Вы находитесь на странице: 1из 100

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian balita (AKABA) merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan suatu negara.Tujuan Pembangunan Millenium (Millenuim Development
Goals) 2000-2015 dan sekarang dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals
(SDGs) 2015-2030 berkomitmen untuk menurunkan angka kematian balita 12/1.0000
kelahiran hidup (SDG,s , 2015). Menurut World Health Organization (WHO) 54%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.Berbagai penelitian
telah membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kematian balita
dengan kekurangan gizi. Keadaan gizi yang kurang atau buruk akan menurunkan daya
tahan anak sehingga anak mudah sakit hingga bisa berakibat pada kematian (Depkes,
2010).
Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan
kesehatan sebuah negara dalam membangun sumber daya yang berkualitas (Depkes
RI, 2009).Gizi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak harus
memperhatikan kecukupan pangan yang esensial baik secara kalitas maupun kuantitas
(Moersintowati dkk, 2010). Zat gizi sangat penting bagi kehidupan dan memegang
peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak anak pada masa bawah
lima tahun (Balita). Periode kritis perkembangan otak anak yaitu sejak masa
kehamilan hingga 3 tahun pertama kehidupan.Masa ini disebut juga sebagai windows
of opportunity, yang berdampak buruk bila tidak diperhatikan, tetapi berdampak baik
jika masa tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kekurangan gizi pada fase
pertumbuhan akan menghasilkan manusia dewasa dengan kualitas SDM rendah. Jadi
anak usia dini haruslah diberi jatah utama dalam distribusi makanan keluarga, bukan
mendapat sisa-sisa konsumsi keluarga (Sediaoetama, 2009). Gagal tumbuh yang
terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada
kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki (Hadi, 2005). Dan apabila ketidakcukupan
zat gizi tersebut berlangsung lama maka cadangan jaringan akan digunakan untuk
memenuhi ketidakcukupan itu, kemudian timbul penurunan jaringan yang ditandai
dengan penurunan berat badan, dan akan terjadi perubahan secara anatomi yang
tampak sebagai gizi kurang (Supariasa, dkk, 2002).
Masalah gizi pada hakikataya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja.Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait
(Supariasa, 2012).
Salah satu indikato kesehatan yang dinila keberhasilan pencapaiannya dalam
MDGs adalah status gizi. Status gizi diukur berdasarkan umur (U), berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan dalam bentuk
tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
(Dinkes Prov. Jateng, 2012).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang
akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam
proses pemulihan (Dinkes Prov. Jateng, 2012).
Status gizi baik apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang seimbang dalam
jumlah yang cukup. Status gizi kurang apabila terjadi kekurangan karbohidrat, lemak,
protein, dan vitamin. Status gizi lebih jika terdapat ketidakseimbangan antara
konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang ber- lebihan dapat
menimbulkan overweigth dan obesitas (Nilsapril, 2008).
Konsumsi gizi yang baik dan cukup seringkali tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak
karena faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal menyangkut keterbatasan
ekonomi keluarga sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli makanan.
Sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat didalam diri anak yang secara
psikologis muncul sebagai problema makan pada anak.
Prevalensi nasional gizi buruk pada balita Indonesia adalah 5,4% dan Gizi
Kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%),
maupun target Millenium Depelovment Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada
tahun 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk
dan gizi kurang diatas prevalensi nasional, kabupaten/kota dengan prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang pada balita tertinggi adalah aceh tenggara (48,7%). Sedangkan
kabupaten/kota dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita terendah
adalah kota Tomohon (4,8%). Prevalensi Nasional gizi lebih pada balita adalah 4,3%.
Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi gizi lebih pada balita diatas prevalensi
nasional, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka
belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Sulawesi selatan, Maluku dan Papua. Secara bersama-sama,
prevalensi nasional Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek (stunting) adalah 36,8%.
Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek
diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat (Naurarc, 2012).
Berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2016, ditjen. Kesehatan masyarakat,
kemenkes RI, 2017 prevalensi status gizi balita usia 0-59 bulan diprovinsi Kalimantan
Selatan berdasarkan indeks BB/TB atau BB/PB pada tahun 2015 sangat kurus(3,9%),
kurus(10,2%), normal(79,8%), gemuk(6,1%) dan pada tahun 2016 sangat
kurus(2,6%), kurus(8,4%), normal(84,5%), gemuk(4,5%).Ini menunjukan bahwa
masalah kurang gizi masih menjadi masalah utama di Kalimantan Selatan dan perlu
mendapatkan perhatian serius untuk mengatasinya dan mencegah meningkatnya kasus
kurang gizi tersebut.
Data riskesdas 2013 provinsi Kalimantan selatan pada Kabupaten barito kuala
menunjukkan prevalensi status gizi balita BB/TB menurut kabupaten/kota bahwa
sangat kurus(2,4%), kurus(7,7%), normal(81,1%), dan gemuk(8,8%).
Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua yaitu faktor tidak
langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara lain adalah kemiskinan,
pendidikan dan pengetahuan yang mempengaruhi ketersediaan pangan dan pelayanan
kesehatan. Faktor langsung antara lain asupan makanan dan penyakit infeksi. Kedua
faktor tersebut sangat mempengaruhi status gizi seseorang (Supariasa dkk, 2002).
Intake gizi yang baik berperan penting di dalam mencapai pertumbuhan badan
yang optimal. Dan pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula pertumbuhan
otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang. Faktor yang paling terlihat pada
lingkungan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi-gizi yang
harus dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Ibu biasanya justru membelikan
makanan yang enak kepada anaknya tanpa tahu apakah makanan tersebut
mengandung gizi-gizi yang cukup atau tidak, dan tidak mengimbanginya dengan
makanan sehat yang mengandung banyak gizi.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Penyebab utama infeksi
diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup (organism). Kuman-kuman ini menyebar
dengan berbagai cara dan vector. (Wardhani, 2018)
Penyakit infeksi dapat dikatakan sebagai pemula terjadinya kurang gizi
sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran
pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit.Kaitan penyakit
infeksi dengan keadaan kurang gizi adalah hubungan sebab akibat.Penyakit infeksi
dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah
infeksi. Penyakit yang umum terkait dengan masalah gizi antara lain diare,
tuberculosis, campak dan batuk (Supariasa dalam Hakim, 2002:187).
Data World Health Statistics menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian
Khusunya balita disebabkan oleh penyakit infeksi (seperti diare, pneumonia, campak,
malaria) dan malnutrisi.Menurut UNICEF penyakit infeksi merupakan penyebab
kematian utama. Dari 9 juta kematian pada balita per tahunnya di dunia,lebih dari 2
juta di antaranya meninggal akibat penyakit ISPA.WHO melaporkan lebih dari 50%
kasus penyakit infeksi berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan,
tiga per empat kasus penyakit infeksi pada balita berada di 15 negara berkembang.
Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan anak di Indonesia.Terbukti,
angka kesakitan dan angka kematian anak akibat penyakit tersebut masih cukup
tinggi. Daya tahan tubuh balita yang masih rendah mengakibatkan anak mudah sekali
terserang berbagai penyakit infeksi.(Meadow R dalam kawengian, dkk. 2015)
Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.Pada
kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan
sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk
semua anggotanya.Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan
kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan
yang cukup jumlah dan mutunya.
Berdasarkan Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2013 skor PPH provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013 mencapai
91,61% yang berarti masih berada di bawah skor maksimal yaitu 100%.Masalah gizi
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks.
Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga
menyediakan pangan di dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang
dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah
tangga.Salah satu penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah akibat pola
asuh anak yang kurang memadai (Soekirman, 2000).
Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga,
merawat dan mendidik anak yang masih kecil.Menurut Wagnel dan Funk
menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan
menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster
yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah
kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap
mereka yang di asuh (Sunarti, 1989).
Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-
5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan
dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini
dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan
intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi
dewasa.Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat
pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi.Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan
pengasuhan oleh ibunya.Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama
kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak (Santoso, 2005).
Informasi di atas menunjukkan bahwa prevalensi status gizi bisa mengalami
penurunan dan kenaikan. Keadaan ini perlu disadari karena terjadinya masalah gizi
sangat terkait dengan berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain adanya penyakit
infeksi seperti diare, tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),
demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan lain-lain yang terkait dengan faktor
sanitasi lingkungan. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik juga
memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit infeksi yang akhirnya dapat
mempengaruhi status gizi.Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air
bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada
setiap keluarga.Semakin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, semakin
kecil risiko anak untuk terkena penyakit kurang gizi.
Sanitasi merupakan bagian penting dalam pengolahan makanan yang harus
dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan
penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang
berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Masalah sanitasi termasuk
masalah yang kompleks sehingga senantiasa berubah dari waktu ke waktu.Kesehatan
manusia hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan jika manusia tersebut
terpapar terhadap faktor lingkungan pada tingkat yang tidak dapat ditenggang
keberadaannya.(Mulia, 2005).
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan suatu negara. Data badan pusat statistik (BPS) menyebutkan
bahwa pada tahun 2006, tingkat ekonomi nasional mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi sebesar
5,7% dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 5,5%. Namun pertumbuhan
ekonomi nasional mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007 menjadi
6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan pada tahun
2008 yaitu sebesar 6,1% lebih tinggi dari tahun 2007, dan pada tahun 2009 meningkat
sebesar 4,5%, dan meningkat sebesar 6,1% pada tahun 2010 (Depkes RI, 2010).
Salah satu karakteristik keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga.Keluarga
dengan status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan dan
gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada anak balita
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2012).
Menurut Suhardjo 2007 kurangnya konsumsi pemberian pangan dan kualitas
gizi yang diberikan oleh keluarga mempengaruhi status gizi balita dan terdapat faktor
faktor, antara lain saling berkaitan satu sama lain. Dari faktor tersebut diantaranya ibu
yang tingkat pendidikannya tinggi, ibu yang 3 pengetahuannya luas, usia ibu dan
pekerjaan ibu. Dari semua faktor ini sangat menentukan keberhasilan pemberian
makanan pada bayi dan balita, karena seorang ibulah yang sangat berperan dalam
mengatur konsumsi pemberian makanan anak.Anak yang diberikan makanan
pendamping ASI setelah berumur 6 bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya
tahan tubuh lebih kuat, mengurangi resiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan
jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka
kematian bayi, mengganggu sistem pencernaan pada bayi, dan apabila terlambat
memberikan juga akan membuat bayi kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Makanan
Pendamping ASI (MPASI) perlu diberikan tepat waktu. Bila terlalu dini, berikut
dampak negatifnya karena dapat menyebabkan diare atau susah BAB, Obesitas, Kram
usus, Alergi makanan, konstipasi dan apabila terlambat anak mengalami Kekurangan
nutrisi serta Kemampuan oromotor kurang terstimulasi (Wawa, 2012).
Sikap atau perilaku merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat di katakana bahwa kesiapan yang di
maksudkan merupakan kecendrungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu
apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.(
Devi,2016).
Penyebab timbulnya masalah gizi salah satunya yaitu status gizi yang dipengaruhi
oleh berbagai hal diantaranya umur, tingkat pendidikan, status gizi balita dan sanitasi
lingkungan yang meliputi kualitas sumber air dan kebersihan jamban (Suharyono,
2008).
Salah satu perilaku yang berkaitan dengan kesehatan adalah PHBS. PHBS
adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapa tmenolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. ( Naura,2012).
Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Hubungan asupan makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola
asuh ibu, kesehatan lingkungan, tingkat pendapatan, pengetahuan ibu, serta perilaku
hidup bersih dan sehat Lingkungan dengan Status Gizi pada Anak Balita.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Apakah ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di desa X
?
2. Apakah ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi pada balita di Desa X ?
3. Apakah ada hubungan ketersediaan pangan dengan status gizi balita di Desa X ?
4. Apakah ada hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di wilayah
Desa X ?
5. Apakah ada hubungan kesehatan lingkungan dengan status gizi pada anak balita di
desa X?
6. Apakah ada hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita di
Desa X ?
7. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi pada bayi ?
8. Apakah ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan status gizi
balita di Desa X ?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di desa
X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menilai status gizi balita di Desa X.
b. Untuk menilai asupan makanan balita di Desa X.
c. Untuk mengidentifikasi penyakit infeksi pada balita di Desa X.
d. Untuk menilai ketersediaan pangan keluarga di Desa X.
e. Untuk mendeskripsikan pola asuh balita di Desa X.
f. Untuk mendeskripsikan kesehatan lingkungan keluarga di Desa X.
g. Untuk menghitung pendapatan keluarga di Desa X.
h. Untuk menilai pengetahuan Ibu di Desa X.
i. Untuk mendeskripsikan perilaku hidup bersih dan sehat di Desa X.
j. Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dengan status gizi balita di desa
X.
k. Untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi dengan status gizi pada balita di
Desa X.
l. untuk mengetahui gambaran ketersediaan pangan dengan status gizi balita di
Desa X.
m. Untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di
wilayah Desa X
n. Untuk mengetahui hubungan kesehatan lingkungan keluarga dengan status
gizi pada balita didesa X.
o. untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi
balita di Desa X.
p. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi pada balita di Desa
X.
q. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan
statusgizi di Desa X.

D. HIPOTESIS
1. Ada hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita di desa X
2. Ada hubungan antara penyakit infeksi terhadap status gizi balita di Desa X.
3. Ada hubungan ketersediaan pangan keluarga dengan status gizi balita di Desa X
4. Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di wilayah Desa
X.
5. Ada hubungan kesehatan lingkungan dengan status gizi pada anak balita di desa X
6. Ada hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita di Desa X
7. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita di Desa X.
8. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan status gizi di Desa X

E. MANFAAT PENELITIAN
1 Manfaat bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan menjadi masukkan dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah terutama Dinas Kesehatan untuk meningkatkan kegiatan promosi
kesehatan pada status gizi anak balita.
2 Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah
pengetahuan mengenai status gizi pada balita.
3 Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan serta pemahaman peneliti tentang hubungan asupan
makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh ibu, kesehatan
lingkungan, tingkat pendapatan, pengetahuan ibu serta perilaku hidup bersih dan
sehat dengan status gizi pada balita.
4 Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan
tentang status gizi balita sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BALITA

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris. H, 2012). Menurut
Sutomo. B. Dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita , anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air
dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun
kemampuan lain masih terbatas.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat


sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.Anak balita
ini justu merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan
zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan dan kualitas hidup anak sangat
tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2014).

Di Indonesia anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk


penyakit kurang energi protein (KEP) dan defisiensi vitamin A serta anemia defesiensi
Fe.Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagaaai upaya kegiatan perbaikan gizi
dan kesehatan laiinnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkurang yang
ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang sibuk semua (Sedioetama,
2014).

2.2. STATUS GIZI

2.2.1 Pengertian Gizi

Pengertian gizi dalam kesehatan reproduksi adalah bagaimana seoarang

individu, mampu untuk mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh

tubuhnya, agar individu tersebut tetap berada dalam keadaan sehat dan baik secara

fisik atau mental.Serta mampu menjalankan sistem metabolisme dan reproduksi,


baik fungsi atau prosesnya secara alamiah dengan keasan tubuh yang sehat

(Marmi, 2013).

2.2.2 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara

jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh

tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan,

aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya) (Suyanto, 2009).Status gizi dapat

pula diartikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari

keseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi,

2013).

a. Energi

Energi merupakan kebutuhan yang terutama apabila tidak tercapai, diet

protein, vitamin, dan mineral tidak dapat dipergunakan secara efektif

dalam berbagai fungsi metabolik.Energi dibutuhkan untuk mendukung

pertumbuhan, perkembangan, aktifitas otot, fungsi metaboliknya (menjaga

suhu tubuh, menyimpan lemak tubuh). Sumber energi berasal dari

karbohidrat, protein, lemak menghasilkan kalori masing-masing, sebagai

berikut: karbohidrat 4 kkal/g, protein 4 kkal/g dan lemak 9 kkal/g.

Kebutuhan energi bervariasi tergantung aktifitas fisik, remaja yang kurang

aktif dapat menjadi kelebihan berat badan (BB) atau mungkin

obesitas.Asupan energy yang rendah menyebabkan retardasi pertumbuhan,

berat badan (BB) rendah, dan starvasi (Soetjiningsih, 2004). Starvasi

adalah suatu keadaan dimana terjadinya kekurangan asupan energi dan

unsur-unsur nutrisi essensial yang diperlukan tubuh dalam beberapa hari


sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan proses

metabolisme didalam tubuh (Syahputra, 2003).

b. Protein

Protein diperlukan untuk sebagian besar proses metabolik, terutama

pertumbuhan, dan maintenen atau merawat jaringan tubuh. Protein

mensuplai sekitar 12%-14% asupan energi selama masa anak dan

remaja.Kebutuhan sehari-hari yang direkomendasikan pada remaja

berkisar antara 44-59 gram, tergantung jenis kelamin dan umur.

c. Lemak

Lemak berperan penting sebagai komponen struktural dan fungsional

membran sel, yang meliputi berbagai segi dari metabolisme.Lemak juga

sebagai sumber asam lemak esensial yang diperlukan oleh pertumbuhan,

karena merupakan sebagai sumber suplai energi yang berkadar tinggi dan

pengangkut vitamin yang larut dalam lemak.Lemak esensial juga

dibutuhkan oleh tubuh sekitar 3% dari total energi.Kebutuhan lemak

dihitung sekitar 37% dari asupan energi total remaja, baik laki-laki

maupun perempuan. Asupan lemak yang kurang adekuat, akan terjadi

defisiensi asal lemak esensial dan nutrien yang larut dalam lemak, serta

terjadinya pertumbuhan yang buruk sebaliknya, jika kelebihan asupan

akan berisiko kelebihan berat badan (BB), obesitas, mungkin bisa

meningkatkan penyakit kardiovaskuler nantinya. Sumber lemak yang

dapat dikonsumsi adalah lemak jenuh (mentega), asam lemak tak jenuh tak

tunggal (minyak olive), asam lemak tak jenuh ganda (minyak kacang

kedelai), kolestrol (hati, ginjal, otak, kuning telur, daging, unggas, ikan,

dan keju) (Soetjiningsih, 2004).


d. Karbohidrat

Sumber terbesar energi tubuh adalah karbohidrat yang menjadi bagian dari

bermacam-macam struktur sel dan substan dan komponen primer diet

serat.Karbohidrat disimpan sebagai glikogen atau diubah menjadi lemak

tubuh. Sumber karbohidrat yang baik adalah karbohidrat simple atau

(buah-buahan, sayur-sayuran, susu, gula, pemanis berkalori lainnya), dan

karbohidrat kompleks (produk padi-padian dan syur-sayuran). Asupan

yang tidak adekuat menyebabkan ketosis. Ketosis adalah suatu keadaan

tubuh, yang terjadi sebagai akibat dari kurangnya kadar karbohidrat dalam

tubuh. Sebaliknya asupan yang berlebihan mengarah pada kelebihan kalori

(Soetjiningsih, 2004).

e. Serat

Fungsi serat pada tubuh adalah untuk melancarkan proses pengeluaran dari

tubuh. Sumber yang baik dari diet adalah, produk padi-padian, beberapa

jenis buah dan sayur, kacang-kacangan kering, dan biji-bijian. Bila

kekerungan asupan serat makan akan menyebabkan konstipasi, sebaliknya

jika kelebihan mungkin menimbulkan absorbsi mineral berkurang

(Soetjiningsih, 2004).

f. Mineral

Kebutuhan mineral seluruhnya meningkat pada masa kerja tumbuh

remaja.Mineral berperan penting pada kesehatan, kalsium, zat besi, dan

seng, khususnya penting pada masa pertumbuhan dan perkembangan

(Soetjiningsih, 2004). 17

g. Vitamin
Vitamin A merupakan nutrien yang larut dalam lemak, esensial untuk

mata, tulang, pertumbuhan, pertumbuhan gigi, diferensial sel, reproduksi

dan integritas sistem imun. Sumber vitamin A yang baik adalah, karoten

(sayur daun hijau tua, buah dan sayur kuning dan orange), makanan yang

diperkaya dengan vitamin A dan susu.

Vitamin C berfungsi dalam pembentukan kolagen tulang dan gigi, dan

melindungi vitamin lain dan mineral dari oksidasi (antioksidan). Asupan

perhari vitamin C yaitu, 50 mg/hari untuk remaja usia 11-14 tahun pada

laki-laki, dan 60 mg/hari untuk usia 15-18 tahun pada perempuan. Sumber

vitamin C yaitu, buah-buahan segar seperti jeruk, tomat, kentang, sayur

hijau tua dan strawberi yang dijus merupakan sumber vitamin C yang

sangat baik.

Vitamin E fungsinya sebagai antioksidan.Sumber vitamin E yang baik

dalam diet, minyak dan lemak sayur-sayuran, beberapa produk sereal,

kacang-kacangan dan beberapa ikan laut (Soetjiningsih, 2004).

2.2.3 Klasifikasi dan Indikator Status Gizi


Klasifikasi status gizi anak balita dapat dibedakan menjadi :
1) Gizi Baik
Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan
kebutuhan aktifitas tubuh. Adapun ciri-ciri anak berstatus gizi baik dan
sehat adalah sebagai berikut (Zulaikhah, 2010) :

a) Tumbuh dengan normal


b) Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya
c) Mata bersih dan bersinar
d) Bibir dan lebih tampak segar
e) Nafsu makan baik
f) Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering
g) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
2) Gizi Kurang
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang, status
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-
zat gizi yang digunakan secar efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan
secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak


terpenuhinya asupan makanan.Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang
mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih dalam tubuh
(Almatsier, 2005).

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya


kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang
dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja,dan sulitnya seseorang dalam
menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo,
2005).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi
oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena
tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi
dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi
antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat
Kekurang Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 2012).

3) Gizi Lebih
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang
mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah
asupan energi yang disimpan dalam beentuk cadangan berupa lemak.Ada
yang menyebutkn bahwa masalah gizi lebih indentik dengan
kegemukan.Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat
berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dam masih
banyak lagi (Soerjodibroto, 2004).
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas
IMT untuk dikategorikan overweight adalah antar 25,1-27,0 kh/mg2,
sedangkan obesitas adalah >27,0 kg/m2. Kegegmukan (obesitas) dapat
terjadi mukai dari masa bayi, anak-anak, sampai usia dewasa. Kegemukan
pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun
pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika
menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula.
Kegemukaan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut
berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara terhadap akan
terus mengalami kegemukan dari masa anak-anak terjadi sejak anak
tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara
terhadap akan terus mengalami kegemukan sampai usia dewasa.
Kegemukan pada manusi dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami
kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 2012).
2.2.4 Kelompok Rentan Masa Gizi
Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Notoatmodjo, 2005) :
1. Kelompok bayi, umur 0-1 tahun
2. Kelompok dibawah 5 tahun (balita), umur 1-5 tahun
3. Kelompok anak sekolah, umur 6-12 tahun
4. Kelompok remaja, umur 13-20 tahun
5. Kelompok ibu hamil dan menyusui
6. Kelompok lansia (lanjut usia)
Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Sediaoetama, 2007) :
1. Bayi (0-1 tahun)
2. Balita (1-5 tahun)
3. Anak sekolah (6-13 tahun)
4. Remaja (14-20 tahun)
5. Ibu hamil dan ibu menyusui
6. Manula (usia lanjut)
Kelompok-kelompok rentan gizi ini menurut (Rimbawan dan Baliwati,
2004) :
1. Lokasi tempat tingkat (rawan ekologis/daerah terpencil)
2. Rawan biologis (umur dan jenis kelamin)
3. Bayi dan anak sekolah
4. Wanita hamil dan menyusui
5. Penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan
2.2.5 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang

diperoleh dengan mengunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu

populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih

(Hartriyanti dan Triyanti, 2010). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Penilaian Langsung

a. Antropometri

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi.Secara umum digunakan untuk melihat ketidak

seimbangan asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

1. Prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah

sampel yang benar

2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli

3. Alatnya murah, mudah dibawa dan tahan lama

4. Metode ini tepat dan akurat

5. Dapat menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang

dan buruk

7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu


Disamping itu pengukuran antropometri juga memiliki

kelemahan yaitu :

1. Tidak sensitif

2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik) dapat menurunkan

spesifikasi dan sensitifitas pengukuran.

3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisu dan akrasi serta validasi pengukuran

antropometri.

4. Kesalahan dapat terjadi karena pengukuran, perubahan hasil

pengukuran, baik fisik maupun komposisi jaringan.

5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan petugas yang

tidak cukup, kesalahan alat dan kesulitan pengukuran.

Ada 2 jenis ukuran antropometri yaitu ukuran linier dan ukuran

massa jaringan. Ukuran linier adalah yang berhubungan dengan

panjang.Contoh ukuran linier adalah panjang badan, lingkar dada dan

lingkar kepala, ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan

keaddaan gizi yang yang kurang baik akibat kekurangan energi dan

protein yang diderita waktu lampau (Poltekkes Depkes Malang,

2010).

Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh

ukuran massa jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas, dan

tebal lemak dibawah kulit. Apabila ukuran ini rendah atau kecil,

menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan akibat

kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran

dilakukan (Poltekkes Depkes Malang, 2010).


2. Penilaian Tidak Langsung

a. Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah suatu metode penentuan

status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat

gizi yang dikonsumsi.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat, keluarga, dan individu.Survey ini dapat mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2012).

Secara umum survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk

mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan

perorangan umum survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk

mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan

perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi

makanan tersebut. Secara lebih khusus, survey konsumsi digunakan

untuk berbagai macam tujuan yaitu menentukan tingkat kecukupan

konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat, menentukan

status kesehatan dan gizi keluarga dan individu, menentukan

pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan,

sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi, sebagai

sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang berisiko

tinggi mengalami kekurangan gizi dan menentukan perundan-

undangan yang berkenan dengan makanan, kesehatan dan gizi

masyarakat (Supariasa, 2012).


Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran

konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu

bersifat kualitatif dan kuantitatif :

a) Metode Kualitatif

Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk

mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis

makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan

(food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan

tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi mkanan bersifat

antara lain :

1) Metode frekuensi makanan (food frequency)

2) Metode dietary history

3) Metode telpon

4) Metode pendaftaran makanan (food list)

b) Metode Kuantitatif

Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi

dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar

komposisi bahan makanan (DKBM) atau daftar lain yang

diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar

Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan

Minyak. Metode pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara

lain :

- Metode recall 24 jam

- Perkiraan makanan (estimated food records)

- Penimbangan makanan (food weighing)


- Metode food account

- Metode inventaris (inventoru method)

- Pencatatan (Household food record)

2.1.6 Jenis dan Parameter Status Gizi

Parameter antropometri adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia. Dalam

antropometri gizi, beberapa parameter yang banyak dikenal, yaitu : umur, berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar kepala, dan

jaringan lunak (Poltekkes Depkes Malang, 2014).

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.Indeks

antropometri bisa merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi.

Parameter yang berkaitan dengan pengukuran indeks massa tubuh, terdiri

dari :

a. Berat Badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan

mineral pada tulang.Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan

protein otot menurun. Berat badan adalah salah satu memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan

yang sangat mendadak.Berat badan adalah parameter antropometri sangat

labil.

Dengan keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur.Sebaliknya dalam keadaan

abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan besar badan, yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal (Supriasa, 2012).
Cara mengukur berat badan yaitu letakkan timbangan pada lantai

yang datar, pakaian seminimal meungkin, sepatu atau sandal harus

dilepaskan, periksa timbangan yang akan dipakai, harus selalu diingat

bahwa jarum harus menunjukkan skala 0 (nol), sampel berdiri diatas

timbangan. Sampel harus berdiri tegak dengan pandangan kedepan, lihat

angka pada timbangan yang menunjukkan berat badan dan catat berat badan

yang didapat dengan teliti. Kelebihan parameter berat badan adalah lebih

mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk

mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berkualitas, sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan,

sedangkan kelemahan parameter berat badan adalah dapat mengakibatkan

interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites,

didaerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit

ditaksir secara baik karena pencatatan umur yang belum baik, memerlukan

data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun,

sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan pada saat pertimbangan, secara operasional sering mengalami

hambatan karena masalah sosial budaya setempat (Supariasa, 2012).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang

digunakan dilapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu

mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lainnya,

mudah diperoleh dan relatif murah harganya, ketelitian penimbangan

sebaiknya maksimal 0,1 kg, skala mudah dibaca.

b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang penting

bagi keadaan yang telalh lalu dan keadaan yang sekarang.Disamping

itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena

dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quick

stick), factor umu dapat dikesampingkan (Supariasa, 2012).

Cara mengukur tinggi badan yaitu tempelkan mikrotoice dengan

paku pada dinding yang harus datar setinggi 2 meter. Angka 0 (nol)

pada lantai yang datar rata, sepatu atau sandal dilepas, responden

harus berdiri tegak seperti sikap siap dalam baris-berbaris, kaki lurus,

tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel

pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke

depan, turunkan mikrotoice sampai rapat pada kepala bagian atas,

siku-siku harus lurus menempel panda dinding, baca angka pada skala

yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoice. Angka

tersebut menunjukkan tinggi responden yang diukur (Supariasa,

2012).

Keuntungan parameter tinggi badan adalah baik untuk menilai

status gizi masa lalu, ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan

mudah dibawa. Sedangkan, kelemahan parameter tinggi badan adalah

tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun,

pengukuran relatif sulit dilakukan karena harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya, ketepatan umur

sulit didapat, Indeks Massa Tubuh (IMT) (Supariasa, 2012).

2.2.7 Indikator Status Gizi

a. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)


Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk air,
lemak, tulang, otot, dan diantara beberapa macam indeks antropometri,
indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan. Indikator
BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena
mudah berubah. Untuk anak pada umumnya, indeks ini merupakan cara
baku yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Kurang berat badan
tidak hanya menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi juga
mencerminkan keadaan sakit yang baru saja dialami, seperti mencret yang
mengakibatkan berkurangnya berat badan.Pengukuran berat badan menurut
umur secara teratur dan seiring dapat dipergunakan sebagai indikator
kurang gizi.Hasil pengukuran ini dapat menunjukkan keadaan kurang gizi
akut atau gangguan-gangguan yang mengakibatkan laju pertumbuhan
terhambat.

b. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan kurang peka dipengaruhi oleh pangan dibandingkan


dengan berat badan.Oleh karena itu, tinggi badan menurut umur yang
rendah biasanya akibat dari keadaan kurang gizi yang kronis, tetapi belum
pasti memberikan petunjuk bahwa konsumsi zat gizi pada waktu ini tidak
cukup.TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Keadaan tinggi
badan anak usia sekolah (7 tahun) menggambarkan status gizi pada masa
balita adalah sama dengan seperti pada masa sudah dibahas sebelumnya
menyangkut pengukuran itu sendiri maupun ketelitian data umur. Masalh-
masalah ini akan berkurang bila dilakukan terhadap anak yang lebih tua
dimana proses pengukuran dapat lebih mudah dilakukan dan penggunaan
selang 11 (range). Umur yang lebih panjang (setengah tahunan atau
tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.Indeks TB/U
disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi masa lampau
juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi (Beaton dan
Bengoa, 2004).Oleh karena itu, indeks TB/U selain digunakan sebagai
indikator status gizi dapat pula digunakan sebagai indikator perkembangan
keadaan sosial ekonomi masyarakat.

c. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan BB/TB
karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitive dan
spesifik.Berat badan memiliki hubungan linier dengan berat badan. Dalam
keadaan normal akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Pada tahun 1966 Jeliffe memperkenalkan penggunaan
indeks BB/TB untuk identifikasi status gizi, indeks BB/TB merupakan
indikator yang baik untuk menanyakan status gizi saat ini, terlebih bila data
umur akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB disebut pula
indikator status gizi yang independen terhadap umur. Karena indeks BB/TB
dapat memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap
indikator kekurangan, seperti halnya dengan indeks BB/U.

d. Z-Score

Z-score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara


internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.Untuk
pengukuran z-score pada populasi yang didistribusinya normal, umumnya
digunakan pada indikator panjang atau tinggi badan anak. Dengan rumus
sebagai berikut :

(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖−𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛)


Z-Score = 𝑍−𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝑆𝐷)
2.2.8 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagimana terdapat
pada label di bawah ini :

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status Ambang Batas (Z-score)


Gizi
Gizi Buruk < - 3 SD

Berat Badan Menurut - 3 SD sampai dengan – 2


Gizi Kurang
Umur (BB/U) Anak SD
Umur 0-60 Bulan Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan Menurut Sangat Pendek < - 3 SD
Umur (PB/U) atau
- 3 SD sampai dengan – 2
Tinggi Badan Menurut Pendek
SD
Umur (TB/U) Anak
Umur 0-60 Bulan Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
Berat Badan Menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Panjang Badan (BB/PB)
- 3 SD sampai dengan – 2
atau Berat Badan Kurus
SD
Menurut Tinggi Badan
(BB/TB) Anak Umur 0- Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
60 Bulan Gemuk > 2 SD
Sangat Kurus < - 3 SD

Indeks Massa Tubuh - 3 SD sampai dengan – 2


Kurus
Menurut Umur (IMT/U) SD
Anam Umur 0-5 tahun Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD
Sangat Kurus < - 3 SD
- 3 SD sampai dengan – 2
Indeks Massa Tubuh Kurus
SD
Menurut Umur (IMT/U)
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Anam Umur 5-18 tahun
Gemuk - 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas > 2 SD

Sumber: (WHO-NCHS) 2010.


2.3. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
2.3.1 Asupan makan
Asupan makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi

sebagai sumber tenaga, mempertahankan ketahanan tubuh dalam menghadapi

serangan penyakit dan untuk pertumbuhan (Departemen FKM UI, 2008).

Manusia membutuhkan 20 energi untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.Asupan tersebut diperoleh dari bahan

makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein (Almatsier, 2004).

a. Asupan Energi

Energi dibutuhkan tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut

metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total.Kebutuhan

energi diperlukan untuk metabolisme basal dan fungsi tubuh seperti mencerna,

mengolah dan menyerap makanan serta untuk bergerak, berjalan, bekerja dan

beraktivitas lainnya (Soekirman, 2000).Proporsi makanan sehat berimbang

terdiri atas 60-65% karbohidrat, 20% lemak dan 15-20% protein (Irianto,

2007).

b. Asupan Karbohidrat

Sumber energi terbesar tubuh adalah karbohidrat yang menjadi bagian dari

berbagai macam struktur komponen primer.Karbohidrat disimpan sebagai

glikogen atau diubah menjadi lemak tubuh.Karbohidrat merupakan senyawa

sumber energi utama bagi tubuh.Karbohidrat menyumbang 80% kalori yang

didapat tubuh (Irianto, 2007). Karbohidrat di dalam tubuh berada dalam

sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan

sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi
lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan

lemak (Almatsier, 2004).

Tabel Kategori Asupan Karbohidrat dibandingkan dengan AKG

Kategori Ambang batas

Di atas kebutuhan >120%

Normal 90 – 119%

Defisiensi ringan 80 – 89%

Defisiensi sedang 70 – 79%

Defisiensi berat <70%

c. AsupanLemak

Lemak merupakan garam yang terbentuk dari penyatuan asam lemak dengan

alkohol organik yang disebut gliserol. Kelebihan makanan dalam tubuh akan

disimpan dalam bentuk lemak terutama pada jaringan bawah kulit, sekitar otot,

jantung, paru-paru, ginjal dan organ tubuh lainnya (Irianto, 2007). Asupan

lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain.

Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak

pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan

berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang

dengan cara melemahkan, menunda dan mencegah pada waktu seseorang

mengonsumsi makanan berlemak (WHO2000).Manfaat lemak didalam tubuh

antara lain ; sebagai sumber energi yaitu 1gram lemak menghasilkan 9kalori,

melarutkan vitamin sehingga dapat diserap usus dan memperlama rasa

kenyang. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 4.


Tabel 4. Kategori Asupan Lemak dibandingkan dengan AKG

Kategori Ambangbatas

Di atas kebutuhan >120%

Normal 90 – 119%

Defisiensi ringan 80 – 89%

Defisiensi sedang 70 – 79%

Defisiensi berat <70%

Konsumsi makanan merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi secara


langsung. Konsumsi yang kurang dari makanan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas akan memberikan kondisi keadaan gizi yang kurang .Sebaliknya konsumsi
makan yang baik akan memenuhi semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sehingga
akan mendapatkan kondisi kesehatanyang sebaik-baiknya.Jadi keadaan gizi
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi.Sedangkan tingkat konsumsi di
tentukan oleh kualitas hidangan.Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat
gizi yang diperlukan tubuh.
2.3.2 Penyakit Infeksi
2.3.7 PengertianPenyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen
biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti
luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).
Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Orang yang sehat harus
dihindarkan dari orang-orang yang menderita penyakit dari golongan ini.Penyebab
utama infeksi diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup (organism). Kuman-
kuman ini menyebar dengan berbagai cara dan vector.
Penyakit infeksi berkaitan dengan status gizi yang rendah, hubungan
kekurangan gizi dengan penyakit infeksi antara lain dapat dijelaskan melalui
mekanisme pertahanan tubuh dimana balita yang mengalami kekurangan gizi
dengan asupan energi dan protein yang rendah, maka kemampuan tubuh untuk
membentuk protein yang baru berkurang. Tubuh akan rawan terhadap serangan
infeksi karena terganggunya pembentukan kekebalan tubuh seluler (Jellife, 1989).

2.3.8 Jenis – Jenis Penyakit Infeksi


1. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan
dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO,
1986).ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka
kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak
lebih dari 14 hari.Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak,
faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, danpneumonia.
Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi
saluran pernafasan atas, yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan
saluran pernafasan bawah, mulai dari laring sampai alveoli (Nelson,
1983; Said dkk, 1989). Dengan demikian,infeksi saluran pernafasan akut
dapat dibagi menjadi ISPA atas dan ISPA bawah.Yang dimaksud
ISPA atas ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi susunan
saluran pernafasan di atas laring, sedangkan ISPA bawah ialah infeksi
akut yang secara primer mempengaruhi saluran pernafasan bawah laring
(Nelson, 1983).
2. TBC (Tuberculosis)
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa
berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.Tuberkulosis paru
kini bukan penyakit yang menakutkan sampai penderita harus dikucilkan,
tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan cacat fisik atau
kematian.Penularan tuberkolosis paru hanya terjadi dari penderita
tuberkulosis terbuka.
3. HIV / AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang
mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam
kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia.Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa
perinatal.
4. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya.PPOK adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial.PPOK terdiri atas bronkitis
kronis dan emfisema atau gabungan keduanya.Bronkitis kronis adalah
kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut,
tidak disebabkan penyakit lainnya.Emfisema adalah kelainan anatomis
paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
5. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang
air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari.Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.Diare akut yaitu
diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare
yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat
disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di
luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan
berlangsung terus menerus.
6. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anophelesdengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik,
anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena
pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
7. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang
disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani.Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan
rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif
menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan
respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular.Gejala klinis tetanus hampir
selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan
sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.
2.3.3 Ketersediaan Pangan
a) Pengertian Ketersediaan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
pemenuhannnya adalah HAK ASASI MANUSIA.Pangan harus Aman,
Bermutu, Bergizi, Beragam dan Tersedia serta Berimbang sebagai
prasyarat utama dalam pembahasan pangan (sistem pangan), untuk
perlindungan kesehatan, kemakmuran dan kesejahteraan.Pangan sebagai
komoditas dagang yang dalam sistem perdagangan dapat dijangkau oleh
daya beli masyarakat.
Pangan adalah bahan makanan yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang di olah maupun yang tidak di olah. Pangan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan,
bahan baku pangan dan bahan lainnya. Digunakan melalui proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman dengan
cara yang baik dan benar.
Menurut FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and
Mapping Systems, 2005) Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika semua
orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memilki akses
pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi (dietery needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi
kehidupan yang aktif dan sehat. Ketahanan pangan merupakan suatu system
yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.Subsistem
ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman
dan keamanannya.
Ketersediaan pangan mencerminkan pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi masyarakat, yang merupakan produksi domestik yang dikoreksi
dengan penggunaan untuk bibit/benih, industri, kehilangan/susut, ekspor
dan stok ditambah impor. Perkembangan ketersediaan pangan di indonesia
secara keseleruhan masih di atas yang dianjurkan WNPG, yakni utuk
energi sebesar 2200 kkal/kg/hari dan untuk protein sebesar 57 gr/kap/hari.
Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik disuatu
wilayah dari segala sumber, baik dengan pangan melalui mekanisme pasar
di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh itu produksi pangan domestic,
perdagangan pangan dan bantuan pangan.Ketersediaan pangan diktentukan
oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdaga pedagang dan cadangan
pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi
lainnya.Produksi pangan tergantung pada berbagai factor seperti iklim, jenis
tanah, curah hujan, irigasi, komponen produksi pertanian yang digunakan,
dan bahkan insentif bagi para petani untuk menghasilkan tanaman
pangan.Pangan meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak nabati,
sayur-sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produksi hewani. Karena
porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan
karbohidrat, yaitu sekitar saparu dari kebutuhan energy perorang perhari,
maka yang digunakan dalam analisa kecukupan pangan yaitu karbohidrat
yang berseumber dari produksi pangan pokok serealia, yaitu padi, jagung,
dan umbu-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) yang digunakan untuk
memahami tingkat kecukupan pangan pada tingkat provinsi maupun
kabupaten.
b) Strategi Untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan
Kebijakan ketersediaan pangan secara maksimaltahun 2005 sampai 2009
diarahkan kepada beberapa hal yaitu: (i) meningkatkan kualitas sumber
daya alam dan lingkungan ; (ii) mengembangkan infrastruktur pertanian dan
pedesaan ; (iii) meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan
pangan dalam negeri; dan (iv) mengembangkan kemampuan pengelolaan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat.
Dibawah ini adalah kegiatan operasional kunci yang dilakukan untuk
menjamin dan meningkatkan ketersediaan pangan adalah:
1) Pengembangan lahan abadi 15 juta Ha lahan sawah beririgasi dan 15
juta Ha lahan kering .
2) Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan
3) Pelestarian sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai
4) Pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul, dan alat mesin
pertanian
5) Pengaturan pasokan gas untuk memproduksi pupuk
6) Pengembangan skim permodalan bagi petani atau nelayan
7) Peningkatan produksi dan produktivitas ( perbaikan genetic dan
teknologi budaya)
8) Pencapaian swasembada 5 komoditas strategs : padi (swasembada
berkelanjutan), jagung (2008), kedelai (2011), gula (2009), dan daging
(2010).
9) Penyediaan insentif infestasi dibidang pangan termasuk industry gula,
peternakan, dan perikanan
10) Penguatan penyuluhan, kelembagaan petani atau nelayan dan
kemitraan.
Selain itu juga dilakukan kebijakan lain yaitu :

a. Menata pertanahan dan tata ruang dan wilayah, melalui :


1) Pengembangan revormasi agrarian
2) Penyususnan tata ruang daerah dan wilayah
3) Perbaikan administrasi pertanan dan sertifikasi lahan
4) Pengawasan system perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan
pertanian subur dan yang mentelantarkan lahan pertanian
b. Mengembangkan cadangan pangan
1) Pengembangan cadangan pangan pemerintah (nasional, daerah dan
desa) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002
tentang Pertahanan Pangan Pasal 5
2) Pengembangan lumbung pangan masyarakat
c. Menjaga stabilitas harga pangan
1) Pemantauan harga pangan pokok secara berkala untuk mencegah
jatuhnya harga gabah atau beras dibawah Harga Pembelian Pemerintah
(HPP)
2) Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas
harga pangan seperti yang tercantum dalam Inpres Nomor 13 Tahun
2005 tentang Kebijakan Perberasan ; SKB Men Koordinator Bidang
Perekonomian dan Mentri Koordinator BidangKesejahteraan Rakyat
No. KEP -45/M.EKON/08/2005 dan Nomor 34/KEP-
34/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2005 tentang Pedoman Umum
Koordinasi Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah ; Peraturan
Pemerintah Perdangan Nomor 22 Tahun 2005 tentang Penggunaan
Cadangan Pangan Pemerintah untuk Pengendalian Harga dan Surat
Mentri Pertanian kepada Gubernur dan Bupati Walikota/Indonesia
Nomor 64/PP.310/M/3/2006 tanggal 13 Maret 2006 tentang
pengelolaan cadangan pangan).
d. Meningkatkan aksebilitas rumah tangga terhadap pangan
1) Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan
2) Peningkatan efektivitas program raskin
e. Melakukan diversifikasi pangan
1) Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dengan gizi seimbang
(Perpres N0. 22 Tahun 2009)
2) Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS)
3) Pengembangan teknologi pangan
4) Devisrifikasi usaha tani dan pengembangan pangan local

c) Cara Mengukur Ketersediaan Pangan


Ketersedian pangan secara kuantitatif menurut FAO (2003) dalam Tanziha
(2005) dapat diukur melalui tingkat ketidak cukupan energi yang
menunjukan keparahan defisit energi yang ditunjukaan oleh defisit jumlah
kalori pada individu dibawah energi yang dianjurkan (<70%). Berdasarkan
ukuran tersebut, akan dikatakan kelaparan apabila tingkat kecukupan
energinya kurang dari 70% dan disertai penurunan berat badan, dikatakan
rawan pangan tingkat kecukupan energinya kurang 70% dan tidak disertai
penurunan berat badan, bila tingkat kecukupan energinya 70 – 80% maka
dikatakan tahan pangan. Kemiskinan identik dengan ketidak tahanan
pangan.Sajogyo secara manomental merumuskan batas kemiskinan dengan
pengeluaran setara beras 320 kg/kapasita/tahun di pedesaan 480 kg
diperkotaan.khomsan (1997) dalam Khomsan (2002) mengkaji indikator
kemiskinan, ditemukan bahwa konsumsi daging sapi <4 kali sebulan dan
konsumsi telur <4 kali seminggu dapat dimasukkan dalam kategori miskin.
Dengan ikan asin sebagai indikator, seseorang dikatakan miskin bila
konsumsinya >= 110 gr/kapita/minggu. Semakin banyak konsumsi ikan
asin semakin besar peluangnya untuk masuk ke dalam ketegori sebagai
orang miskin.Rupanya secara sosial ikan asin dianggap oleh masyarakat
sebagai komoditas inferor.Padahal dari segi gizi, ikan asin sebenarnya
superior karena kandungan proteinnya sekitar 35 – 40%.
d) Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi
Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Status Gizi dapat ditunjukkan
oleh konsep yang dikeluarkan oleh Unicef bahwa ketersediaan pangan
yang cukup di tingkat rumah tangga akan mempengaruhi dikonsumsi
makanan semua anggota keluarga dan selanjutnya status gizi yang baik atau
seimbang dapat diperoleh tubuh untuk tumbuh kembang, aktifitas,
kecerdasan, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan penyakit dan proses
biologis lainnya.
Akibat yang terjadi bila status gizi tidak didukung oleh ketersediaan
pangan ditingkat rumah tangga adalah “Gizi Buruk!?” kata peserta
pelatihan. Bukan Gizi Buruk, yang pertama-tama terjadi ketika dirumah
tangga tidak ada pangan atau makanan untuk dimakan adalah
KELAPARAN.
Kelaparan adalah Rasa “tidak enak” dan sakit akibat kurang atau tidak
makan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja diluar kehendak
dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka waktu tertentu menyebabkan
penurunan berat badan dan gangguan kesehatan. (E. Kennedy, 2002).
Saat ini di Indonesia terdapat dua kelompok gizi akibat pengaruh dari
pola konsumsi dan ketersediaan pangan yang ada. Kelompok Gizi pertama
adalah Gizi kurang (malnutrisi) permasalahan yang biasa terjadi adalah
Kurang Energi protein (KEP), Kurang Vitamin A, GAKY dan Anemia,
disebabkan karena mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang kurang,
masalah malnutrisi ini juga bisa disebabkan oleh ketersediaan pangan yang
belum tercapai baik karena faktor distribusi yang kurang merata, produksi
pangan yang menurun maupun dikarenakan pendapatan masyarakat yang
rendah, sehingga masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya
dengan baik. Pada kelompok gizi kurang ini biasanya didominasi oleh
masyarakat dengan pendapatan golongan menengah ke bawah dan
masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari pusat kota atau di daerah-
daerah terpencil. Kelompok gizi yang kedua adalah kelompok gizi lebih
(Obesitas), masalah Obesitas ini ditandai dengan pola konsumsi makanan
yang kurang seimbang dan berlebihan.Sebagaian besar masyarakat
Indonesia yang mengalami Gizi lebih ini diderita oleh kelompok
masyarakat dengan pendapatan golongan menengah ke atas.Biasanya pada
kelompok gizi lebih ini diikuti dengan kemunculan penyakit-penyakit
seperti Diabetes, Hipertensi, Kolesterol, dan Jantung koroner.

Jadi hubungan antara ketersediaan pangan pola konsumsi terhadap status


gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1 Jenis dan Banyaknya Pangan yang Diproduksi dan Tersedia
Jika Produksi pangan meningkat dan masyarakat mampu menjangkau
pangan tersebut maka kebutuhan gizi masyarakat akan terpenuhi.
2 Tingkat Pendapatan
Jika tingkat pendapatan masyarakat tinggi, maka daya beli
masyarakat juga akan meningkat sehingga kemampuan pemenuhan
kebutuhan pangan juga akan meningkat dan kebutuhan gizi
masyarakat juga akan terpenuhi.
3 Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.Pola
konsumsi masyarakat haruslah mengandung Unsur 3B (Bergizi,
Berimbang, Beragam). Jika pengetahuan tentang gizi masyarakat
tinggi, maka kesadaran akan pentingnya makan makanan bergizi juga
meningkat sehingga kebutuhan gizi masyarakat juga akan terpenuhi.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan status gizi


masyarakat dalam kaitannya dengan ketersediaan pangan dan pola
konsumsi diantaranya:
a) Memperluas Lahan Pertanian dan sektor sektor lain yang mampu
menunjang produksi pangan Indonesia (Peternakan, perikanan)
b) Memperbanyak Jumlah Petani, peternak dan tenaga ahli di
bidang pangan dan gizi
c) Memperbaiki Pola konsumsi masyarakat
d) Pemerintah harus mampu menyediakan pangan yang bergizi dan
mudah dijangkau, baik secara fisik maupun ekonomis
e) Distribusi pangan yang baik
f) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi.
2.3.4 Pola Asuh Ibu
Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung
dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang.Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa
melangsungkan hidupnya.Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa
kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk
melaksanakan kehidupan.Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak
kelahiran anaknya. (Gunarsa, 1993)
A. Pengertian
Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna
menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil.Wagnel dan Funk
menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi
bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain
diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu
membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan
memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang
di asuh (Sunarti, 1989).
Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan
Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah
orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan
yang dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola
pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara
pengasuhan anak mengandung sifat : pengajaran (instructing),
pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting) (Sunarti, 1989).
Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut
dan peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti
nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu
(Nadesul, 1995).
B. Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian
Makanan
Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua
anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa
yang mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya.
Untuk itu perlu perhatian/dukungan orangtua.Untuk tumbuh dengan baik
tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan
asal menyuapi anak nasi.Akan tetapi anak membutuhkan sikap
orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan
apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup
dan kurang bergizi.Demikian pula sampai anak sudah mulai disapih.Anak
tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang boleh
dimakan.Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam
memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu.Bentuk
perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika makan,
mandi dan sakit (Nadesul, 1995).
Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda
dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti
bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita
yang bekerja di luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak
terlalu memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan
dalam jumlah atau banyaknya makanan.Sedangkan gizi mempunyai
pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi pertumbuhan dan
perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja ibu cenderung
mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga lainnya yang
biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah besar
bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya (Sunarti,
1989).
C. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak
Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena
ASI merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi
selama 3 – 4 bulan pertama.ASI yang diproduksi pada 1 – 5 hari pertama
dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna
kekuningan.Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi karena
mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A.
Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat.Produksi
ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang.Disamping
itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan
perawatan payudara.Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan
setiap saat terutama ASI eksklusif (As’ad, 2002). ASI eksklusif adalah
bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini
dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila
mungkin sampai 6 bulan.Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).
2.3.5 Kesehatan lingkungan
a. Persiapan dan Penyimpanan Makanan
Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat
perhatian khusus.Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat
menyebabkan diare atau cacingan pada anak.Begitu juga dengan si
pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok,
gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.
Hal-hal yang diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan
makanan adalah (Soenardi, 2000) :
1) Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari
debu dan binatang.
2) Alat makan dan memasak harus bersih.
3) Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci
tangan dengan sabun sebelum memberi makan.
4) Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.
b. Perawatan Kesehatan
1) Praktek Kebersihan / Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak
harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan
adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermainanak), pergantian
udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan
sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah.
Kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang
peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan
yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit
dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan.Sedangkan
kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran
pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh
karena itu penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh
kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau
pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk
mengeksplorasi lingkungan.
Menurut Soetjiningsih (1995), keadaan perumahan yang layak
dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya
akan menjamin keselamatan dan kesehatan penghuninya yaitu
ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak sesak, cukup leluasa
bagi anak untuk bermain dan bebas polusi.
2) Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua
yaitu dengann cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat
pelayanan kesehatan yangterdekat (Soetjiningsih, 1995).
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti
flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita
sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang
anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit
adalah :
1 Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan
nafsu makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun
sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.
2 Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan
lingkungan dan perilaku yang sehat.
3 Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh
kembang anak oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi
tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan
tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter jika anak
menderita sakit.
Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang
dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik.Status
kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status gizi
anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat
menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak.Status kesehatan ini
meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita
sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak
sampai terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh
dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan
imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak
berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap
anakapabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya
ketempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas
dan lain-lain (Zeitlin et al, 1990).
c. Sanitasi
1) Pengertian sanitasi
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya
menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang sembarangan
(Depkes RI, 2004). Sanitasi sering juga disebut dengan sanitasi
lingkungan dan kesehatan lingkungan, sebagai suatu usaha
pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia
yang diperkirakan dapat menimbulkan hal-hal yang mengganggu
perkembangan fisik, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya
(Adisasmito, 2006).
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air,
dan udara, penanganan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi,
dan kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan atau
pengamanan lainnya. Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan
lingkungan, sangatlah diperlukan adanya multi disiplin kerja agar
kegiatannya dapat berjalan dengan baik.Misalnya diperlukan tenaga
ahli di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik dan
sebagainya (Mukono, 2006).
Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan
lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi
kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan
dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau
dihilangkan (Entjang, 2000).Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan
seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan
kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk
perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular,
pendidikan kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
2) Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat
yang menitik beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua
faktor lingkungan agar manusia terhindar dari penyakit dan gangguan
kesehatan.Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi
lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan.Untuk itu
kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar
kesehatan masyarakat.
Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah
sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia
(WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor
lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama
terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,
kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).
Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari
ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu
atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan
hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat
mengancam kelangsungan hidup manusia.
Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan
lingkungan meliputi:
1. Penyediaan air minum.
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
3. Pengelolaan sampah padat.
4. Pengendalian vektor penyakit.
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.
6. Hygiene makanan.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik,
kimia dan biologis.
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan
masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan
umum dan institusi.
12. Perencanaan daerah dan perkotaan.
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan
darat.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum dan pariwisata.
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan
darurat.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar
lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan
kesehatan.
Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat
umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat
perhatian dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).
3) Sanitasi dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995).
Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan
air limbah.
a) Penyediaan air bersih
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan
WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara
60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter
per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan
sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
karena persediaan air bersih yang terbatas yang memudahkan
timbulnya penyakit di masyarakat.Volume rata-rata kebutuhan air
setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40
galon.Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada
keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat
(Chandra, 2007).
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal
dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air
yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak dan
Chayatin, 2009) :
- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
- Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
- Tidak berasa dan tidak berbau.
- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan
rumah tangga.
- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI.
Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus
memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas ( Depkes RI,
2005).
4) Pembuangan kotoran manusia
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus
digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis
kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air
seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik
tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai
macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin,
2002).
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan
masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik
maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya
bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada
kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Hal ini
dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran
penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi
makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan
sebagainya), dan bagiannagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja
dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan
penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap
pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan
mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja.
Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain
tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing
kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya
(Kusnoputranto, 2000).
Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan,
maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik,
maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja
manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
5) Pengelolaan sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan
lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan
masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi , atau sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Notoatmodjo, 2003).
Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo,
2003):
a) Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Pengumpulan sampah
dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari
lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut
sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang
perlu adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah
dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien,
misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat.
b) Pemusnahan dan pengolahan sampah
- Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun
dengan tanah.
- Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).
- Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan sampah
menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik
daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat
membusuk (Mubarak dan Chayatin, 2009).
c) Pengelolaan air limbah
Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan
yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum
lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang
dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus
menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan
pengelolaan air limbah yang efektif perlu rencana pengelolaan yang
baik. Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air
minum.
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai,
atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.
5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah.
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola
air limbah, diantaranya :
1) Pengenceran (disposal by dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup
rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan
makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya
kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang
terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula,
maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya
: bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada,
pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap
badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya,
sehingga dapat pula menimbulkan banjir.
2) Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar
matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses
pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam
berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter.Dinding
dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun.Lokasi kolam
harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka,
sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang baik.
3) Irigasi (irrigation)
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air
akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding
parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat
digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan
sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat
dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu
sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-
zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-
tanaman.
2.3.6 Tingkat Pendapatan Keluarga
1 Data Ekonomi Keluarga
Data ekonomi keluarga meliputi:
a) Pekerjaan (pekerjaan utama, misalnya pekerjaan pertanian, dan
pekerjaan tambahan, misalnya pekerjaan musiman).
b) Pendapatan keluarga (gaji, upah, imbalan, industri rumah tangga,
pertanian pangan/non pangan, dan hutang).
c) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, mobil, motor, dan
lain-lain).
d) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makanan, pakaian, listrik,
pendidikan, minyak/bahan bakar, transportasi, rekreasi, dan lain-lain).
e) Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2012).

2 Sumber Pendapatan Keluarga


Pendapatan Keluarga adalah jumlah pendapatan tetap dan sampingan
dari kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga lain dalam 1 bulan dibagi
jumlah seluruh anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita
per bulan (Ernawati, 2006).
Sumber-sumber pendapatan keluarga didapatkan dari upah, gaji,
imbalan, industri rumah tangga, dan pertanian pangan/non pangan.kekayaan
berbeda dengan Pendapatan, karena kekayaan menandakan kepemilikan
saham asset, sedangkan pendapatan merupakan aliran daya beli. Kekayaan
mewakili kapasitas yang lebih permanen dalam jangka panjang, sedangkan
pendapatan mewakili kapasitas dalam jangka pendek. Kekayaan dan
pendapatan berkorelasi positif, karena pendapatan yang disimpan dan / atau
diinvestasikan dapat menjadi kekayaan, dan kekayaan dapat menjadi
sumber penghasilan, keluarga dengan berpenghasilan lebih dapat
menambah kekayaan, dan keluarga dengan kekayaan lebih dapat
memperoleh tambahan pendapatan (Raffalovich, Monnat, & Tsao, 2009).
3 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama
pada kondisi yang umum.Hal ini harus mendapat perhatian serius karena
keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada
konsumsi pangan (Suhardjo, 2002).
Penyebab timbulnya gizi kurang pada balita dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor penyebab, diantaranya adalah penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah.Faktor
penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita oleh anak.Penyebab tidak langsung diantaranya adalah ketahanan
pangan dalam keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan serta
kesehatan lingkungan (Istiono, Suryadi, Haris, Irnizarifka, Tahitoe,
Hasdianda, Fitria & Sidabutar, 2009).
Status gizi yang buruk mencerminkan ketidak seimbangan dalam
asupan makanan dan / atau penyakit menular. Hal tersebut dipengaruhi oleh
factor lingkungan dan sosial ekonomi, seperti status ekonomi rumah tangga,
pendidikan ibu, kebersihan rumah tangga, dan akses dalam pelayanan
kesehatan (Pongou,Ezzati, & Salomon, 2006).
Dalam penelitian I. Ozguven, Ersoy, A.Y. Ozguven, & Erbay (2010)
yang berjudul evaluation of nutritional status in turkish adolescents as
related to gender and socioeconomic status, menyimpulkan bahwa remaja
dengan tingkat ekonomi rendah lebih pendek dan lebih kurus dibandingkan
dengan remaja dari kelompok ekonomi menengah dan tinggi, dan hasil
pengukuran antropometri pada remaja kelompok ekonomi menengah sama
dengan remaja dari kelompok ekonomi tinggi.
Dalam penelitian Shoeps, Abreu, Valenti, Nascimento, Oliveira, Gallo,
Wajnsztejn, & Leone (2011) yang berjudul Nutritional status of pre school
children from low income families menyimpulkan bahwa anak-anak
prasekolah yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki
prevalensi tinggi untuk kelebihan berat badan dan obesitas.
2.3.7 Pengetahuan ibu
A. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar
menjawab pernyataan ‘what’, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasaan, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
B. Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2003) yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah karena tingkatan ini hanya mengingat kembali (recall) terhadap
suatu spesifik dari selutruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan atau
menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen–komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi – formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu obyek berdasarkan
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria–kriteria
yang telah ada.
C. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon
yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang akan mungkin mereka peroleh dari gagasan tersebut.
b. Paparan Media Massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronika berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih
sering terpapan media masa (televisi, radio, majalah, pamflet) akan
memperoleh informasi yang lebih hanya dibandingkan dengan orang yang
tidak pernah terpapar informasi media masa.
c. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder, keluarga dengan
status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan
status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan
informasi yang termasuk kebutuhan sekunder.
a. Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi
secara batinnya akan lebih terpapar informasi. Sementara faktor hubungan
sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk
menerima pesan menurut model komunikasi media.
b. Pengalaman
Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dan
lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya.
D. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam memperoleh pengetahuan dibagi dalam 2
kelompok :
a. Cara Tradisional
Cara ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,
sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistemik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini
antara lain, meliputi :
1) Cara Coba–Salah (Trial and error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Pengalaman yang diperoleh melalui penggunaan
metode ini banyak membantu perkembangan berpikir dan kebudayaan
manusia kearah yang lebih sempurna.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas


Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemuka agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh
agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai
mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan.Hal ini dilakukan dengan mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
lalu.
4) Melalui jalan pikiran
Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh manusia dengan menggunakan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi yang merupakan
cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan–
pernyataan yang dikemukakan dan dicari hubungannya sehingga dapat
diambil kesimpulan.
b. Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih
sistematis, logis dan murah.Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau
lebih popular (research methodology). Setelah diadakan penggabungan
antara proses berpikir deduktif–induktif maka lahirlah suatu penelitian yang
dikenal dengan metode penelitian ilmiah.
E. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pernyataan.
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pernyataan.
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pernyataan.
F. Pola Pemberian Makan Balita
1 Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
seseorang dan merupakan ciri khas suatu keompok masyarakat tertentu.
Pemberian makanan balita adalah segala upaya dan cara ibu untuk
memberikan makanan pada anak balita dengan tujuan supaya kebutuhan
makan anak tercukupi, baik dalam jumlah maupun nilai gizinya (Karyadi,E.
dan Kolopaking, R., 2007).
Pola pemberian makanan balita dapat diartikan sebagai upaya dan cara
yang biasa dipraktekkan ibu untuk memberikan makanan kepada anak
balita mulai dari penyusunan menu, pengolahan, penyajian dan cara
pemberiannya kepada balita supaya kebutuhan makan anak tercukupi, baik
dalam macam, jumlah maupun nilai gizinya.Pemberian makanan pada anak
bertujuan untuk mencapai tumbuh kembang anak secara optimal.
Pemberian makanan yang baik dan benar dapat menghasilkan gizi yang
baik sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan seluruh
potensi genetik yang ada secaraoptimal. Menurut Judarwanto (2004)
pemberian makanan pada anak mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a. Fungsi fisiologis yaitu memberikan nutrisi sesuai kebutuhan agar
tercapai tumbuh kembang yang optimal.
b. Fungsi psikologis, penting dalam pengembangan hubungan emosional
ibu dan anak sejak awal.
c. Fungsi sosial/edukasi yaitu melatih anak mengenal makanan,
keterampilan makan dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Pemberian makanan pada anak secara tidak langsung menjadi alat
untuk mendidik anak.Kebiasaan dan kesukaan anak terhadap makanan
mulai dibentuk sejak kecil. Jika anak diperkenalkan dengan berbagai jenis
makanan mulai usia dini, pola makan dan kebiasaan makan pada usia
selanjutnya adalah makanan beragam. Secara dini anak harus dibiasakan
makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang sebagai bekal di
kemudian hari.

Waktu makan yang teratur membuat anak berdisiplin tanpa paksaan


dan hidup teratur. Seperti halnya membiasakan anak makan dengan cara
makan yang benar tanpa harus disuapi, makan dengan duduk dalam satu
meja sejak dini, dan membiasakan mencuci tangan sebelum makan serta
menggunakan alat makan dengan benar dapat melatih anak untuk mengerti
etika dan juga mengajarkan anak hidup mandiri, serta mendidik anak hidup
bersih danteratur.

2 Tahapan Pemberian Menu Makan


A. Penyusunan Menu
`Pemberian makan pada balita harus disesuaikan dengan usia dan
kebutuhannya. Pengaturan makan dan perencanaan menu harus selalu
dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan kebutuhan gizi, usia dan
keadaan kesehatannya. Pemberian makan yang teratur berarti
memberikan semua zat gizi yang diperlukan baik untuk energi maupun
untuk tumbuh kembang yang optimal. Jadi apapun makanan yang
diberikan, anak harus memperoleh semua zat yang sesuai dengan
kebutuhannya, agar tubuh bayi dapat tumbuh dan berkembang. Artinya,
selain tubuh bayi menjadi lebih besar, fungsi – fungsi organ tubuhnya
harus berkembang sejalan dengan bertambahnya usia bayi. Oleh karena
itu pengaturan makanan harus mencakup jenis makanan yang
diberikan, waktu usia makan mulai diberikan, besarnya porsi makanan
setiap kali makan dan frekuensi pemberian makan setiap harinya.
Mulai memasuki usia 1 tahun, orang tua perlu membuat jadwal harian
pola makan anak (food diary) agaranak terbiasa dengan pola makan
yang teratur. Selain jadwal makan, mencatat jenis makanan, porsi serta
jumlah yang dikonsumsi anak dan jenis makanan apa saja yang disukai
atau tidak disukai anak, bahkan bila ada makanan yang menyebabkan
alergi dapat diketahui dari food diary ini (Karyadi,E. dan
Kolopaking,R., 2007).
Diharapkan kebiasaan makan yang teratur, baik, dan sehat ini
akan terus melekat sepanjang hidup anak dan hal itu merupakan modal
bagi pemeliharaan gizi anak untuk usia selanjutnya. Pengaturan jenis
dan bahan makanan yang dikonsumsi juga harus diatur dengan baik
agar anak tidak cepat bosan dengan jenis makanan tertentu. Makanan
yang memenuhi menu gizi seimbang untuk anak bila menu makanan
terdiri atas kelompok bahan makanan sumber zat tenaga, zat
pembangun, zat pengatur serta makanan yang berasal dari susu
(Karyadi,E.dan Kolopaking,R.,2007).
Dalam praktek, keanekaragaman bahan makanan itu dapat
diwujudkan dengan menerapkan pola susunan hidangan ”empat sehat
lima sempurna”, yaitu diterapkannya penggunaan empat kelompok
bahan makanan dalam menu makanan anak sehari-hari yang diperkaya
dengan segelas susu. Komposisi makanan anak mulai usia tahun kedua
dapat digambarkan dalam bentuk ”piramida komposisi makanan”. Luas
bidang pada masing –masing petak kelompok bahan makanan pada
piramida menggambarkan perbandingan banyaknya porsi kelompok
bahan makanan pada setiap kali pemberian makan. Nasi atau sumber
karbohidrat lain seperti kentang atau roti menempati bidang yang
paling luas pada dasar piramida. Hal ini menunjukkan bahwa nasi atau
penggantinya merupakan bahan yang porsinya paling besar karena
merupakan sumber energi.Sebaliknya, lemak atau minyak dan gula
ditempatkan pada puncak piramida.Makanan yang mengandung lemak,
minyak, dan makanan manis harus dibatasi sesedikit mungkin karena
kurang baik bagi anak.
Besar porsi makanan setiap kali makan harus sesuai.Agar
kecukupan gizi anak terpenuhi, maka bukan saja jenis bahan makanan
yang diberikan harus beragam, tetapi juga harus memperhatikan
banyaknya makanan yang dimakan atau besar porsi makanan setiap
kali makan.Porsi makan yang kurang akan menyebabkan anak
kekurangan zat gizi. Sebaliknya porsi makan yang berlebih juga akan
menyebabkan anakmenjadi kelebihan gizi hingga menjadi kegemukan.
Beberapa penelitian menyimpulkan, mereka yang pada masa kanak-
kanak dan remaja telah mengalami kegemukan (overweight), lebih
rentan terhadap penyakit diabetes atau kencing manis, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit lainnya (Moehyi, 2008).
Tabel 2.1 Contoh Menu Anak Usia 1 – 3 Tahun

Waktu Menu Bahan Ukuran Kalori

Bangun Tidur Susu 1 gelas Susu 150 ml 100


Jam 07.00 (sarapan) Bubur Ayam Beras 20 g 182
Sayur Kacang merah 20 g
Ayam giling 30 g
Tomat 1 buah
Bayam 20 g
Wortel 20 g
Bawang putih 1 siung
Daun seledri ½ sdm
Garam ½ sdm
Air 150 ml
Jam 10.00 Jus Alpukat Daging alpukat 50 g 196
(makanan selingan) Susu skim bubuk 1 sdm
Madu 50 g
Krim moka 10 g
Air matang 75 ml
Jam 12.00 Nasi Tim Beras 20 g 218
(makan siang) Sayur Daging Daging sapi giling 25 g
Tahu 50 g
Tomat 25 g
Wortel 50 g
Mentega 1 sdt
Jam 16.00 Jus Pepaya Papaya 100 g 93
(makanan selingan) Jeruk Air jeruk 1sdm
Gula pasir 1 sdt
Jam 18.00 Nasi Tim Beras 20 g 119
(makan malam) Brokoli Brokoli cacah 25 buah
halus 10 g
Teri nasi 250 ml
Kaldu ayam 1 sdm
Sebelum tidur Susu 1 Gelas Minyak sayur 150 ml 100
Susu
Total kalori 1008
Sumber : Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007).
Tabel 2.2 Contoh Menu Anak Usia 3 – 5 Tahun

Waktu Menu Bahan Ukuran Kalori

Jam 06.00 Susu Susu sapi segar 150 ml 100


Jam 07.00 Nasi uduk Nasi uduk 1 mangkok 266
(sarapan) Dadar telur Telur 1 butir
Jam 10.00 Roti isi kacang 1 porsi 258
Nasi Beras 150 gr 400
Jam 12.00 Ayam goreng Ayam 1 potong dada
(makan siang) Sayur bayam Bayam 50 gr
Jagung 30 gr
Tahu tepung Tahu 25 g
Tepung 30 g
Jam 16.00 Pisang segar 1 buah pisang 100 g 95
Jam 18.00 Nasi putih Nasi 150 g 432
(makan 150 g
malam) Tumis jamur Jamur 30 g
Jagung muda 50 g
Nanas potong 30 g
1551
Total Kalori
Sumber : Karyadi, E. dan Kolopaking, R. (2007).

a. Pengolahan
Keamanan pangan untuk balita tidak cukup hanya menjaga
kebersihan tetapi juga perlu diperhatikan selama proses pengolahan.
Proses pengolahan pangan memberikan beberapa keuntungan, misalnya
memperbaiki nilai gizi dan daya cerna, memperbaiki cita rasa maupun
aroma, serta memperpanjang daya simpan (Auliana, 1999).
Bahan makanan yang akan diolah disamping kebersihannya juga
dalam penyiapan seperti dalam membuat potongan bahan
perlu diperhatikan. Hal ini karena proses mengunyah dan refleks
menelan balita belum sempurna sehingga anak sering tersedak.
Penggunaan bumbu dalam pengolahan juga perlu diperhatikan.
Menurut Uripi, V (2004) pemakaian bumbu yang merangsang perlu
dihindari karena dapat membahayakan saluran pencernaan dan pada
umumnya anak tidak menyukai makanan yang beraroma tajam.
Pengolahan makanan untuk balita adalah yang menghasilkan tekstur
lunak dengan kandungan air tinggi yaitu direbus, diungkep atau
dikukus. Untuk pengolahan dengan dipanggang atau digoreng yang
tidak menghasilkan tekstur keras dapat dikenalkan tetapi dalam jumlah
yang terbatas.Disamping itu dapat pula dilakukan pengolahan dengan
cara kombinasi misal direbus dahulu baru kemudian dipanggang atau
direbus/diungkep baru kemudian digoreng.
b. Penyajian
Penyajian makanan salah satu hal yang dapat dapat menggugah
selera makan anak.Penyajian makanan dapat dibuat menarik baik dari
variasi bentuk, warna dan rasa.Variasi bentuk makanan misalnya dapat
dibuat bola-bola, kotak, atau bentuk bunga. Penggunaan kombinasi
bentuk, warna dan rasa dari makanan yang disajikan tersebut dapat
diterapkan baik dari bahan yang berbeda maupun yang sama.
Disamping
itujugadepatmenggunakanalatsajiataualatmakanyanglucusehingga
selain anak tergugah untuk makan, anak tertarik untuk dapat berlatih
makan sendiri.
c. Cara Pemberian Makanan untukAnak
Anak balita sudah dapat makan seperti anggota keluarga lainnya
dengan frekuensi yang sama yaitu pagi, siang dan malam serta 2 kali
makan selingan yaitu menjelang siang dan pada sore hari. Meski
demikian cara pemberiannya dengan porsi kecil, teratur dan jangan
dipaksa karena dapat menyebabkan anak menolak makanan. Waktu
makan dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk belajar bagi anak
balita, seperti menanamkan kebiasaan makan yang baik, belajar
keterampilan makan dan belajar mengenai makanan. Orang tua dapat
membuat waktu makan sebagai proses pembelajaran kebiasaan makan
yang baik seperti makan teratur pada jam yang sama setiap harinya,
makan di ruang makan sambil duduk bukan digendongan atau sambil
jalan-jalan. Makan bersama keluarga dapat memberikan kesempatan
bagi balita untuk mengobservasi anggota keluarga yang lain dalam
makan.
Anak dapat belajar cara menggunakan peralatan makan dan cara
memakan makanan tertentu. Anak usia ini mulai mengetahui cara
makan sendiri meskipun masih mengalami kesulitan untuk mengambil
atau menyendok makanan dengan demikian anak dilatih untuk dapat
mengeksplorasi keterampilan makan tanpa bantuan.Untuk
menumbuhkan keterampilan makan anak secara mandiri anak jangan
dibiasakan untuk selalu disuapi oleh orang tua atau pengasuhnya.Acara
makan bersama juga dapat mengajarkan balita mengenai makanan.
Secara umum anak lebih suka memakan makanan yang dimakan orang
tuanya. Seiring bertambahnya usia anak balita mulai tertarik dengan
makanan yang dimakan oleh teman-temannya. Dengan demikian, orang
tua sangat berperan dalam memberikan model atau contoh bagi anak
dengan memilih makanan yang sehat dan bergizi.
3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makan Balita
a. Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita
Pengetahuan gizi merupakan suatu proses belajar tentang
pangan,bagaimana tubuh menggunakan dan mengapa pangan
diperlukan untuk kesehatan. Pengetahuan pangan dan gizi orang tua
terutama ibu berpengaruh terhadap jenis pangan yang dikonsumsi
sebagai refleksi dari praktek dan perilaku yang berkaitan dengan
gizi (Zulkarnaen,dkk.,2000).
Adanya pengetahuan gizi diharapkan seseorang dapat
mengubah perilaku yang kurang benar sehingga dapat memilih
bahan makanan bergizi serta menyusun menu seimbang sesuai
dengan kebutuhan dan selera serta akan mengetahui akibat apabila
terjadi kurang gizi.
Pengetahuan tentang pangan dan gizi dapat diperoleh melalui
berbagai media baik cetak (majalah, tabloid) maupun elektronik
(radio, televisi, internet) disamping dari buku-buku.Selain itu juga
bisa diperoleh melalui pelayanan kesehatan seperti posyandu,
puskesmas.
Sumber informasi yang dapat menambah pengetahuan ibu di
luar pendidikan formal yang sering dipergunakan dan menarik
sebagian besar ibu rumah tangga di pedesaan, sehingga
memungkinkan informasi termasuk pengetahuan pangan, gizi dan
kesehatan adalah media elektronik diantaranya televise dan radio.
Namun, menurut penelitian Zulkarnaen,dkk (2000) untuk ibu-ibu
rumah tangga di desa keberadaan posyandu justru lebih banyak
dimanfaatkan sebagai sumber informasi pangan, gizi dan kesehatan.
Hal ini karena disamping adanya kegiatankegiatan penyuluhan
(penyampaian pesan-pesan gizi), posyandu juga merupakan tempat
pertemuan ibu-ibu yang memiliki balita sehingga sangat
memungkinkan adanya pertukaran informasi dan pengalaman dalam
mengasuh balitanya.
B. Pendidikan
Menurut UU No.2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada bab I pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
pendidikan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang
akandatang. Berkaitan dengan jenjang atau tingkatan yang ada dalam
pendidikan sekolah, sikap dan kepribadian seseorang akan
berubahsetelah memperoleh pendidikan sesuai dengan jenjang
pendidikan yang berbeda- beda.
Menurut Kusumawati, Yuli (2004) latar belakang pendidikan
seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Tingkat
pendidikan itu sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan
informasi gizi.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih
baik mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan
makanan sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi. Tingkat
pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya
seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan
maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi
gizi.
Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam
menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola
penyusunan makanan untuk rumah tangga.Wahidah (2005)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga
berhubungan positif dengan perbaikan pola konsumsi pangan
keluarga dan pola pemberian makanan pada bayi dan anak. Hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi
melalui pemilihan bahan pangan.
C. Pendapatan RumahTangga
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang
maupun barang dari pihak lain maupun hasi sendiri dengan jalan dinilai
dengan uang atas dasar harga saat itu (Mulyono,dkk 1985).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pendapatan per kapita
masyarakat Indonesia tahun 2007 naik 17% menjadi US$ 1.946 atau
sekitar 17,9 juta rupiah per tahun (kurs 9.200), berarti pendapatan per
kapita rata – rata masyarakat Indonesia per bulan sekitar 1,46 juta
rupiah.
Struktur pendapatan rumah tangga di pedesaan bervariasi
tergantung pada keragaman sumber daya pertanian.Variasi itu tidak
hanya disebabkan oleh faktor potensi daerah, tetapi juga karakteristik
rumah tangga.Akses ke daerah perkotaan yang merupakan pusat
kegiatan ekonomi seringkali merupakan faktor dominan terhadap
variasi struktur pendapatan rumah tangga pedesaan.Secara garis besar
ada dua sumber pendapatan rumah tangga pedesaan yaitu sektor
pertanian dan non- pertanian.Struktur dan besarnya pendapatan dari
sektor pertanian berasal dari usaha tani/ternak dan berburuh
tani.Sedangkan dari sektor nonpertanian berasal dari usaha
nonpertanian, profesional, buruh non pertanian dan pekerjaan lainnya
di sektor non pertanian.
Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis
makanan cenderung untuk membaik juga.Akan tetapi mutu makanan
tidak selalu membaik jika diterapkan pada tanaman perdagangan.
Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan untuk
rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh dari tanaman
perdagangan itu atau peningkatan pendapatan yang lain mungkin tidak
digunakan untuk membeli pangan atau bahan-bahan berkualitas gizi
tinggi. Pendapatan keluarga menurut Wahidah (2005) adalah jumlah
semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam
bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Pendapatan keluarga
mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan pengaruh
dalam taraf hidup keluarga.
Pengaruh di sini lebih diorientasikan pada kesejahteraan dan
kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat
gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap
pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang
dapat mempengaruhi status gizi.
D. Besar Keluarga
Wahidah (2005) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya
anggota suatu keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga.
Termasuk dalam hal ini akanmempengaruhi konsumsi pangan. Sehingga
jumlah anggota keluarga yang semakin besar akan menyebabkan
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata tanpa
diimbangi dengan meningkatnya pendapatan.
Menurut Zulkarnaen,dkk (2000) jumlah anggota rumah tangga yang
sedikit akan lebih mudah meningkatkan kesejahteraan, pemenuhan
pangan dan sandang serta upaya meningkatkan pendidikannya lebih
tinggi. Keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih
sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya jika dibandingkan keluarga
dengan jumlah anak yang sedikit. Jika besar keluarga bertambah maka
pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak
menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan
relatif lebih banyak dari pada anak yang lebih tua.
E. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok
individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya (Suhardjo, 2003).
Mengembangkan kebiasaan makan, berarti mempelajari cara yang
berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak
bentuk atau jenis pangan tertentu dimulai dari permulaan hidupnya dan
akan menjadi perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk.
Kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat
memberi gambaran perilaku dari nilai – nilai yang dianut oleh seseorang
atau suatu kelompok masyarakat. Pada masyarakat kota modern dimana
hampir semua orang menghabiskan waktu dari pagi sampai sore di
tempat kerja sudah tentu tidak banyak mempunyai waktu untuk
memasak makanan. Biasanya pada masyarakat seperti ini akan
berkembang kebiasaan makan di restoran cepat saji dimana nilai gizi
yang terkandung dalam makanan belum tentu sesuai dengan kebutuhan.
Hal sebaliknya terjadi pada masyarakat pedesaan dimana kebiasaan
makan keluarga dari makanan yang diolah dan dimasak sendiri.
Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning
behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau
membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga
anak dewasa. Hal ini karena bersamaan dengan pangan yang disajikan
dan diterima baik langsung atau tidak langsung, anak-anak
menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap dan
tingkah laku serta kebiasaan yang dapat mereka kaitkan dengan pangan.
F. Penilaian Pola Pemberian Makan
Menurut jurnal tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Gizi Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Nurul Huda
Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie Tahun 2012 oleh Junaidi
penilaian pola pemberian makan dapat dilakukan menggunakan rumus:

𝑆𝑝
𝑁 = 𝑆𝑚 × 100 %

Keterangan:

N : nilai pola makan

Sp : skor yang didapat

Sm : skor maksimum

Persentase diinterpretasikan dengan nilai patokan:


a. Kategori baik => 15 mean

b. Kategori kurang baik = 15 mean

G. Perilaku
1 Pengertian
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik,
durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.Perilaku merupakan
kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan & Dewi,
2010).
Perilaku manusia pada dasarnya adalah suatu aktivitas dari
pada manusia itu sendiri sehingga perilaku manusia mempunyai
bentangan yang sangat luas mencangkup berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian dan lain sebagainya.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan
organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan
lingkungan.
2 Faktor – faktor dibalik Perilaku Manusia
Perilaku manusia cenderung bersifat holistik (menyeluruh),
sebagai arah analisa kita terdapat tiga aspek yaitu aspek fisiologi,
psikologi dan sosial.Perilaku manusia adalah merupakan refleksi dari
pada berbagai gejala kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak,
pengetahuan, emosi, berpikir sikap, motivasi, dan reaksi. Faktor lain
yang berhubungan dengan perilaku adalah pengalaman, keyakinan,
sarana fisik dan sosial. Hal ini dapat di ilustrasikan sebagai berikut
(Notoatmodjo,2003):
3 Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
subyek tersebut. Respon ini terbentuk dua macam yakni
(Notoatmodjo,2003):
a. Bentuk Pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,
misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
b. Bentuk Aktif yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi
secara langsung.
4 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit,
penyakit,sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.
Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi
dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata) sedangkan
stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok yakni
sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) mengemukakan secara lebih rinci
perilaku kesehatan yaitu :
perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit, yaitu bagaimana
manusia berespons, baik secara pasif mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit tersebut.
2.3.8 PHBS
A. PENGERTIAN
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/ menciptakan
suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka
jalan komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan
(advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat
(empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006).
Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi
masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Dinkes Lampung, 2003).
B. TUJUAN PHBS
Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat diseluruh
masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan
masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk
swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal
(Dinkes, 2006).

C. MANFAAT PHBS
1. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah
sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan pengeluaran biaya rumah tangga
dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal
usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
2. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang
sehat, masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan dan masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan
Bersumber Masyarakat (UBKM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin,
arisan jamban, ambulan desa dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
D. SASARAN PHBS
Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota
keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:

1. Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan
dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu
dalam keluarga yang bermasalah).
2. Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam
keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh
keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan
lintas sektor terkait, PKK3.
3. Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur
pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan
kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah,
camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dan lain-lain.
E. INDIKATOR PHBS DIRUMAH TANGGA
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar
tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan dimasyarakat.

Indikator PHBS di Rumah Tangga (Dinkes, 2006):


1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi ASI Eksklusif
3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun
5. Menggunakan air bersih
6. Menggunakan jamban sehat
7. Rumah bebas jentik
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah

F. KRITERIA RUMAH SEHAT


Menjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat berdampak positif bagi
kualitas hidup seluruh anggota keluarga. Sebuah perubahan kecil akan membawa
dampak besar bagi kesehatan keluarga. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan
rumah singgahan.Untuk itu perhatikan tentang rumah sehat dan keluarga. Rumah
sehat akan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan penghuninya.
Memiliki rumah sehat tentunya akan memberikan rasa nyaman bagi
penghuninya. Salah satu ciri rumah sehat adalah memiliki sistem sirkulasi udara
dan pencahayaan yang baik.Sistem sirkulasi udara dapat diciptakan dengan
menggunakan lubang angin atau ventilasi udara.

Ada beberapa hal yang memenuhi syarat untuk rumah sehat, yakni:
1) Jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai. Jendela
ada dua sisi yang berbeda, sehingga bisa menjadi jalannya udara yang
baru. Pada setiap rungan sebaiknya dibuatkan jendela kaca yang
berhubungan dengan ruang luar. Dalam menentukan letak jendela,
harus diperhatikan untuk mengarah ke matahari. Cahaya matahari yang
terlalu panas, gunakan kanopi jendela untuk menaungi jendela dari
cahaya matahari langsung.
2) Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi
udara dalam ruangan menjadi baik. Minimal ventilasi udara berukuran
lebih 10 % dari luas lantai
3) Pencahayaan ruangan dengan standar mata normal bisa membaca tanpa
sinar lampu tambahan
4) Lubang asap dapur lebih besar 10% dari luas tanah lantai.
5) Lingkungan tidak padat penghuni luas lantai rumah per penghuni lebih
besar 10 m2
6) Kandang hewan harus terpisah dengan rumah. Misalkan anda
mempunyai ternak maka kandangnya harus terpisah dari rumah.
7) Konstruksi rumah, bangunan permanen dengan tembok, bata plesteran,
serta papan kedap airSanitasi yang benar
Sarana sanitasi yang benar yakni :
a. Sarana air milik sendiri, memenuhi syarat kesehatan
b. Jamban leher angsa atau septic tank
c. Terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap dan
tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air lebih dari 10
m ) dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) untuk diolah lebih
lanjut.
d. Tempat sampah yang kedap air tertutup
Rumah sehat juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuninya.Kebiasaan
yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penularan
berbagai penyakit. Agar tidak terjadi maka seharusnya perilaku
penghuni memperhatikan beberapa hal :
a. Membersihkan tempat jentik berkembang agar rumah bebas jentik
nyamuk tidak lebih dari 5 %
b. Bersihkan dari hal-hal yang mempengaruhi tikus datang ke rumah.
Pastikan rumah bebas tikus
c. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari
d. Memanfaatkan pekarangan, misalnya dengan menanami bunga,
sehingga ada upaya penghijauan
e. Membuang tinja bayi atau balita ke jamban, jangan meremehkan
tinja bayi dan dibuang sembarangan karena tinja bayi sama halnya
dengan tinja orang dewasa
f. Membung sampah pada tempat sampah, sampah hendaknya
dibuang setiap hari pada sampah besar yang akan dibawa oleh
petugas sampah (Nur Ilmiah)

2.12. KerangkaTeori

Sumber : UNICEF 1990


2.13. Kerangka Konsep

Asupan makanan

Penyakit infeksi

Ketersediaan pangan

Pola asuh ibu

Gizi kurang (status gizi)


Kesehatan lingkungan

Tingkat pendapatan

Pengetahuan ibu

Perilaku hidup bersih dan sehat


2.14. DEFINISI OPERASIONAL
Nama
No. Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
1. Status Gizi Status gizi Antropometri Timbangan BB/U : Ordinal
yaitu ekspresi dan  Gizi Buruk :
dari keadaan microtoa <-3 SD
keseimbangan  Gizi Kurang :
asupan -3SD sampai
makanan <-2SD
balita dalam  Gizi Baik :
bentuk indeks -2SD sampai
BB/U, TB/U, 2SD
BB/TB.  Gizi Lebih :
>2SD

TB/U :
 Sangat Pendek
: <-3SD
 Pendek : -3SD
sampai -2SD
 Normal : -2SD
sampai 2SD
 Tinggi : >2SD

BB/TB :
 Sangat Kurus :
<-3SD
 Kurus : -3SD
sampai <-2SD
 Normal : -2SD
sampai 2SD
 Gemuk : >2SD

2 Asupan Asupan Recall 24 Form recall Baik : Ordinal


Makanan makanan jam 24 jam 100 % AKG
adalah Sedang :
konsumsi 80-99% AKG
makan balita Kurang :
dalam satu 70-80 % AKG
hari yang Deficit :
meliputi < 70% AKG
asupan zat
gizi energi,
protein,
vitamin A, Fe.
3. Penyakit Merupakan memeriksa Wawancara “Ya” apabila Ordinal
Infeksi penyakit yang catatan di menderita infeksi
disebabkan buku KIA 3 bulan terakhir.
oleh “ Tidak “ apabila
masuknya tidak menderita
bibit penyakit infeksi 3 bulan
pada balita terakhir.
dalam 3 bulan
terakhir.
4. Ketersediaan Kondisi Pencatatan Formulir  Baik : ≥ 100% Ordinal
Pangan terpenuhinya makanan Food AKG
pangan bagi (food Account  Sedang : 80 –
rumah tangga account) 99% AKG
yang  Kurang : 70 –
tercermin dari 80% AKG
ketersediaan  Defisit : < 70%
yang cukup, AKG
baik dalam
jumlah
maupun
mutunya,
aman, merata
dan
terjangkau
yang
dikumpulkan
selama 3 hari.
5. Pola Asuh Suatu Wawancara Kuesioner  Baik = 76- Ordinal
tindakan ibu 100%
dalam
mengasuh dan  Sedang =
merawat 56-75%
balita meliputi
pemberian  Kurang =
makan dan 40-55%
perawatan
kesehatan.
6. Kesehatan Kesehatan Wawancara Kuesioner 1. Baik yaitu Ordinal
Lingkungan lingkungan hasil persentasi
adalah kondisi : >80%
kesehatan 2. Cukup yaitu
lingkungan hasil persentasi
keluarga yang : 60-80%
meliputi 3. Kurang yaitu
penyediaan air hasil skor :
bersih, <60%
pembuangan
kotoran
manusia,
pengelolaan
sampah, dan
pengelolaan
air limbah.
7. Pendapatan Pendapatan wawancara kuesioner a. Pendapatan Nominal
keluarga Keluarga tinggi :≥Rp
adalah jumlah 2.454.000.
pendapatan b. Pendapatan
tetap dan rendah :< Rp
sampingan 2.454.000.
dari kepala (UMP Kalsel,
keluarga, ibu, 2018)
dan anggota
keluarga lain
dalam 1
bulan.
8. Tingkat Pengetahuan wawancara kuesioner Kategori: Ordinal
pengetahuan adalah hasil a. Baik: 76-100%
ibu dari b. Cukup: 56-75%
pemahaman c. Kurang: < 55%
ibu tentang
cara
pengolahan
makanan,
sumber zat
gizi, dan cara
pemberian
makanan pada
anak.
9. PHBS PHBS adalah Wawancara Kuesioner Kategori : Nominal
(perilakuhidup perilaku Baik : 41-60
bersih dan keluarga Sedang : 21-40
sehat) dalam Rendah : 15-20
menjalankan
hidup bersih
dan sehat
yang meliputi
10 indikator
PHBS.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yaitu suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara variabel bebas (asupan makanan,penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pola asuh ibu, kesehatan lingkungan, tingkat pendapatan,
pengetahuan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat) serta variabel terikat (status gizi)
melalui observasi. Rancangan yang digunakan adalah Cross Sectional yaitu variabel
bebas dan variabel terikat diukur secara bersamaan.
3.2 Tempat Dan Waktu
Tempat dilaksanakan penelitian ini yaitu di desa X dan waktu penelitian berlangsung
mulai dari tanggal 5 sampai 9 November 2018.
3.3.Populasi Dan Sampel
a. Populasi dalam peneltian ini adalah semua keluarga yang mempunyai balita di desa
X.
b. Sampel meliputi sebagian keluarga yang mempunyai balita di desa X berjumlah 80
keluarga. Yang menjadi responden adalah ibu dari balita. Bila dalam satu keluarga
terdapat lebih dari satu balita, maka diambil anak yang termuda.
3.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data primer
1) Data tentang status gizi balita di desa X.
2) Data tentang asupan makanan,penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh
ibu, kesehatan lingkungan, tingkat pendapatan, pengetahuan ibu, serta PHBS
pada balita di desa X.
b. Data Sekunder
Data yang didapatkan dari puskesmas, kecamatan, dan kantor desa X.
2. Cara pengumpulan data
1) Data primer
a. Status gizi dengan pengukuran antropometri.
b. Asupan makanan dikumpulkan dengan cara wawancara recall 24 jam.
c. Penyakit infeksi dikumpulkan dengan cara wawancara dengan memeriksa
catatan balita di buku KIA.
d. Ketersediaan pangan dikumpulkan dengan metode Food Account .
e. Pola asuh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
f. Kesehatan lingkungan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan
kuesioner.
g. Pendapatan keluarga dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner.
h. Tingkat pengetahuan ibu dikumpulkan dengan wawancara menggunakan
kuesioner.
i. PHBS dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.

2) Data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dengan cara mempelajari catatan
dokumen yang ada di dinas kesehatan, puskesmas, kecamatan, dan kantor desa
X.
3. Cara Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Status Gizi
hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
dimasukkan ke dalam aplikasi program Nutri 2008.
Dikategorikan menjadi :
BB/U : TB/U : BB/TB :
 Gizi Buruk : <-3 SD  Sangat Pendek : <-3SD  Sangat Kurus : <-3SD
 Gizi Kurang : -3SD  Pendek : -3SD sampai -  Kurus : -3SD sampai
sampai <-2SD 2SD <-2SD
 Gizi Baik : -2SD sampai  Normal : -2SD sampai  Normal : -2SD sampai
2SD 2SD 2SD
 Gizi Lebih : >2SD  Tinggi : >2SD  Gemuk : >2SD

2. Pengolahan Data Asupan Makanan


a. Mengkonversi data konsumsi yang diperoleh ke dalam ukuran
berat (gram).
b. Memasukkan data konsumsi ke dalam aplikasi Nutri 2008.
c. Mengkatagorikan asupan makanan berdasarkan hasil yang
didapatkan dari pengukuran recall 24 jam.
3. Pengolahan data penyakit infeksi
a. Dengan cara memberikan koesioner kepada responden
b. Memasukkan data ke dalam aplikasi PASW
c. Pengkategorian jawaban kuesioner dengan standar :“Ya”apabila menderita
infeksi 3 bulan terakhir di tahun 2018 , “ Tidak “ apabila tidak menderita
infeksi 3 bulan terakhir di tahun 2018.

4. Pengolahan data ketersedian pangan


Data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan cara food account
kemudian data bahan makanan tersebut dikonversikan kedalam energy dan
protein. Angka yang diperoleh tersebut dibandingkan (untuk energy: 2500 kkal
dan untuk protein: 55 gram). Kemudian rata-rata konsumsi energy dan protein
perkapita/hari dengan kategori :

 Baik : ≥ 100% AKG


 Sedang : 80 – 99% AKG
 Kurang : 70 – 80% AKG
 Defisit : < 70% AKG

5. Pengolahan data pola asuh ibu


1) Pola asuh diolah menggunakan program kompoter analisis dengan
pemberian skor, sebagai berikut :
Jawaban yang benar di beri skor = 1
Jawaban yang tidak tepat di beri skor = 0
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑥 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
2) Nilai skor yang diperoleh dikategorikan menjadi diperoleh dengan
cara pemberian skor yaitu :
a. Baik = 76 – 100 %
a. Sedang = 56 – 75 %
b. Kurang = 40 – 55 %
6. Pengolahan data kesehatan lingkungan
Pengolahan data kesehatan lingkungan yaitu dengan cara member skor
pada hasil wawancara kuesioner.

1. Terdapatnya ventalasi
- Ada : Skor 2
- Tidak : Skor 1

2. Pembagian Ruangan

- Ada : Skor 2

- Tidak : Skor 1

3. Sarana Memperoleh Air Bersih


- PDAM : Skor 4
- Sumur Pompa Tangan : Skor 3
- Sumur Gali : Skor 2
-Sungai : Skor 1

4. Sumber Air Minum Keluarga


- Air Galon Isi Ulang : Skor 4
- Air PDAM : Skor 3
- Air Sumur/Pompa Air : Skor 2
- Air Sungai : Skor 1

5. Pembuangan Sampah
- TPS : Skor 4
- Dibakar : Skor 3
- Selokan : Skor 3
- Sungai : Skor 1

6. Jamban Yang Digunakan


- Jamban Leher Angsa : Skor 3
- Jamban Duduk : Skor 2
- Jamban Cemplung : Skor 1

7. Akhir Pembuangan Tinja

- Septik Tank Cemplung Penampungan Dalam Tanah : Skor 3


- Septik Tank Cemplung Sungai : Skor 2
- Cemplung Sungai : Skor 1

8. Menguras Penampungan Air dalam 1 bulan


- 1 Minggu , 1 kali atau lebih : Skor 4
- 2 Minggu , 1 kali : Skor 3
- 1 Bulan , 1 Kali : Skor 2
- Tidak Sama Sekali : Skor 1

Hasil skor kemudian dihitung dengan rumus :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡


Nilai = x 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

Kemudian dikategorikan menjadi :


a. Baik : >80%
b. Cukup : 60-80%
c. Kurang : <60%

7. Pengolahan data tingkat pendapatan


Menjumlahkan semua pendapatan keluarga 1 bulan dalam bentuk rupiah.
Kemudian dikategorikan:
Pendapatan timggi : ≥ Rp 2.454.000,-
Pendapatan rendah : < Rp 2.454.000,-
(UMP Kalsel, 2018)
8. Pengolahan data pengetahuan ibu
a. Memberi skor “1” untuk jawaban benar, dan “0” untuk jawaban salah.
b. Menjumlahkan semua jawaban kuesioner.
c. Menghitung nilai pengetahuan dengan rumus, jumlah jawaban benar dibagi
dengan jumlah pertanyaan dalan kuesioner dikali 100%.
d. Mengkategorikan pengetahuan menjadi :
1) Baik: 76-100%
2) Cukup: 56-75%
3) Kurang: < 55%

9. Pengolahan data PHBS


PHBS diolah menggunakan komputer analisis dengan pemberian skor,
sebagai berikut :
Kategori :
Baik : 41-60
Sedang : 21-40
Rendah : 15-20

3.5 Analisis Data


3.5.1 Analisis Data Asupan Makanan
Analisa data bertujuan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan
statistik sampel atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial,
analisis data dibantu dengan panduan program komputer, meliputi :
1. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian.Pada
umumya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari
tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoadmodjo, 2002).Untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara variabel yang akan diuji hubungannya antara asupan
makanan dengan status gizi,data tersebut kemudian ditabulasikan. Untuk
menguji hipotesis dilakukan uji Spearman dengan menggunakan bantuan
komputer.
3.5.2 Analisis Data Penyakit Infeksi
Analisis data bertujuan untuk menyimpulakn parameter (populasi)
berdasarkan statistic smpel atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan
inferensial, analisis data dibantu dengan panduan program komputer, meliputi
:
1. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian. Pada
umunya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi variable yang
diteliti yaitu balita yang berumur 0- 23 bulan dan presentasi dari tiap
variable.
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002).Untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara variable bebas (Status Gizi) dengan Variabel
terikat (Penyakit Infeksi), data tersebut kemudian ditabulasikan.Untuk
menguji hipotesis dilakukan dengan uji Spearman dengan menggunakan
bantuan kompeter.

3.5.3 Analisis Data Ketersediaan Pangan

1. Analisis Univariat
Data diolah dalam table distribusi frekuensi untuk tiap variable.

a. Status gizi balita

Dengan menggunakan baku standar WHO-NCHS, berdasarkan 3


indikator pengukuran status gizi balita yaitu BB/TB, BB/U, TB/U. Dapat
dikategorikan sebagai berikut :

 Gizi buruk : < - 3SD


 Gizi kurang : < - 2 SD s/d - 3 SD
 Gizi baik : < - 2 SD s/d + 2 SD
 Gizi lebih : > + 2 SD

Tabel 1.1 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat Badan


Menurut Umur (BB/U)
Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %

1 Gizi lebih

2 Gizi baik

3 Gizi kurang

4 Gizi buruk

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛


𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢

Dengan beberapa kriteria :

 Gemuk : > 2 SD
 Normal : > -2 SD s/d 2 SD
 Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
 Kurus sekali : < -3 SD

Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat Badan


Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %

1 Gemuk

2 Normal

3 Kurus

4 Kurus Sekali
Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛


𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢

Dengan beberapa kriteria :

 Normal : -2 SD s/d 2 SD
 Pendek : < -2 SD

Tabel 1.3 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Tinggi


Badan Menurut Umur TB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (TB/U)
N %

1 Normal

2 Pendek

Jumlah

1) Ketersediaan Pangan Keluarga

Data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan cara food


account kemudian data bahan makanan tersebut dikonversikan kedalam
energy dan protein. Angka yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan
jumlah AKG keluarga dengan kategori :

 Baik : ≥ 100% AKG


 Sedang : 80 – 99% AKG
 Kurang : 70 – 80% AKG
 Defisit : < 70% AKG
Tabel 1.4 Distribusi responden berdasarkan ketersediaan pangan
keluarga.

Tingkat Ketersediaan Jumlah


No.
Pangan Keluarga N %

1. Baik

2. Sedang

3. Kurang

4. Defisit

Jumlah

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariate dilakukan untuk mencari hubungan antara variable
yang diteliti dengan status gizi balita. Analisis menggunakan SPSS 18
dengan uji statistic korelasi spearman dengan tingkat signifikansi 95% (α
0,05).

Untuk menarik kesimpulan dilakuakn uji statistic untuk mengetahui


ada tidaknya hubungan antara variable yang diteliti dengan menggunakan uji
korelasi rank spearman pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi rank
spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji
signifikansi hipotetsis asosiatif bial amsing-masing variable dihubungkan
berbentuk orgdinal, dan sumber data variable tidak harus sama untuk
menganalisa dnegan rumus :

P = 1 - 6Σbi2

n(n2-1)
(Sugiyono, 2009)

Sehingga didapatkan kaidah sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan antara variable bebas (Ketersediaan Pangan)


dengan variable perikat (Status Gizi Balita)

Ha : Ada hubungan antara variable bebas (Ketersediaan Pangan) dengan


variable perikat (Status Gizi Balita)

Alpha (α) 5% (0,05)

a. Apabila P > α maka H0 diterima Tidak ada hubungan antara variable bebas
(Ketersediaan Pangan) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)

b. Apabila P ,<α maka H0 ditolak Ada hubungan antara variable bebas


(Ketersediaan Pangan) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)

Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh maka apabila :

r = 0,00 – 0,25  tidak ada hubungan atau hubungan lemah

r = 0,26 – 0,50  hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75  hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00  hubungan sangat kuat / sempurna.

(Sabri dan Sutanto, 2007)

3.5.4 Analisis Data Pola asuh Ibu

1. Analisis Univariat
Analisis Univariat adalah analisis yang digunakan untuk
mendriskipsikan variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisis Univariat

Analisis Bivariat adalah analisis yang digunkan untuk mencari

hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistic yang

disesuaikan dengan data yang ada yaitu ordinal. Variabel yang akan diuji

hubungannya adalah pola asuh dengan status gizi balita di Desa X.

Data tersebut dikumpulkan kemudian ditabulasi, untuk menguji

dilakukan uji kolerasi rank Spearman dengan menggunakan program

statistik dengan bantuan menggunakan komputer menggunakan derajat

tingkat kepercayaan (alpha=5%).

6 ⅀ 𝑑²
Rumus : rs = 1 - 𝑛 (𝑛2 −1)

Keterangan :

rs = Koefisien Kolerasi Spearman

⅀ d2 = Total Kuadrat selisih antar ranking

n = Jumlah Sampel Penelitian

Syarat uji hubungan kolerasi rank Spearman, yaitu (Hidayat,2009) :

a. Data yang bertipe ordinal

b. Sumber data antar variabel tidak harus sama

c. Uji ini digunakan untuk menguji hubungan dua variabel atau lebih.

Cara analisis koefisien korelasi rank Spearman (Wijaya, 2003)

a. Variabel pertama (misal x) dan variabel yang kedua (misal y)

dirangking.

b. Apabila terdapat nilai pengamatan yang sama, rangkingnya adalah


rata-rata.

c. Menentukan selisih rangking (di) untuk setiap pasang variabel x dan y.

Berdasarkan nilai kolerasi yang diperoleh, maka (Sabri, 2007) :

a. Apabila r = 1, berarti hubungan atar kedua variabel yang

dianalisis merupakan hubungan linear sempurna, dimana semakin

besar nilai x maka nilai y akan semakin besar pula

b. Apabila r = 0, berarti tidak ada hubungan sama sekali diantara

dua variabel.

c. Apabila r = -1, berarti hubungan antara kedua variabel yang

dianalisis merupakan hubungan linear terbalik sempurna, dimana maka

besar nilai x maka nilai y akan semakin kecil.

Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif

dapat dibagi menjadi empat area sebagai berikut :

r = 0,00 – 0,25 = tidak ada hubungan/hubungan sangat lemah

r = 0,26 – 0,50 = hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75 = hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00 = hubungan sangat kuat/sempurna

untuk menarik kesimpulan menggunakan kaidah hipotesa :

Syarat-syaratnya α = 0,05. Ho di tolak jika nilai p < α, dan Hi diterima

jika nilai p > α

Ho : tidak ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita

Ha : ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita


3.5.5 Analisis Data Kesehatan Lingkungan

1. Analisis Univariat

Data diolah dalam table distribusi frekuensi untuk tiap variable.


a. Data umum keluarga
Umur, suku, agama, dan pekerjaan kepala keluarga yang diperoleh dengan
cara wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner.
b. Status gizi balita
Dengan menggunakan baku standar WHO-NCHS, berdasarkan 3 indikator
pengukuran status gizi balita yaitu BB/TB, BB/U, TB/U. Dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1) Gizi buruk : < - 3SD
2) Gizi kurang : < - 2 SD s/d ≥ - 3 SD
3) Gizi baik : < - 2 SD s/d + 2 SD
4) Gizi lebih: > + 2 SD

Tabel 1.1 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat


Badan Menurut Umur (BB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %

1 Gizi lebih

2 Gizi baik

3 Gizi kurang

4 Gizi buruk

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢
Dengan beberapa kriteria :

a. Gemuk : > 2 SD
b. Normal : > -2 SD s/d 2 SD
c. Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
d. Kurus sekali : < -3 SD

Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan


Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %

1 Gemuk

2 Normal

3 Kurus

4 Kurus Sekali

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢

Dengan beberapa kriteria :

1) Normal : -2 SD s/d 2 SD
2) Pendek : < -2 SD

Tabel 1.3 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan


Tinggi Badan Menurut Umur TB/U)

No Status Gizi balita (TB/U) Jumlah


N %

1 Normal

2 Pendek

Jumlah

c. Sanitasi
Pengolahan data kesehatan lingkungan yaitu dengan cara member skor
pada hasil wawancara kuesioner.
1. Terdapatnya ventalasi
Ada : Skor 1
Tidak : Skor 0
2. Pembagian Ruangan
Ada : a. Ruang tamu : skor 1

b. Ruang Keluarga : skor 1

c. Ruang Tidur : skor 1

d. Ruang Makan : skor 1

e. Ruang Dapur : skor 1

f. Kamar Mandi : skor 1

g. Jamban/wc : skor 1

h. Gudang : skor 1

Tidak : Skor 0

3. Sarana Memperoleh Air Bersih


PDAM : Skor 4
Sumur Pompa Tangan : Skor 3
Sumur Gali : Skor 2
Sungai : Skor 1

4. Sumber Air Minum Keluarga


Air Galon Isi Ulang : Skor 4
Air PDAM : Skor 3
Air Sumur/Pompa Air : Skor 2
Air Sungai : Skor 1

5. Pembuangan Sampah
TPS : Skor 4
Dibakar : Skor 3
Selokan : Skor 3
Sungai : Skor 1

6. Jamban Yang Digunakan


Jamban Leher Angsa : Skor 3
Jamban Duduk : Skor 2
Jamban Cemplung : Skor 1

7. Akhir Pembuangan Tinja


Septik Tank Cemplung Penampungan Dalam Tanah : Skor 3
Septik Tank Cemplung Sungai : Skor 2
Cemplung Sungai : Skor 1

8. Menguras Penampungan Air dalam 1 bulan


1 Minggu , 1 kali atau lebih : Skor 3
2 Minggu , 1 kali : Skor 2
1 Bulan , 1 Kali : Skor 1
Tidak Sama Sekali : Skor 0

Hasil skor kemudian dihitung dengan rumus :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡


Nilai = x 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Kemudian dikategorikan menjadi :
a. Baik : >80%
b. Cukup : 60-80%
c. Kurang : <60%

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara variable yang


diteliti dengan status gizi balita. Analisis menggunakan SPSS 18 dengan uji
statistic korelasi spearman dengan tingkat signifikansi 95% (α 0,05).

Untuk menarik kesimpulan dilakuakn uji statistik untuk mengetahui ada


tidaknya hubungan antara variable yang diteliti dengan menggunakan uji korelasi
rank spearman pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi rank spearman
digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotetsis
asosiatif bila masing-masing variable dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber
data variable tidak harus sama untuk menganalisa dengan rumus :

P = 1 - 6Σbi2

n(n2-1)

(Sugiyono, 2009)

Sehingga didapatkan kaidah sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan sanitasi kesehatan atau kesehatan lingkungan dengan


status gizi balita.

Ha : Ada hubungan sanitasi kesehatan atau kesehatan lingkungan dengan status


gizi balita.

1) Apabila P > α maka H0 diterima.


2) Apabila P ,<α maka H0 ditolak.
Alpha (α) 5% (0,05)
Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh maka apabila :
r = 0,00 – 0,25  tidak ada hubungan atau hubungan lemah

r = 0,26 – 0,50  hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75  hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00  hubungan sangat kuat / sempurna.

(Sabri dan Sutanto, 2007)

3.5.6 Analisis Data Tingkat Pendapatan

1. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian.Pada

umumya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap

variabel.

2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoadmodjo, 2002).Untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara variabel yang akan diuji hubungannya antara tingkat pendapatan keluarga
dengan status gizi balita,data tersebut kemudian ditabulasikan. Uji hipotesis yang
digunakan pada penelitian ini adalah uji chi square, yaitu membandingkan
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan (Notoadmojo,
2010).Analisa menggunakan aplikasi SPSS 19.

3.5.7 Analisis Data Pengetahuan Ibu

Analisa data bertujuan untuk menyimpulkan parameter (populasi)


berdasarkan statistik sampel atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan
inferensial, analisis data dibantu dengan panduan program komputer, meliputi :

1. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian.Pada

umumya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari

tiap variabel.

2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau
berkorelasi (Notoadmodjo, 2002).Untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara variabel yang akan diuji hubungannya antara pengetahuan ibu dengan
status gizi,data tersebut kemudian ditabulasikan. Untuk menguji hipotesis
dilakukan uji Spearman dengan menggunakan bantuan komputer.
3.5.8 Analisis Data Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

Analisa data bertujuan untuk menyimpulkan parameter (populasi)

berdasarkan statistik sampel atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan

inferensial, analisis data dibantu dengan panduan program komputer, meliputi :

1. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian.Pada

umumya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari

tiap variabel.

2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau
berkorelasi (Notoadmodjo, 2002).Untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara variabel yang akan diuji hubungannya antara PHBS dengan status
gizi,data tersebut kemudian ditabulasikan. Untuk menguji hipotesis dilakukan
uji Spearman dengan menggunakan bantuan komputer.

Nilai ketentuan :

Ho : Tidak ada hubungan antara variable bebas dan variable terikat

Ha : Ada hubungan antara variable bebas dan variable terikat


Alpha (α) : 5 % (0,05)

a. Apabila p < α, maka Ho ditolak berarti ada hubungan yang bermakna antara
kedua variabel.
b. Apabila p < α, maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara kedua variabel.

Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat di bagi
dalam empat area sebagai berikut :

r = 0,00 – 0,025 – tidak ada hubungan/hubungannya lemah

r = 0,26 – 0,50 – hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75 – hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00 – hungan sangat kuat/sempurna.

Вам также может понравиться