Вы находитесь на странице: 1из 10

Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.6, No.1 Juni 2015, hlm.

26–35 ISSN: 2356-4962


E-mail: fhukum@yahoo.com
Website: www.jchunmer.wordpress.com

PERJANJIAN CARTER KAPAL NIAGA DALAM PERSPEKTIF


HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA

Hendra Djaja
Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang
Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64 Malang
E-mail: Hendra.Djaja@unmer.ac.id

Abstract
Law no 17 year 2008 about voyage applies a sabotage principle. This principle is significantly proven that it
increases the use of ship with Indonesian flag on it in all activities in voyage sector in Indonesian law territory,
so it reduces “the dependence” to the ships with foreign flags. This principle does not influence so much to the
dynamics of the commerce transportation company need to rent the ships either foreign ships or Indonesian
ones through the mechanism of the chartering of vessels or charter party, except if the policy of “sea toll” is
really implemented. Generally there are three kinds of charter party namely voyage charter, time charter and
bareboat charter. The contract content of this vessel charter fully obeys the freedom of parties. However,
practically in commerce voyage, there are various kinds of charter contracts forming standard charter party
(approved documents) that arrange like essential clauses or additional clause that must be understood well by
the parties. This understanding is important because it has an impact for not only the parties tied to charter
party but also their responsibility on the loss of transportation users.
Key Words: Commerce Vessel Charter, Indonesian Contract Law, Standard Charter

Abstrak
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menerapkan asas cabotage.Asas ini secara signifikan
terbukti meningkatkan penggunaan kapal berbendera Indonesia dalam seluruh aktivitas kegiatan usaha sektor
pelayaran di wilayah hukum Indonesia, sehingga mengurangi “ketergantungan” terhadap kapal berbendera
asing.Asas tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap dinamika kebutuhan perusahaan angkutan niaga
untuk menyewa kapal, baik asing maupun sesama kapal niaga Indonesia melalui mekanisme the chartering of
vessels atau charter party, kecuali apabila kebijakan “Tol Laut” pemerintah sekarang ini betul-betul
diimplementasikan.Secara umum terdapat tiga jenis charter party yaitu voyage charter, time charter dan
bareboat charter. Isi perjanjian carter kapal ini sepenuhnya tunduk pada kebebasan para pihak. Namun demikian
di dalam praktek pelayaran niaga, dikenal berbagai jenis perjanjian carter yang berbentuk standard charter
party (approved documents) yang mengatur antara lainklausula-klausula esential atauadditional clause dan
harus dipahami dengan baik oleh para pihak. Pemahaman ini penting karena berdampak tidak saja bagi para
pihak yang terikat charter party, tetapi juga terhadap tanggung jawab mereka atas kerugian pihak pengguna
jasa angkutan.
Kata Kunci: Carter Kapal Niaga, Hukum Perjanjian Indonesia, Standar Perjanjian

| 26 |
Perjanjian Carter Kapal Niaga dalam Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia
Hendra Djaja

Pada tahun 2011 yang lalu dunia usaha sektor pela- Pengaturan di dalam Pasal 453 ayat (1) kitab
yaran nasional atau sektor maritim di Indonesia UU Hukum Dagang dinyatakan bahwa “yang
menyambut baik kebijakan pemerintah yang mem- namakan pencarteran kapal ialah carter menurut
berlakukan asas cabotage. Lahirnya asas cabotage ini waktu dan carter menurut perjalanan”.Dari bebe-
membawa banyak harapan khususnya untuk rapa pengertian perjanjian carter kapal yang dike-
industri pelayaran niaga nasional, karena dapat mukakan di atas, maka dapat digarisbawahi
mendorong kegiatan industri maritim kita tidak bahwa pengertian perjanjian carter kapal adalah
lagi terlalu bergantung kepada pihak asing. menggambarkan sifat perjanjian carter kapal yang
Dengan memberlakukan asas tersebut maka sifatnya timbal balik.
ada kewajiban bagi seluruh kapal angkutan laut Dalam hal ini adalah antara pihak tercarter
di dalam negeri menggunakan kapal berbendera dan pihak pencarter untuk menyediakan kapal
Indonesia. Asas ini memberikan hak khusus atau lengkap dengan perlengkapannya serta pelautnya.
privelege yang bagi seluruh kapal yang berusaha di Sedangkan pihak pencarter mengikatkan diri
Indonesia untuk memakai bendera indonesia, untuk membayar uang carter atas penggunaan
kapalnya harus dimiliki (saham mayoritas) oleh kapal untuk pengankutan barang atau tujuan lain
orang Indonesia dan dioperasikan oleh warga yang sah, sesuai dengan kesepakatan. Dalam kaitan
negara Indonesia serta badan usaha yang dibentuk ini, operasional dikejakan sendiri oleh pencarter,
juga harus berupa badan hukum Indonesia.
dan sebaliknya jika dipersiapkan oleh tercarter.
Bahwa di dalam dunia perhubungan laut, un-
Pada perpsektif hukum pelayaran, hubungan
tuk meningkatkan kelancaran penyelenggaraan
hukum ini secara tegas diatur dalam pasal 7 dan
pengangkutan diperlukan suatu sarana penunjang-
pasal 8 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008
nya, yaitu sarana kapal. Salah satu penyelenggara-
Tentang Pelayaran. Secara filosofis sebenarnya asas
an angkutan laut adalah dengan mengadakan suatu
ini berperan dalam menggerakkan perekonomian
perjanjian yang di namakan perjanjian carter kapal.
dan sekaligus mewujudkan kedaulatan negara di
Maksud dari pencarteran kapal itu sendiri laut.
adalah merupakan hubungan hukum untuk peng-
Selengkapnya Pasal 8 ayat (1) Undang
gunaan / pengoperasian kapal milik orang lain,
Undang Nomor 17 Tahun 2008 menyebutkan
yang sudah di perlengkap dengan alat perleng-
bahwa: “Kegiatan angkutan laut dalam negeri dila-
kapan kapal beserta pelautnya. Juga sudah siap
kukan oleh perusahaan angkutan laut nasional
untuk menjalankan kapal sesuai dengan intruksi
pencarter. Untuk hal ini, makaperjanjian carter dengan menggunakan kapal berbendera Indone-
kapal ini didasarkan pada ketentuan hukum yang sia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarga-
sudah diatur secara tertulis. negaraan Indonesia” sedangkan pasal 8 ayat (2)
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 menye-
Sebagaimana disampaikan oleh H.M.N. Pur-
butkan bahwa: “Kapal asing dilarang mengangkut
wosutjipto mengartikan carter kapal adalah suatu
penumpang dan/atau barang antar pulau atau
perjanjian timbal balik antara tercarter (Vevrater)
antar pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
dengan pencarter (Bevrachter), dengan mana
tercarter mengikatkan diri untuk menyediakan Sebelum adanya asas cabotage, sebagian
kapal lengkap dengan perlengkapan serta pelaut- besar sektor angkutan laut domestik dilayani oleh
nya untuk kepentingan pencarter, dan si pencarter kapal-kapal berbendera asing. Secara strategis,
mengikatkan diri untuk membayar uang Charter kondisi demikian itu tentu sangat tidak mengun-
(Charterprijs)”. tungkan karena sebagai negara kepulauan, ke-

| 27 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.6, No.1 Juni 2015: 26–35

pentingan nasional kita telah dikuasai dan tergan- (carter) kapal asing maupun sesama kapal nasional,
tung pada pihak asing. maka menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah
Pemberlakuan asas cabotage diperbolehkan konsep normatif hukum perjanjian carter kapal
oleh ketentuan hukum laut internasional yakni tersebut sehingga perusahaan nasional lebih me-
berkaitan dengan kedaulatan dan yurisdiksi ne- milih mencarter kapal asing dibandingkan dengan
gara pantai atas wilayah laut teritorialnya. Dengan memiliki armada milik sendiri?
pemberlakuan asas ini, maka konsekuensinya Permasalahan berikutnya, bagaimana pula
seluruh kapal asing tidak boleh berada atau me- aspek hukum tanggung jawab atas kerugian yang
lintas tanpa seizin dan alasan yang jelas.Dari segi muncul dari suatu perjanjian carter kapal tersebut
kepentingan perekonomian Indonesia, pemberla- karena kerugian akibat perjanjian carter ini bisa
kuan asas ini dapat mendorong majunya industri berasal dari ke dua pihak yang membuat perjanjian
pelayaran nasional. maupun pihak pemakai jasa angkutan?
Salah satu kendala atau hambatan yang se- Bahwa charter party di dalam Pasal 453 KUH
lama ini dihadapi dalam menerapkan asas cabo- Dagang dinyatakan bahwa charter party adalah
tage tersebut ialah sebagian besar perusahaan penyediaan dan penggunaan penyediaan kapal
pelayaran nasional, belum seluruhnya mempunyai menurut waktu dan penggunaan penyediaan kapal
arnada kapal sendiri atau “Armada Milik”. Selama menurut perjalanan. Penggunaan kapal menurut
ini tampaknya mereka hanya menggantungkan usa-
“waktu” adalah perjanjian di mana pihak pemilik
hamisalnya, pada kegiatan keagenan kapal saja.
kapal (shipowners) mengikatkan diri untuk mnye-
Namun demikian menurut data terbaru dari diakan kapal untuk dipergunakan oleh pencarter
Kementerian Perhubungan hingga bulan Februari (charterers) selama waktu tertentu dengan mem-
2014, jumlah kapal niaga nasional tercatat sebanyak bayar harga menurut lamanya waktu.
13.244 unit. Angka tersebut bertambah sebanyak
Untuk penggunaan kapal menurut “perjalan-
7.201 unit atau tumbuh sebesar 119 persen jika
an” adalah perjanjian di mana pihak pemilik kapal
dibandingkan dengan posisi pada bulan Mei 2005
(shipowners) mengikatkan diri untuk menyediakan
saat kebijakan cabotage pertama kali diberlakukan
kapal yang akan dipergunakan pihak pencarter
yakni sebelum Undang Undang Nomor 17 Tahun
(charterers), untuk seluruh ruangan atau sebagian
2008 (Jurnal Maritim.com, diakses tanggal 14 April
baik untuk mengangkut orang atau barang pada
2015).
satu perjalanan tertentu dengan membayar harga
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa
pengangkutan.
pemberlakuan asas cabotage adalah untuk mence-
gah dan mengurangi ketergantungan armada na- Mengenai bagaimana pelaksanaan perjanjian
sional dari kapal milik asing. Selama ini pemenuhan carter itu sendiri, sudah tentu perlu diketahui
kebutuhan arnada nasional untuk pelayaran terkait dengan prosedur, ketentuan-ketentuan,
domestik, sebagian besar dilakukan oleh perusa- syarat-syarat serta istilah-istilah standar (baku)
haan pelayaran nasional dengan cara sewa kapal yang berlaku di dalam charter party. Dalam prak-
milik asing sebagai “Armada Carter” atau the char- teknya perjanjian carter ini tidak mengharuskan
tering of vessels. para pihak untuk bertemu secara langsung karena
pelaksanaannya dapat dilakukan oleh wakilnya
masing-masing sebagaimana ketentuan pasal 455
Ketentuan Dasar dalam Hukum Dagang KUH Dagang.
Oleh karena pemenuhan moda transportasi Jika proses perumusan charter party itu oleh
laut lebih banyak dilakukan dengan cara menyewa wakil ke dua pihak maka chartering brokers yang

| 28 |
Perjanjian Carter Kapal Niaga dalam Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia
Hendra Djaja

mewakili pemilik kapal sedangkan pihak agents Selanjutnya ke tiga bentuk perjanjian carter
bertindak sebagai perwakilan calon pencarter. kapal di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Dalam hal ini sebelum kata sepakat ditandatangani Voyage charter, space charter atau deadweight charter
oleh ke dua perwakilan, maka perlu dirumuskan adalah perjanjian antara pemilik kapal dengan
sebuah fixing note atau fixing letter atau suatu penyewa. Kapal lengkap dengan Nakhoda dan
ikhtisar yang berisi hal-hal yang telah dibicarakan Anak Buah Kapal untuk satu kali atau lebih pela-
untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak yaran. Besarnya charter fee akan dihitung dari
berkepentingan untuk dipelajari yang kemudian banyaknya kargo atau muatan yang diangkut
memberikan persetujuannya. seperti teruang dalam perjanjiannya, sehingga
Sesuai dengan ketentuan perundangan “sewa kapal” sama dengan uang tambang (sen
bahwa perjanjian carter bersifat konsensuil, tetapi freight). Jenis carter ini disebut juga space atau dead-
kepada para pihak diberi kebebasan untuk meru- weight charter karena sewa kapalnya didasarkan
muskan sendiri isi perjanjian carter tersebut yang pada banyaknya barang kargo yang diangkut.
dirumuskan di dalam suatu akta yang disebut char- Dengan demikian maka pihak pencarter dalam hal
ter party sebagaimana ketentuan pasal 454 KUH ini akan bertindak sebagai pengangkut (disponen
Dagang. Dengan melihat ketentuan pasal 454 KUH owner).
Dagang tersebut maka charter party itu tidak dapat Trayek (line service) yang dilayari oleh pe-
dikatakan sebagai syarat terjadinya perjanjian, milik kapal harus sesuai dengan isi perjanjian
tetapi hanya berfungsi sebagai alat bukti saja carter. Pada jenis ini apakah ruang kapal dipakai
tentang adanya perjanjian. seluruh atau tidak, pemilik kapal tetap dibayar
Secara umum dapat dikemukakan beberapa sesuai dengan isi perjanjian. Akan tetapi apabila
substansi penting yang dicantumkan dalam setiap perjanjian carter tersebut merupakan jenis Trip
charter party seperti berikut: 1) Nama dan alamat Voyage Charter maka jika kapal tersebut disewa
pemilik kapal maupun pencanter kapal; 2) Nama untuk berlayar dari satu atau beberapa pelabuhan
kapal dan hal-hal terkait dengan kapal misalnya pemuatan (loading ports) ke satu atau lebih pelabuh-
kecepatan, bahan bakar, bobot mati kapal dan an bongkar (discharging ports), tetapi hanya untuk
seterusnya; 3) Tempat dan waktu pemuatan atau satu trip dan sewa kapal didasarkan pada banyak-
pembongkaran kargo; 4) Pemakaian kapal oleh nya barang.
pencarter untuk tujuan yang sah atau legal; 5) Jenis Pihak pencarter dalam bentuk voyage charter
kargo yang diangkut; 6) Syarat-syarat pengangkut- dan trip voyage charter tersebut, pihak pencarter
an dan tanggung jawab masing-masing pihak; 7) bertindak sebagai carrier atas barang pihak ke tiga.
Pembatasan lalu lintas atau pelabuhan yang dapat Selain itu dapat pula menyewakan kapal bersang-
disinggahi; 8) Prosedur tentang pemberitahuan kutan pada pihak ke tiga, tetapi hanya untuk trayek
kesiapan kapal untuk dipergunakan (notice for yang disebut isi perjanjian carter.
readinese); 9) Biaya carter kapal (charter fee) beserta Berikutnya adalah bentuk Berth Charter yaitu
syarat-syarat pembayarannya; 10) Syarat-syarat jenis perjanjian carter jika tidak dapat ditentukan
lain yang disepakati oleh ke dua pihak. dengan pasti banyaknya kargo yang diangkut.
Sejalan dengan ketentuan perundangan serta Banyaknya (koli) barang ditentukan pada saat
perkembangan yang berlaku secara internasional kapal dilayari di dermaga (on the berth) yakni pada
maka pada dasarnya dapat dirumuskan tiga bentuk waktu pemuatan berlangsung. Sebaliknya jika pen-
perjanjian carter yaitu: 1) Voyage charter; 2) Time carter tidak mampu mengisi seluruh ruangan maka
charter; dan 3) Bareboat charter. akan dikenakan deadfreight.

| 29 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.6, No.1 Juni 2015: 26–35

Jenis lainnya ialah Gross Charter yaitu perjan- Konsekuensinya bahwa pencarter dapat bertindak
jian carter yang menetapkan bahwa semua biaya sebagai pengangkut atas barang atau kargo milik
kapal di pelabuhan, termasuk antara lain biaya pihak ke tiga dan dapat pula menyewakan lagi
bongkar muat (steverdoring) akan menjadi beban kapal yang disewanya kepada pihak lain, baik
pemilik kapal sehingga dapat diperhitungkan secara time charter maupun voyage charter.
dalam waktu menentukan besarnya biaya carter Seperti halnya berlaku pada bareboat charter,
(charter fee). Selanjutnya bentuk Net Charter meru- dalam time charter dan trip time charter berlaku asas
pakan kebalikan dari gross charter sehingga biaya- “lawfull trade in carrying lawfull merchandise” yang
biaya yang menjadi beban pemilik kapal, dialihkan artinya kapal dapat dipakai untuk kegiatan ber-
kepada pencarter. Sedangkan beban pemilik kapal layar yang legal untuk mengangkut kargo yang
hanyalah pada biaya-biaya operasional tetap (fix juga legal. Bareboat charter adalah penyewaan kapal
cost). tanpa Nakhoda dan Anak Buah Kapal. Dengan
Bentuk lain adalah Clean Charter adalah per- demikian pihak pencarter harus melengkapi sendiri
janjian carter yang mewajibkan pemilik kapal hanya Nakhoda dan Anak buah Kapalnya. Selanjutnya
bahwa kapal harus dalam kondisi baik atau layak
memikul komisi untuk chartering brookers sehingga
laut (sea worthy). Dalam jenis perjanjian ini, biaya
tidak tidak dibebani komisi-komisi lain yang biasa-
sewanya biasanya didasarkan pada setiap bobot
nya diberikan oleh pemilik kapal kepada pencarter
mati musim panas (deadweight capacity) yang harus
atas uang tambang yang dibayarnya. Time charter
dibayar dimuka untuk setiap bulan (sejenis dengan
adalah perjanjian carter yang memberikan kebe-
time charter).
basan kepada pencarter untuk menggunakan ka-
palnya selama jangka waktu tertentu yang telah Seluruh biaya operasional kapal harus di-
tanggung oleh pencarter, termasuk biaya perbaikan
disepakati dalam perjanjian. Jangka waktu yang
serta biaya survei kapal yang dilakukan secara
dimaksud misalnya dalam hitungan bulan atau
rutin. Ditentukan pula bahwa pencarter wajib
hitungan tahun.
mengembalikan kapal setelah perjanjian berakhir
Dalam jenis perjanjian carter ini, pihak dalam kondisi seperti semula (sea worthy). Biaya
Nakhoda maupun Anak Buah Kapal disediakan asuransi kapal (casco) menjadi beban pihak
oleh pemilik kapal termasuk biaya atau gaji mereka. pencarter kecuali ditentukan sebaliknya, pada saat
Selain itu pihak pemilik kapal juga menanggung perjanjian tersebut disepakati.
biaya lain seperti: minyak pelumas, survei kapal,
Perlu dicatat bahwa selama tenggang waktu
biaya perbaikan kecil atas kapal (floating repairs) carter tersebut belum berakhir (time period) maka
termasuk pula asuransi. Sebaliknya untuk biaya pihak pencarter diperbolehkan untuk menyewakan
bahan bakar minyak, biaya sandar di pelabuhan, kembali kepada pihak lain dan dalam hal ini pen-
biaya bongkar muat, air tawar dan biaya eksploitasi carter bertindak sebagai pemilik kapal. Konse-
rutin lainnya menjadi beban pencarter, kecuali jika kuensinya pihak ketiga tidak bertanggung jawab
tidak diatur dalam isi perjanjian. Biaya sewa dalam kepada pemilik kapal aseli sehingga hanya bertang-
time charter tidak tergantung dari banyaknya gung jawab pada si pencarter (disponent owner).
kargo yang diangkut, tetapi didasarkan pada
waktu yang telah disepakati sebelumnya.
Standard Charter Party atau Approved
Selanjutnya yang termasuk jenis time charter
lainnya ialah Trip Time Charter yang terjadi apabila
Documents
kapal dicarter untuk satu kali atau lebih pelayaran, Di dalam praktek pelayaran internasional
tetapi biaya carter didasarkan kepada waktu. dikenal beberapa dokumen standar sebagai ben-

| 30 |
Perjanjian Carter Kapal Niaga dalam Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia
Hendra Djaja

tuk perjanjian carter kapal baik yang berlaku untuk Selanjutnya untuk kargo atau muatan yang
time charter maupun pada voyage charter. Seba- khusus seperti muatan curah (bulk cargo) atau
gaimana telah diketahui bahwa dalam perjanjian penumpang, di antaranya: 1) Standard Ore Charter
carter para pihak dapat merumuskan dan memiliki party dengan kode “OREVOY’ khusus mengangkut
kebebasan penuh apa yang dikehendaki dalam bijih besi; 2) Continent Grain Charter party dengan
carter party berdasarkan kepentingannya masing- kode “SYNACOMEX 90” adalah khusus untuk
masing. Akan tetapi dalam praktek pelayaran angkutan bahan makanan berbentuk padi-padian
internasional, terdapat bentuk-bentuk khusus dan (grain and cereal); 3) The Baltic and International Mari-
“Baku” yang dapat dipergunakan oleh para pihak time Council Coal Voyage Charter 1971 yang direvisi
untuk merumuskan keinginan mereka dalam tahun 1997 dengan kode “POLCOALVOY’, khusus
mengadakan perjanjian carter yang dikenal sebagai untuk muatan batu bara; 4) Gas Voyage Charter party
Standard Charter Party. to be used for Liquid Gas Except LNG, dengan kode
Tentu saja bentuk-bentuk khusus standard “GASVOY” yang dikeluarkan oleh The Documen-
party tersebut mempunyai perbedaan antara satu tary Committee of the Baltic and International Mari-
dengan lainnya, sesuai dengan jenis-jenis barang time Coference in July 1972 yang khusus mengangkut
atau kargo yang diangkut. Demikian pula halnya gas alam cair selain LNG; 5) The Baltic and Interna-
“Formulir” untuk perjanjian time charter berbeda tional Maritime (BIMCO) Uniform Time Charter party
dengan perjanjian voyage charter Biasanya formulir for Container Vessels yang diterbitkan pada Oktober
untuk time charter tidak mempersoalkan tentang 1990, dengan kode “BOXTIME” khusus untuk
jenis-jenis barang yang diangkut, sedangkan for- penyewaan bagi kapal peti kemas (container); 6)
mulir dalam voyage charter akan memuat tentang North American Fertilizer Charter party 1978/1979
jenis barang yang diangkut. Hal ini dapat di- dengan kode “FERTIVOY 88” yang diterbitkan
mengeri karena dalam time charter lebih ditekankan oleh Canpotex Shipping Services Ltd. Vancouver,
pada unsur lamanya waktukapal dicarter, sedang- direvisi tahun 1988 yang khusus untuk angkutan
kan pada voyage charter bahwa jenis barang atau pupuk; 7) The Baltic and International Maritime Confer-
kargo perlu disebutkan karena jenis charter me- ence Uniform Time Charter party for Vessels Carrying
mang didasarkan pada banyaknya barang yang di- Chemicals in Bulk dengan kode “BIMCHEMTIME
angkut sehingga perlu diketahui jenis barangnya. 1984” khusus untuk angkutan bahan kimia curah
Formulir atau dokumen tersebut merupakan Ap- (Charter Party dan Standar Perjanjian Penyewaan
proved Documents yang dikeluarkan oleh lembaga Kapal, www.maritimeworld.web.id diakses tanggal
internasional seperti The Chamber of Shipping, The 16 April2015).
Baltic Exchange atau New York Produce Exchange.
Permasalahannya adalah apakah beralihnya
Dokumen-dokumen standard charter party yang
hak kepemilikan kapal yang dijadikan sebagai
dimaksud antara lain: 1) Baltime 1039 yang
obyek sewa akan mengakhiri perjanjian carter ter-
beberapa kali direvisi, terakhir tahun 2011; 2) New
sebut? Dalam kaitan ini bahwa sifat perjanjian
York Produce Exchange (NYPE 93) yang diterbitkan
penyewaan kapal melekat terhadap kapalnya seba-
oleh The Association of ship Brokers and Agents (USA),
gai obyek dari perjanjian penyewaan tersebut. Arti-
Inc; yang telah beberapa kali dilakukan revisi; 3)
nya apabila kepemilikan atas kapal beralih kepada
Deep Sea Time charter 1974 yang dikeluarkan BIMCO
pihak lain ketika perjanjiannya belum berakhir,
dengan kode “Liner time”; d) BIMCO standard Bare-
maka pemegang kepemilikan yang baru tidak
boat charter atau dengan kode “BARECON 2001”
dapat membatalkan tersebut begitu saja, karena
(Hukum Maritim, www.maritimeworld.web.id
dirinya ada kewajiban untuk meneruskan dan me-
diakses tanggal 16 April 20015).

| 31 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.6, No.1 Juni 2015: 26–35

menuhi apa yang menjadi kewajiban pemilik kapal kapal. Kerugian tersebut bisa saja terjadi apabila
sebelumnya. para pihak tidak mentaati apa yang telah disepakati
Ketentuan di atas sesuai dengan aturan pasal dalam perjanjian carter.
454 KUH dagang yang menyatakan: “Dengan pe- Beberapa bentuk additional clauses ini berupa
mindah tanganan sebuah kapal, maka persetujuan berbagai istilah baku yang harus dipahami tentang
carter kapal yang sebelumnya telah dibuat oleh maksud serta tujuannya, misalnya: 1) Subject free
pemilik kapal tersebut, tidak diputuskan karena- atau Subject open. Istilah ini muncul pada saat
nya. Pemilik baru, di samping yang memindah proses tawar menawar antara pemilik kapal de-
tangankan itu, diwajibkan memenuhi persetujuan ngan calon pencarter, sehingga ke dua pihak baru
tersebut”. Prinsip ini selaras dengan prinsip yang terikat pada penawaran (offerte) saja. Klausula ini
diatur dalam pasal 1576 KUH Perdata. penting sewaktu ada tawar menawar ruangan
Bagaimanakah kedudukan atas Bill of Lad- kapal, karena perjanjian ini umumnya melalui per-
ing (konosemen, B/L) di dalam perjanjian carter? antara (chartering broker atau chartering agent)
Perjanjian carter atau penyewaan kapal merupakan sehingga dimungkinkan mereka belum mengetahui
suatu perjanjian, tetapi tidak demikian halnya bahwa kapal atau barangnya telah diberikan pada
dengan Bill of lading atau konosemen. Kedudukan pihak lain. Untuk menghindari penawaran dobel,
Bill of Lading ini tidak sebagai suatu perjanjian digunakanlah klausula “Subject free” atau “Subject
carter tetapi berfungsi sebagai bukti adanya per- open”; 2) Promp ship atau Spot boat.
janjian pengangkutan barang dan berfungsi pula Hal ini semata-mata didasari oleh spekulasi
sebagai bukti penerimaan barang oleh pemilik bahwa kapal yang menuju suatu pelabuhan tanpa
kapal atau nahkoda kapal. adanya perjanjian pengangkutan, diperkirakan jika
Bill of lading dikeluarkan atas permintaan kapal telah sampai di tujuan tersebut akan men-
dan diberikan kepada pihak penyewa kapal atau dapatkan muatan sehingga perjanjian charter yang
pengirim barang oleh pemilik kapal atau oleh op- dilakukan bisa dimintakan pembayaran “charter fee”
erator kapal yang beroperasi dalam trayek ter- jauh lebih tinggi; 3) Subject to license being granted.
tentu. Ketentuan tersebut sesuai dengan ketentuan Klausula ini merupakan syarat yang diguna-
pada pasal 1 butir (7) The Hamburg Rules 1978 serta kan dalam tawar menawar dalam proses perjanjian
ketentuan pasal 504 ayat (1) KUH Dagang. carter dan realisasinya baru dilakukan setelah
memperoleh persetujuan pihak atasan atau
pemerintah. Alasannya bahwa mungkin barang
Additional Clauses muatan atau kargo itu milik pemerintah sehingga
diperlukan izin terlebih dahulu atau kapal yang
Di dalam perjanjian charter juga dikenal ber-
dicarter tersebut adalah milik pemerintah; 4) Dead-
bagai additional clauses yang dilampirkan pada char-
weight All Total (DWAT). Istilah atau klausula
ter party sehingga dianggap sebagai bagian tidak
“DWAT” di dalam perjanjian charter party mengan-
terpisah. Klausula additional clauses ini memang
dung maksud bahwa dalam dead weight (DWT)
seharusnya dilampirkan sebagai bagian dari isi
kapal, termasul pula: berat muatan, berat bahan
perjanjian carter, karena sangat terkait dengan
bakar, berat air tawar, spare parts termasuk logistik;
persoalan hak dan kewajiban ke dua pihak yang
5) Collect freight dan Advance freight. Dalam voyage
pada akhirnya menyangkut pada persoalan tang-
charter biasanya biayanya akan dibayar di pela-
gung jawab atas kerugian yang mungkin diderita
buhan bongkar (port of discharges) pada saat kargo
oleh ke dua pihak, baik pemilik kapal maupun
diserahkan pada penerimanya (consignee). Namun
pihak pencarter, serta pihak ke tiga pengguna jasa

| 32 |
Perjanjian Carter Kapal Niaga dalam Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia
Hendra Djaja

ada kalanya pemilik kapal menerima pembayaran hal itu telah memberikan keuntungan bagi pemilik
lebih dahulu sebagai uang muka sebagai bagian kapal sehingga pemilik kapal membayar “dispath”
dari uang tambang seluruhnya (advanced freight), kepada pencarter.
apabila disetujui ke dua pihak.
Setelah kargo dimuat dan Bill of Lading telah Tanggung Jawab terhadap Kargo
ditanda tangani, maka uang muka yang telah
dibayarkan tersebut dikembalikan jika terjadi Di dalam beberapa standard charter party atau
“ship lost” maupun jika kargo yang dimuat Approved documents pada time charter bahwa
ternyatatidak sesuai atau kurang seperti disebut Nakhoda dan Anak Buah Kapal bekerja untuk
dalam charter party; 6) Final sailing, klausula ini kepentingan pencarter, karena mereka terikat
terkait dengan pembayaran uang muka tambang, dalam “perjanjian kerja laut” yang menyebutkan:
baik seluruhnya atau sebagian yang ada kalanya “...captain to be under the others of charterers as regards
dibayar pada saat Bill of Lading ditanda tangani employment, agency or other arragements. Charterers to
tetapi pasa waktu kapal “on final sailing” atau be- furnish captain with all instructions and sailing direc-
berapa hari tertentu setelah “final sailing” tersebut; tions and captain and engineer to keep full and correct
7) Full and Complete cargo. Klausula ini menya- logs accessible to charterers or their agents”.
takan bahwa pihak yang mencarter kapal berhak Terhadap adanya kehilangan atau kekurang-
menggunakan seluruh ruangan kapal yang ada dan an kargo yang diangkut maka pemilik kapal tidak
pemilik kapal atau nahkoda tidak dapat mengguna- bertanggung jawab. Hal tersebut antara lain dise-
kan ruangan ruangan dan daya muat kapal untuk butkan: “owners not be responsible for shortage, mix-
keperluan lain. Untuk itu mengharuskan pencarter ture, marks number of pieces or packages, nor for damage
menyediakan kargo secara penuh, karena jika tidak to or claims on cargo caused by bad stowage or otherwise
dimuati secara penuh maka harga carter tetap the stevedore beeing employed by the charterers”.
dibayar secara penuh; 8) Misrepresentation. Klausula Keadaan tersebut terjadi oleh karena di dalam time
ini mewajibkan adanya keterangan secara benar charter, pemilik kapal telah mempercayakan peng-
mengenai kondisi faktual kapal, seperti daya muat, gunaan kapal kepada pencarter, sehingga persoal-
kecepatan dan sebagainya oleh pihak pemilik kapal. an pemuatan maupun pembongkaran kargo men-
Jika hal ini tidak dilakukan maka diberikan hak
jadi tanggung jawab pihak pencarter.
kepada pencarter untuk membatalkan perjanjian
carter tanpa keharusan memberi ganti rugi; 9) De- Walaupun pemilik kapal tidak bertanggung
murrage, Dispath dan Damages for detention. Di dalam jawab terhadap kargo, namun pemilik kapal dalam
voyage charter, lamanya waktu atau hari untuk hal time charter tetap bertanggung jawab terhadap
pemuatan atau pembongkaran kargo (Laydays) kelayakan kapal (sea worthness).
ditentukan dalam perjanjian carter dan pihak Terhadap kargo di dalam time charter, pe-
pencarter harus memenuhi Laydays yang milik kapal hanya bertanggung jawab sebagai
ditentukan tersebut. berikut: “owners only to be responsible for delay in deliv-
Jika misalnya Laydays untuk pemuatan dan ery of the vessels or for delay during the currency of this
pembongkaran adalah 10 hari tapi ternyata charter and for loss or damage to goods on board, if such
pemuatan baru selesai dalam waktu 15 hari, maka delay or loss has been caused by want of due dilligence
untuk kelebihan waktu ini pencarter dikenakan on the part of the owners or their manager, in making
pembayaran “demurrage” yakni uang pembayaran the vessels sea worthy and fitted for the voyage or any
kelebihan waktu. Namun sebaliknya apabila pen- other personel act of commission or default of owners of
carter terbukti lebih cepat dalam pemuatan kargo, their manager”.

| 33 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.6, No.1 Juni 2015: 26–35

Jadi terhadap kehilangan atau kerusakan atas voyage charter hampir tidak ada perbedaannya,
kargo, pemilik kapal hanya bertanggung jawab jika dalam hal dia bertindak sebagai pengangkut.
hilang atau rusaknya kargo disebabkan oleh Kalaupun ada perbedaannya, perbedaan tersebut
kesalahan pemilik kapal sendiri, karena tidak adalah sebagaimana yang telah diatur dalam char-
berbuat atau tidak bertindak dengan sepantasnya ter party khususnya terkait dengan jenis kargo
untuk menjaga kelayakan kapal. Namun apabila maupun kondisi pelabuhan pemuatan atau
pemilik kapal telah berbuat dengan cukup pantas pembongkaran kargo.
(due dilligence) sehingga kapal menjadi layak laut, Mengingat proses pengangkutan di laut se-
tetapi kapal tetap saja tidak layak berlayar, se- lalu menghadapi berbagai kemungkinan terkait
hingga menyebabkan hilangnya atau rusaknya dengan kondisi alam yang berbahaya, sudah
kargo, maka pemilik kapal tidak harus bertang- sepatutnya pertanggungan jawab pemilik kapal se-
gung jawab. Sebaliknya, jika kapal mengalami bagai pengangkut juga terdapat pembatasannya
kerusakan atau hilang yang disebabkan oleh kargo yaitu apabila terjadi keadaan force majeure. Ini
yang diangkut di dalam ruang palka kapal, maka berarti pengangkut tidak bertanggung jawab ter-
pencarter harus bertanggung jawab. hadap kerusakan, kekurangan kargo yang disebab-
Ketentuan di atas selaras dengan ketentuan kan oleh force majeure. Namun alasan seperti ini
pasal 460 KUH Dagang bahwa kewajiban pemilik jangan sampai digunakan untuk menghindar dari
tanggung jawab.
kapal adalah harus berbuat dengan layak (due
dilligence), agar kondisi kapal layak laut, dilengkapi Permasalahan terakhir yang berhubungan
dan diawaki dengan cukup sehingga selalu siap dengan tanggung jawab yang muncul dari adanya
dipergunakan pihak pencarter setiap saat sebagai charter party adalah kapankah tanggung jawab para
diatur dalam charter party. pihak yang membuat perjanjian maupun tanggung
jawab mereka atas kargo milik pengguna jasa
Sementara itu di dalam Pasal 460 ayat (2)
angkutan tersebut berakhir?
KUH Dagang, telah membebani suatu tanggung
jawab kepada pemilik kapal untuk menanggung Berakhirnya perjanjian charter kapal dan ber-
kerugian akibat dari kondisi kapal yang tidak layak akhirnya tanggung jawab para pihak, tentu saja
laut. Sebaliknya jika pemilik kapal dapat membuk- tergantung bagaimana hak serta kewajiban para
pihak telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
tikan bahwa dia telah melakukan segala upaya
atau sesuai dengan rumusan yang telah disepakati
yang pantas agar kapal layak laut, maka dimung-
dalam charter party, atau ke dua pihak sepakat
kinkan untuk dibebaskan atau membatasi (limita-
mengakhiri perjanjian itu akibat pecahnya perang
tion) pemberian ganti rugi.
(Pasal 464 KUH Dagang); atau perjanjian menjadi
Di dalam voyage charter, di samping charter gugur bilamana kapal karam atau rusak
party masih dikeluarkan juga Bill of Lading oleh pe- sedemikian rupa sehingga tidak dapat diperbaiki
milik kapal. Bill of Lading tersebut dibuat oleh kembali (pasal 519 butir d KUH Dagang).
pengangkut setelah kargo diterima atau dimuat
Demikian juga perjanjian carter dapat gugur,
ke dalam kapal, sedangkan charter party sendiri di-
apabila seluruh kargo karena mengalami kerusakan
buat dan ditanda tangani oleh ke dua pihak se-
dalam perjalanan, kargo tersebut dijual oleh pemi-
waktu perjanjian carter dibuat. Di dalam voyage
liknya (pasal 519 butir f KUH Dagang); demikian
charter ini, pemilik kapal juga berposisi sebagai pula jika akibat karamnya kapal atau hilangnya
pengangkut (carrier). kapal (pasal 462 KUH Dagang) atau jika pencarter
Di lihat dari aspek pertanggungan jawab atas tidak membayar charter fee sesuai waktu yang di-
kargo maka tanggung jawab pemilik kapal pada janjikan (pasal 463 KUH Dagang).

| 34 |
Perjanjian Carter Kapal Niaga dalam Perspektif Hukum Perjanjian di Indonesia
Hendra Djaja

Penutup ini, tidak saja berhubungan dengan para pihak


yang telah mengikatkan diri yakni pemilik kapal
Diberlakukannya asas cabotage dalam dunia
maupun pencarter, tetapi berdampak pula pada
maritim di Indonesia tidak saja berpengaruh ter-
pihak ke tiga yaitu pengguna jasa angkutan sebagai
hadap berkembangnya aspek hukum publik, tetapi
pemilik kargo.
juga berpengaruh secara cukup signifikan terhadap
peningkatan jumlah penggunaan kapal berbendera
Indonesia oleh perusahaan pelayaran nasional Daftar Pustaka
khususnya pada pelayaran domestik sebagai “Ar- Hukum Maritim, Charter Party dan Perjanjian Penyewaan
mada milik” dan secara perlahan melepaskan Kapal, www.maritimworld.web.id, diakses
ketergantungan kepada pelayaran berbendara tanggal 14 April 2015.
asing “Armada carter”. Hukum Maritim, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam
Meningkatnya kepemilikan kapal nasional Perjanjian Carter Kapal, https://lib.atmajaya.ac.id,
pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap diakses tanggal 16 April 2015.
kegiatan industri pelayaran niaga. Dalam praktek- Hukum Maritim, Perjanjian Pencarteran Kapal Laut,
nya para perusahaan pelayaran atau pengangkutan www.share-pdf.com, diakses tanggal 16 April
tersebut apabila memerlukan moda angkutan laut 2015.
yang sesuai dengan dinamika usahanya, pasti akan Muhammad, Abdul Kadir, 2013, Hukum Pengangkutan
mencari alternatif dengan cara mencarter berbagai Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung.
jenis kapal niaga melalui mekanisme charter party.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Praktek charter party pada dasarnya lebih Angkutan di Perairan.
banyak mengikuti ketentuan masyarakat inter-
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
nasional yang memberlakukan standard charter party. Kepelabuhan
Secara umum dikenal adanya beberapa perjanjian
carter yang sudah “baku” seperti voyage charter, Soedjono, Wiwoho, 1993, Hukum Pertanggungan Laut,
Rineka Cipta, Jakarta.
time charter atau bareboat charter.
Pertanggungan jawab atas kerugian apapun Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
yang timbul dari adanya perjanjian carter kapal

| 35 |

Вам также может понравиться