Вы находитесь на странице: 1из 29

I.

KONSEP TEORI
a. Anatomi & Fisiologi

Sumber : https://dimazsetiadi.wordpress.com/2011/10/18/anatomi-otak-
manusia/

Otak dibagi menjadi dua yaitu otak besar (Serebrum) dan otak kecil
(Serebelum). Otak besar terdiri dari Lobus Frontalis, Lobus Parientalis, Lobus
Oksipitalis dan Lobus Temporalis. Permukaan otak bergelombang dan
berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
Sereberum (otak besar) merupakan pusat dari : Motorik yaitu implus
yang diterima diteruskan oleh sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi
otot. Sensorik adalah setiap implus sensorik dihantarkan melalui akson sel

1
saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
Refleks merupakan berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak
sebagian lain dibagian medula spinalis. Kesadaran adalah bagian batang otak
yang disebut formasi retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri
menjadi pusat kesadaran utama. Fungsi luhur yaitu pusat berfikir, berbicara
berhitung dan lain-lain. Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan
bagian motorik penggerak otot (Fransisca B. Batticaca, 2008).
Lobus frontalis, merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa
anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri. Lobus Parietal, disebut juga lobus sensorik.
Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh
adalah bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan
letak bagian tubuhnya. Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi
pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat
berhubungan dengan daerah ini. Lobus oksipitalis terletak pada lobus
posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan
penglihatan.
Sereblum (Otak kecil) merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan. Pada daerah serebelum terdapat sirkulasi Willisi, pada dasar otak
disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diatara rangkaian
arteri cartoid interna dan verbal, lingkaran inilah yang disebut sirkulasi Willisi
yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna.
Medula spinalis merupakan pusat refleks, menerus sensorik ke otak
sekaligus tempat masuknya saraf sensorik. menerus implus motorik dari otak
ke saraf sensorik. Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama di pelajari.
Saraf somatik merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat
dan saraf motorik dari pusat ke perifer.
Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.
Saraf otak ada 12 pasang :

2
1) Saraf olfaktorious : untuk penciuman
2) Saraf optikus : saraf penglihatan
3) Saraf okulomotorius : saraf motorik penggerak otot bola mata
4) Saraf trokselaris : motorik penggerak bola mata
5) Saraf trigeminus : merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 4 cabang
yaitu bagian optical, maksilaris dan mandibularis
6) Saraf abdusens : motorik penggerak bola mata
7) Saraf fasialis : sensorik daerah wajah
8) Saraf auditorius : sensorik pendengaran dan keseimbangan
9) Saraf glosofaringeus : sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring
10) Saraf vagus : merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung
lambung, usus halus dan sebagian usus besar
11) Saraf asesorius : motorik penggerak otot sekitar leher
12) Saraf hipoglosus : motorik otot lidah.
Saraf Spinal, dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan
kanan vertebra: Saraf servikal 8 pasang, saraf torakal 12 pasang, saraf lumbal
5 pasang, saraf sacrum/sacral 5 pasang, saraf koksigeal 1 pasang. Saraf spinal
mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medulla
spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medulla spinalis
melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf ini
sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah
berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik
daerah tungkai bawah.
Saraf Otonom, sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom,
seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf
simpatis dan parasimpatis. Peningkatan aktifitas simpatis meperlihatkan:
Kesiagaan meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat,
tonus otot meningkat, gerakan saluran cerna menurun, metabolisme tubuh
meningkat. Semua ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua
itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahrga,

3
cemas dan lain-lain. Pada keadaan ini terjadi peningkatan penggunaan
energi/katabolisme. Penigkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan:
Kesiagaan menurun, denyut jantung melambat, pernafasan tenang, tonus otot
menurun, gerakan saluran cerna meningkat, metabolisme tubuh menurun. Hal
ini terjadi penyimpanan energi dan terihat apabila individu sedang
istirahat.Pusat saraf simpatis berada di medula spinalis begian torakal dan
lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada di bagian medula oblongata dan
medula spinalis bagian sacral. Pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang
lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai pusat emosi.
Fisiologi sistem peredaran darah otak, suplay darah ke otak bersifat
konstan untuk kebutuhan normal otak seperti nutrisi dan metabolisme. Hampir
1/3 kardiak output dan 20% oksigen dipergunakan oleh otak. Otak
memerlukan suplay darah kira-kira 750 ml/menit. Kekurangan suplay darah
ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang menetap. Otak
secara umum diperdarahi oleh dua pasang arteri utama yaitu Arteri vertebra
dan arteri karotis interna. Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh
darah kolateral yang disebut Circle Willis. Arteri vertebra memenuhi
kebutuhan darah otak bagian posterior, diensefalon,batang otak, secebelum
dan oksipital. Arteri karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar
hemisfer kecuali oksipital, basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon (Tarwoto,
2013).

4
b. Definisi
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke diklasifikasi menjadi Stroke Hemoragik (SN) dan Stroke
Non Hemoragik (SNH). Menurut British Medical Association (2007),
stroke hemoragi adalah pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang
disebabkan baik oleh cidera atau ruptur spontan dari pembuluh darah. Ada
empat kemungkinan dari stroke hemoragi yaitu : subdural, ekstradural,
subaraknoid, dan intraserebral. Ekstradural dan subdural hemoragi
biasanya merupakan hasil dari cidera kepala. Subaraknoid dan perdarahan
intraserebral biasanya terjadi secara spontan akibat pecahnya aneurisma
atau pembuluh darah kecil di otak.
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin
merupakan perdarahan subarachnoid. Disebabkan pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu. Perdarahan otak terbagi dua yaitu :
Pertama perdarahan intraserebral merupakan pecahnya pembuluh darah
(mikroanuerisma) tertama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Kedua, Perdarahan subarachnoid perdarahan ini
berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulsi Willisi dan cabang-cabangnya
yang diluar parenkim otak.
Maka dapat disimpulkan stroke hemoragik adalah perdarahan yang
terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya pembuluh
darah didalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-
ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang menggenangi dan menutupi
jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan ini
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Perdarahan dapat terjadi
pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage)
atau dapat juga masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid
hemorage).

5
c. Etiologi
1. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subanaknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
edema dan mungkin herniasi otak. (Muttaqin, 2008)
2. Anomali pembuluh darah
Ketidaknormalan pembuluh darah yang menyuplai otak seperti
aneurisma (pelebaran dinding pembuluh darah) dan malformasi
arteriovenosa (kelainan pembentukan pembuluh darah arteri dan vena)
adalah suatu keadaan yang sudah dimiliki seorang anak sejak lahir.
Seseorang yang memiliki ketidaknormalan pada pembuluh darah
seperti ini dapat hidup bertahun-tahun tanpa mengalami permasalahan
apapun. Namun, pada suatu waktu pembuluh darah tersebut pecah dan
menumpahkan isinya (darah) kejaringan otak dan menyebabkan stroke.
Faktor resiko stroke
Beberapa faktor penyebab stroke lainnya antara lain
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes Melitus
4. Hiperkolesterolemia
5. Obesit
6. Merokok
7. Usia
8. Jenis kelamin
9. Riwayat keluarga
(Wardhana, 2011)

6
d. Tanda dan Gejala
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cadel atau pelo
4. Gangguan bicara atau bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Ganggua daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses eliminasi terganggu
12. Gangguan fungsi otak
(Nurarif dan Hardi, 2015)
Menurut Machfoed (2011), ciri khas dari kasus perdarahan
subaraknoid adalah keluhan nyeri kepala mendadak, dengan gambaran
“nyeri kepala paling hebat selama hidup” atau “seperti ada yang
menghantam kepala saya”. Keluhan ini terjadi mendadak dan seringkali
penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat ketika onset. Dua pertiga
kasus terjadi ketika penderita sedang tidur atau melakukan aktivitas sehari-
hari, sedangkan sisanya terjadi ketika melakukan aktivitas fisik yang berat.
Pemeriksaan neurologi menunjukan adanya tanda rangsang meningeal
seperti kaku kuduk. Akan tetapi keluhan ini tidak selalu ada. Pemeriksaan
fundus okuli menunjukan gambaran perdarahan subarahknoid, vitreous,
atau flame shaped. Kondisi ini disebabkan oleh karena kongesti vena
retina akibat peningkatan tekanan inrakranial. Defisit neurologi lain bisa
bervariasi, bahkan perdarahan subaraknoid berat bisa meyebabkan kondisi
koma. Skala kondisi klinis yang sering digunakan untuk PSA adalah Hunt
and Hess Scale.

7
e. Epidemiologi
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah
dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi
glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas
(43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%.
Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan
daerah pedesaan (5,7%).
Di Kalimantan selatan, Penyakit tidak menular, terutama hipertensi
terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun
2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat
pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah
mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi
hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan
minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen
tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara
(berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan
gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000
(2013). Demikian juga untuk Diabetes melitus yang berdasarkan
wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1
persen (2013). (Riskesdas, 2013)

8
f. Patofisiologi
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah.perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranialndan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karna gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi.

9
10
g. Diagnostik
Menurut Arif Muttaqin (2008) pemeriksaan diagnostic yang diperlukan
dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi:
1) Angiografi serebri: membantu menemukan penyebab dari stroke
secara spesifik, seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma dan malformasi
vaskuler.
2) Lumbal fungsi: tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada cairan lumbal menujukkan adanya hemoragik pada subarachnoid
atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu
hari pertama.
3) CT Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya yang pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
4) USG Doppler: untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
5) MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
Pemeriksaan Laboratorium :
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin.

11
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsurangsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

h. Penatalaksanaan
1) Non Medis
a) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
c) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
d) Pasien di tempatkan pada posisi lateral dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
e) Mengontrol tekanan darah berdasarakan kondisi klien.
f) Menempatkan klien pada posisi yang tepat. Posisi klien harus
diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan gerakan pasif.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
2) Medis
a) Terapi khusus :
Hipertensi
Bila tekanan darah sistol > 220 diastol >140 mmHg, atau MAP
rerata >145 mmHg dapat diberikan antihipertensi parenteral
dengan nikardipin, diltiazem, atau labetalol. Bila tekanan darah
sistol 180-220 mmHg atau diastol 105-140 mmHg atau MAP rerata
130 mmHg dapat diberikan juga obat antihipertensi seperti di atas.
Bila tekanan darah sistol <180 mmHg diastol <105, tangguhkan
pemberian antihipertensi. Pada fase akut tekanan darah tidak boleh
diturunkan lebih dari 20-25% dari MAP dalam 1 jam pertama.

12
Kejang
Pada status kejang; pada saat kejang diberikan injeksi diazepam
bolus lambat intravena 5-20 mg diikuti fenitoin loading dose 15-20
mg/kg/menit dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit dan
diberikan dosis pemeliharaan 5 mg/kg/hari. Apabila kejang tidak
teratasi perlu dirawat di ICU.
b) Peningkatan tekanan intrakranial
Akibat penekanan massa hematom yang besar pada jaringan otak
yang berdekatan. Biasanya timbul dalam 48 jam pertama dan dapat
berlangsung dalam 2 mingu setelah perdarahan awal. Ditandai
dengan perburukan gejala neurologis dan gambaran CT Scan
ulangan adanya gambaran impending herniasi. Terapi :
Obat hiperosmolar manitol dosis 0.25-1 g/kg bolus, dilanjutkan
dengan 0.25-0.5 g/kg diulang setiap 4-6 jam sekali.
c) penatalaksanaan untuk perdarahan subaraknoid. biasanya berupa
medikamentosa seperti berikut : Monitor dan kontrol tekanan darah
untuk mencegah risiko perdarahan ulang dan menjaga tekanan
perfusi serebral. Tekanan darah dipertahankan dengan MAP <110
mmHg atau tekanan darah <160/90 mmHg.
Pemberian terapi dini antifibrinolitik jangka pendek yang
dikombinasi dengan terapi aneurisma, serta dilanjutkan dengan
upaya pencegahan hipovolemia dan vasospasme. Terapi
antifibrinolitik hanya diberikan pada kondisi tertentu, yaitu pada
penderita yang memiliki risiko rendah terjadinya vasospasme
sambil menunggu tindakan operasi.
d) Penatalaksanaan vasospasme serebral : Nimodipin (calcium
channel blocker) oral 60 mg tiap 4 jam dapat menurunkan outcome
jelek pada kasus perdarahan subaraknoid aneurisma. Obat ini
diberikan selama 21 hari. Bila terjadi hipotensi, maka dapat
dilakukan penyesuaian dosis.

13
e) Pembedahan
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pebedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA. (Muttaqin,2008).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemorhagik sering
kaliberlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif.
4) Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat

14
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
6) Pengkajian psikososiospiritual: Pengkajian psikologis klien stroke
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien
juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam
pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya
jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil
dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Oleh karena
klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang
suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta

15
pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian
terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan.oleh
defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis di dalam sistem dukungan individu.
7) Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3

16
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

17
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a) Status Mental: Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
b) Fungsi Intelektual: Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c) Kemampuan Bahasa: Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot

18
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d) Lobus Frontal: Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi,
yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik
ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi,
dendam, dan kurang kerja sama.
e) Hemisfer Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah
kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap
sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemiferkiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
10) Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-XII :
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.

19
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan di sisi yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
11) Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas
(UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
12) Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada
persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.
Menurut Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien NHS
yaitu:
a) Aktivitas/ istirahat Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis

20
(hemiplegia) Tanda: gangguan tonus otot, hemiplagia, dan terjadi
kelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
b) Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung , polisitemia, riwayat hipotensi
postural, Tanda: hipertensi arterial,nadi bisa bervariasi karena
pengaruh jantung, disaritmia, perubahan EKG.
c) Integritas ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa Tanda: emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine,
anuria, distensi abdomen, bising usus negatif.
e) Makanan/ cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual selama fase akut (peningkatan
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan
tenggorok, disfagia, ada riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah. Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks
palatum dan faringeal).
f) Neurosensori
Gejala : sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/ kesemutan/
kebas, sisi yang terkena terlihat seperti mati/ lumpuh, pengelihatan
menurun, pengelihatan ganda, atau gangguan yang lain, gangguan
pengecapan. Tanda: status mental/ kesadaran; biasanya terjadi
koma pada tahap awal haemorhagic, pada wajah terjadi paralisis
atau parese (ipsilateral), afasia, kehilangan kemampuan untuk
mengenali masuknya rangsang visual.
g) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda Tanda:
tingkah laku yang stabil, gelisah, ketegangan pada otot.

21
h) Pernapasan
Gejala: merokok Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/
hambatan jalan napas.
i) Kemanan
Tanda: motorik/ sensorik akan masalah dengan pengelihatan,
perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan),
kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan),
kesulitan menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
secara mandiri.
j) Interaksi sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin (2008) diagnosis keperawatan stroke yaitu:
1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
ateroskerosis aortik
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau
hemiplagia, kelemahan neuromaskular pada ekstrimitas.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol atau
koordinasi otot.
5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
6) Risiko Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama

22
c. Intervensi dan Rasional
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
ateroskerosis aortik
a) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atau
penyebab khusus penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/
kemunduran tanda atau gejala neurologis.
b) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral
c) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya
terhadap cahaya.
Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III)
dan berguna dalam menentukan apakah batang otak masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
d) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan,
gangguan lapang pandang atau kedalaman persepsi.
Rasional: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan
daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus
mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang dilakukan.
e) Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung atau aktivitas klien sesuai indikasi.
Rasional: aktivitas atau stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin di-perlukan untuk
pencegahan perdarahan dalam kasus hemoragik atau perdarahan
lainnya.
f) Tinggikan kepala 300
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral.

23
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
a) Kaji keadaan jalan nafas.
Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi
sekret, sisa cairan mukus.
b) Ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam).
Rasional: mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-
paru, mengurangi resiko atelektasis.
c) Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Rasional: membantu pengenceran sekret dan ventilasi segmen
paru-paru, mengurangi sekret.
d) Lakukan fisioterapi sesuai indikasi .
Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
sekret.
e) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator sesuai indikasi.
Rasional: megatur ventilasi dan melepaaskan sekret karena
relaksasi otot atau bronkospasme.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese, kelemahan
neuromaskular pada ekstremitas.
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktifitas.
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan tonus massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
c) Lakukan gerakan pasif pada ekstemitas yang sakit.
Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk digerakkan.

24
d) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan,
atau lecet.
Rasional: deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit.
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk dan latihan fisik klien.
Rasional: peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas
dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterafi.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol atau
koordinasi otot.
a) Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala) dan tingkat
kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
Rasional: membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara maksimal.
b) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan
sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, penting bagi klien untuk melakukan sesuatu hal
sebanyak mungkin bagi diri sendiri dan untuk mempertahankan
harga diri serta meningkatkan pemulihan.
c) Bawa klien ke kamar mandi dengan teratur atau interval waktu
tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
Rasional: klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung
kemih, dan tidak dapat mengatakan kebutuhannya, tetapi biasanya
dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses
penyembuhan.
d) Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional: mengkaji perkembangan program latihan (mandiri) dan
membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit.

25
5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
a) Tetapkan metode visual untuk mengkomunikasikan adanya klien
yang mengalami disfagia.
Rasional: risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.
b) Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti
tidak saat lelah, tidak mengantuk, dll. Pastikan alat suksion selalu
siap tersedia saat klien makan.
Rasional: keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.
c) Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau
fowler tinggi dengan leher agak fleksi ke depan dan dagu
menunduk.
Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk
membantu perpindahan makanan ke bawah dan menurunkan risiko
aspirasi.
d) Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan
lunak ketika klien dapat menelan air. Pilih atau bantu klien untuk
memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan
mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak
lainnya.
Rasional: makanan lunak atau cairan kental lebih mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan risiko terjadinya
aspirasi.
e) Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta
menurunkan risiko tesedak.
f) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan atau kegiatan.
Rasional: dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.

26
6) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
a) Anjurkan untuk melakukan ROM dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
b) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak dibawah daerah-
daerah yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan kapiler
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.

d. Evaluasi
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
ateroskerosis aortik Evaluasi:
a) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD: dalam batas normal
N : 60-100 kali/menit.
RR: 16-20 kali/menit.
T : 36,5-37,5 0C.
b) Klien tidak gelisah.
c) Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah.
d) GCS : 4,5,6
e) Tidak terdapat papiledema
f) Pupil isokor

27
g) Refleks cahaya (+)
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, perubahan tingkat kesadaraan. Evaluasi:
a) Tidak ada akumulasi sekret.
b) Mempertahankan keefektifan jalan napas tetap bersih
c) Aspirasi tidak terjadi
d) Bunyi napas terdengar bersih
e) Ronki tidak terdengar
f) Tidak ada penumpukan sekret disaluran pernapasan
g) Frekuensi napas 16 – 20 kali/menit
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau
hemiplagia, kelemahan neuromaskular pada ekstremitas. Evaluasi:
a) Aktivitas klien mandiri.
b) Tidak memperlihatkan adanya kontraktor.
c) Skala kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol atau
koordinasi otot. Evaluasi:
a) Kebersihan diri baik.
b) Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Evaluasi:
a) Asupan nutrisi adekuat.
b) BB ideal.
6) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama. Evaluasi :
a) Klien berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka
b) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka atau dekubitus

28
III. DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Fransisca, B.B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Kowalak, J.P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: ECG

Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan

Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta

: Mediaction.

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem

Persarafan. Edisi II Jakarta: Sagung seto.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Wardhana Wisnu Arya.2011.Strategi mengatasi & bangkit dari stroke.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

29

Вам также может понравиться

  • Sedatif Musik
    Sedatif Musik
    Документ4 страницы
    Sedatif Musik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Anatomi Fisiologi Neuro
    Anatomi Fisiologi Neuro
    Документ15 страниц
    Anatomi Fisiologi Neuro
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sap Penanganan Banjir
    Sap Penanganan Banjir
    Документ15 страниц
    Sap Penanganan Banjir
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Kelompok Geriatrik
    Kelompok Geriatrik
    Документ11 страниц
    Kelompok Geriatrik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • LP Omsk
    LP Omsk
    Документ26 страниц
    LP Omsk
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Документ1 страница
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ68 страниц
    Bab Ii
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Документ10 страниц
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Документ10 страниц
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ9 страниц
    Bab I
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ68 страниц
    Bab Ii
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Hospitalisasi Pada Anak
    Hospitalisasi Pada Anak
    Документ1 страница
    Hospitalisasi Pada Anak
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ8 страниц
    Bab Iii
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Документ1 страница
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • MANAGEMENT
    MANAGEMENT
    Документ3 страницы
    MANAGEMENT
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    Документ2 страницы
    Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Catatan Perkembangan
    Catatan Perkembangan
    Документ2 страницы
    Catatan Perkembangan
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • PICO
    PICO
    Документ2 страницы
    PICO
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • MANAGEMENT
    MANAGEMENT
    Документ3 страницы
    MANAGEMENT
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • ANATOMI DARAH
    ANATOMI DARAH
    Документ26 страниц
    ANATOMI DARAH
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • LP Hepatitis
    LP Hepatitis
    Документ17 страниц
    LP Hepatitis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Kelompok 2 BIOLOGI
    Kelompok 2 BIOLOGI
    Документ9 страниц
    Kelompok 2 BIOLOGI
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lembar Job Fair
    Lembar Job Fair
    Документ6 страниц
    Lembar Job Fair
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Kespro Remaja
    Kespro Remaja
    Документ2 страницы
    Kespro Remaja
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Jurnal Translate
    Jurnal Translate
    Документ5 страниц
    Jurnal Translate
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Absensi Seminar
    Absensi Seminar
    Документ2 страницы
    Absensi Seminar
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sedatif Musik
    Sedatif Musik
    Документ4 страницы
    Sedatif Musik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sifat Dasar Ingatan
    Sifat Dasar Ingatan
    Документ6 страниц
    Sifat Dasar Ingatan
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Tugas Filsafat Halaman 405-407
    Tugas Filsafat Halaman 405-407
    Документ2 страницы
    Tugas Filsafat Halaman 405-407
    bikeindo20
    Оценок пока нет