Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
30101306906
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing,
I.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 November 2018 pukul
11.00 WIB di Poli Mata RST TK.II dr. Soedjono Magelang.
Endoftalmus - -
- -
Eksoftalmus
- -
Strabismus
3. Suprasilia Normal Normal
4. Palpebra Superior
Edema - -
Hematom - -
- -
Hiperemi
Benjolan (+) 1 buah, -
Massa bentuk bulat, batas
tegas, teraba kenyal,
hiperemis (-), diameter
kurang lebih 0,7 cm,
nyeri bila ditekan (-)
Entropion - -
- -
Ektropion
Trikiasis(-) Trikiasis (-)
Silia
- -
Krusta
- -
Ptosis Tidak ditemukan -
Pseudoptosis
5. Palpebra Inferior
Edema - -
Hematom - -
- -
Hiperemi
- -
Massa
- -
Entropion
- -
Ektropion - -
Blefarospasme - -
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Krusta - -
6. Konjungtiva
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
- -
Sekret
- -
Perdarahan konjungtiva
- -
Bangunan patologis
- -
Semblefaron - -
Jaringan fibrovaskular - -
7. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema - -
- -
Infiltrat
- -
Sikatrik
- -
Ulkus - -
8. COA
Kedalaman Normal Normal
Hipopion - -
- -
Hifema
9. Iris
Kripta Normal Normal
Edema - -
Sinekia
o Anterior
- -
o Posterior
- -
10. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
+ +
Reflek cahaya langsung
+ +
Reflek cahaya tidak langsung
11. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Iris shadow - -
Hemoftalmus - -
Fokus -1 -1
Vasa Macula
o AV Rasio 2:3 2:3
Macula
o Reflek fovea + +
o Eksudat - -
o Edema - -
Retina
o Ablasio Retina Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Fundus tigroid Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Edema - -
o Bleeding - -
o Degenerasi - -
15 TIO Normal Normal
ODS Pseudomiopia
Disingkirkan karena pada miopia palsu terjadi oleh rangsangan berlebih terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kejang pada otot siliaris dan hilang jika di
relaksasikan sedangkan pada pasien tetap menetap miopianya walaupun sudah
direlaksasikan.
ODS Astigmatisma
ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada hipermetropia mengeluh jika melihat jauh kabur dan
melihat dekat lebih kabur dan jika di beri lensa sferis (+) membaik sedangkan pada pasien
ini mengeluh melihat jauh kabur dan melihat dekat lebih jelas dan saat di beri lensa (+)
tidak membaik.
I.6 DIAGNOSIS KERJA
I.7 PENATALAKSANAAN
OD Palpebra Superior Kalazion
1) Medikamentosa
Oral
Tidak diberikan
Topikal
Gentamicin salep mata 0,3% 3x1 OD
Parenteral
Tidak diberikan
Operatif
Insisi dan Ekskokloasi kalazion
2) Non Medikamentosa
Kompres air hangat 5-10 menit 4x/hari
I.8 EDUKASI
OD Palpebra Superior Kalazion
a. Menjelaskan bahwa keluhan benjolan di kelopak mata pasien merupakan
akibat dari penyumbatan kelenjar di kelopak mata yang disebut kalazion
b. Menjelaskan pada pasien bahwa benjolan pada kelopak mata kanan atasnya
dapat timbul kembali di tempat yang sama, begitu juga dengan mata satunya
dapat timbul kembali dan penyakitnya ini tidak menular.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi kalazion akan dilakukan pengambilan
benjolan kembali melalui tindakan bedah minor.
d. Menjelaskan pada pasien apabila muncul benjolan kembali (berulang) segera
datang ke dokter karena kemungkinan itu merupakan tanda awal keganasan.
e. Menjelaskan pada pasien jika benjolan tersebut sampai menghalangi mata atau
menganggu penglihatan disebabkan oleh benjolan di kelopak mata atas yang
membesar sehingga harus diperiksakan dan dilakukan penanganan lebih
lanjut.
ODS Miopi Derajat Ringan
a. Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami biasanya
disebabkan oleh bentuk bola mata yang panjang.
b. Menjelaskan pada pasien mata minus yang diderita salah satunya dari faktor
keturunan (ibu pasien).
c. Menjelaskan bahwa kondisi mata minus tersebut dapat bertembah sampai usia
pasien 22-25 th jika minus nya 0,25- 3 D.
d. Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat dibantu
dengan kacamata untuk membantu melihat tulisan di papan tulis.
e. Menjelaskan pada pasien penggunaan kacamata sangat penting selain untuk
membantu melihat tulisan di papan tulis dapat digunakan untuk belajar
supaya lebih fokus sehingga meningkatkan prestasi di sekolah.
f. Menjelaskan pada pasien selain menggunakan kacamata dapat dengan
pemakaian lensa kontak namun butuh keterampilan dan ke hati hatian, karena
bisa menimbulkan infeksi pada mata.
g. Menjelaskan pada pasien selain terapi kacamata dan kontak lens dapat di
lakukan operasi lasik tetapi di lakukan setelah pertumbuhan minus nya sudah
berhenti.
.
I.9 KOMPLIKASI
1) OD Palpebra Superior Kalazion
Trikiasis
Astigmatis
Carcinoma
2) ODS Miopia
Strabismus
Ablasio Retina
I.10 RUJUKAN
Dalam kasus ini belum diperlukan rujukan ke disiplin Ilmu Kedokteran lainnya ataupun
ke RS dengan fasilitas penunjang yang lebih lengkap.
I.11 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam dubia ad bonam dubia ad bonam
Quo ad functionam ad bonam ad bonam
Quo ad kosmetikan dubia ad bonam dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Palpebra
2.1.1 Anatomi Palpebra
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang
dapat mentup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip membantu menyebarkan
lapisan tipis air mata, yang melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra
superioe berakhir pada alis mata, palpebra inferior menyatu dengan pipi.
2.1.2. KALAZION
2.1.2.1 Definisi
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa kelenjar meibom yang tersumbat.
Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. Pada kalazion terbentuk nodul pada
palpebra yang bersifat kenyal dan tidak nyeri (Santen S,2010).
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-dibedakan dari
hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. Kalazion cenderung membesar lebih
jauh dari tepi kelopak mata daripada hordeolum. Selain itu, kalazion berbeda dengan
hordeolum dimana biasanya tidak menimbulkan rasa sakit meskipun terasa kekakuan akibat
pembengkakan, serta berbeda dari segi ukurannya. Kalazion cenderung lebih besar dari
hordeolum (Santen S,2010)
2.1.2.2. Etiologi
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar
atau sekunder dari hordeolum internum.
Kalazion disebabkan oleh minyak dalam kelenjar terlalu pekat untuk mengalir keluar
kelenjar atau saluran kelenjar minyak yang tersumbat. Oleh karena tidak dapat mengalir
keluar, produksi minyak tertimbun di dalam kelenjar dan membentuk tembel di palpebra.
Kelenjar dapat pecah, mengeluarkan minyak ke jaringan palpebra sehingga menyebabkan
inflamasi dan kadang-kadang jaringan parut. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi
kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin
terdapat akne rosasea berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan
spider nevi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra (Belden,2010).
Faktor Resiko :
Belum diketahui dengan pasti factor resiko apa yang menyebabkan terjadinya
kalazion
Hygiene palpebra yang buruk mungkin dapat dihubungkan dengan kalazion meskipun
perannya masih perlu dibuktikan.
Stress juga sering dihubungkan dengan kalazion namun stress belum dibuktikan
sebagai penyebab dan mekanisme stress dalam menyebabkan kalazion belum
diketahui.
Faktor makanan seperti susu, coklat, seafood dan telur mungkin berperan
(Belden,2010).
2.1.2.3. Patogenesis
Nodul kalazion terdiri dari berbagai jenis sel imun yang responsif terhadap steroid,
termasuk makrofag jaringan ikat yang dikenal sebagai histiosit, sel-sel raksasa multinukleat,
sel plasma, leukosit PMN, dan eosinofil.
Kalazion mungkin merupakan agregasi sisa sel-sel inflamasi setelah infeksi kelopak
mata seperti hordeolum dan selulitis preseptal, atau mungkin berkembang dari retensi sekresi
kelenjar Meibom
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar, kemungkinan
karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan mengakibatkan inflamasi.
Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum internal atau
eksternal (terutama proses piogenik yang menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat
menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang
multipel) yang agak keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra
mungkin menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim sangat jarang,
kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai (Belden,2010).
2.1.2.4. Gejala Klinis
Tampak sebagai pembengkakan sebesar kacang, tanpa keluhan apa – apa, rabaannya
agak keras, melekat pada tarsus, akan tetapi lepas dari kulit. Terjadinya perlahan –lahan
sampai beberapa minggu. Kalau palpebra dibalik, konjungtiva pada tempat kalazion
menonjol merah. Pada ujung kelenjar Meiboom terdapat masa yang kuning dari sekresi yang
tertahan. Bila kalazion yang terinfeksi memecah, dapat tampak pada tempat tersebut di
konjungtiva palpebra, sebagai jaringan granulasi yang menonjol keluar. Kalazion yang cukup
besar, dapat menyebabkan penekanan pada bola mata dan menimbulkan gangguan refraksi
(Ilyas et al, 2010).
2.1.2.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan hitopatologis, sebagai pemeriksaan penunjang
Jika kalazion sering berulang disebabkan terutama karena kurang menjaga
kebersihan yang kurang atau bersamaan dengan blepharitis . Drainase yang tidak adekuat
pada saat melakukan insisi dan kuretase dapat menyebabkan kekambuhan local (Ilyas et
al,2010)
Penatalaksanaan
o Medikamentosa
- Topikal
-Gentamicin Salep mata
-Oral
-amoxicillin 3x500 mg
-Parenteral
-
- Operatif
dieksisi dan ekskokleasi untuk mengeluarkan isi Gl. Meiboom.
Caranya :
• Mata ditetesi dengan anestesi topikal (pantokain).
• Obat anestesi infiltrat disuntikan dibawah kulit di depan kalazion.
• Dapat dilakukan insisi lateratum (secara vertical) di insisi pada konjungtiva bulbi atau
dapat di lakukan insisi eksternum (horizontal) di insisi pada margo palpebra
• Pada insisi secara laternum , kalazion dijepit dengan klem kalazion kemudian dibalik
sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.
• Pada insisi secara externum, kalazion dijepit dengan klem kalazion.
• Kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih.
• Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek
yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,
membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur (Vaughan et al,2009)
2.2.1 Klasifikasi
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
Kurvatura miopia adalah banyaknya atau peningkatan lengkungan satu atau lebih dari
permukaan refraksi dari mata, terutama kornea. Pada pasien dengan sindrom Cohen,
miopia biasanya diakibatkan oleh tingginya tenaga kornea dan lentikular.
Indeks miopia adalah variasi pada indeks refraksi dari satu atau lebih dari media
okular.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea
dan lensa yang normal (Lang GK et al,2000).
Miopia diukur dalam satuan dioptri menurut kekuatan dan tenaga optik dari lensa, dapat
dibagi menurut derajat beratnya yaitu :
Menurut American Optometric Association (2006), miopia terbagi dalam : Tabel 2.2.
Sistem klasifikasi Miopia.
2.2.3 Epidemologi
Prevalensi secara global terhadap gangguan refraksi diperkirakan sebanyak 800 juta
sampai 2.3 miliar. Insiden dari miopia dalam sampel populasi berbeda-beda dan dipengaruhi
oleh usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan faktor lainnya
Penelitian terbaru di Inggris terhadap siswa yang baru lulus mendapatkan 50% orang Inggris
kulit putih dan 53.4% siswa Asia-Inggris menderita miopia. Di Australia, prevalensi miopia
secara keseluruhan (lebih dari 0.5 dioptri) diperkirakan sebesar 17%. Sedangkan prevalensi
miopia di Amerika sebesar 20%. Perbedaan etnik dan ras juga mempengaruhi prevalensi dari
miopia. Prevalensi miopia dilaporkan sebesar 70-90% pada beberapa Negara Asia, 30-40% di
Eropa dan Amerika serta 10-20% di Afrika. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
miopia bertambah dengan meningkatkannya tingkat pendidikan dan adanya hubungan antara
miopia dan IQ. Menurut Arthur Jensen, penderita miopia memiliki IQ 7-8 lebih tinggi
dibandingkan bukan penderita myopia (AAO,2010).
2.2.4. Patogenesis
Ada dua mekanisme dasar yang menyebabkan miopia : kehilangan bentuk (juga
dikenal dengan kehilangan pola) dan defokus optik. Kehilangan bentuk terjadi jika kualitas
gambar pada retina menurun, defokus optik terjadi jika sinar difokuskan di depan atau
dibelakang retina (Iyas et al,2010)
Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu
berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi (Ilyas,
2010).
2.2.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan
Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan
sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan,
misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada
sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan
dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat
mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit,
mekanik, pengacara, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain (Scuta et al,2008).
Gejala Klinis
Gejala subjektif miopia antara lain:
1. Kabur bila melihat jauh
2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
3. Sering menyipitkan mata (efek pinhole)
4. Membaca dekat sekali
Gejala objektif miopia antara lain:
1. Miopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relative lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.
Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada
2. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia
3. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan
pigmentasi yang tidak teratur
4. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula.
Gambar 4: Myopic cresent
5. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.
6. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat
penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus
tigroid (Khuruna et al, 2007)
Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan kecepatan
gerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak yang cepat
menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks yang suram,
pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya kelainan refraksi yang
tinggi.
Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif dan objektif harus dilakukan. Setelah
melakukan pemeriksaan mata, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk
mengidentifikasi keadaan yang berhubungan serta memantau perubahan retina
pada pasien dengan miopia degeneratif atau progresif, yaitu melalui :
a. Fundus fotografi.
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain (Khuruna,2007).
2.2.8. Penatalaksanaan
a. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata atau lensa kontak
yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat miopia diperkirakan
dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan demikian, titik jauh
sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi sekitar minus 4 dioptri.
b. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin
topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan onset usia
muda. Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar, penambahan lensa positif
tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki
potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka penggunaan
atropin dalam jangka waktu lama dapat memberikan efek kebalikannya pada
retina.
c. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka waktu seminggu
atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi miopia. Hasil penelitian
dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan respon individu terhadap
ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata menurunan miopia lebih dari
3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya penurunan miopia dilaporkan dalam
sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00 D, kebanyakkannya terjadi penurunan pada
4-6 bulan pertama dari ortokeratologi program. Ortokeratologi secara umum
hanya digunakan untuk orang dewasa, meskipun kontrol yang terlihat pada
miopia anak-anak dengan menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable
memberikan efek yang sama dengan ortokeratologi (Scuta,2008)
d. Operasi refraktif
1) Radial keratotomi (RK)
Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral kornea untuk
melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam pada kornea akan menjadi
lemah sedangkan bagian central kornea akan mendatar. Hasil dari perubahan
refraktif tergantung pada ukuran zona optiknya dan jumlah serta dalamnya insisi
(Vaughan,2009).
a. Gangguan refraksi harus masuk dalam katagori yang bisa diobati oleh FDA-laser
excimer, seperti: miopia sampai -14.0D, astigmatisma sampai -6.0D dan
hipermetropia sampai +6.0D. Karena teknik dan teknologi yang berkembang
sangat cepat, dokter dapat mengobati keadaan yang lebih parah. Laser juga
digunakan untuk regular atau campuran astigmat. Jika gangguan refraktif pasien
atau faktor kesehatan lain tidak memungkinkan melakukan LASIK, prosedur lain
dapat direkomendasikan.
b. Mata harus dalam keadaan stabil dan tidak ada kemungkinan untuk berubah
kedepannya, hal ini bisa dikonfirmasi dengan resep kaca mata dan lensa kontak
yang digunakan dalam 1 tahun ini atau lebih.
c. Kondisi yang mengikuti, sampai berubah atau diperbaiki, bisa membuat pasien
tidak bisa melakukan LASIK, karena hal tersebut menyebabkan fluktuasi pada
mata, seperti:
Kehamilan atau menyusui
DM atau penyakit lain dengan fluktuasi hormonal yang mempengaruhi mata.
Dibawah usia 18 tahun (operasi laser tidak diizinkan dibawah usia 18 tahun oleh
FDA, karena mata selalu stabil pada usia pertengahan dua puluhan.)
Pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan fluktuasi penglihatan.
d. Kondisi mata yang membuat pasien tidak dapat menjalani LASIK, baik
sementara atau permanen, yaitu:
Glaukoma, suspek glaukoma atau hipertensi okular.
Beberapa penyakit mata, seperti uveitis.
Trauma mata atau operasi mata sebelumnya.
Keratokonus, penyakit kornea degeneratif atau pre keratokonus.
Katarak.
Penyakit retina.
e. Pasien harus bebas dari penyakit dan pengobatan yang dapat mempengaruhi
penyembuhan, seperti penyakit autoimun (rematik artritis, lupus eritematosus),
gangguan immunodefisiensi (HIV), diabetes, dan obat-obat lain seperti steroid,
retinoid acid, dan lain-lain.
f. Pasien harus tidak memiliki herpes okular dalam 1 tahun waktu potensial operasi
(AAO,2010).
2.2.9 Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina
dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
amblyopia (Ilyas,2010).
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Penuntun Umum Penyakit Mata. Cet. VIII. Jakarta : Penerbit FKUI. 2010.
2. Santen S. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010.
3. Belden MD. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010
4. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 2005
5. Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2009
6. Sativa Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang.
Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara.[serial on line] 2003. [cite on
May 6, 2010]. Available from URL: http://library.usu.ac.id
7. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. [serial on line]
2003. [cite on May 6, 2010]. Available from URL: http://www.aoa.org.
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi kedua. Jakarta : EGC; 2001:
160
9. Lang GK, Spraul CW. Optic and Refractive Errors In: Ophtalmology A Short
Textbook. New York: Thieme Stuttgart. 2000: 432.
10. Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Optics of the Human Eye In: Clinical Optics. Vol: 3,
San Fransisco; American Academy of Ophthalmology; 2008: 115-20.
11. Khurana AK. Optics and Refraction In: Comprehensive Ophtalmology. 4th Ed. New
Delhi: New Age Publishers. 2007: 32-6.