Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MORBUS HANSEN
Disusun Oleh:
Arlita Mirza
1102013043
Pembimbing:
dr. Evy Aryanti, Sp.KK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih
sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
SAW, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman,
aamiin. Penulisan laporan kasus yang berjudul “MORBUS HANSEN“ ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian
ilmu penyakit kulit dan kelamin di RSUD Kabupaten Bekasi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada dr. Evy Aryanti ,Sp.KK yang telah
memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas
beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.
Arlita Mirza
Penyusun
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Muncul kemerahan pada tangan, kaki dan pipi
Keluhan Tambahan
Gatal pada seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan muncul
kemerahan pada tangan, kaki dan pipi yang disertai dengan rasa gatal seluruh tubuh
sejak 4 bulan yang lalu. Pasien mengatakan awalnya keluhan ini dirasakan pada 3
tahun yang lalu muncul kemerahan dirasakan apabila pasien berkeringat disertai
dengan rasa gatal di seluruh tubuh. Keluhan ini dirasakan hilang timbul. Munculnya
kemerahan disertai dengan rasa baal dan keluhan panas dingin , mual dan pasien
mengaku menjadi tidak napsu makan. Kemudian pasien berobat ke klinik dokter
pada 3 bulan yang lalu dekat rumahnya hanya diberikan obat penurun panas saja
namun pasien lupa nama obatnya. Setelah minum obat itu, kemerahan dan gatalnya
tidak membaik. Kemudian 1 bulan setelah berobat ke dokter di dekat rumahnya,
pasien berobat ke puskesmas Pulobambu, saat di puskesmas mengatakan kalau
pasien alergi keringat dan diberikan obat seperti pil berwarna putih, pasien tidak
tahu nama obatnya. Pasien mengaku apabila obat yang diberikan oleh puskesmas
habis keluhan muncul kemerahan dan gatal pada seluruh tubuh timbul lagi dan
semakin banyak serta menyebar. Pasien juga mengaku apabila tidak minum obat
dari puskesmas pasien merasa kulitnya kering.Kemudian 1 bulan terakhir ini pasien
sengaja tidak minum obat dari puskesmas lagi dan ternyata keluhannya semakin
memburuk. Karena keluhan pasien tidaak membaik, maka pasien berobat ke poli
kulit RSUD Kabupaten Bekasi.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke dokter dan puskesmas
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
• Nadi : 84x/menit
• Suhu : 36,5°C
• Frekuensi nafas : 20x/menit
Status Generalis
Kepala Bentuk : Normocepal, simetris
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik -/-, pupil
isokor kanan dan kiri, refleks cahaya (+/+).
Lagoftalmus (-)
Hidung : deformitas (-), nyeri tekan (-), sekret (-/-)
Status Lokalis
1. Regio Dorsum Manus Dextra et Sinistra : tampak plak eritema multiple
lenticular, bentuk sirsinar (seperti lingkaran), batasnya tidak tegas
4. Regio Cruris Dextra et Sinistra : tampak plak eritem multiple milier hingga
nummular bentuk sirsinar, batasnya tidak tegas, simetris,plak
hiperpigmentasi milier,simetris, xerosis
c. Rasa Raba
1.6. Resume
Pasien perempuan usia 33 tahun datang ke poli Kulit RSUD Kabupaten
Bekasi dengan keluhan kemerahan pada seluruh tubuh yang disertai dengan
rasa gatal dan baal sejak 4 bulan yang lalu. Ketika muncul kemerahan
disertai dengan panas dingin, mual, dan pasien mengaku menjadi tidak
nafsu makan. Pasien sudah pernah berobat ke dokter dan puskesmas dalam
2 bulan terakhir ini namun keluhan tak kunjung membaik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada regio dorsum manus dextra et sinistra
10
11
- Lindungi kaki dengan selalu memakai alas kaki, alas kaki yang cocok
adalah yang empuk di bagian dalamnya, keras di bagian bawah supaya
benda tajam tidak dapat menembusnya.
- Sering memeriksa kaki jika ada yang luka atau lecet sedikit apapun
- Segera rawat dan istirahatkan kaki (jangan diinjakkan) jika ada luka,
memar atau lecet.
- Memakai sarung tangan jika bekerja dengan benda tajam atau panas
- Memakai kacamata untuk melindungi mata
- Jika anggota keluarga yang lain mempunyai gejala yang sama segera
dibawa ke rumah sakit.
1.11. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Kusta/ Lepra/ Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen adalah
sebuah penyakit infeksi kronisyang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan
mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang
bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif,
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.1
2. ETIOLOGI
Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama
kali oleh sarjana Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman
ini bersifat gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, tahan asam,
berbentuk batang, dengan ukuran 1-8µ, lebar 0,2- 0,5 µ, bias anya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, basil intraseluler obligat yang
terutama dapat berkembang biak dalam sel Schwann saraf, makrofag kulit,
dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Adanya distribusi lesi yang
secara klinik predominan pada kulit, mukosa hidung, dan saraf perifer
superficial menunjukkan pertumbuhan basil ini cenderung menyukai
temperature kurang dari 37oC. Masa belah diri kuman ini memerlukan
waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21
hari,.Oleh karena itu masa tunas menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.2
3. EPIDEMIOLOGI
Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini
telah menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis.
Namun, saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang
penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO mencatat penderita
baru di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah India dan
Brazil, yaitu sebanyak 19.695 orang. Sedangkan kasus kusta yang tercatat
13
akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru sebanyak 16.668
orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi ada di Pulau Jawa, Sulawesi,
Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk
adalah 0,73.1,3
4. KLASIFIKASI
Penentuan tipe morbus Hansen perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi
yang sesuai.1,3 Klasifikasi penyakit Morbus Hansen didasarkan pada gambaran
klinis, bakterioskopik, dan histopatologis.2,3,5,8 Ridley - Jopling
mengklasifikasikan morbus Hansen sebagai berikut; Tuberkuloid polar (TT)
yang merupakan bentuk stabil, Tuberkuloid indefinite (Ti), Borderline
tuberculoid (Bt), Mid Borderline (BB), Borderline lepromatous (Bl),
Lepromatosa indefinite (Li), Lepromatosa polar (LL) yang merupakan bentuk
yang stabil.1.2,3,4,5,8,9
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe
tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stanil, jadi
berarti tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa
polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan tipe yang stabil yang tidak
mungkin berubah lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline
atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB
adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa.
BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak
lepromatosanya. Tipe – tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat
bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun ke arah LL.1,3,5
Lesi pada tuberkuloid polar (TT) biasanya yang solid atau sedikit jumlahnya
(lima atau kurang) dan distribusi asimetris. Lesi dapat hipopigmentasi atau
eritematosa, dan biasanya kering, bersisik, dan berbulu. Lesi khas tuberkuloid
adalah besar, plak eritematosa dengan batas yang jelas. Lesi pada Borderline
tuberkuloid (Bt) mirip dengan lesi pada TT, tetapi lebih kecil dan lebih banyak.
Terdapat lesi satelit di sekitar makula besar atau plak. Lesi pada BB (Mid
Borderline) lesi pada kulit banyak (tapi dapat dihitung) dan terdiri dari plak
14
kemerahan yang tidak teratur. Lesi satelit kecil dapat mengelilingi plak lebih
besar. Pada umumnya distribusinya asimetris.
Lesi pada Bl (Borderline lepromatosa) distribusinya cenderung simetris,
multipel dan dapat berupa makula, papula, plak, dan nodul. Terdapat penebalan
saraf yang bersifat simetris. Tidak terjadi hilangnya sensasi, madarosis,
keratitis. Sedangkan lesi kulit pada lepromatosa polar (LL) terdiri dari makula
hipopigmentasi, terdapat infiltrasi difus kulit, bersifat simetris dengan batas
kurang jelas, menunjukkan sedikit perubahan dalam tekstur kulit, disertai
sedikit atau tidak ada hilangnya sensasi pada lesi, hilangnya progresif rambut
pada sepertiga bagian luar alis, bulu mata, dan akhirnya pada tubuh.3,5 Tempat
terjadinya lesi pada awal biasanya tidak jelas dan paling sering terjadi di bagian
telinga, alis mata, hidung, dagu, siku, tangan, bokong, atau lutut. Terjadi
penebalan saraf perifer yang berkembang dengan lambat.2,3,5
WHO membagi klasifikasi Morbus Hansen berdasarkan jumlah lesi dan hasil
pemeriksaan bakterioskopik pada kulit, yaitu Pausi Basiler (PB) dengan jumlah
satu – lima lesi dan hasil pemeriksaan bakteri negatif. Sedangkan Multi Basiler
(MB) dengan jumlah lebih dari lima lesi dan hasil pemeriksaan bakteri
positif.6,7,8
15
5. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum
diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa
yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Bila kuman masuk kedalam
tubuh maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan makrofag untuk
memfago s it nya.
Pada MH tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular,
dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga
kuman dapat bermultifkasi dengan bebas yang kemudian dapat merusak
jaringan.
Pada MH tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas seluler tinggi,
sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah
semua kuman difagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid
yang tidak bergerak aktif dan kadang – kadang bersatu membentuk sel datia
Langhans, bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan
dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
sekitarnya.
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M.leprae,
disamping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya
sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas
tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi.
Akibatnya aktifitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf
yang progresif.
16
6. DIAGNOSIS
Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena memberikan
gejalayang hampir mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis penyakit kusta
didasarkan pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign), yaitu:
A. Bercak kulit yang mati rasa, Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk
menemukan ditempat tubuh yang lain, makaakan didapatkan bercak
hipopigmentasi atau eritematus, mendatar (makula) atau meninggi
(plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap
rasa raba, rasa suhu,dan rasa nyeri.
B. Penebalan saraf tepi, Dapat disertairasa nyeri dan dapat juga disertai
dengan atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:
a. Gangguan fungsi sensoris: hipostesi atau anestesi
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yangterganggu.
C. Ditemukan kuman tahan asam, Bahan pemeriksaan adalah hapusan
kulit, cuping telinga, dan lesi kulit pada bagian yangaktif. Kadang-
kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Untuk menegakkan
diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda
kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat
mengatakantersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa
17
ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau
disingkirkan
Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal
ini dapatberupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan,
kelemahan otot-otot dan kulitkering akibat gangguan pengeluaran kelenjar
keringat. Gejala klinis yang terjadi dapat berupakelainan pada saraf tepi,
kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis.
1. Tipe Tuberkuloid (TT) Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah
lesi bisa satu atau beberapa, dapatberupa makula atau plakat yang berbatas
jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesiyang regresi atau central
healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan
dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai
penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit
rasa gatal. Tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun
pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta.
18
2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT,
yakni berupa makula atau plakat yang seringdisertai lesi satelit di tepinya.
Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,
kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanya gangguan
saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada
dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut
juga sebagai bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi,
dapat berbentuk makula infiltratif, permukaan lesidapat mengkilap dan
batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi punched out, yaitu,suatu lesi
hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas jelas.
19
atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot tangan dan
kaki
PEMERIKSAAN PASIEN
Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, lesi kulit
juga harusdiperhatikan dan juga dilihat kerusakan kulit. Palpasi dan
pemeriksaan dengan menggunakanalat – alat sederhana yaitu jarum untuk
rasa nyeri, kapas untuk rasa raba, tabung reaksi masing – masing dengan air
panas dan es, pensil tinta Gunawan (tanda Gunawan) untuk melihat ada
tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak
dansebagainya. Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi, yang
kadang – kadang dapat membantu, tetapi bagi penderita yang memiliki kulit
berambut sedikit, sangat sukar untuk menentukannya.
Pemeriksaan Saraf Tepi
20
N. Ulnaris
Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknyadiletakkan
di atas satu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan
dibawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan
atau tidak. Perlu dibandingkan antara yang kanan dan yang kiri untuk melihat adanya
perbeedaan atau tidak .
N. Paroneus lateralis
Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba disebelah lateral dari
capitulum fibulae, biasanya sedikit ke posterior
21
Tes Sensoris
Gunakan kapas, jarum, serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin
Rasa Raba
Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk memeriksaperasaan
rangsang raba dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien yang
diperiksa harus duduk pada waktu dilakukan pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas
menerangkan bahwa bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan
kapas, ia harus menunjukkan kulit yangdisinggung dengan jari telunjuknya
dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal initelah jelas, maka ia
diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan
sepotongkain. Selain diperiksa pada lesi di kulit sebaiknya juga diperiksa
pada kulit yang sehat.Bercak pada kulit harus diperiksa pada bagian
tengahnya.
Rasa Nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung
jarumyang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus
mengatakantusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
Rasa Suhu.
Dilakukan dengan menggunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air
panas(sebaiknya 40 0 C), yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20
derajat C). Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian
kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulityang dicurigai.
Sebelumnya dilakukan kontrol pada kulit yang sehat. Bila pada
daerahtersebut pasien salah menyebutkan sensasi suhu, maka dapat
disebutkan sensasi suhu didaerah tersebut terganggu.
22
Tes Otonom
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada
penyakitkusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes
anhidrosis.
Tes pilokarpin
Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntik denganpilokarpin
subkutan. Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal
berkeringat,sedangkan daerah lesi tetap kering.
Tes Motoris (Voluntary muscle test)
Cara memeriksa: Mula-mula periksa gerakan dari motorik yang akan diperiksa:
1. Periksa fungsi saraf ulnaris dengan merapatkan jari kelingking pasien .
Peganglah jaritelunjuk, jari tengah, dan jari manis pasien, lalu mintalah pasien
untuk merapatkan jari kelingkingnya. Jika pasien dapat merapatkan jari
kelingkingnya, taruhlah kertas diantara jarikelingking dan jari manis, mintalah
pasien untuk menahan kertas tersebut. Bila pasienmampu menahan coba tarik
kertas tersebut perlahan untuk mengetahui ketahanan ototnya
2. Periksa fungsi saraf medianus dengan meluruskan ibu jari ke atas
Minta pasien mengangkat ibu jarinya ke atas. Perhatikan ibu jari apakah benar-
benar bergerak ke atas dan jempolnyalurus. Jika pasien dapat melakukannya,
kemudian tekan atau dorong ibu jari pada bagiantelapaknya.
3. Periksa fungsi saraf radialis dengan meminta pasien untuk menggerakkna
pergelangan tangan ke belakang
Uji kekuatan otot dengan mencoba menahan gerakan tersebut.
4. Periksa fungsi saraf eroneus communis dengan meminta pasien melakukan
gerakan fleksi pada pergelangan kaki dan minta juga pasien untuk
melakukan gerakan ke lateral
23
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN BAKTERIOSKOPIS
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau
usapan mukosa hidung yang diwarnai denganpewarnaan BTA ZIEHL
NEELSON. Pertama – tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan
paling padat oleh basil setelah terlebih dahulumenentukan jumlah tepat
yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 – 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah
dan 2 -4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling
infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa mengiraukan ada atau tidaknya
lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman,pada cuping telinga didapati
banyak M.leprae. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada
sebuah sediaandinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai
6+ menurut Ridley. 0 bilatidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP
2+Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP
4+Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP
5+Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP
6+Bila > 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan
jumlah soliddan non solid.IM= Jumlah solidx 100 %Jumlah solid + Non
solidSyarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100
BTA, I.B 1+ tidak perlu dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA
harus mencari dalam 1.000 sampai10.000lapangan, mulai I.B 3+
maksimum harus dicari 100 lapangan.
24
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS
Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah
tuberkeldan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya
sedikit dan non solid. Tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal
(subepidermal clear zone) yaitu suatu daerahlangsung di bawah epidermis
yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel virchowdengan banyak
basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur – unsur tersebut. Sel
virchow adalah histiosit yang dijadikan M.leprae sebagai tempat
berkembang biak dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengakibatkan diagnosis
serologismerupakan alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan
serologik, didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang
terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologik adalah MLPA
(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick.
PEMERIKSAAN LEPROMIN
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra
tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun
penderita terhadapM.leprae. O,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak
basil organisme, disuntikkanintradermal. Kemudian dibaca setelah 48 jam/
2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 – 4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi
Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritemayangmenunjukkan kalau
penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat
iniseperti mantoux test ( PPD) pada tuberkolosis. Reaksi Mitsuda bernilai :
0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang
+ 1 Papul berdiameter 4 – 6 mm
+ 2Papul berdiameter 7 – 10 mm
+ 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi
25
8. DIAGNOSIS BANDING
9. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk
menurunkan insidenpenyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,
mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi
pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu
mengahalangi ataumenghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan
antagonis kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah
penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari
dapson adlah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea,muntah, sakit
kepala, dan vertigo.
Lamprene atauClofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat
menekan reaksi kusta.Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel
dan transpor dari NA/K ATPase.Efek sampingnya adalah warna kulit bisa
menjadi berwarna ungu kehitaman,warna kulit akankembali normal bila
obat tersebut dihentikan, diare, nyeri lambung.
Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin
bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada
sel bakteri dengan berikatan padasubunit beta. Efek sampingnya adalah
hepatotoksik, dan nefrotoksik.
Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas
Ferrosus untuk penderita kusta dgn anemia berat. VitaminA, untuk
26
27
• Bila pada saat yang sama pasien kusta juga menderita TB aktif, pengobatan
harus ditujukan untuk kedua penyakit. Obat anti TB tetap diberikan
bersamaan dengan pengobatan MDT untuk kusta
o Pasien TB yang menderita kusta tipe PB.
Untuk pengobatan kusta cukup ditambahkan dapson 100 mg karena
rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap
sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB.
o Pasien TB yang menderita kusta tipe MB.
Pengobatan kusta cukup dengan dapson dan lampren karena
rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap
disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Jika pengobatan
TB sudah selesai, maka pengobatan kusta kembali sesuai blister
MDT.
• Pengobatan kusta pada penderita yang disertai infeksi HIV pada saat yang
sama.
Manajemen pengobatan pasien kusta yang disertai infeksi HIV sama dengan
menajemen untuk penderita non-HIV.
28
29
Ada dua reaksi hipersensitivitas, reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2. Reaksi tipe 1
disebabkan oleh hipersensitivitas seluler dan reaksi tipe 2 dikenal dengan ENL
(Eritema Nodosum Leprosum) yang disebabkan hipersensitivitas humoral. Berikut
adalah tipe-tipe dan penjelasannya:
30
31
11. PROGNOSIS
Setelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling
sulit adalah manajemendari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan
pada tangan dan kaki. Ini membutuhkantenaga ahli seperti neurologis,
ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis, physicalmedicine, dan
rehabilitasi. Yang tidak umum adalah secondary amyloidosis dengan gagal
ginjal dapat mejadi komplikasi.
32
BAB III
ANALISA KASUS
Kasus Tinjauan Pustaka
Pada anamnesis, pasien mengeluh muncul Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada
bercak kemerahan pada tangan , kaki dan penemuan tanda kardinal (cardinal sign),
wajah yang disertai dengan rasa gatal di yaitu:
seluruh tuh dan baal pada bercak
kemerahan Bercak kulit yang mati rasa, Pemeriksaan
harus di seluruh tubuh untuk menemukan
ditempat tubuh yang lain, makaakan
didapatkan bercak hipopigmentasi atau
eritematus, mendatar (makula) atau
meninggi (plak). Mati rasa pada bercak
bersifat total atau sebagian saja terhadap
rasa raba, rasa suhu,dan rasa nyeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada Diagnosa pada pasien ini didasarkan
regio dorsum manus dextra et sinistra pada gambaran klinis yaitu adanya lesi
tampak plak eritema multiple lenticular, berupa plak eritema hipopigmentasi
bentuk sirsinar (seperti lingkaran),
berbatas tidak tegas dengan ukuran
batasnya tidak tegas regio antebrachii
lentikular sampai numular yang
dextra: tampak plak eritema multiple
tersebar di daerah wajah dan seluruh
milier hingga nummular bentuk sirsinar
tubuh, serta papul yang eritema
(seperti lingkaran), batasnya tidak tegas,
anestesi tanpa adanya infiltrate. Regio
fasial tampak plak eritema multiple, milier
hingga nummular bentuk sirsinar (seperti
lingkaran) batasnya tidak tegas, simetris,
anestesi. Regio aurikula dextra tampak
papul yang eritema, dengan ukuran
lenticular bentuk sirsinar, berbatas tidak
tegas. Regio cruris dextra et sinistra
tampak plak eritem multiple milier hingga
33
Pada diagnosis kerja adalah Susp. Morbus Tipe Lepromatous Leprosy Jumlah lesi pada
Hansen tipe Leprosy Lepromatous tipe ini sangat banyak, simetris,
permukaan halus, lebih
eritematus,berkilap, berbatas tidak tegas,
dan pada stadium dini tidak ditemukan
anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi
khas, yakni di daerah wajah, mengenai
dahi, pelipis, dagu, cuping
telinga;sedangkan di badan mengenai bagian
34
Pada penatalaksanaan untuk pasien ini Berdasarkan klasifikasi WHO maka pasien
digunakan MDT- MB ini dimasukkan kedalam morbus Hansen
tipe Multi Basiler karena jumlah lesi yang
multipel dan terletak diseluruh tubuh
pasien (simetris), hilangnya sensasi kurang
jelas.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, S. Hamzah, M. Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Keenam, Cetakan Kedua. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. 2011.
2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua, Cetakan
Pertama. EGC : Jakarta. 2005.
6. Wolff, K. Goldsmith, L.A. Katz, S.I. Gilchrest, B.A. Paller, A.S. Leffel, D.J.
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh Edition.
McGraw-Hill : New York. 2008.
36