Вы находитесь на странице: 1из 33

LAPORAN KASUS

OD PALPEBRA SUPERIOR KALAZION

ODS MIOPIA DERAJAT RINGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Davisa Yuly Aghnia

30101306906

Pembimbing:

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2018
LEMBAR PENGESAHAN

OD PALPEBRA SUPERIOR KALAZION

ODS MIOPIA DERAJAT RINGAN

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: November 2018

Disusun oleh:

Davisa Yuly Aghnia


30101306906

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I
STATUS PASIEN

I.1 STATUS PASIEN


Nama : Nn. A
Umur : 13 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 170***
Datang ke Poli : 16 November 2018

I.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 November 2018 pukul
11.00 WIB di Poli Mata RST TK.II dr. Soedjono Magelang.

I.2.1 Keluhan Utama


Benjolan pada kelopak mata kanan atas
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RST dr. Soedjono Magelang mengeluh pada
kelopak mata kanan atas terdapat benjolan kurang lebih sudah 2 bulan. Benjolan
tersebut awalnya kecil kemudian membesar, benjolan tersebut tidak sakit, tidak
merah, tidak gatal dan teraba keras. Ukuran dari benjolan kurang lebih sebesar biji
kacang hijau dan berwarna coklat sama seperti kulit sekitar . Pasien mengaku, tidak
keluar kotoran (belekan) dan tidak terasa seperti kelilipan.
Benjolan juga muncul pada kelopak mata kiri atas , munculnya bersamaan
dengan kelopak mata kanan atas. Ukuran dari benjolan tersebut sebesar biji kacang
kedelai, teraba keras, tidak merah dan berwarna coklat sama seperti kulit sekitar.
Pasien mengaku benjolan tersebut tidak sakit dan tidak gatal. Sebulan yang lalu sudah
dilakukan pengambilan pada benjolan tersebut dan sekarang sudah mengempis.
Pasien merasa tidak nyaman dengan benjolan di kelopak mata kanan atas sehingga,
pasien memutuskan untuk berobat ke poliklinik mata RST Soedjono Magelang.

Pasien merupakan seorang pelajar kelas 1 SMP . Pasien mengatakan


penglihatannya kabur saat melihat jauh dan jelas saat melihat dekat sehingga
mengganggu aktivitasnya ketika sedang belajar di kelas seperti melihat papan tulis.
Keluhan tersebut dirasakan pertama sekitar 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengatakan
sering menyipitkan mata untuk melihat benda dari jarak jauh agar benda tersebut
terlihat lebih jelas. Pasien menyangkal adanya kesulitan apabila melihat garis lurus atau
melihat garisnya seperti bengkok. Pasien tidak memiliki keluhan bila membaca atau
melihat benda dekat. Pasien juga tidak mengeluh penglihatan ganda. Keluhan mata
merah, mata berair, silau dan adanya kotoran pada mata disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan di keluarga ada yang menggunakan kacamata yaitu ibunya saja sejak
dibangku SMP. Ayah, saudara kandung dan saudara sepupu pasien tidak ada riwayat
menggunakan kacamata. Pasien belum pernah menggunakan kacamata.

I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit infeksi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal

I.2.4 Riwayat Keluarga


Riwayat penyakit serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat DM : disangkal

1.2.5. Riwayat Pengobatan


Pada bulan September dilakukan insisi benjolan pada kelopak mata kanan dan kiri
atas.

I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi


Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
I.3.1 Status Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Baik

I.3.2 Tanda Vital


Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
I.3.3 Status Oftalmikus

Oculus Dexter Oculus Sinister


`

Funduskopi Okulus Dexter Funduskopi Okulus Sinister

I.3.4 Status Oftalmikus

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


1. Visus 6/9 6/12
dikoreksi dengan dikoreksi dengan
S-0,75→ 6/6 S-1,00 → 6/6
2. Bulbus Okuli
 Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

 Endoftalmus - -
- -
 Eksoftalmus
- -
 Strabismus
3. Suprasilia Normal Normal
4. Palpebra Superior
 Edema - -

 Hematom - -
- -
 Hiperemi
Benjolan (+) 1 buah, -
 Massa bentuk bulat, batas
tegas, teraba kenyal,
hiperemis (-), diameter
kurang lebih 0,7 cm,
nyeri bila ditekan (-)
 Entropion - -
- -
 Ektropion
Trikiasis(-) Trikiasis (-)
 Silia
- -
 Krusta
- -
 Ptosis Tidak ditemukan -
 Pseudoptosis
5. Palpebra Inferior
 Edema - -

 Hematom - -
- -
 Hiperemi
- -
 Massa
- -
 Entropion
- -
 Ektropion - -
 Blefarospasme - -
 Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)

 Krusta - -

6. Konjungtiva
 Injeksi konjungtiva - -

 Injeksi siliar - -
- -
 Sekret
- -
 Perdarahan konjungtiva
- -
 Bangunan patologis
- -
 Semblefaron - -
 Jaringan fibrovaskular - -
7. Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih

 Edema - -
- -
 Infiltrat
- -
 Sikatrik
- -
 Ulkus - -

8. COA
 Kedalaman Normal Normal

 Hipopion - -
- -
 Hifema
9. Iris
 Kripta Normal Normal

 Edema - -

 Sinekia
o Anterior
- -
o Posterior
- -
10. Pupil
 Bentuk Bulat Bulat

 Diameter 3 mm 3 mm
+ +
 Reflek cahaya langsung
+ +
 Reflek cahaya tidak langsung
11. Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih

 Iris shadow - -

12. Corpus vitreum


 Floaters Tidak ditemukan Tidak ditemukan

 Hemoftalmus - -

13. Fundus reflex Cemerlang Cemerlang


14. Funduskopi

Fokus -1 -1

 Papil N II Batas tegas, orange, Batas tegas, orange,


atrofi (-), CDR 0,3 atrofi (-), CDR 0,3
o Miopic cresent Tidak ditemukan Tidak ditemukan

 Vasa Macula
o AV Rasio 2:3 2:3
 Macula
o Reflek fovea + +
o Eksudat - -
o Edema - -

 Retina
o Ablasio Retina Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Fundus tigroid Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Edema - -

o Bleeding - -
o Degenerasi - -
15 TIO Normal Normal

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Biopsi
USG
Pewarnaan Gram

I.5 DIAGNOSIS BANDING


OD Palpebra Superior Kalazion
Dipertahankan karena pasien mengatakan benjolan pada mata kanan sejak 3 bulan yang
lalu (bersifat kronis), dari pemeriksaan fisik ditemukan benjolan teraba keras, tidak hiperemis dan
tidak ada nyeri tekan pada benjolan.

OD Palpebra Superior Hordeolum


Disingkirkan karena pada hordeolum didapatkan benjolan yang bersifat akut yaitu 2-3
hari, saat pemeriksaan fisik benjolan teraba lunak, tedapat hiperemis dan ada nyeri tekan pada
benjolan. Sedangkan pada pasien benjolan bersifat kronis yaitu 3 bulan, saat pemeriksaan fisik
didapatkan benjolan teraba keras, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri pada benjolan.

ODS Miopia ringan


Dipertahankan karena pada pasien didapatkan gejala yang khas miopia yaitu pandangan
yang kabur saat melihat jauh, lebih jelas melihat dengan jarak dekat, sering meyipitkan mata saat
melihat jauh. Berdasarkan derajatnya termasuk kedalam miopi ringan karena pada miopia ringan
dioptrinya 0,25 -3 dioptri dan pada pasien saat diberi koreksi dengan lensa sferis -0,75 dan sferis -
1,00 sudah membaik dan keduanya termasuk miopia ringan.

ODS Pseudomiopia
Disingkirkan karena pada miopia palsu terjadi oleh rangsangan berlebih terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kejang pada otot siliaris dan hilang jika di
relaksasikan sedangkan pada pasien tetap menetap miopianya walaupun sudah
direlaksasikan.

ODS Miopia Sedang


Disingkirkan karena pada miopia sedang ukuran dioptrinya adalah >3 – 6 dioptri
sedangkan pada pasien ini saat diberi koreksi dengan lensa sferis -0,75 dan sferis -1,00
pandangannya membaik.

ODS Miopia Berat


Disingkirkan karena pada miopia berat ukuran dioptrinya adalah > 6 dioptri
sedangkan pada pasien ini saat diberi koreksi dengan lensa sferis -0,75 dan sferis -1,00
pandangannya membaik.

ODS Astigmatisma

Disingkirkan karena pada pasien astigmatisma ditemui gejala penglihatan kabur ,


penglihatan ganda dan dikoreksi dengan lensa silinder pandangan membaik. Sedangkan
pada pasien tidak ditemukan ada penglihatan ganda dan dikoreksi dengan lensa sferis –
0,75 dan -1.00 pandangannya membaik.

ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada hipermetropia mengeluh jika melihat jauh kabur dan
melihat dekat lebih kabur dan jika di beri lensa sferis (+) membaik sedangkan pada pasien
ini mengeluh melihat jauh kabur dan melihat dekat lebih jelas dan saat di beri lensa (+)
tidak membaik.
I.6 DIAGNOSIS KERJA

OD Palpebra Superior Kalazion


ODS Miopia Derajat Ringan

I.7 PENATALAKSANAAN
OD Palpebra Superior Kalazion
1) Medikamentosa
 Oral
Tidak diberikan
 Topikal
Gentamicin salep mata 0,3% 3x1 OD
 Parenteral
Tidak diberikan
 Operatif
Insisi dan Ekskokloasi kalazion

2) Non Medikamentosa
 Kompres air hangat 5-10 menit 4x/hari

OS Miopia Derajat Ringan


Medikamentosa
 Oral
Tidak di berikan
 Topikal
Tidak di berikan
 Parenteral
Tidak diberikan
 Operatif
Tidak diberikan
Non Medikamentosa
 Kacamata : diberikan kacamata dengan lensa Sferis (–), OD S- 0,75 dan OS S-1.00
menjadi 6/6.

I.8 EDUKASI
 OD Palpebra Superior Kalazion
a. Menjelaskan bahwa keluhan benjolan di kelopak mata pasien merupakan
akibat dari penyumbatan kelenjar di kelopak mata yang disebut kalazion
b. Menjelaskan pada pasien bahwa benjolan pada kelopak mata kanan atasnya
dapat timbul kembali di tempat yang sama, begitu juga dengan mata satunya
dapat timbul kembali dan penyakitnya ini tidak menular.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi kalazion akan dilakukan pengambilan
benjolan kembali melalui tindakan bedah minor.
d. Menjelaskan pada pasien apabila muncul benjolan kembali (berulang) segera
datang ke dokter karena kemungkinan itu merupakan tanda awal keganasan.
e. Menjelaskan pada pasien jika benjolan tersebut sampai menghalangi mata atau
menganggu penglihatan disebabkan oleh benjolan di kelopak mata atas yang
membesar sehingga harus diperiksakan dan dilakukan penanganan lebih
lanjut.
 ODS Miopi Derajat Ringan
a. Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami biasanya
disebabkan oleh bentuk bola mata yang panjang.
b. Menjelaskan pada pasien mata minus yang diderita salah satunya dari faktor
keturunan (ibu pasien).
c. Menjelaskan bahwa kondisi mata minus tersebut dapat bertembah sampai usia
pasien 22-25 th jika minus nya 0,25- 3 D.
d. Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat dibantu
dengan kacamata untuk membantu melihat tulisan di papan tulis.
e. Menjelaskan pada pasien penggunaan kacamata sangat penting selain untuk
membantu melihat tulisan di papan tulis dapat digunakan untuk belajar
supaya lebih fokus sehingga meningkatkan prestasi di sekolah.
f. Menjelaskan pada pasien selain menggunakan kacamata dapat dengan
pemakaian lensa kontak namun butuh keterampilan dan ke hati hatian, karena
bisa menimbulkan infeksi pada mata.
g. Menjelaskan pada pasien selain terapi kacamata dan kontak lens dapat di
lakukan operasi lasik tetapi di lakukan setelah pertumbuhan minus nya sudah
berhenti.
.
I.9 KOMPLIKASI
1) OD Palpebra Superior Kalazion
 Trikiasis
 Astigmatis
 Carcinoma
2) ODS Miopia
 Strabismus
 Ablasio Retina

I.10 RUJUKAN
Dalam kasus ini belum diperlukan rujukan ke disiplin Ilmu Kedokteran lainnya ataupun
ke RS dengan fasilitas penunjang yang lebih lengkap.

I.11 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam dubia ad bonam dubia ad bonam
Quo ad functionam ad bonam ad bonam
Quo ad kosmetikan dubia ad bonam dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Palpebra
2.1.1 Anatomi Palpebra
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang
dapat mentup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip membantu menyebarkan
lapisan tipis air mata, yang melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra
superioe berakhir pada alis mata, palpebra inferior menyatu dengan pipi.

Gambar 2. Anatomi Palpebra

Gambar 3. Glandula palpebra


1) Struktur Palpebra
a. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dengan kulit di kebanyakan bagian tubuh lain karena
tipis, longgar dan elastis, dengan sedikit folikel rambut serta tanpa lemak
subkutan.
b. Muskulus orbikularis Okuli
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra, serat-serat
ototnya mengelilingi fissura palpebrae secara konsentris dan menyebar dalam
jarak pendek mengelilingi tepi orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi.
Bagian otot terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal,
bagian di atas septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen di luar
palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus
facialis.
c. Jaringan Areolar
Jaringan areolar submuskular yang terdapat di bawah musculus orbikularis
oculi berhubungan dengan lapisan subaponeurotik kulit kepala.
d. Tarsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa padat
yang bersama sedikit jaringan elastic disebut lempengan tarsus.
e. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebra dilapisi oleh selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.
2) Tepian Palpebra
Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini
dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior dan
posterior.
a. Tepian anterior
- Bulu mata
Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur. Bulu
mata atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu mata bawah
serta melengkung ke atas, bulu mata bawah melengkung ke bawah.
- Glandula Zeis
Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
- Glandula Moll
Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat yang bermuara
membentuk suatu barisan dekat bulu mata.
b. Tepian posterior
Tepian palpebra superior berkontak dengan bulu mata dan sepanjang tepian ini
terdapat muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (kelenjar
Meibom atau tarsal)
c. Punctum lacrimale
Pada ujung median tepian posterior palpebra terdapat peninjolan kecil di pusat
yang terlihat pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini berfungsi
menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikusnya ke saccus lakrimalis.
3) Fissura Palpebra
Fissura palpebrae adalah ruang bentuk elips diantara kedua palpebra yang
terbuka. Fissura ini berakhir di kantus medialis dan lateralis. Kantus lateralis kira-kira
0.5 cm di tepian lateral orbita dan bermuara membentuk sudut tajam. Kantus medialis
lebih tipis dari kantus lateralis dan mengelilingi lacus lacrimalis
4) Septum Orbitale
Septum orbitale adalah fasia di belakang bagian otot orbikularis yang terletak
di antara tepian orbita dan tarsus serta berfungsi sebagai sawar antara palpebra dan
orbita.
5) Refraktor Palpebrae
Refraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh
kompleks muskulofacialis dengan komponen otot rangka dan polos, yang dikenal
sebagai kompleks levator di palpebra superior dan facia kapsulopalpebra di palpebra
inferior.
6) Musculus Levator Palpebrae Superioris
Musculus levator palpebrae muncul sebagai tendo pendek daari permukaan
bawah ala minar ossis sphenoidalis, di atas dan di depan foramen optikum.
7) Persarafan Sensoris
a. Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus
trigeminus (V). Nervus lacrimalis, supraorbitalis, supratrochlearis, dan
nassalis eksterna adalah cabang-cabang divisi oftalmika nervus cranial kelima
infraorbitalis, zygomatikcofacialis dan zygomaticotemporalis merupakan
cabang-cabang divisi maksilarts (kedua) nervus trigeminus. Pembuluh Darah
dan Limfe
b. Pasokan darah palpebra datang dari arteri lacrimalis dan opthtalmica melalui
cabang-cabang lateral dan medialnya, anastomosis di antara arteria palpebralis
lateralis dan medialis membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak di dalam
jaringan areolar submuskular.
c. Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena opthalmica dan vena-
vena yang membawa darah dari dahi dan temporal. Vena-vena ini tersusun
dalam pleksus pra- dan pascatarsal.
d. Pembuluh limfe segmen lateralis palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah
bening preaurikular dan parotis, pembuluh limfe dari sisi medial palpebra
mengalirkan isinya ke dalam kelenjar getah bening submandibular (Vaughan
et al,2009)

2.1.2. KALAZION
2.1.2.1 Definisi
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa kelenjar meibom yang tersumbat.
Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. Pada kalazion terbentuk nodul pada
palpebra yang bersifat kenyal dan tidak nyeri (Santen S,2010).
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-dibedakan dari
hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. Kalazion cenderung membesar lebih
jauh dari tepi kelopak mata daripada hordeolum. Selain itu, kalazion berbeda dengan
hordeolum dimana biasanya tidak menimbulkan rasa sakit meskipun terasa kekakuan akibat
pembengkakan, serta berbeda dari segi ukurannya. Kalazion cenderung lebih besar dari
hordeolum (Santen S,2010)

2.1.2.2. Etiologi
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar
atau sekunder dari hordeolum internum.
Kalazion disebabkan oleh minyak dalam kelenjar terlalu pekat untuk mengalir keluar
kelenjar atau saluran kelenjar minyak yang tersumbat. Oleh karena tidak dapat mengalir
keluar, produksi minyak tertimbun di dalam kelenjar dan membentuk tembel di palpebra.
Kelenjar dapat pecah, mengeluarkan minyak ke jaringan palpebra sehingga menyebabkan
inflamasi dan kadang-kadang jaringan parut. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi
kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin
terdapat akne rosasea berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan
spider nevi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra (Belden,2010).
Faktor Resiko :
 Belum diketahui dengan pasti factor resiko apa yang menyebabkan terjadinya
kalazion
 Hygiene palpebra yang buruk mungkin dapat dihubungkan dengan kalazion meskipun
perannya masih perlu dibuktikan.
 Stress juga sering dihubungkan dengan kalazion namun stress belum dibuktikan
sebagai penyebab dan mekanisme stress dalam menyebabkan kalazion belum
diketahui.
 Faktor makanan seperti susu, coklat, seafood dan telur mungkin berperan
(Belden,2010).

2.1.2.3. Patogenesis
Nodul kalazion terdiri dari berbagai jenis sel imun yang responsif terhadap steroid,
termasuk makrofag jaringan ikat yang dikenal sebagai histiosit, sel-sel raksasa multinukleat,
sel plasma, leukosit PMN, dan eosinofil.
Kalazion mungkin merupakan agregasi sisa sel-sel inflamasi setelah infeksi kelopak
mata seperti hordeolum dan selulitis preseptal, atau mungkin berkembang dari retensi sekresi
kelenjar Meibom
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar, kemungkinan
karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan mengakibatkan inflamasi.
Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum internal atau
eksternal (terutama proses piogenik yang menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat
menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang
multipel) yang agak keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra
mungkin menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim sangat jarang,
kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai (Belden,2010).
2.1.2.4. Gejala Klinis
Tampak sebagai pembengkakan sebesar kacang, tanpa keluhan apa – apa, rabaannya
agak keras, melekat pada tarsus, akan tetapi lepas dari kulit. Terjadinya perlahan –lahan
sampai beberapa minggu. Kalau palpebra dibalik, konjungtiva pada tempat kalazion
menonjol merah. Pada ujung kelenjar Meiboom terdapat masa yang kuning dari sekresi yang
tertahan. Bila kalazion yang terinfeksi memecah, dapat tampak pada tempat tersebut di
konjungtiva palpebra, sebagai jaringan granulasi yang menonjol keluar. Kalazion yang cukup
besar, dapat menyebabkan penekanan pada bola mata dan menimbulkan gangguan refraksi
(Ilyas et al, 2010).

2.1.2.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan hitopatologis, sebagai pemeriksaan penunjang
Jika kalazion sering berulang disebabkan terutama karena kurang menjaga
kebersihan yang kurang atau bersamaan dengan blepharitis . Drainase yang tidak adekuat
pada saat melakukan insisi dan kuretase dapat menyebabkan kekambuhan local (Ilyas et
al,2010)
Penatalaksanaan
o Medikamentosa
- Topikal
-Gentamicin Salep mata
-Oral
-amoxicillin 3x500 mg
-Parenteral
-
- Operatif
dieksisi dan ekskokleasi untuk mengeluarkan isi Gl. Meiboom.
Caranya :
• Mata ditetesi dengan anestesi topikal (pantokain).
• Obat anestesi infiltrat disuntikan dibawah kulit di depan kalazion.
• Dapat dilakukan insisi lateratum (secara vertical) di insisi pada konjungtiva bulbi atau
dapat di lakukan insisi eksternum (horizontal) di insisi pada margo palpebra
• Pada insisi secara laternum , kalazion dijepit dengan klem kalazion kemudian dibalik
sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.
• Pada insisi secara externum, kalazion dijepit dengan klem kalazion.
• Kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih.
• Klem kalazion dilepas dan diberi salep mata.

o Non medika mentosa


Kompres hangat dengan cara menempelkan handuk basah oleh air hangat selama
lima sampai sepuluh menit. Kompres hangat dilakukan empat kali sehari untuk
mengurangi pembengkakan dan memudahkan drainase kelenjar. Meskipun handuk dan
air harus bersih, namun tidak perlu steril. Selain itu, pasien juga bisa memijat dengan
lembut area kalazion beberapa kali sehari. Namun, kalazion tidak boleh digaruk (Ilyas et
al,2010).
2.1.2.6. Komplikasi
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi untuk
menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada palpebra
sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya sebagian dapat
menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas konjungtiva atau kulit (Vaughan,
2009)
2.1.2.7. Prognosis
Terapi bisanya berhasil dengan baik. Jika lesi baru sering terjadi, drainage yang
kurang adekuat mungkin mengikatkan lokal rekurensi ini. Kalazion yang tidak diobati
kadang-kadang terdrainase secara spontan, namun biasanya lebih sering persisten menjadi
inflamasi akut intermitten.
Bila terjadi kalazion berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan pemeriksaan
histopatologik untuk menghindari kesalahan diagnosis dengan kemungkinan keganasan (Ilyas
et al,2010)
MIOPIA
2.2. Definisi

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek
yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,
membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur (Vaughan et al,2009)

2.2.1 Klasifikasi

Borish and Duke-Elder membagi beberapa bentuk miopia menjadi :

a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
 Kurvatura miopia adalah banyaknya atau peningkatan lengkungan satu atau lebih dari
permukaan refraksi dari mata, terutama kornea. Pada pasien dengan sindrom Cohen,
miopia biasanya diakibatkan oleh tingginya tenaga kornea dan lentikular.
 Indeks miopia adalah variasi pada indeks refraksi dari satu atau lebih dari media
okular.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea
dan lensa yang normal (Lang GK et al,2000).
Miopia diukur dalam satuan dioptri menurut kekuatan dan tenaga optik dari lensa, dapat
dibagi menurut derajat beratnya yaitu :

1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.


2. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri. Pasien dengan miopia sedang
lebih cenderung terkena sindrom penyebaran pigmen atau glukoma pigmentasi.
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Pasien dengan
miopia berat atau tinggi lebih cenderung mengalami pelepasan retina dan glukoma
primer sudut terbuka (Khurana, 2007)

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :

1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.


2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasio retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa atau miopia
degeneratif (Scuta et al,2008)

Menurut American Optometric Association (2006), miopia terbagi dalam : Tabel 2.2.
Sistem klasifikasi Miopia.

2.2.3 Epidemologi

Prevalensi secara global terhadap gangguan refraksi diperkirakan sebanyak 800 juta
sampai 2.3 miliar. Insiden dari miopia dalam sampel populasi berbeda-beda dan dipengaruhi
oleh usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan faktor lainnya
Penelitian terbaru di Inggris terhadap siswa yang baru lulus mendapatkan 50% orang Inggris
kulit putih dan 53.4% siswa Asia-Inggris menderita miopia. Di Australia, prevalensi miopia
secara keseluruhan (lebih dari 0.5 dioptri) diperkirakan sebesar 17%. Sedangkan prevalensi
miopia di Amerika sebesar 20%. Perbedaan etnik dan ras juga mempengaruhi prevalensi dari
miopia. Prevalensi miopia dilaporkan sebesar 70-90% pada beberapa Negara Asia, 30-40% di
Eropa dan Amerika serta 10-20% di Afrika. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
miopia bertambah dengan meningkatkannya tingkat pendidikan dan adanya hubungan antara
miopia dan IQ. Menurut Arthur Jensen, penderita miopia memiliki IQ 7-8 lebih tinggi
dibandingkan bukan penderita myopia (AAO,2010).

2.2.4. Patogenesis

Ada dua mekanisme dasar yang menyebabkan miopia : kehilangan bentuk (juga
dikenal dengan kehilangan pola) dan defokus optik. Kehilangan bentuk terjadi jika kualitas
gambar pada retina menurun, defokus optik terjadi jika sinar difokuskan di depan atau
dibelakang retina (Iyas et al,2010)

2.2.5 Faktor Resiko

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu
berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi (Ilyas,
2010).
2.2.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan

Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah riwayat


keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33-60% prevalensi miopia pada anak-anak
yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak - anak yang salah satu orang
tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23 - 40%. Kebanyakan penelitian menemukan
bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15% anak-anak yang memiliki
myopia.

2.2.5.2. Faktor Lingkungan

Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan
sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan,
misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada
sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan
dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat
mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit,
mekanik, pengacara, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain (Scuta et al,2008).

2.2.6. Gambaran Klinis

Gejala Klinis
Gejala subjektif miopia antara lain:
1. Kabur bila melihat jauh
2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
3. Sering menyipitkan mata (efek pinhole)
4. Membaca dekat sekali
Gejala objektif miopia antara lain:
1. Miopia simpleks :
 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relative lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.
 Miopia patologik :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada
2. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia
3. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan
pigmentasi yang tidak teratur
4. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula.
Gambar 4: Myopic cresent
5. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.
6. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat
penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus
tigroid (Khuruna et al, 2007)

Gambar 5: Fundus Tigroid


2.2.7. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan
penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda dari jarak
dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada (Sativa,2010).
a. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap saat melihat
jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal. Gejala selain pemandangan
kabur mungkin saja muncul.
b. Miopia malam
Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat pencahayaan kurang. Pasien
sering mengeluhkan sulit melihat rambu-rambu lalu lintas saat berkendaraan
malam hari.
c. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat setelah melakukan
pekerjaan yang dekat. Hal ini mengindikasikan tidak cukup baiknya fungsi
akomodasi.
d. Miopia degeneratif
Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh yang sangat kabur karena
derajat miopia sangat signifikan. Pasien harus meletakkan objek sangat dekat
dengan matanya. Pasien mungkin mengeluhkan adanya kilatan cahaya atau
benda-benda yang mengapung akibat perubahan dari vitreoretinalnya. Jika
patologi dari segmen posterior berubah maka akan mengakibatkan gangguan
fungsi retina, pasien akan mengeluhkan memiliki riwayat hilangnya penglihatan
atau riwayat menggunakan alat optik dengan koreksi tinggi.
e. Miopia terinduksi
Pasien dengan miopia terinduksi juga melaporkan adanya pandangan jauh yang
kabur. Waktu kaburnya itu sesuai dengan agen atau kondisi yang mempengaruhi
miopia tersebut. Pupil konstriksi saat penyebab dari miopia ini adalah agen
agonis kolinergik (Sativa,2010).
Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan pemeriksaan mata sebagai
berikut:

a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus, refraksi subjektif)


Cara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen dan lensa coba.
Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak 5-6 meter dari kartu
Snellen dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang. Pada pemeriksaan
terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau visus yang dinyatakan dengan
bentuk pecahan.Visus yang terbaik adalah 6/6 (20/20), yaitu pada jarak
pemeriksaan 5 meter dapat terlihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5
meter.
Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka pemeriksaan
dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada bermacam-
macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat pada jarak 60 m, jika
penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka visusnya sebesar 2/60.
Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa menggerakkan tangannya pada
bermacam-macam arah dengan jarak bermacam-macam dan meminta penderita
mengatakan arah gerakan tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal
terlihat pada jarak 300 m, jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan
pada jarak 1 m, maka visusnya 1/300.Namun apabila gerakan tangan tidak dapat
terlihat pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan
menggunakan cahaya dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada
mata penderita dari segala arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada
pemeriksaan ini penderita harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila
penderita dapat melihat sinar dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian
perifer masih baik dan dikatakan visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika
penderita hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan
benar atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat maka retina tidak berfungsi
dengan baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama
sekali tidak terlihat oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina
secara keseluruhan dan dikatakan visus nol atau buta total (Lang GK, 2000)
b. Retinoskopi atau refraksi objektif
Pemeriksaan retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak pemeriksa
dan penderita sejauh 0,5 meter. Sumber cahaya terletak di atas penderita agak
kebelakang dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa yang memegang cermin,
dimana cermin kemudian memantulkan cahaya tersebut ke arah pupil penderita,
sehingga pemeriksa dapat melihat refleks fundus pada pupil penderita melalui
lubang pada bagian tengah cermin.
Gambar 8. Reflek Fundus pada Retinoskopi12

Kemudian cermin tersebut digerak-gerakkan dan pemeriksa memperhatikan


gerakan dari refleks fundus pada mata penderita. Pada penderita miopia akan
didapatkan arah gerak refleks fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin,
maka perlu ditambahkan dengan lensa konkaf (minus), sampai reflek pupil
mengisi seluruh apertura pupil dan tidak lagi terdeteksi adanya gerakan (titik
netralisasi). Pemeriksaan dilakukan dengan memasangkan lensa sferis +2 D,
selanjutnya dilakukan koreksi yang sesuai sampai dicapainya titik netralisasi.

Gambar 3. Gerak Reflek Fundus yang Berlawanan Arah12

Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan kecepatan
gerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak yang cepat
menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks yang suram,
pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya kelainan refraksi yang
tinggi.
Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif dan objektif harus dilakukan. Setelah
melakukan pemeriksaan mata, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk
mengidentifikasi keadaan yang berhubungan serta memantau perubahan retina
pada pasien dengan miopia degeneratif atau progresif, yaitu melalui :
a. Fundus fotografi.
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain (Khuruna,2007).

2.2.8. Penatalaksanaan

a. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata atau lensa kontak
yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat miopia diperkirakan
dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan demikian, titik jauh
sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi sekitar minus 4 dioptri.
b. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin
topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan onset usia
muda. Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar, penambahan lensa positif
tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki
potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka penggunaan
atropin dalam jangka waktu lama dapat memberikan efek kebalikannya pada
retina.
c. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka waktu seminggu
atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi miopia. Hasil penelitian
dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan respon individu terhadap
ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata menurunan miopia lebih dari
3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya penurunan miopia dilaporkan dalam
sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00 D, kebanyakkannya terjadi penurunan pada
4-6 bulan pertama dari ortokeratologi program. Ortokeratologi secara umum
hanya digunakan untuk orang dewasa, meskipun kontrol yang terlihat pada
miopia anak-anak dengan menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable
memberikan efek yang sama dengan ortokeratologi (Scuta,2008)
d. Operasi refraktif
1) Radial keratotomi (RK)
Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral kornea untuk
melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam pada kornea akan menjadi
lemah sedangkan bagian central kornea akan mendatar. Hasil dari perubahan
refraktif tergantung pada ukuran zona optiknya dan jumlah serta dalamnya insisi
(Vaughan,2009).

Gambar 4. Radial Keratotomi


2) Photorefraktive Keratektomi (PRK)
PRK adalah suatu prosedur dimana kekuatan kornea dikurangi dengan
menggunakan ablasi laser pada central kornea. Data dari beberapa penelitian
menyatakan bahwa 48-92% pasien mendapatkan ketajaman penglihatan 6/6
setelah melakukan prosedur ini. Pasien kadang-kadang menyatakan tidak ada
perbaikan setelah PRK, namun PRK ini lebih baik daripada RK. Baik RK
maupun PRK ini diindikasikan untuk miopia ringan dan sedang (Vaughan,2009).

Gambar 5. Photorefractive Keratectomy


3) Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

Gambar 6. Operasi Metode LASIK

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata, direkomendasikan


untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan laser
dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratom untuk memotong flap secara
sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan
dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah bentuk
dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
Syarat untuk melakukan LASIK, yaitu :

a. Gangguan refraksi harus masuk dalam katagori yang bisa diobati oleh FDA-laser
excimer, seperti: miopia sampai -14.0D, astigmatisma sampai -6.0D dan
hipermetropia sampai +6.0D. Karena teknik dan teknologi yang berkembang
sangat cepat, dokter dapat mengobati keadaan yang lebih parah. Laser juga
digunakan untuk regular atau campuran astigmat. Jika gangguan refraktif pasien
atau faktor kesehatan lain tidak memungkinkan melakukan LASIK, prosedur lain
dapat direkomendasikan.
b. Mata harus dalam keadaan stabil dan tidak ada kemungkinan untuk berubah
kedepannya, hal ini bisa dikonfirmasi dengan resep kaca mata dan lensa kontak
yang digunakan dalam 1 tahun ini atau lebih.
c. Kondisi yang mengikuti, sampai berubah atau diperbaiki, bisa membuat pasien
tidak bisa melakukan LASIK, karena hal tersebut menyebabkan fluktuasi pada
mata, seperti:
 Kehamilan atau menyusui
 DM atau penyakit lain dengan fluktuasi hormonal yang mempengaruhi mata.
 Dibawah usia 18 tahun (operasi laser tidak diizinkan dibawah usia 18 tahun oleh
FDA, karena mata selalu stabil pada usia pertengahan dua puluhan.)
 Pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan fluktuasi penglihatan.
d. Kondisi mata yang membuat pasien tidak dapat menjalani LASIK, baik
sementara atau permanen, yaitu:
 Glaukoma, suspek glaukoma atau hipertensi okular.
 Beberapa penyakit mata, seperti uveitis.
 Trauma mata atau operasi mata sebelumnya.
 Keratokonus, penyakit kornea degeneratif atau pre keratokonus.
 Katarak.
 Penyakit retina.
e. Pasien harus bebas dari penyakit dan pengobatan yang dapat mempengaruhi
penyembuhan, seperti penyakit autoimun (rematik artritis, lupus eritematosus),
gangguan immunodefisiensi (HIV), diabetes, dan obat-obat lain seperti steroid,
retinoid acid, dan lain-lain.
f. Pasien harus tidak memiliki herpes okular dalam 1 tahun waktu potensial operasi
(AAO,2010).

2.2.9 Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina
dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
amblyopia (Ilyas,2010).
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Penuntun Umum Penyakit Mata. Cet. VIII. Jakarta : Penerbit FKUI. 2010.
2. Santen S. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010.
3. Belden MD. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010
4. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 2005
5. Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2009
6. Sativa Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang.
Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara.[serial on line] 2003. [cite on
May 6, 2010]. Available from URL: http://library.usu.ac.id
7. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. [serial on line]
2003. [cite on May 6, 2010]. Available from URL: http://www.aoa.org.
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi kedua. Jakarta : EGC; 2001:
160
9. Lang GK, Spraul CW. Optic and Refractive Errors In: Ophtalmology A Short
Textbook. New York: Thieme Stuttgart. 2000: 432.
10. Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Optics of the Human Eye In: Clinical Optics. Vol: 3,
San Fransisco; American Academy of Ophthalmology; 2008: 115-20.
11. Khurana AK. Optics and Refraction In: Comprehensive Ophtalmology. 4th Ed. New
Delhi: New Age Publishers. 2007: 32-6.

Вам также может понравиться