Вы находитесь на странице: 1из 11

KONSEP GUSJIGANG MENURUT SUNAN KUDUS

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu : Aristoni, S.H.I, M.H.

Disusun Oleh:
Kelompok 12
Glady Sasanti Ayuninggar (1820610051)
Nurul Auliya Putri (1820610052)
M. Syarif Ni’am Aula (1820610069)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya masyarakat agama dipengaruhi oleh tiga fenomena yaitu; modernitas,
agama dan budaya nenek moyang. Gejala tersebut juga terjadi di Kudus dalam
penguatan spiritual entrepreneurship yang dikenal dengan gusjigang sebagai
warisan Sunan Kudus. Predikat Sunan Kudus yang dikenal sebagai waliyyul
ilmy dan juga sebagai pedagang Islam telah melahirkan komunikasi budaya
yang mereproduksi budaya gusjigang (bagus, ngaji, dagang).
Budaya Gusjigang merupakan bagian dari kearifan lokal yang ditanamkan oleh
Sunan Kudus begitu relevan sebagai dasar pengembangan spiritual
entrepreneurship atau kapitalisme religius di daerah pesisir. Perkembangan
studi ekonomi syariah dan juga implementasinya yang distingtif perlu
memperhatikan modal sosial dan budaya seperti semangat kapitalisme religius,
yang dipandu oleh prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan etika universal Islam seperti
nilai-nilai keadilan dan kebaikan (al-Adl wal ihsan) bagi umat manusia. Dalam
kasus tertentu, budaya gusjigang di Kudus sejalan dengan etos kewirausahaan
spiritual dan semangat kapitalisme agama.
Gusjigang merupakan filosofi pada sisi spirit dalam etos berkehidupan
sosial yang diajarkan oleh Sunan Kudus, etos sosial ini dominan dijadikan
pedoman oleh warga Kudus Kulon, sebuah sebutan bagi warga masyarakat
yang tinggal di seputaran Masjid Menara Kudus. Filosofi ini begitu lekat
dengan masyarakat Kudus. Masyarakat Kudus dikenal sebagai masyarakat
yang bagus dalam berpenampilan, mempunyai jiwa entrepreneur, baik
perilakunya dan mempunyai pemahaman agama yang luas.
Gusjigang menjadi spirit nilai yang harus dipertahankan. Tiga nilai dasar
yang ditinggalkan Sunan Kudus itu pada dasarnya menjadi bekal hidup siapa
saja untuk mendorong prinsip hidup: “mencapai sejahtera hidup dengan cara
yang benar”. Dalam filosofi Gusjigang, terkandung makna bahwa setiap
wirausahawan harus cerdas dan berakhlak. Dengan cara itu etika menjadi ruh
bagi seluruh aktivitas hidup, utamanya niaga secara cerdas, sehingga mampu
mengikuti perkembangan zaman. Apalagi muara dari filosofi itu adalah
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dengan
demikian, kualifikasi saudagar di kalangan muslim Kudus, adalah seseorang
yang mempunyai akhlak baik dan pengetahuan yang luas.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian gusjigang?
2. Bagaimana sejarah filosofi gusjigang?
3. Apa pentingnya gusjigang?
4. Bagaimana penerapan gusjigang dalam kehidupan sehari-hari?
5. Apa saja kendala yang terjadi terhadap gusjigang?

C. Tujuan
1. Untuk memahami apa itu pengertian gusjigang.
2. Untuk mengetahui sejarah filosofi gusjigang.
3. Untuk memahami pentingnya gusjigang.
4. Untuk memahami penerapan gusjigang dalam kehidupan sehari-hari.
5. Untuk memahami kendala yang terjadi terhadap gusjigang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gusjigang
Sampai saat ini, belum ada yang mengetahui kapan tepatnya istilah
gusjigang digunakan. Gusjigang merupakan singkatan dari kata gus, berasal
dari kata bagus, ji berasal dari kata ngaji, gang berasal dari kata dagang. Kata
gusjigang merupakan salah satu nasehat atau pegangan hidup bagi manusia,
agar senantiasa menjadi makhluk atau sosok yang ideal, yang memiliki akhlak
atau perangai yang bagus, taat beragama, berintelektualitas tinggi, dan pandai
mencari uang dengan berdagang, serta mempunyai jiwa entrepreneur sebagai
seorang pengusaha. Spirit atau nasehat itu sering disebut berasal dari salah satu
Walisongo pada zaman dahulu, yaitu pada zaman Kanjeng Sunan Kudus.
Beliaulah yang menjadi contoh tauladan atau contoh personifikasi yang
memegang erat prinsip gusjigang tersebut. Ajaran yang ditanamkan Sunan
Kudus tersebut telah membawa pengaruh besar bagi warga Kudus, khususnya
warga disekitar masjid Al-Aqsha yang kini dikenal dengan Kudus Kulon
sebagai masyarakat agamis yang pandai berdagang. Keberadaan masjid yang
berdekatan dengan pasar ini semakin memperkuat prinsip gusjigang. Masjid
Al-Aqsha merupakan masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus, masjid yang
kemudian menjadi sentral nadi kehidupan masyarakat Kudus. Bangunan masjid
memadukan arsitektur Jawa, Islam, Hindu, dan Cina yang kemudian menjadi
saksi sekaligus pengikat abadi berkembangnya filosofi Sunan Kudus yaitu
gusjigang.1
Untuk kata pertama dari gusjigang adalah kata bagus. Kata ini memiliki
mempunyai arti bahwa manusia harus mengupayakan agar tampilan luar atau
fisiknya tetap dalam kondisi bagus dan menarik. Makna bagus yang awalnya
lebih merujuk pada faktor fisik dan maskulin, ini lebih dimaknai sebagai
kepemilikan akhlak yang baik. Sehingga masyarakat Kudus dapat
meneladaninya dengan sikap-sikap yang santun dan beretika.

1
http://eprints.stainkudus.ac.id/1647/5/05%20BAB%20II.pdf. Diakses tanggal 07 November
2018, pukul 10.25 WIB.
Sebagai umat muslim, juga harus mau dan pintar ngaji atau mau mengerti
tentang agama dan mau belajar serta memperdalam agama Islam. Kata kedua
sebagai cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti atau mendengarkan
ceramah atau pengajian. Mengaji tidak hanya dimaknai sebagai membaca Al-
Qur’an saja namun juga bisa membaca literatur secara luas, bahkan juga
membaca alam. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan rajin membaca kitab
suci Al-Quran.
Dan yang tidak kalah penting dari kedua hal tersebut adalah kata ketiga dari
gusjigang yaitu kata dagang. Nabi Muhammad SAW. sangat menganjurkan
umatnya untuk pandai berdagang dan mampu memperoleh pendapatan dari
hasil jerih payah sendiri, yaitu dengan cara membuat usaha sendiri atau
menjadi seorang pengusaha.2

B. Sejarah Filosofi Gusjigang


Kota Kudus yang berpusat di Masjid Al-Aqsha dan Menara Kudus yang
dekat dengan pusat pembelajaran (pondok). Ketika itu Sunan Kudus
mengajarkan kepada santri-santrinya dan para masyarakat agar berbudi pekerti
yang baik atau bagus, pandai dan rajin mengaji, serta sukses berdagang.
Banyak masyarakat yang menganut ajaran Sunan Kudus sehingga banyak yang
sukses menjadi saudagar kaya. Kesuksesan-kesuksesan para saudagar itu
menimbulkan mereka untuk berlomba-lomba membangun tempat tinggal
dengan tembok yang tinggi, sehingga sekarang dikenal dengan kawasan elit
Kudus Kulon.
Falsafah Gusjigang merupakan falsafah hidup yang diajarkan oleh Sunan
Dja’far Shodiq yang berarti bagus, ngaji, dan dagang. Falsafah ini sederhana
namun dapat membangun masyarakat Kudus dari segi aspek religi, ekonomi,
dan sosial budaya. Falsafah Gusjigang dapat ditinjau dari beberapa aspek,
sebagai berikut:
1. Tinjauan Ekonomi
Sunan Kudus dikenal sebagai pengusaha yang ulet untuk melakukan
dakwahnya menjadi teladan bagi masyarakat. Sunan Kudus mengajarkan

2
Ibid.Hal. 11.
bagaimana bertahan hidup dengan melakukan berdagang, yang notabennya
pada saat itu Sunan Kudus juga adalah pendatang baru di Kota Kudus untuk
melakukan penyebaran Agama Islam dengan membangun karakter
masyarakat Kudus. Alasan mengapa Sunan Kudus mengajarkan berdagang
kepada masyarakat Kudus, karena di daerah Kudus tidak memungkinkan
untuk bercocok tanam. Jika melaut, juga tidak mungkin karena Kudus tidak
diapit oleh daerah pesisir atau pantai.
Dikarenakan Kudus mempunyai lokasi yang sempit, awalnya Kudus juga
masih terpisah dengan Pulau Jawa, cara yang tepat untuk bertahan hidup
adalah dengan berdagang. Saat itu pula Kali Gelis dianggap kali yang gelis
yaitu sungai yang cepat mengantarkan hajat, cepat membuang kesialan, dan
juga cepat memperjualkan dagangan. Kali Gelis biasanya digunakan sebagai
lalu lintas transportasi dan perdagangan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kudus.
2. Tinjauan Religi
a. Seseorang yang dekat dengan Allah harus mempunyai akhlak yang
bagus, menjadi manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia.
b. Mengaji, khususnya mengaji kitab Islami untuk mengetahui bagaimana
hubungan dengan Allah.
c. Meniatkan berdagang adalah sebagai bentuk beribadah kepada Allah,
sekaligus sebagai pendukung dakwah.
3. Tinjauan Sosial budaya
a. Kota Saudagar, disebut dengan kota Saudagar karena banyaknya
pengusaha dan industri. Sehingga banyak bermunculan pengusaha-
pengusaha sukses.
b. Kota Santri, banyak madrasah atau pondok pesantren yang berada di
Kudus. Banyak santri-santri yang datang dari berbagai daerah di seluruh
Nusantara untuk memperdalam ilmu Al-Qur’an, Hadist, Falak, Bahasa
Arab, Nahwu, dll.

C. Pentingnya Gusjigang
Gusjigang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang melekat di
masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus Kulon, yakni
pusat peradaban agama Islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan
kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan
kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat.
Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran gusjigang itu sendiri.
Bukan suatu hal yang mengherankan apabila kota Kudus telah berkembang
pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti
dalam industri rokok, kota Kudus dikenal sebagai kota Kretek yakni kota nakan
sejuta industri rokok yang telah menghantarkan kota Kudus dalam kancah
nasional. Tidak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga
berekembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itu, konsep tersebut sangat penting untuk diterapkan
oleh masyarakat Kudus pada khususnya. Karena gusjigang juga mempunyai
peran penting dalam kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Kudus.
Selain itu, dalam penerapan konsep ini juga dapat membantu seseorang
untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan disiplin akan waktu. Karena tidak
semua orang bisa mengatur dan memanfaatkan waktu dengan baik, gusjigang
juga dapat mengajarkan seorang tidak hanya pandai berdagang, tetapi pandai
berdagang di jalan Allah SWT.3

D. Penerapan Gusjigang Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Falsafah yang diajarkan oleh Sunan Kudus memang membawa perubahan
yang cukup besar bagi masyarakat Kudus. Oleh karena itu, terdapat beberapa
implementasi/penerapan dari falsafah gusjigang pada masa kini, diantaranya:
1. Penerapan akhlak sopan, santun dan etika pada generasi muda dapat
digunakan untuk membentengi diri dari pengaruh negatif modernisasi dan
globalisasi yang jika tidak di bentengi akan memporakpandakan kehidupan
masyarakat di segala bidang.
2. Adanya falsafah gusjigang yang awalnya mendarah daging di masyarakat
Kudus pada masanya, dapat mengubah masyarakat Kudus menjadi maju dan

3
Ibid. Hal.15-16
sejahtera pada saat itu. Dari hal tersebut dapat diambil implementasi dengan
mengubah mental masyarakat Kudus saat ini menjadi pribadi yang
mempunyai mental seorang pengusaha. Karena pada saat ini banyak
masyarakat Kudus yang lebih suka menjadi buruh atau pekerja daripada
membuat usaha sendiri yang memunculkan jiwa enterpreneurship. Jika
masyarakat Kudus banyak yang mempunyai jiwa enterpreneurshipmaka
akan membuat masyarakat Kudus kembali mendapatkan kejayaan seperti
dahulu kembali dengan masyarakat yang sejahtera.
3. Pada saat itu falasafah gusjigang digunakan Sunan Kudus untuk strategi
dakwah Islam beliau, karena didalam falsafah gusjigang terdapat perintah
untuk berdagang, dalam berdagang setiap orang pedagang dapat beretemu
dengan orang-orang dengan beragang latar belakang. Hal tersebut dapat
dijadikan peluang untuk menyebarluaskan dakwah Islam. Oleh karena itu
salah satu implementasi dari falsafah gusjigang tersebut adalah
meningkatkan kepedulian dan semangat menyebarluaskan dakwah Islam
dengan dukungan yang kuat dari usaha dagang atau bisnis seperti yang
dilakukan Sunan Kudus pada masanya. Tidak hanya berdagang untuk
mencari keuntungan saja, tetapi juga untuk dukungan dakwah Islam.

E. Kendala yang Terjadi Terhadap Gusjigang


Gusjigang dalam pengaplikasiannya memiliki beberapa kendala,
diantaranya adalah:
1. Kurangnya pengetahuan gusjigang
Masyarakat sekarang ternyata banyak yang tidak mengetahui apa itu
“gusjigang”, bahkan mereka malah merasa asing dengan filsafah
“gusjigang”. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang “gusjigang”
disebabkan oleh kurangnya kepedulian masyarakat sekitar Kudus sendiri
tentang konsep tersebut.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat Kudus untuk para generasi tua agar
tidak enggan untuk menyampaikan konsep “gusjigang” yang telah diajarkan
oleh Sunan Kudus kepada generasi muda. Dan yang telah mengetahui
seharusnya mempromosikan kembali instilah “gusjigang” kepada
masyarakat pada umumnya, dan khususnya kepada para pelajar yang setatus
nya adalah sebagai penerus bangsa yang berpendidikan dan berkarakter agar
menerapkan konsep “gusjigang” untuk membentuk dirinya agar menjadi
pribadi yang berkualitas tinggi, baik dalam menghadapi urusan duniawi
ataupun masalah keagamaan. Sehingga dapat menjadikan bangsa yang lebih
maju khususnya dalam membangun kota Kudus sehingga tercipta Kudus
yang lebih sejahtera.
2. Pembagian waktu
Tidak bisa dipungkiri bahwa pembagian waktu menjadi salah satu
kendala dalam konsep “gusjigang”. Bagaimana tidak, pembagian waktu
mengaji dan berdagang sangatlah sulit. Pada umumnya masyarakat jika
sudah berdagang maka akan lebih terfokus kepada aktivitas perdagangannya
saja. Kesuksesan konsep “gusjigang” bisa terwujud apabila ketiganya dapat
berjalan beriringan dengan baik. Apabila seorang mampu membagi waktu
dengan baik, maka salah satu dari hal tersebut akan gugur dan tidak bisa
terwujud ajaran “gusjigang”. Banyak orang yang mengorbankan ngajinya
demi dagangannya. Dan inilah yang menjadi kendala terbesar bagi
pelaksanaan konsep “gusjigang”.4
3. Kurangnya kepedualian terhadap generas-generasi pendahulu atau
generasi tua untuk mewariskan dan mengajarkan ajaran tersebut kepada
generasi-generasi penerus atau generasi dibawahnya yang saat ini perlu
dibimbing dan diajari tentang falsafah tersebut agar bisa membentengi diri
arus globalisasi yang masuk.
4. Arus globalisasi yang sangat cepat dan modern mengalahkan falsafah
lokal atau tradisional yang telah dianggap sudah kuno terutama oleh
generasi-generasi muda.
5. Kurangnya perhatian dari pemerintah untuk melestarikan dan menjalankan
kembali flasafah Gusjigang di tengah tradisi masyarakat.

4
Op.cit., Hal. 16-17.
BAB III
PENUTUP

Simpulan:
1. Gusjigang merupakan singkatan dari kata gus, berasal dari kata bagus, ji
berasal dari kata ngaji, gang berasal dari kata dagang. Kata gusjigang
merupakan salah satu nasehat atau pegangan hidup bagi manusia, agar
senantiasa menjadi makhluk atau sosok yang ideal, yang memiliki akhlak atau
perangai yang bagus, taat beragama, berintelektualitas tinggi, dan pandai
mencari uang dengan berdagang, serta mempunyai jiwa entrepreneur sebagai
seorang pengusaha.
2. Falsafah Gusjigang merupakan falsafah hidup yang diajarkan oleh Sunan
Dja’far Shodiq yang berarti bagus, ngaji, dan dagang. Falsafah ini sederhana
namun dapat membangun masyarakat Kudus dari segi aspek religi, ekonomi,
dan sosial budaya.
3. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa
selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan
kehidupan akhirat.
4. Falsafah yang diajarkan oleh Sunan Kudus membawa perubahan yang cukup
besar bagi masyarakat Kudus. Antara lain: Penerapan akhlak sopan santun dan
etika, mengubah masyarakat Kudus menjadi maju dan sejahtera, strategi
dakwah Islam.
5. Gusjigang dalam pengaplikasiannya memiliki beberapa kendala, diantaranya
adalah kurangnya pengetahuan gusjigang, pembagian waktu, kurangnya
perhatian dari generasi tua, adanya arus globalisasi, kurangnya perhatian dari
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.stainkudus.ac.id/1647/5/05%20BAB%20II.pdf. Diakses tanggal 07


November 2018, pukul 10.25 WIB.

https://www.kompasiana.com/renggaardika/593f669652da3841ba003c02/gusjigan
g--pendidikan-religius?page=all. Diakses tanggal 12 November 2018, pukul 07.37
WIB.

Вам также может понравиться