Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
kesadaran, hingga lebih lanjut, akibat trauma ini, seseorang dapat mengalami
kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah
penting adalah saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak akurat, dapat
terjadi kematian atau kecacatan berat (Wahyudi, 2015).
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks
bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
saraf, pembuluh darah dan tulang (Pearce, 2011). Klien dengan trauma kepala
memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan terapi dapat
segera dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis
(Barret, 2015). Cedera kepala sedang dan berat memerlukan pemeriksaan CT scan
untuk membantu mengambil keputusan. Cedera kepala sedang dikelompokkan
berdasarkan beratnya melalui pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) bernilai
9-12. Sedangkan cedera kepala berat memiliki nilai GCS kurang atau sama
dengan 8. Kerusakan otak pada cedera kepala dapat disebabkan karena cedera
kepala primer (akibat langsung) dan sekunder yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi. Pemeriksaan klinis pada klien
cedera kepala secara umum meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
neurologis dan radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus
ditanyakan adalah mekanisme trauma.
Pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan bersamaan dengan
secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian
GCS awal saat penderita datang ke rumah sakit sangat penting untuk menilai
derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan
GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi batang otak,
saraf kranial, fungsi motorik, sensorik, dan reflex.
2
Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah
rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral.
Idealnya penderita cedera kepala diperiksa dengan CT-scan, terutama bila
dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit
kepala hebat. Pemeriksaan CT-scan idealnya harus dilakukan pada semua cedera
kepala yang disertai dengan kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia,
sakit kepala hebat, GCS<15, atau adanya defisit neurologis fokal. Foto servikal
dilakukan bila terdapat nyeri pada palpasi leher. Pemeriksaan CT-scan sangat
mutlak pada kasus trauma kepala untuk menentukan adanya kelainan intrakranial
terutama pada cedera kepala berat dengan Glasgow Coma Score 8 (normal 15).
CT-scan sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan klien mulai dari
awal trauma, pasca trauma, akan operasi, serta perawatan pasca operasi sehingga
perkembangan klien senantiasa dapat dipantau. Tujuan utama dari pemeriksaan
pada kasus trauma kepala adalah untuk menentukan adanya cedera intrakranial
yang membahayakan keselamatan jiwa klien bila tidak segera dilakukan tindakan
secepatnya. Penyebab utama cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas,
kekerasan dan terjatuh. Pejalan kaki yang mengalami tabrakan kendaraan
bermotor merupakan penyebab cedera kepala terhadap klien anak-anak bila
dibandingkan dengan klien dewasa (Hurst, 2014). Glasgow coma scale (GCS),
merupakan instrumen standar yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesadaran klien cedera kepala. Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki
peranan penting dalam memprediksi risiko kematian di awal trauma. Dari GCS
dapat diperoleh informasi yang efektif mengenai klien cedera kepala (Barret,
2015).
Klien cedera kepala berat meninggal sebelum tiba di rumah sakit, dan kira-
kira 90% kematian pra rumah sakit karena menderita cedera kepala. Kurang lebih
70% cedera otak memerlukan penatalaksanaan medik dikategorikan sebagai
cedera kepala ringan, 15% sebagai cedera kepala sedang, dan 15% cedera kepala
berat (Corwin, 2009). Oleh karena itu pengelolaan trauma kepala yang
3
komprehensif harus dimulai dari tempat kejadian, selama transportasi, di instalasi
gawat darurat, hingga dilakukannya terapi definitif. Pengelolaan yang benar dan
tepat berupa perawatan dan pemantauan hemodinamik, tanda vital, pengaturan
posisi, pengaturan konservatif dan terapi obat-obatan akan mempengaruhi
outcome pasien, dimana pre-hospital care hingga hospital care merupakan faktor
yang sangat penting untuk dibenahi dan ditingkatkan dalam rangka menurunkan
morbiditas dan mortalitas.Seluruh tenaga kesehatan khususnya perawat yang
berada di Unit Gawat Darurat (UGD) sebagai gerbang utama rumah sakit
diharapkan mampu memberikan perawatan atau penatalaksanaan segera serta
intervensi lanjut kepada pasien kritis dengan trauma kepala. Tujuan utama
pengelolaan pasien dengan trauma kepala ialah pemulihan dari trauma kepala
primer dan mencegah atau meminimalkan kerusakan otak lebih lanjut dari trauma
kepala sekunder dengan pemberian asuhan keperawatan cepat dan tepat
(Wahyudi, 2015; Safrizal, 2013).
1.3 TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan, kritis, advokasi, dan pendidikan
kesehatan pada klien dengan trauma kepala agar dapat mengetahui konsep
perawatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dan masalah trauma kepala.
2. Mahasiswa mampu meyusun asuhan keperawatan kritis dengan trauma
kepala.
3. Mahasiswa mampu memahami advokasi pada klien dengan trauma kepala
4
4. Mahasiswa mampu memahami pendidikan kesehatan pada klien dengan
trauma kepala.
1.4 MANFAAT
1.4.1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan secara
komprehensif khususnya keperawatan kritis terkait dengan trauma kepala
1.4.2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan secara langsung di lapangan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif terkait trauma kepala