Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua yang
karier pada anaknya. Namun akhir-akhir ini genetik bukan penyebab utama asma. Polusi udara
dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar merupakan faktor dominan dalam
peningkatan serangan asma. Bahwa orang yang menderita asma 70% diantaranya adalah
disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang kurang bersih dan 30% diantaranya
adalah karena faktor genetik (Nilawati, 2008).
Dan menurut Survey Kesehatan Nasional (Sukernas) tahun 2011, penyakit saluran
pernapasan merupakan merupakan penyebab kedua paling banyak menyebabkan kematian
setelah gangguan pembuluh darah. Di Amerika 14 sampai 15 juta orang adalah penderita asma,
dan kurang lebih 4,5 juta diantaranya adalah anak-anak. Penyakit ini merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah ataupun di rumah sakit
asma menyerang segala usia dan semau laki-laki dan wanita (Ikawati, 2008).
Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab
kesakitan dan kematian di Rumah Sakit dan diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia
menderita asma. Angka kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85% dan lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dewasa (10-1245%). Pada anak, penyakit asma dapat mempengaruhi
pertumbuhan, karena anak yang menderita penyakit asma sering mengalami kambuh sehingga
dapat menurunkan prestasi di sekolah. Prevalensi asma di perkotaan umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan, karena pola hidup di kota besar meningkatkan resiko
terjadinya asma. Di Indonesia prevalensi asma sebesar 3,32%, sedangkan di wilayah Jawa
Tengah sebesar 3,01% (Oemiati Ratih, dkk.2010)
Hal ini menunjukkan betapa tingginya angka penderita asma bronchiale. Dikarenakan
kurangnya pengetahuan mayarakat tentang penyakit asma, serta lingkungan maupun polusi udara
yang kotor dan faktor keturunan, dimana seorang tenaga keperawatan sangat perlu memberikan
upaya-upaya kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif guna
menekan jumlah penderita penyakit asma dan saluran pernapasan khususnya asma bronkhiale
dan meningkatkan derajat kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien asma bronchiale secara
komprehensif.

2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengkaji, mengenal masalah utama dari asma bronchiale.
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien asma bronchiale.
c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada pasien asma bronchiale.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien asma bronchiale.
e. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien asma bronchiale.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (
Huddak & Gallo, 1997 )​
​Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
 mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

2.2 Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui
karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus
binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat,
polusi.
2. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik
ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan
serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
2.3 Manifestasi Klinis.
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1)​ B
​ atuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

2)​ R
​ ochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

3)​ W
​ hezing belum ada
4)​ B
​ elum ada kelainan bentuk thorak

5)​ A
​ da peningkatan eosinofil darah dan IG E

6)​ B
​ GA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

1)​ T
​ imbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

2)​ W
​ hezing
3)​ R
​ onchi basah bila terdapat hipersekresi

4)​ P
​ enurunan tekanan parsial O2

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


2) Whezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
4) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229

2.4 Anatomi fisiologi


Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara
hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang
dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung,
sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian
bawah.
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di
bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung
dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut.
Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil
kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang
berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:
1. Bagian​ ​sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
2. Bagian​ ​tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
3. Bagian​ ​bawah sekali dinamakan laring ofaring.

c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara.
Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih
penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus
sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi
batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea
tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini
bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut
masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus
utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini
lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik,
duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh
dinding septus atau septum.
g. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi
tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi
dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.

Peredaran Darah Paru-Paru


Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta
thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke
atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran
ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang
teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang selanjutnya
membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.

Proses Pernafasan dipengaruhi oleh:

1.Ventilasi : Pergerakan mekanik udara dari dan ke paru-paru

2.Perfusi : Distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.


3.Difusi : Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

4.Transportasi : Pengangkutan O​2​-CO​2​ yang berperan pada sistem cardiovaskuler

2.5 Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal,
sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian
dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO​2​ akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan
konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme
asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

2.6 Pemeriksaan penunjang


a. Spirometri
b. Uji provokasi bronkus
c. Pemeriksaan sputum
d. Pemeriksaan cosinofit total
e. Uji kulit
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g. Foto dada
h. Analisis gas darah

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus


a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU

1. Pengkajian
a. Anamnesia
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi
baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma
bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba
dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.

b. Pemeriksaaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

c. Sistem Pernafasan
1. Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi
produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih
tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2. Frekuensi pernapasan meningkat
3. Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi
kering dan wheezing.
5. Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin
lebih.
6. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan
§ Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
§ Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu
napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,
supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung
7. Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan
bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosi
8.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a. Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b. Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari
10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3. Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung

2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme​.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral

3.​ ​Intervensi

N
DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan jam, pasien mampu : Buka​· jalan nafas, guanakan
dengan tachipnea, Respiratory status : Ventilation​ϖ teknik chin lift atau jaw thrust
peningkatan Respiratory status : Airway bila perlu
produksi mukus, patency​ϖ Posisikan​· pasien untuk
kekentalan sekresiAspiration Control,​ϖ memaksimalkan ventilasi
dan Dengan kriteria hasil : Identifikasi​· pasien perlunya
bronchospasme. Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas
efektif dan​ϖ suara nafas yang buatan
bersih, tidak ada sianosis dan Pasang​·​ mayo bila perlu
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu Lakukan​· fisioterapi dada
bernafas dengan mudah, tidak jika perlu
ada pursed lips) Keluarkan​· sekret dengan
Menunjukkan​ϖ jalan nafas yang batuk atau suction
paten (klien tidak merasa Auskultasi​· suara nafas, catat
tercekik, irama nafas, adanya suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam Lakukan​·​ suction pada mayo
rentang normal, tidak ada Berikan​· bronkodilator bila
suara nafas abnormal) perlu
Mampu mengidentifikasikan dan Berikan​· pelembab udara
mencegah​ϖ factor yang dapat Kassa basah NaCl Lembab
menghambat jalan nafas ​·​Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
​·​Monitor respirasi dan status
O2

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC :


pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan jam, pasien mampu :
​·​ Buka jalan nafas, gunakan
dengan perubahanRespiratory Status : Gas
teknik chin lift atau jaw thrust
membran kapiler – exchange​ϖ
bila perlu
alveolar Respiratory Status : ventilation​ϖ
​·​ Posisikan pasien untuk
Vital Sign Status​ϖ
memaksimalkan ventilasi
Dengan kriteria hasil :
​·​ Identifikasi pasien perlunya
Mendemonstrasikan​ϖ
pemasangan alat jalan nafas
peningkatan ventilasi dan
buatan
oksigenasi yang adekuat
​·​ Pasang mayo bila perlu
Memelihara​ϖ kebersihan paru ​·​ Lakukan fisioterapi dada
paru dan bebas dari tanda jika perlu
tanda distress pernafasan ​·​ Keluarkan sekret dengan
Mendemonstrasikan​ϖ batuk batuk atau suction
efektif dan suara nafas yang ​·​ Auskultasi suara nafas, catat
bersih, tidak ada sianosis dan adanya suara tambahan
dyspneu (mampu ​·​ Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum, mampu ​·​ Berika bronkodilator bial
bernafas dengan mudah, tidak perlu
ada pursed lips) ​·​ Barikan pelembab udara
Tanda​ϖ tanda vital dalam ​·​ Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan
keseimbangan.
​·​ Monitor respirasi dan status
O2

Respiratory Monitoring

​·​ Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha
respirasi
​·​ Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
​·​ Monitor suara nafas, seperti
dengkur
​·​ Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
​·​ Catat lokasi trakea
​·​ Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
​·​ Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
​·​ Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
​·​ Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Ketidakseimbangan ​NOC: · Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari · Nutritional status: makanan
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient · Kolaborasi dengan ahli
b/d penurunan · Nutritional Status : gizi untuk menentukan jumlah
masukan oral food and Fluid Intake kalori dan nutrisi
· Weight Control yang dibutuhkan pasien
· Yakinkan diet yang
Kriteria hasil dimakan mengandung tinggi
· Albumin serum serat untuk mencegah
· Pre albumin serum konstipasi
· Hematokrit
· Hemoglobin
· Total iron binding · Ajarkan pasien bagaimana
capacity membuat catatan makanan
· Jumlah limfosit harian.
· Monitor adanya
penurunan BB dan gula darah
· Monitor turgor kulit
· Monitor kekeringan,
rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
· Monitor mual dan muntah
· Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
· Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
· Anjurkan banyak minum
· Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

Вам также может понравиться