Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan.
Berdasarkan studi epidemiologi, bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal (Mahayana et al., 2015).
Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir di negara
yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002-
2003, angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup bervariasi
pada masing-masing provinsi. Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%) (Mahayana et al.,
2015).
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan
paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal.
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan
dan atau kematian, seperti asfiksia (Kementerian Kesehatan, 2015). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian
terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi (Riskesdas, 2007). Asfiksia saat lahir menjadi penyebab
kurang lebih 23% dari sekitar 4 juta kematian neonatus di seluruh dunia setiah tahunnya (Kitamura et al, 2010).
Sekitar 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas saat lahir; dan kurang dari 1% membutuhkan
tindakan resusitasi ekstensif agar selamat. Sebaiknya kurang lebih 90% bayi baru lahir menjalani transisi dari
kehidupan intrauterin ke ekstra uterin tanpa kesulitan.
Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di Indonesia pada tahun 2010
adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak 675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian
sebesar 32.400 (nomor 8 penyebab kematian di Indonesia). Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di
Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 19/1000 kelahiran hidup
(SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian neonatal terhadap kematian anak balita cenderung meningkat dari 43%
(SDKI 2002- 2003) menjadi 48% (SDKI 2012). Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6 hari)
adalah asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta sepsis (12%) sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis
(22%), kelainan kongenital (19%) dan pneumonia (17 %). Upaya menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan
antenatal dan pertolongan persalinan sesuai standar yang harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan
upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum,
sepsis), hipotermia dan asfiksia. Gambar berikut adalah menunjukkan tren angka kematian neonatal dan balita
(Irwanto, 2017).
Faktor resiko
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas), IUGR (Intra Uterine Growth
Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua
penyebab ini dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta, janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa kehamilan (Mahayana et al., 2015).
Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik.
Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan
riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah
mencapai usia 40 tahun (Mahayana et al., 2015).
Faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia kehamilan, riwayat obstetri jelek, ketuban
pecah dini dan berat lahir bayi. Penelitian telah menunjukkan hubungan kompleks antara asfiksia janin dan bayi baru
lahir dengan kerusakan otak, keseimbangan antara derajat, durasi dan sifat asfiksia dengan kualitas respons
kompensasi kardiovaskular. Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah.
Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk memastikan bahwa asfiksia telah terjadi dan
didapatkan ensefalopati neonatus serta komplikasi sistem organ lainnya untuk mengetahui derajat asfiksia (Irwanto,
2017).
Pramono, Mochamad Setyo dan Gurendro Putro. 2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 12 (2) hal. 127-
132.
Mahayana, Sagung Adi Sresti., Eva Chundrayetti dan Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 4 (3).
Kementerian Kesehatan. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
Irwanto. 2017. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dan Resusitasi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD
Dr. Soetomo. ResearchGate.