang
mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam
atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Cara Mengenakan APD di Ruang Kohort :


1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2. Kenakan pelindung kaki.
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4. Kenakan gaun luar.
5. Kenakan celemek plastik.
6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.
9. Kenakan pelindung mata.

Cara Melepas APD :


1. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.
2. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki.
3. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
4. Lepaskan celemek.
5. Lepaskan gaun bagian luar.
6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.
7. Lepaskan pelindung mata.
8. Lepaskan penutup kepala.
9. Lepaskan masker.
10. Lepaskan pelindung kaki.
11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.
12. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
6.5. Prosedur penanganan pajanan di tempat kerja
 Bila tertusuk jarum, segera bilas dengan air mengalir dan sabun/ cairan antiseptik sampai
bersih.
 Bila darah/ cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan, cuci dengan
sabun dan air mengalir.
 Bila darah/ cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air
beberapa kali.
 Bila terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) dengan posisi kepala
miring ke arah mata yang terpercik.
 Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
 Bagian tubuh yang tertusuk, tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :
7.1. Definisi
Indikator adalah: ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah
yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam
situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat
performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
– Keprofesian
– Efisiensi
– Keamanan pasien
– Kepuasan pasien
– Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
– Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
– Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
– Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
– Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
– Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga
dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

26
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal yang harus
diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan
berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya
dan dana masih merupakan kendala di Rumah Sakit.

Namun keterbatasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan baku
prosedur pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien. Dengan memiliki
pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan memiliki
perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang
tersedia secara tepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi nosokomial secara
berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap rumah sakit.

Вам также может понравиться