Вы находитесь на странице: 1из 44

IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN

FRAKSI BIJI BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)

SECARA IN VITRO

HALAMAN JUDUL

USULAN PENELITIAN TESIS

Oleh:

Muhammad Jefriyanto Budikafa

16/402579/PFA/01643

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
PERSETUJUAN PROPOSAL

IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN

FRAKSI BIJI BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)

SECARA IN VITRO

Oleh :

MUHAMMAD JEFRIYANTO BUDIKAFA

16/402579/PFA/01643

Untuk dipertahankan dihadapan panitia penguji proposal


Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Farmasi
Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Sugeng Riyanto, M.S., Apt. Dr. Rumiyati, M.Si., Apt.

Tanggal : Tanggal :

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERSETUJUAN PROPOSAL ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
INTISARI............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah..................................................................................... 3
C. Keaslian Penelitian ...................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7
A. Telaah Pustaka............................................................................................. 7
1. Rambutan (Nephelium lappaceum L) ..................................................... 7
2. Radikal Bebas ....................................................................................... 10
3. Antioksidan........................................................................................... 11
4. Metode Pengujian Antioksidan ............................................................ 12
5. Ekstraksi dan Pemisahan ...................................................................... 13
6. Identifikasi Senyawa............................................................................. 17
B. Landasan Teori .......................................................................................... 21
C. Kerangka Konsep ...................................................................................... 23
D. Hipotesis .................................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 25
A. Desain Penelitian ....................................................................................... 25
B. Bahan Penelitian ........................................................................................ 25
C. Instrumen Penelitian .................................................................................. 25
D. Jalannya Penelitian .................................................................................... 26
1. Penyiapan ekstrak metanol biji buah Rambutan .................................. 26
2. Fraksinasi ekstrak kental BBR ............................................................. 26

iii
3. Penentuan aktivitas antioksidan secara in vitro .................................... 27
a. Penentuan Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH ........................ 27
b. Penangkapan Radikal ABTS ......................................................... 27
c. Penentuan Daya Reduksi ............................................................... 28
d. Penentuan Antioksidan dengan β-Karoten – Asam Linoleat......... 28
e. Penentuan Pengkelatan Logam...................................................... 29
4. Penentuan Kandungan Fenolik Total ................................................... 29
5. Penentuan Kandungan Flavonoid Total ............................................... 30
6. Identifikasi komponen senyawa fraksi teraktif sebagai antioksidan .... 30
a. Isolasi............................................................................................. 30
b. Uji kemurnian isolat aktif .............................................................. 31
c. Identifikasi senyawa isolat ............................................................ 31
E. Analisis Data ............................................................................................. 31
JADWAL PENELITIAN ...................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. a. Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)…………………………8

b. Biji buah rambutan…………………………………………………..8

v
INTISARI

Rambutan (Nephelium lappaceum, L) adalah tanaman dataran rendah dan


dapat ditemukan di negara-negara Indonesia, Filipina, dan Amerika Latin. Biji dan
kulit buah rambutan merupakan salah satu limbah yang jumlahnya cukup banyak,
sehingga jika biji dan kulit buah rambutan ini dimanfaatkan dapat mengurangi
limbah yang ditimbulkan, oleh karena itu beberapa peneliti mencoba
memanfaatkannya sebagai suplemen makanan yang mengarah ke makanan
fungsional dengan menentukan aktivitasnya misalnya sebagai antioksidan.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat potensi biji buah rambutan (BBR)
sebagai antioksidan alami untuk dapat digunakan sebagai bahan pangan fungsional
dan melakukan penentuan kandungan fenolik total dan flavonoid total ekstrak dan
fraksi-fraksi biji buah rambutan kemudian akan dilakukan identifikasi terhadap
komponen senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dari fraksi teraktif dari biji
buah rambutan.
Biji buah rambutan dibersihkan, dicuci kemudian dikeringkan dan
diserbukkan. Serbuk yang diperoleh dimaserasi dengan pelarut metanol. Ekstrak
metanol dipartisi dengan pelarut petroleum eter, diklorometan dan etil asetat.
Ekstrak dan ketiga fraksi selanjutnya diuji aktivitas antioksidannya secara in vitro
melalui serangkaian uji kemampuan fraksi untuk menangkap radikal DPPH dan Commented [SC1]: Kasih singkatannya, soalnya gak ada
ABTS, mereduksi besi (III), mengkelat logam dan uji pemucatan beta-karoten serta daftar singkatan
dilakukan penentuan kandungan fenolik total dan flavonoid totalnya. Fraksi teraktif Commented [SC2]: Ini juga
sebagai antioksidan kemudian akan dilakukan identifikasi komponen senyawanya
dengan menggunakan metode spektrofotometri.

Kata Kunci : Biji Buah Rambutan, Antioksidan, Fenolik Total, Flavonoid Total,
Identifikasi, Spektrofotometri

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung koroner dan penuaan

dini masih menjadi penyakit dengan angka kejadian yang tinggi sampai saat ini.

Penyakit ini telah diketahui dapat dipicu oleh stress oksidatif yang diinduksi oleh

radikal bebas. Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau fragmen

molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dalam

orbital atom atau molekul (Halliwell dan Gutteridge, 1989 dalam Valko dkk., Formatted: Highlight

2007). Elektron yang tidak berpasangan ini biasanya memberi tingkat reaktivitas Commented [SC3]: Sumber sekunder gini sebaiknya
dihindari, tulis aja yang depan
yang cukup besar terhadap radikal bebas. Reaksi yang ditimbulkan oleh radikal ini Formatted: Highlight

akan berlanjut terus menerus dan akan menimbulkan kerusakan-kerusakan sel

apabila terjadi di dalam tubuh (Valko dkk., 2007; Wahdaningsih dkk., 2011).

Cara yang paling efektif untuk menetralkan atau melawan radikal bebas serta

mengurangi terjadinya kerusakan sel pada tubuh yang diakibatkan oleh proses

oksidasi radikal bebas adalah menggunakan zat antioksidan (Djordjevic dkk.,

2011). Keberadaan cadangan antioksidan dalam tubuh manusia dalam jumlah yang

tidak berlebihan, karenanya tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.

Seiring dengan perkembangan zaman, pemanfaatan sayuran dan buah-buahan

yang mengandung senyawa antioksidan semakin meningkat. Antioksidan berperan

penting dalam melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Radikal bebas

tersebut merupakan spesies reaktif yang memulai reaksi yang merusak molekul

organik yang penting secara biologis dan dianggap sebagai penyebab beberapa

masalah kesehatan termasuk kanker, penyakit jantung dan proses penuaan itu

1
sendiri (Halliwell dan Gutteridge, 1989; Anagnostopoulou dkk., 2006).

Antioksidan dapat diperoleh secara sintetik atau dari bahan alam, yang masing-

masing dikenal dengan antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Senyawa

antioksidan sintetik yang telah digunakan saat ini yaitu, butil hidroksi toluen (BHT),

butil hidroksi anisol (BHA), dan ter-butil hidroksi quinon (TBHQ) telah terbukti

afektivitasnya, namun senyawa-senyawa antioksidan sintetik ini dilaporkan

menimbulkan efek toksik dan mutagenik (Alnajar dkk., 2012). Hal tersebut

menimbulkan kekhawatiran terhadap antioksidan sintetik, sehingga antioksidan

alami menjadi alternatif. Senyawa antioksidan alami banyak tersebar pada beberapa

jenis tumbuhan, sayur-sayuran, biji-bijian, buah-buahan bahkan kulit buah-buahan.

Untuk penggantian antioksidan sintetis konvensional dalam makanan dengan

produk alami, tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan dianggap sebagai sumber

yang menjanjikan. Karena itu, perhatian difokuskan pada karakterisasi sifat

antioksidan ekstrak dari beberapa bahan tanaman dan identifikasi komponen yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut (Valentão dkk., 2002).

Buah rRambutan dapat dikonsumsi secara segar atau yang telah diproses,

sehingga banyaknya limbah dari kulit buah rambutan (KBR) dan biji buah rambutan

(BBR) tidak bisa dihindari, oleh karena itu beberapa peneliti mencoba

memanfaatkannya sebagai suplemen makanan yang mengarah ke makanan

fungsional dengan menentukan aktivitasnya. Buah rRambutan dilaporkan

mempunyai aktivitas antiradikal, antioksidan dan antibakteri. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa diantara berbagai ekstrak dan fraksinya, fraksi etil

asetat mempunyai aktivitas penangkapan radikal, kandungan fenolik serta

2
kandungan flavonoid yang tertinggi sehingga berpotensi dimanfaatkan sebagai food

supplement . Fraksi etil asetat dilaporkan mempunyai aktivitas penangkapan radikal

DPPH (2,2’-difenil-1-pikrilhidrazil) dengan nilai IC50 sebesar 2,732 µg/mL;

sementara kuersetin yang digunakan sebagai kontrol positif mempunyai IC50

sebesar 1,998 µg/mL (Permatasari dan Rohman, 2016).

Pengujian aktivitas antioksidan alami terutama yang diperoleh dari buah dan

sayuran seringkali dihubungkan dengan kandungan fenolik total dan flavonoid total

untuk mengetahui korelasi antara aktivitas antioksidan dan kandungan keduanya.

Berdasarkan hal ini, maka akan dilakukan pengukuran kandungan fenolik dan

flavonoid dan mengorelasikannya dengan antioksidannya sebagaimana telah

dilakukan oleh beberapa peneliti kemudian akan dilakukan identifikasi terhadap

komponen senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dari fraksi teraktif dari biji

buah rambutan (Rohman dkk., 2006).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yaitu:

1. Seberapa besar aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh ekstrak metanol dan

fraksi-fraksi biji buah rambutan (N. lappaceum L.) melalui serangkaian uji

kemampuan fraksi untuk menangkap radikal DPPH dan ABTS, mereduksi besi

(III), mengkelat logam berat dan uji pemucatan beta-karoten ?

2. Bagaimana korelasi antara aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan fraksi-

fraksi biji rambutan (N. lappaceum L.) dengan kandungan fenolik dan flavonoid

totalnya ?

3
3. Bagaimana struktur kimia dari senyawa yang terdapat dalam fraksi biji buah

rambutan yang memiliki aktivitas antioksidan paling aktif ?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka, ditemukan beberapa penelitian mengenai

biji buah rambutan. Biji rambutan mempunyai senyawa metabolit

sekunder fenol, flavonoid dan tanin (Yuda dkk., 2015). Menurut Thitilertdecha dkk

(2008) ekstrak eter, metanol, air dari kulit dan biji rambutan yang dievaluasi

memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri berasal dari kandungan fenolik.

Berbagai uji aktivitas antioksidan, termasuk dengan metode pemucatan β-karoten

dan aktivitas penangkapan radikal bebas menunjukkan bahwa ekstrak kulit

rambutan menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada ekstrak biji

rambutan.

Khasanah (2011) melakukan uji aktivitas penangkapan radikal ekstrak etanol,

fraksi-fraksi dari kulit buah dan biji rambutan dengan menggunakan metode DPPH.

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas paling tinggi pada fraksi etil asetat kulit

rambutan dengan nilai IC50 = 4,29 µg/mL. Aktivitas tersebut lebih tinggi daripada

vitamin E (IC50 vitamin E= 8,48 µg/mL).

Penelitian mengenai manfaat biji rambutan dan pemanfaatan biji buah

rambutan masih belum banyak dilakukan sehingga hanya menjadi limbah. Pada

penelitian ini akan dilakukan ekstraksi sampel biji rambutan dengan pelarut

metanol untuk melihat kandungan dan aktivitas dari ekstrak metanol serta

melakukan fraksinasi dengan beberapa pelarut yaitu petroleum eter, diklorometan

dan etil asetat dan diuji aktivitas antioksidannya secara in vitro kemudian dilakukan

4
identifikasi komponen senyawa dari fraksi teraktif sehingga dapat diketahui

manfaat biji rambutan sebagai sumber antioksidan alami.

D. Manfaat Penelitian

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas seperti kanker, penyakit jantung

koroner dan penuaan dini merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat

dicegah melalui konsumsi buah, sayur ataupun by product-nya yang beraktivitas

antioksidan. Berdasarkan hal ini maka sangatlah penting untuk mengeksplorasi

secara ilmiah tanaman/buah-buahan yang saat ini diyakini oleh masyarakat dapat

mencegah penyakit degeneratif seperti rambutan.

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

potensi dari ekstrak metanol dan fraksi-fraksi biji buah rambutan sebagai

antioksidan melalui serangkaian uji kemampuan fraksi untuk menangkap radikal

DPPH dan ABTS, mereduksi besi (III), mengkelat logam dan uji pemucatan beta-

kariten sehingga akan dapat diketahui fraksi mana yang paling aktif sebagai

antioksidan. Selain itu juga dilakukan penentuan kandungan fenolik total dan

kandungan flavonoid total ekstrak dan fraksi-fraksi biji buah rambutan untuk

melihat hubungan dari aktivitas antioksidan terhadap kandungan kedua komponen

tersebut kemudian dilakukan identifikasi komponen senyawa dari fraksi biji buah

rambutan yang memiliki aktivitas antioksidan paling aktif dibandingkan fraksi

lainnya.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk melihat potensi biji buah

rambutan (BBR) sebagai antioksidan alami untuk dapat digunakan sebagai bahan

5
pangan fungsional (yang mana selain dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan juga

dapat digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit

degeneratif seperti penyakit kanker dan jantung koroner). Secara khusus, tujuan

penelitian ini adalah:

1. Menentukan aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi-fraksi secara in vitro

melalui serangkaian uji kemampuan fraksi untuk menangkap radikal DPPH dan

ABTS, mereduksi besi (III), mengkelat logam dan uji pemucatan beta-karoten

sehingga akan dapat diketahui fraksi mana yang paling aktif sebagai antioksidan.

2. Melakukan penentuan kandungan fenolik total dan flavonoid total ekstrak dan

fraksi-fraksi biji buah rambutan, karena sebagaimana diketahui, kedua kelompok

senyawa ini merupakan sumber antioksidan yang poten sehingga dapat diketahui

hubungan akitivitas antioksidan dengan kandungan kedua kelompok senyawa

tersebut.

3. Melakukan identifikasi komponen senyawa dari fraksi biji buah rambutan yang

memiliki aktivitas antioksidan paling aktif.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Rambutan (Nephelium lappaceum L)

a. Morfologi

Rambutan (Nephelium lappaceum, L) adalah tanaman dataran rendah dan

dapat ditemukan di negara-negara Indonesia, Filipina, dan Amerika Latin. Tanaman

ini tumbuh dengan baik pada suhu 30-500 m dpl dan membutuhkan iklim yang

lembab dengan curah hujan tahunan sekitar 1500-2500 mm. Waktu berbunga

rambutan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan di musim kemarau

Pohon rambutan tumbuh hingga 15-25 m, dengan jenis percabangan

simpodial. Batangnya berkayu, bulat, dan putih. Daunnya berbentuk tunggal,

berserakan, berbentuk oval, ujung datar, ujung dan alasnya meruncing, menyirip,

dan hijau dengan tangkai silindris. Ukuran daunnya sekitar 10-20 cm dan lebar 5-

10 cm. Bunga disusun dalam tandan di ujung dahan, harum, berukuran kecil, dan

hijau muda. Bunga jantan dan bunga betina tumbuh terpisah di satu pohon. Buahnya

buni dengan panjang 4-5 cm dan berbentuk oval dengan daging tebal. Kulitnya

berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah saat matang. Biji berbentuk elips

dengan kulit biji berkayu dan dibungkus lapisan putih transparan yang bisa dimakan

dan mengandung banyak air dengan rasa asam sampai manis. Rambutan biasanya

berbunga pada akhir musim kemarau dan saat buah terbentuk pada musim hujan,

sekitar bulan November sampai Februari (Samsuraida dkk., 2009; Lestari dkk.,

2013)

7
b. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman rambutan dalam taksonomi tanaman adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Traceophyta

Sub Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Nephelium L.

Spesies : Nephelium lappaceum L. (ITIS Standard Report Page:

Nephelium lappaceum, 2017)

(a) (b)
Gambar 1. a. Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) (Wall, 2011)
b. Biji buah rambutan

c. Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman

Rambutan mengandung karbohidrat, protein, kalsium, vitamin C, besi, fosfor,

mineral makro dan mikro, dan lemak. Kulit buah mengandung flavonoid, tanin dan

8
saponin. Biji mengandung lemak dan polifenol sedangkan daunnya mengandung

tanin dan saponin. Kulit kayu mengandung tanin, saponin, flavonoid, zat pektis dan

zat besi (Okonogi dkk., 2007).

Rambutan dinikmati sebagai buah segar, namun bisa juga digunakan untuk

manisan, sorbet, jus atau anggur. Bagian yang dapat dimakan (100 g) mengandung

80 g air, 1 g protein, 0,4 g lemak, 2,9 g glukosa, 3,1 g fruktosa, 9,8 g sukrosa, 70 g

asam askorbat, serat makanan 2,7 g, 0,8 g niasin, 0,02 mg tiamin, 0,06 mg

riboflavin, 140 mg kalium, sodium 2 mg, magnesium 10 mg, besi 0,1 mg, dan seng

0,6 mg (Wall dkk., 2011). Rambutan tumbuh di Hawaii memiliki kandungan asam

askorbat berkisar antara 22 sampai 47 mg/100 g edible fresh weight (FW). Kadar

asam askorbat kultivar 'R162' dan 'Silengkeng' masing-masing adalah 47,8 mg/100

g dan 39,1 mg/100 g FW (Wall, 2006). Nilai asupan referensi diet (DRI) untuk

vitamin C adalah 100 mg untuk pria dewasa dan 75 mg untuk wanita dewasa. Oleh

karena itu, konsumsi sekitar 10-12 buah rambutan bisa memberi DRI rata-rata

orang dewasa. Rambutan juga merupakan sumber mineral yang baik. Buah (100 g)

mengandung 135 sampai 249 mg kalium, 0,16 sampai 0,20 mg tembaga, dan 0,07

sampai 0,38 mg mangan, memberikan 20% DRI untuk Cu, 8-10% DRI untuk Mn,

dan 2-6% dari DRI untuk mineral K, P, Fe dan Zn (Wall dkk., 2011).

Buah Rambutan dilaporkan mempunyai aktivitas antiradikal, antioksidan dan

antibakteri (Thitilertdecha dkk., 2008; Thitilertdecha dan Rakariyatham, 2011)

disebabkan oleh kandungan senyawa fenoliknya, anti-herpes simplex virus type 1

(Nawawi dkk., 1999), dan anti-hiperglikemik karena kandungan geraniin

(Palanisamy dkk., 2011).

9
2. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah spesies kimia reaktif yang memiliki satu elektron tak

berpasangan dalam orbital terluar mereka (Togo, 2004; Losada-Barreiro dan Bravo-

Díaz, 2017). Konfigurasi elektronik ini sangat energik, membuat radikal bebas

menjadi tidak stabil secara kimia dan sangat reaktif. Ketika diproduksi dalam

makanan atau jaringan biologis, mereka bereaksi dengan mudah dengan molekul di

dekatnya seperti lipid, karbohidrat, protein dan asam nukleat, yang menghasilkan

spesies non-radikal dan radikal yang berbeda, yang pada umumnya sangat

berbahaya bagi manusia (Valko dkk., 2007; Losada-Barreiro dan Bravo-Díaz,

2017).

Di berbagai bidang biologi dan kedokteran, radikal bebas lebih dikenal

sebagai ROS atau spesies nitrogen reaktif (RNS) (Firuzi dkk., 2011). Radikal bebas

adalah fragmen molekul / molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang

tidak berpasangan, yang kehadirannya biasanya sangat reaktif. ROS yang paling

penting adalah radikal hidroksil, anion radikal superoksida, Oksida nitrat dan

radikal peroksil, dan juga spesies non-radikal seperti hidrogen peroksida, oksigen

singlet, asam hipoklorida dan peroksinitrit (Poprac dkk., 2017).

Radikal bebas dapat dihasilkan dari sumber endogen dan/atau eksogen

(Halliwell, 2011). Sumber radikal endogen yang paling penting adalah enzim rantai

pernafasan mitokondria, oksidase NADPH, xanthine oxidase (XO), dan NOS

endotelial disfungsional (eNOS). Selain itu, logam bebas-redoks-aktif (tidak

terikat) seperti besi dan tembaga dapat menghasilkan radikal bebas melalui

dekomposisi katalitik hidrogen peroksida (reaksi Fenton) (Valko dkk., 2007)

10
Efek berbahaya dari radikal bebas dapat ditangkal oleh zat yang dikenal

sebagai antioksidan. Sel hidup mengandung sejumlah besar spesies antioksidan

dengan berat molekul rendah (misalnya, vitamin E dan C, karotenoid, flavonoid,

dll.) Dan enzim antioksidan dengan berat molekul lebih besar, keduanya berfungsi

untuk mencegah atau memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.

Enzim antioksidan yang paling penting adalah SOD, katalase (CAT), glutathione

peroxidase (GPX), dan sistem TRX (Lehoux, 2006)

3. Antioksidan

Antioksidan adalah molekul dengan berat molekul rendah yang cukup stabil

untuk masing-masing menyumbangkan elektron ke radikal bebas dan

menetralisirnya, sehingga mengurangi kemampuan radikal bebas untuk

menyebabkan kerusakan. Antioksidan ini menunda atau menghambat kerusakan sel

terutama melalui kemampuan penangkapan radikal bebas mereka (Halliwell, 1995;

Archibong dkk., 2018). Antioksidan bisa menjadi molekul kompleks seperti

dismutases superoksida, atalases dan peroxiredoxins, atau yang lebih sederhana

seperti asam urat dan glutathione. Seperti yang telah dibahas, aktivitas antioksidan

mungkin berada dalam struktur sel (Gutteridge dan Halliwell, 2010).

Dua mekanisme tindakan utama telah diusulkan untuk antioksidan (Rice-

Evans dan Diplock, 1993; Archibong dkk., 2018). Yang pertama adalah mekanisme

pemecahan rantai dimana antioksidan utama menyumbangkan sebuah elektron ke

hadirnya radikal bebas dalam sistem. Mekanisme kedua melibatkan penghilangan

inisiator spesies ROS / reaktif (antioksidan sekunder) dengan katalis inisiasi rantai

pendinginan. Antioksidan dapat memberi efek pada sistem biologis dengan

11
mekanisme yang berbeda termasuk sumbangan elektron, khelasi ion logam,

antioksidan, atau dengan regulasi ekspresi gen (Archibong dkk., 2018)

Beberapa antioksidan ini, termasuk glutathione, ubiquinol, dan asam urat,

diproduksi selama metabolisme normal di tubuh (Shi dkk., 1999). Antioksidan

ringan lainnya ditemukan dalam makanan. Meskipun ada beberapa sistem enzim di

dalam tubuh yang mengais radikal bebas, antioksidan mikronutrien utama adalah

vitamin E (α-tokoferol), vitamin C (asam askorbat), dan β-karoten (Levine dkk.,

1999; Archibong dkk., 2018). Tubuh tidak bisa memproduksi mikronutrien ini,

sehungga harus dikonsumsi melalui makanan sehari-hari.

4. Metode Pengujian Antioksidan

Beberapa metode analisis telah dikembangkan untuk menentukan aktivitas

antioksidan secara in vitro, yang dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok (i)

pengukuran yang mendasarkan pada kemampuan menangkap radikal, dan (ii)

pengukuran yang mendasarkan pada efek penghambatan oksidasi lipid. Meskipun

suatu senyawa uji menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan salah satu

metode, tidak selalu akan memberikan hasil yang sama baiknya dengan

menggunakan metode lainnya sehingga disarankan untuk mengukur aktivitas

antioksidan dengan berbagai macam metode. Uji penangkapan radikal yang sering

digunakan adalah dengan menggunakan radikal organik DPPH ABTS.+ (Prior dkk.,

2005). Penggunaan DPPH untuk metode penangkapan radikal mempunyai

keuntungan yaitu: mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi,

dan dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat

(Kikuzaki dkk., 2002). Sistein, glutation, asam askorbat, tokoferol, senyawa-

12
senyawa aromatik polihidroksi seperti hidrokuinon, pirogalal, dan asam galat serta

senyawa-senyawa amin aromatis seperti p-fenilen diamin dan p-amino fenol

mampu mereduksi dan memucatkan warna DPPH karena kemampuannya

memberikan atom hidrogen pada radikal DPPH (Kumar dan Gupta, 2002).

5. Ekstraksi dan Pemisahan

a. Maserasi

Ekstraksi merupakan pemisahan bagian tanaman obat (dan hewan) dengan

menggunakan pelarut selektif melalui prosedur standar. Produk yang diperoleh dari

tanaman adalah campuran metabolit yang relatif kompleks, dalam keadaan cair atau

semipadat atau dalam bentuk bubuk kering, dan dimaksudkan untuk penggunaan

oral atau eksternal (Remington, 2005 dalam Kumar dkk., 2011).

Metode ekstraksi melibatkan pemisahan bagian aktif obat dari jaringan

tanaman dari komponen inaktif/inert dengan menggunakan pelarut selektif. Selama

ekstraksi, pelarut membaur ke dalam bahan padat dan melarutkan senyawa dengan

polaritas serupa . Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), tangkapan tanaman utuh

atau kasar disimpan dalam kontak dengan pelarut dalam wadah stopper untuk

jangka waktu tertentu dengan agitasi yang sering sampai bahan larut dilarutkan.

Metode ini paling sesuai untuk digunakan dalam kasus obat thermolabile (Ncube

dkk., 2008).

Variasi metode ekstraksi biasanya ditemukan pada periode ekstraksi, pelarut

yang digunakan, pH, suhu, ukuran partikel dan rasio pelarut terhadap sampel.

Semakin lama kontak antara pelarut dan bahan semakin banyak komponen yang

diekstraksi sampai semua bahan mungkin telah diekstraksi. Periode ekstraksi dapat

13
dipersingkat dengan menggiling bahan tanaman menjadi lebih halus karena hal ini

akan meningkatkan luas permukaan untuk ekstraksi sehingga meningkatkan laju

ekstraksi. Mengaduk campuran bahan pelarut tanaman juga akan meningkatkan laju

ekstraksi.. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rasio ideal pelarut terhadap

sampel yang telah kering adalah 10: 1 (v/w) (Das dkk., 2010).

b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa

organik dan anorganik sehingga dapat dianalisis dan dipelajari. Kromatografi

adalah metode tepat digunakan untuk mengamati campuran dan pelarut.

Kromatografi didasarkan pada migrasi diferensial (Kondeti dkk., 2014). Semua

bentuk kromatografi bekerja dengan prinsip yang sama. Kromatografi terdiri dari

fase diam (solid atau cairan yang didukung solid) dan fase gerak (cairan atau gas).

Campuran dilarutkan dalam cairan yang disebut fase gerak, yang membawanya

melalui struktur yang menahan bahan lain yang disebut fase diam. Fase gerak

mengalir melalui fase diam dan membawa komponen campuran. Berbagai

konstituen campuran bergerak pada kecepatan yang berbeda, menyebabkan

komponen tersebut berpisah satu sama lain. Pemisahan ini didasarkan pada

pembagian diferensial antara fase bergerak dan fase diam.

Ada berbagai jenis kromatografi seperti kromatografi kolom, kromatografi

kertas, di antaranya kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik laboratorium yang

banyak digunakan dan serupa dengan kromatografi kertas. KLT melibatkan fase

diam dari lapisan tipis adsorben seperti silika gel, alumina, atau selulosa pada

substrat inert datar. Dibandingkan kromatografi kertas, KLT memiliki keuntungan

14
lebih cepat, pemisahan yang lebih baik, dan pilihan antara adsorben yang berbeda

(Kumar dkk., 2013).

Kromatografi lapis tipis menggunakan pelat kaca tipis yang dilapisi dengan

aluminium oksida atau silika gel sebagai fasa padat. Fase gerak adalah pelarut yang

dipilih sesuai dengan sifat komponen dalam campuran. Prinsip TLC adalah

distribusi senyawa antara fasa padat padat (lapisan tipis) yang diaplikasikan pada

gelas atau pelat plastik dan fasa gerak cair yang bergerak di atas fasa padat.

Sejumlah kecil senyawa atau campuran diaplikasikan ke titik awal tepat di atas

dasar plat KLT. Pelat ini kemudian dikembangkan di suatu wadah yang berisi eluen

tepat di bawah tingkat di mana sampel diaplikasikan. Pelarut disusun melalui

partikel-partikel di plat melalui aksi kapiler, dan saat pelarut bergerak di atas

campuran, masing-masing senyawa tetap berada dalam fase padat atau larut dalam

pelarut dan naik ke atas plat. Senyawa tersebut bergerak ke atas piring atau tetap

berada di belakang tergantung pada sifat fisik senyawa individu tersebut dan

karenanya bergantung pada struktur molekulernya, terutama kelompok fungsional

(Bele dan Khale, 2011).

c. Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi dalam kimia adalah metode yang digunakan untuk

memurnikan senyawa kimia individual dari campuran senyawa. Hal ini sering

digunakan untuk aplikasi preparatif pada skala dari mikrogram hingga kilogram.

Kolom kromatografi preparatif klasik, adalah tabung kaca dengan diameter dari 5

mm sampai 50 mm dan tinggi 5 cm sampai 1 m dengan keran dan beberapa jenis

filter (kaca frit atau kaca wol plug - untuk mencegah kerugian dari fase diam) di

15
bagian bawah. Dua metode umumnya digunakan untuk membuat kolom: metode

kering, dan metode basah. Teknik ini biasanya membutuhkan gel silika mesh 70 -

230 (63 - 200 μm).

Kolomnya tersedia dengan tabung kaca sederhana, panjang dan diameternya

bervariasi. Tabung ini biasanya memiliki kran yang terpasang untuk mengendalikan

aliran pelarut, dan mungkin memiliki pelat berlapis untuk mendukung adsorben.

Beberapa kolom mungkin memiliki tabung hampa udara yang menempel di bagian

atas kolom untuk bertindak sebagai reservoir pelarut. Variasi dalam ukuran

memungkinkan untuk memilih kolom terbaik untuk pemisahan. Kolom berdiameter

besar akan digunakan untuk jumlah senyawa yang lebih banyak. Resolusi kolom

tergantung pada diameter dan panjang adsorben di kolom. Resolusi dapat

ditingkatkan dengan bertambahnya panjang, dan menurun dengan diameter yang

meningkat. Dengan demikian, 25 g adsorben akan memberikan pemisahan yang

lebih baik pada kolom diameter 1 cm daripada kolom berdiameter 2 cm.

Jika campuran yang akan dipisahkan mengandung senyawa berwarna, maka

monitoring kolom sangat sederhana. Band berwarna akan bergerak ke bawah kolom

bersama dengan pelarut dan saat mendekati akhir kolom, band berwarna dikumpul

dalam wadah. Warna dapat dijakdikan sebagai panduan. Akan tetapi kebanyakan

molekul organik tidak berwarna sehingga dalam hal ini reaksi harus dipantau

dengan KLT. Tempatkan setiap fraksi pada plat KLT. Empat atau lima fraksi dapat

terlihat pada plat KLT tunggal. Elusi plat dan gunakan tempat atau titik yang

diamati untuk menentukan senyawa mana yang ada di masing-masing fraksi yang

16
dikumpulkan. Mengamati beberapa bahan awal atau produk (jika tersedia) pada plat

KLT sebagai standar akan membantu dalam identifikasi (Kondeti dkk., 2014).

6. Identifikasi Senyawa

Identifikasi kimia adalah kombinasi antara prosedur eksperimental dan

perhitungan dan operasi intelektual yang diikuti oleh pengambilan keputusan analis

sebagai ahli dan mencari kesamaan setidaknya dua sifat / fitur yang berbeda antara

analit dan salah satu senyawa kimia yang diketahui dan perbedaan yang sesuai.

antara analit dan senyawa lainnya (Milman, 2005).

Identifikasi kimia dianggap memberi analit (sinyal analitis) ke salah satu

rangkaian senyawa kimia individual yang diketahui atau ke kelompok / kelas

senyawa berdasarkan pada sifatnya yang sesuai (Milman dan Konopelko, 2000).

Identifikasi analit harus dibedakan dari pendeteksiannya, yang pada intinya

merupakan penemuan sinyal analitik tanpa pengakuan yang menentukan sifatnya

(Bethem dkk., 2003). Prosedur deteksi dan identifikasi disatukan dalam analisis

kimia kualitatif

a. Spektrofotometri UV-VIS

Spektroskopi ultraviolet (UV) adalah teknik spektroskopi optik yang

menggunakan cahaya pada rentang visible, ultraviolet, dan inframerah dekat.

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa absorbansi larutan berbanding lurus

dengan konsentrasi senyawa yang menyerap dalam larutan dan panjang lintasan.

Jadi, untuk jalur panjang yang tetap, spektroskopi UV/VIS dapat digunakan untuk

menentukan konsentrasi senyawa yang menyerap dalam larutan. Hal ini diperlukan

untuk mengetahui seberapa cepat perubahan absorbansi dengan konsentrasi.

17
Sebuah molekul atau ion akan menunjukkan penyerapan di daerah yang

terlihat atau ultraviolet ketika radiasi menyebabkan transisi elektronik di dalam

strukturnya. Dengan demikian, penyerapan cahaya oleh sampel di daerah ultraviolet

atau terlihat disertai dengan perubahan keadaan elektronik molekul dalam sampel.

Energi yang dipasok oleh cahaya akan mempromosikan elektron dari orbital

keadaan dasar ke energi yang lebih tinggi, orbital keadaan tereksitasi atau orbital

anti-ikatan. Secara potensial, tiga jenis orbital keadaan tanah dapat dilibatkan

adalah orbital molekul σ (bonding), π (bonding), dan orbital atom n (non-bonding)

Selain itu, dua jenis orbital anti ikatan dapat dilibatkan dalam transisi yaiut σ*

(sigma star) orbital dan π* (pi star) orbital (Tidak ada orbital anti ikatan n* karena

elektron n tidak membentuk ikatan) (Shah dkk., 2015).

b. Spektrofotometri Inframerah (IR)

Spektroskopi inframerah adalah teknik yang didasarkan pada vibrasi atom

suatu molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh dengan melewatkan

radiasi infra merah melalui sampel dan menentukan fraksi dari radiasi yang terjadi

diserap pada energi tertentu. Energi dimana setiap puncak dalam spektrum yang

terabsorpsi muncul sesuai dengan frekuensi vibrasi sebagian molekul sampel.

Spektroskopi inframerah kuantitatif dapat memberikan keuntungan tertentu

dibandingkan teknik analisis lainnya. Pendekatan ini dapat digunakan untuk

analisis satu komponen campuran, terutama bila senyawa dalam campuran sama-

sama bersifat kimiawi atau memiliki sifat fisik yang sangat mirip (misalnya isomer

struktural). Dalam contoh ini, analisis menggunakan spektroskopi

ultraviolet/visible, misalnya, sulit karena spektrum komponennya akan hampir

18
identik. Analisis kromatografi mungkin terbatas penggunaannya karena pemisahan,

misalnya isomer, sulit dicapai. Spektrum inframerah isomer biasanya sangat

berbeda di daerah sidik jari. Keuntungan lain dari teknik inframerah adalah bahwa

hal itu dapat bersifat non-destruktif dan memerlukan jumlah sampel yang relatif

kecil (Stuart, 2004).

Daerah inframerah terdiri dari 3 jenis yaitu inframerah-dekat, inframerah-

pertengahan dan inframerah-jauh. Absorpsi yang diamati di daerah inframerah-

dekat (13.000-4000 cm-1) adalah overtone atau kombinasi dari regangan ikatan

dasar yang terjadi di wilayah 3000-1700 cm-1 . Ikatan yang terlibat biasanya berupa

ikatan C-H, N-H stretch atau O-H (Weyer dan Lo, 2006). Spektrum inframerah

pertengahan (4000-400 cm-1) dapat dibagi menjadi empat wilayah dan sifat

frekuensi kelompok umumnya dapat ditentukan oleh wilayah di mana ia berada.

Daerah-daerah tersebut digeneralisasi sebagai berikut: daerah peregangan X-H

(4000-2500 cm-1), daerah ikatan rangkap tiga (2500-2000 cm-1), daerah ikatan

rangkap dua (2000-1500 cm-1) dan daerah sidik jari (1500-600 cm-1) (Stuart, 2004).

Wilayah inframerah-jauh didefinisikan sebagai daerah antara 400 dan 100 cm-1.

Daerah ini lebih terbatas daripada pertengahan inframerah untuk korelasi spektra-

struktur, namun memberikan informasi mengenai getaran molekul yang

mengandung atom berat, getaran kerangka molekuler, torsi molekul dan getaran

kisi kristal (Griffiths, 2006).

c. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

Kromatografi Gas - Spektrometri Massa (GC-MS) adalah teknik analitik yang

menggabungkan sifat pemisahan kromatografi gas-cair dengan fitur pendeteksian

19
spektrometri massa untuk mengidentifikasi zat berbeda dalam sampel uji. GC

digunakan untuk memisahkan komponen volatil dan termal stabil dalam sampel

sedangkan GC-MS akan membentuk fragmen-fragmen untuk diidentifikasi

berdasarkan massanya. Penambahan spektrometer massa di dalamnya mengarah ke

GC-MS/MS (Kataria, 2011).

GC mensyaratkan analit untuk memiliki tekanan uap signifikan antara 30 dan

300°C. Pengidentifikasian didasarkan pada pencocokan waktu retensi terhadap

database yang telah tersedia. GC-MS mewakili massa partikel tertentu (Da) dengan

jumlah (z) muatan elektrostatik (e) yang dibawa partikel. Istilah m/z diukur dalam

DA/e. GC-MS umumnya menggunakan teknik electron impact (EI) dan chemical

ionization (CI). Fitur utama dari ion molekuler yang ditingkatkan, meningkatkan

konfigurasi dalam identifikasi sampel, meningkatkan secara signifikan berbagai

komponen labil termal dan volatilitas rendah yang dapat diterima untuk analisis,

analisis lebih cepat, sensitivitas yang lebih baik terutama untuk senyawa yang sulit

dianalisis dan banyak fitur dan pilihan lainnya memberikan alasan kuat untuk

menggunakan GC-MS di berbagai bidang (Chauhan, 2014).

d. Spektrofotometri NMR

Resonansi Magnetik Inti (NMR) adalah teknik spektroskopi yang mendeteksi

energi yang diserap oleh perubahan dalam keadaan spin nuklir. NMR merupakan

salah satu metode analisis yang paling sering digunakan pada analisis kimia modern

untuk penentuan struktur molekul organik. Penerapan spektroskopi NMR untuk

mempelajari protein dan asam nukleat juga telah memberikan informasi unik

mengenai dinamika dan kinetika kimiawi dari sistem ini. Salah satu fitur penting

20
dari NMR adalah bahwa ia menyediakan informasi, pada tingkat atom, mengenai

dinamika protein dan asam nukleat pada rentang skala waktu yang sangat luas,

mulai dari detik sampai piko detik. Selain itu, NMR juga dapat memberikan

informasi struktural tingkat atom dari protein dan asam nukleat dalam larutan

(Darbeau, 2006).

Pergeseran kimia NMR adalah langkah pertama untuk menentukan struktur

molekul dari suatu senyawa. Baik pergeseran kimia NMR 1H dan 13


C telah

digunakan secara rutin untuk tujuan ini. Selain penggunaan spektrum NMR dalam

memperoleh informasi struktural, juga digunakan untuk menyelidiki interaksi

ikatan hidrogen (Nanda dan Damodaran, 2018).

B. Landasan Teori

Rambutan (Nephelium lappaceum L) termasuk ke dalam famili Sapindaceae.

Rambutan merupakan buah tropis yang sangat menarik yang terdistribusi secara

luas di Asia tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand (Thitilertdecha

dkk., 2008). Buah rambutan dapat dikonsumsi secara segar atau yang telah diproses,

sehingga banyaknya limbah dari kulit buah rambutan (KBR) dan biji buah rambutan

(BBR) tidak bisa dihindari, oleh karena itu beberapa peneliti mencoba

memanfaatkannya sebagai suplemen makanan yang mengarah ke makanan

fungsional dengan menentukan aktivitasnya. Buah Rambutan dilaporkan

mempunyai aktivitas antiradikal, antioksidan dan antibakteri (Thitilertdecha dkk.,

2008; Thitilertdecha dan Rakariyatham, 2011) disebabkan oleh kandungan

senyawa fenoliknya, anti-herpes simplex virus type 1 (Nawawi dkk., 1999), dan

anti-hiperglikemik karena kandungan geraniin (Palanisamy dkk., 2011).

21
Ekstrak etanol kulit buah rambutan dikaporkan mengandung asam elagat,

corilagin dan geraniin (Thitilertdecha dkk., 2010). Palanisamy dkk (2011) juga

mengisolasi geraniin dari limbah kulit Rambutan. Senyawa-senyawa ini dilaporkan

bertanggung jawab pada aktivitas antiradikal dan antioksidannya. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa diantara berbagai ekstrak dan fraksinya, fraksi etil

asetat mempunyai aktivitas penangkapan radikal, kandungan fenolik serta

kandungan flavonoid yang tertinggi sehingga berpotensi dimanfaatkan sebagai food

supplement. Fraksi etil asetat dilaporkan mempunyai aktivitas penangkapan radikal

DPPH (2,2’-difenil-1-pikrilhidrazil) dengan nilai IC50 sebesar 2,732 µg/mL;

sementara kuersetin yang digunakan sebagai kontrol positif mempunyai IC50

sebesar 1,998 µg/mL (Permatasari dan Rohman, 2016).

Biji rambutan mengandung polifenol dan beberapa senyawa golongan

flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari ekstrak etanol biji rambutan yaitu

senyawa flavonol tersubstitusi gula pada posisi 7-O dengan gugus hidroksil pada

posisi 3, 5, dan 4’, senyawa flavonol tersustitusi pada 3-O dan 7-O dengan gugus

hidroksil pada posisi 5 dan 4’; dan senyawa flavonoid tersubstitusi pada 5-O

(Asrianti dkk., 2006)

Uji aktivitas penangkapan radikal ekstrak etanol, fraksi-fraksi dari kulit buah

dan biji rambutan dengan menggunakan metode DPPH menunjukkan aktivitas

paling tinggi pada fraksi etil asetat kulit rambutan dengan nilai IC50 = 4,29 µg/mL.

Aktivitas tersebut lebih tinggi daripada vitamin E (IC50 vitamin E= 8,48 µg/mL)

(Khasanah, 2011).

22
C. Kerangka Konsep

Biji Buah Rambutan

Ekstraksi dengan Metanol

Fraksinasi dengan Petroleum Eter,


Diklorometan dan Etil Asetat

Penentuan kandungan fenolik Uji Antioksidan secara In Vitro:


dan flavonoid total  Penentuan aktivitas
penangkapan radikal DPPH
 Penangkapan radikal ABTS
 Penentuan daya reduksi
 Penentuan Antioksidan
dengan β-Karoten – Asam
Linoleat
 Penentuan Pengkelatan
Logam

Isolasi komponen senyawa


fraksi teraktif

Uji Kemurnian Isolat Aktif:


 Metode titik lebur
 Metode KLT

Identifikasi senyawa isolat:


 Kromatografi Gas (cair)-spektrometer Massa
 Spektrofotometer FTIR
 Spektrometer NMR

Analisis Hasil

23
D. Hipotesis

1. Ekstrak metanol dan fraksi-fraksi biji buah rambutan (N. lappaceum L.)

memiliki aktivitas antioksidan yang ditentukan melalui serangkaian uji

kemampuan untuk menangkap radikal DPPH dan ABTS, mereduksi besi (III),

mengkelat logam berat dan uji pemucatan beta-karoten.

2. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan fraksi-fraksi biji rambutan (N.

lappaceum L.) memiliki korelasi dengan kandungan fenolik dan flavonoid

totalnya.

3. Komponen senyawa dari fraksi biji buah rambutan yang paling aktif sebagai

antioksidan dapat diidentifikasi dengan metode spektroskopi. Commented [SC4]: Ini sebnarnya belum menjawab
pertanyaan tapi gak apa lah

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian

true eksperimental design (eksplorasi).

B. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan yaitu biji buah rambutan yang diperoleh dari

Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Commented [SC5]: Ditambahi kapan dipanennya apakah
saat buah berwarna hijau atau berwarna merah atau sudah
merah bingit
Metanol teknis, etil asetat, diklorometan, petroleum eter, akuades, akuabides, asam

formiat, asam asetat glasial, 2,2-difenil-pikrilhidrazil (DPPH) (Sigma Aldrich; St. Commented [SC6]: Ini gak perlu mirin yang lainnya juga
yaa
Louis, MO), Trolox (Sigma Aldrich), metanol pro analisis (Merck; Darmstadt, Formatted: Font: Not Italic
Commented [SC7]: Seperti ini kasih kota sama negara
Germany), asam galat (Wako Pure chemical Industies), rutin (Sigma Aldrich),
Formatted: Font: Not Italic

kuersetin (Sigma Aldrich), reagen Folin-Ciocalteau (Merck), bufer fosfat 0,2 M

(pH 6,6), kalium ferisianida, besi(III) klorida, besi(II) klorida, vitamin C, asam

triklorasetat (TCA), asam linoleat, asam tiobarbiturat (TBA), tween 40, EDTA,

β-karoten, ferrozine, silika gel GF254, silika gel 80-120 mesh, pereaksi semprot

sitoborat dan FeCl3, pereaksi uap ammonia, Na2CO3 7%, NaNO2 10%, AlCl3 10%

dan NaOH 10%.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu oven, blender, Erlenmeyer, corong

pisah, kertas saring, vacuum rotary evaporator (IKA 10 Basic), bejana

kromatografi, pipa kapiler, lampu UV254 dan UV366, penangas air, delivery pipet

(Gilson pipetmen), inkubator, eksikator, sentrifuse, fortex, serangkaian alat vacum

25
liquid chromatography, kolom gravimetri, oven dan peralatan gelas. Alat untuk

pengujian antioksidan: tabung reaksi, labu takar, dan pipet mikro. Spektrofotometer

UV-VIS (Spectronic® 20 geneysTM), spektrometer IR (PERKIN ELMER FTIR

100), GC-MS (GCMS-QP2010S SHIMADZU). Commented [SC8]: Punya LPPT itu Thermo
Commented [SC9]: Punya lPPT itu thermo
D. Jalannya Penelitian

1. Penyiapan ekstrak metanol biji buah Rambutan

Biji buah rambutan (BBR) dibersihkan dari kulit arinya, lalu dicuci dengan

air mengalir, kemudian dipotong-potong dan dikeringkan dengan cara dipanaskan

di oven dengan suhu 65oC selama ±2 hari (sampai kering), lalu diserbuk. Serbuk Commented [SC10]: Justifikasi kadar lembab/kadar air
berapa? Jgn sampai kering gt
BBR dimaserasi 4 hari dengan 10 bagian metanol. Maserat dipisahkan dengan cara

filtrasi dan filtrat yang dihasilkan dikumpulkan. Diulangi proses maserasi Commented [SC11]: Predikat jangan di depan

(remaserasi) selama 2 hari dengan jumlah pelarut setengah dari jumlah maserasi

pertama. Campuran disaring kembali dengan kertas saring, filtrat pertama dan

kedua dikumpulkan. Selanjutnya seluruht filtrat dipekatkan dengan vacum rotary

evaporator untuk menguapkan pelarutnya, sehingga diperoleh ekstrak kental

metanol BBR.

2. Fraksinasi ekstrak kental BBR

Ekstrak kental metanol BBR difraksinasi dengan petroleum eter (PE),

diklorometan dan etil asetat. Masing-masing fraksi PBB, fraksi diklorometan dan Commented [SC12]: PE atau PB?

fraksi etil asetat biji buah rambutan yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary

evaporator. Fraksi yang diperoleh selanjutnya diuji aktivitas antioksidannya,

kandungan fenolik dan kandungan flavonoid totalnya.

26
3. Penentuan aktivitas antioksidan secara in vitro

a. Penentuan Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH

Sebanyak 50 μL sampel uji dengan berbagai konsentrasi (Konsentrasi

konsentrasi yang memberikan nilai IC50 yakni konsentrasi ekstrak/fraksi yang

memberikan persen aktivitas penangkapan radikal sebesar 50% dibanding kontrol

melalui suatu persamaan garis regresi linier/non-linear), ditambah dengan 1,0 mL

DPPH 0,4 mM, dan 3,950 mL metanol. Campuran selanjutnya divorteks dan

dibiarkan selama 30 menit. Larutan selanjutnya diukur absorbansinya serapannya

pada panjang gelombang 517 nm terhadap blanko (yang terdiri atas 50 μL ekstrak

dan 4,950 mL metanol). Dilakukan juga pengukuran absorbansi kontrol yang terdiri

atas 1,0 mL DPPH dan 4,0 mL metanol. Sebagai pembanding digunakan vitamin E

dan Vitamin C yang keduanya sudah diketahui sebagai antioksidan sebagaimana

dilakukan oleh Kikuzaki dkk., (2002).

(A o  A 1 )
Persen (%) penangkapan radikal = x 100
Ao

Yang mana: Ao adalah absorbansi kontrol (tidak mengandung fraksi uji) dan

A1 merupakan absorban dengan adanya sampel uji atau senyawa pembanding. Commented [SC13]: Mending tulis sebagai keterangan aja
dibandign gini ada kata yang mana itu lhoh

b. Penangkapan Radikal ABTS

ABTS (7 mM dalam buffer natrium asetat 20 mM pH 4,5) ditambah dengan

oksidan kalium persulfat 2,45 mM untuk menghasilkan radikal ABTS˙+ yang stabil

dengan warna biru-hijau diikuti dengan inkknubasi selama 12-16 jam dalam

ruangan gelap pada suhu 4°C. Larutan selanjutnya diencerkan hingga diperoleh

nilai absorbansi 0,7 ± 0,01 pada panjang gelombang 734 nm untuk menghasilkan Commented [SC14]: Mending tulis aja serapan, klo
absorbansi ada akhir an asi kaya suatu proses e.g.
standarisasi
reagen uji. Aktivitas penangkapan radikal ABTS dilihat dengan mereaksikan 3 mL

27
reagen uji dengan sampel ekstrak/fraksi kemudian diinkubasikan pada suhu 30°C

selama 30 menit. Adanya aktivitas penangkapan radikal akan menyebabkan

intensitas warna ABTS˙+ menjadi menurun. Persentase penghambatan dihitung

terhadap kontrol dan dibandingkan dengan kurva standar trolox pada kisaran 1- 100

mM (Wootton-Beard dkk., 2011)

c. Penentuan Daya Reduksi

Uji penentuan daya reduksi dilakukan dengan metode FRAP. Reagen FRAP

disiapkan dengan membuat campuran buffer asetat 300 mmol/L (pH 3.6), 10

mmol/L 2,3,5-trifenil-1,3,4-triaza-2-azoniasiklopenta-1,4-diena klorida (TPTZ)

(dalam 40 mmol/L HCl), dan feri klorida 20 mmol/L (10: 1: 1, v/v/v). terhadap 4,5

mL reagen ini ditambahkan 150 μL sampel ekstrak/fraksi. Setelah didiamkan

selama 5 menit, absorbansi diukur pada panjang gelombang 593 nm. Bblanko

terdiri dari reagen FRAP. Absorbansi akhir dari masing-masing sampel

dibandingkan dengan absorbansi yang diperoleh dari kurva standar dari besi sulfat

(FeSO4.7H2O) dengan rentang konsentrasi 200-1000 μmol/L. Hasil analisis

diekspresikan dalam nmol Fe2+/mg ekstrak kering (Djordjevic dkk., 2011).

d. Penentuan Antioksidan dengan β-Karoten – Asam Linoleat

larutan baku kerja campuran β-karoten – asam linoleat disiapkan (0,5 mg β-

karoten dalam 1 mL kloroform) dan ditambah sebanyak 25µL asam linoleat dan

200 mg tween 40. Kloroform diuapkan dengan evaporator vakum. Selanjutnya

sebanyak 100 mL akuades yang dijenuhkan dengan oksigen (30 menit dengan

kecepatan 100 mL/menit) ditambahkan dengan penggojokan kuat; Sebanyak 2,5

mL campuran ini didispersikan ke dalam tabung uji dan sejumlah sampel uji

28
(ekstrak.fraksi) ditambahkan, lalu sistem emulsi diinkubasi selama 48 jam pada

suhu kamar. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap control positif BHT.

Setelah periode inkubasi, absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang

490 nm (Tepe dkk., 2006).

e. Penentuan Pengkelatan Logam

Sejumlah sampel uji (ekstrak/fraksi) ditambah dengan 0,05 mL FeCl2 2mM.

Reaksi diawali dengan penambahan 0,2 mL ferrozin 5mM, campuran divortex

selama 10 detik kemudian dibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit. Setelah

larutan mencapai kesetimbangan, absorbansi larutan diukur pada panjang

gelombang 562 nm. Persentase penghambatan kompleks Fe2+-ferrozin dihitung

sebagai berikut:

A°−A1
Persen (%) penghambatan kelat = X100

Yang mana A0 adalah absorbansi kontrol (tidak mengandung ekstrak/fraksi)

dan A1 adalah absorbansi dengan adanya sampel uji. Etilen diamin tetraasetat

(EDTA) digunakan sebagai pembanding (Yu dkk., 2006).

4. Penentuan Kandungan Fenolik Total

Diambil (20; 30; 40; 50 dan 60) µL larutan asam galat 1mg/mL, masing-

masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, ditambah dengan 0,4 mL reagen

Folin-Ciocalteu dan dibiarkan selama 5-8 menit. Larutan ditambah Na2CO3 7%

sebanyak 4 mL dan akuabidestilata sampai tanda tera. Dilakukan pengukuran

operating time salah satu larutan baku dan dilakukan untuk menentukan panjang

gelombang maksimal. Seluruh seri konsentrasi larutan baku dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang maksimalnya yaitu 750 nm terhadap blanko yang terdiri

29
dari akuabidestilata dan reagen Folin-Ciocalteu. Untuk analisis sampel, ditimbang

sejumlah tertentu larutan sampel, dimasukkan ke labu takar 10 mL, dilanjutkan

seperti pada kurva baku. Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai % b/b

ekivalen asam galat (% b/b EAG) (Rohman dkk., 2006).

5. Penentuan Kandungan Flavonoid Total

Diambil (100; 200; 300; 400; 500 dan 600) µL larutan rutin 1 mg/mL, masing-

masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Larutan ditambah 4 ml

akuabidestilata dan 0,3 mL larutan NaNO2 10%, lalu dibiarkan selama 6 menit.

Setelah itu larutan ditambah dengan 0,3 mL AlCl3 10% dan dibiarkan selama 5

menit. Larutan ditambahkan dengan 4 mL NaOH 10% dan akuabidestilata sampai

10,0 mL. Dilakukan pengukuran operating time salah satu larutan baku dan

dilakukan scanning untuk menentukan panjang gelombang maksimal. Seluruh seri

konsentrasi larutan baku dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

maksimalnya, yaitu 512 nm terhadap blanko (semua larutan diatas tanpa rutin).

Untuk analisis sampel diambil sejumlah tertentu larutan sampel, dimasukkan ke

dalam labu takar 10 mL, dilanjutkan seperti pada kurva baku. Kandungan flavonoid

total dinyatakan sebagai % b/b ekivalen rutin (% b/b ER) (Rohman dkk., 2006).

6. Identifikasi komponen senyawa fraksi teraktif sebagai antioksidan

a. Isolasi

Fraksi teraktif sebagai antioksidan ditotolkan pada lempeng KLT preparatif

dengan fase diam silica gel dan fase gerak berupa fase gerak dari hasil optimasi.

Bercak kemudian disemprot dengan larutan DPPH. Bercak yang menunjukkan

30
pemucatan warna paling cepat dan paling intens selanjutnya dikerik kemudian

dimurnikan dan dilakukan prosedur identifikasi.

b. Uji kemurnian isolat aktif

Uji kemurnian isolat teraktif dilakukan menggunakan 2 metode yaitu titik

lebur dan KLT. Titik lebur kKristal diperiksa dengan alat Buchi Melting Point B-

540, dengan cara sedikit kristal diletakkan di dalam kapiler lalu diamati. Suhu

dinaikkan secara perlahan dari suhu kamar. Suhu dicatat pada saat kristal mulai

meleleh dan suhu pada saat kristal menjadi cair semua (meleleh semua).

Pemeriksaan diulangi dengan mengatur suhu ± 10 °C di bawah titik lebur yang

diperoleh dengan diatur kenaikan suhu 1 °C/menit secara perlahan lahan.

Pemeriksaan diulang sebanyak 3 kali.

Uji kemurnian isolat aktif dengan KLT dilakukan dengan menggunakan 3

jenis sistem eluen dengan indeks polaritas yang berbeda-beda. Pemeriksaan

dilakukan dengan menggunakan fase diam silica gel GF254, sedangkan fase

geraknya menggunakan sistem pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda-beda.

Deteksi bercak dilakukan secara visual dengan lampu UV pada 254 dan 366 nm.

c. Identifikasi senyawa isolat

Senyawa hasil pemurnian selanjutnya diidentifikasi dengan kromatografi gas

(cair)-spektrometer massa, spektrofotometer FTIR dan spektrometer NMR.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan analisis dengan menggunakan persamaan

regresi linear/non-linear untuk memperoleh nilai IC50, juga dilakukan analisis data

secara statistik menggunakan analisis statistik ANOVA. Untuk karakterisasi

31
senyawa digunakan beberapa analisis yaitu untuk data spektrum IR dilakukan

analisis berdasarkan daerah serapan tiap puncak yang teramati; sedangkan spektrum

GC-MS dianalisis berdasarkan retensi waku dan hasil fragmentasi, dan untuk

spektrum NMR dianalisis berdasarkan jumlah dan jenis puncak yang muncul pada

frekuensi yang ditentukan.

32
JADWAL PENELITIAN

Bulan
Tahapan Kegiatan
Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan alat dan bahan


Studi Pustaka
Pengambilan sampel
Pembuatan ekstrak dan
Fraksinasi ekstrak
Penentuan aktivitas
antioksidan secara in vitro
Identifikasi komponen
senyawa aktif
Analisis Data
Penulisan naskah tesis

33
DAFTAR PUSTAKA

Alnajar, Z.A.A., Abdulla, M.A., Ali, H.M., Alshawsh, M.A., dan Hadi, A.H.A.,
2012. Acute Toxicity Evaluation, Antibacterial, Antioxidant and
Immunomodulatory Effects of Melastoma malabathricum. Molecules, 17:
3547–3559.

Anagnostopoulou, M.A., Kefalas, P., Papageorgiou, V.P., Assimopoulou, A.N.,


dan Boskou, D., 2006. Radical scavenging activity of various extracts and
fractions of sweet orange peel (Citrus sinensis). Food Chemistry, 94: 19–
25.

Archibong, A.E., Rideout, M.L., Harris, K.J., dan Ramesh, A., 2018. Oxidative
stress in reproductive toxicology. Current Opinion in Toxicology, 7: 95–
101.

Asrianti, M., Ruslan, K., dan Nawawi, A., 2006. 'Telaah Fitokimia Biji Rambutan
(Nephelium lappaceum L.)', , Skripsi, . Sekolah Farmasi ITB, Bandung.

Bele, A.A. dan Khale, A., 2011. An overview on thin layer chromatography.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 2: 256.

Bethem, R., Boison, J., Gale, J., Heller, D., Lehotay, S., Loo, J., dkk., 2003.
Establishing the fitness for purpose of mass spectrometric methods. Journal
of the American Society for Mass Spectrometry, 14: 528–541.

Chauhan, A., 2014. GC-MS Technique and its Analytical Applications in Science
and Technology. Journal of Analytical & Bioanalytical Techniques, 5: .

Darbeau, R.W., 2006. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Spectroscopy: A


Review and a Look at Its Use as a Probative Tool in Deamination
Chemistry. Applied Spectroscopy Reviews, 41: 401–425.

Das, K., Tiwari, R.K.S., dan Shrivastava, D.K., 2010. Techniques for evaluation of
medicinal plant products as antimicrobial agents: current methods and
future trends. Journal of medicinal plants research, 4: 104–111.

Djordjevic, T.M., Šiler-Marinkovic, S.S., dan Dimitrijevic-Brankovic, S.I., 2011.


Antioxidant Activity and Total Phenolic Content in Some Cereals and
Legumes. International Journal of Food Properties, 14: 175–184.

Firuzi, O., Miri, R., Tavakkoli, M., dan Saso, L., 2011. Antioxidant therapy: current
status and future prospects. Current medicinal chemistry, 18: 3871–3888.

Griffiths, P.R., 2006. Far-Infrared Spectroscopy, dalam: Handbook of Vibrational


Spectroscopy. John Wiley & Sons, Ltd.

34
Gutteridge, J.M.C. dan Halliwell, B., 2010. Antioxidants: Molecules, medicines,
and myths. Biochemical and Biophysical Research Communications, 393:
561–564.

Halliwell, B., 1995. How to Characterize an Antioxidant: An Update.

Halliwell, B., 2011. Free radicals and antioxidants – quo vadis? Trends in
Pharmacological Sciences, 32: 125–130.

Halliwell, B. dan Gutteridge, J.M.C., 1989. Free Radicals in Biology and Medicine.
Clarendon Press.

'ITIS Standard Report Page: Nephelium lappaceum', , 2017. URL:


https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&sear
ch_value=506073#null (diakses tanggal 7/1/2018).

Kataria, S., 2011. Gas chromatography-mass spectrometry: applications.


International Journal of Pharmaceutical & Biological Archive, 2: .

Khasanah, A., 2011. 'Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Etanol, Fraksi-
Fraksi Dari Kulit Buah Dan Biji Rambutan (Nephelium Lappaceum L.)
Serta Penetapan Kadar Fenolik Dan Flavonoid Totalnya', , Skripsi, .
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Kikuzaki, H., Hisamoto, M., Hirose, K., Akiyama, K., dan Taniguchi, H., 2002.
Antioxidant Properties of Ferulic Acid and Its Related Compounds. Journal
of Agricultural and Food Chemistry, 50: 2161–2168.

Kondeti, R.R., Mulpuri, K.S., dan Meruga, B., 2014. Advancements in column
chromatography: A review. World Journal of Pharmaceutical Sciences, 2:
1375–1383.

Kumar, M.H.V. dan Gupta, Y.K., 2002. Antioxidant property of Celastrus


paniculatus Willd.: a possible mechanism in enhancing cognition.
Phytomedicine, 9: 302–311.

Kumar, M.K., Kaur, G., dan Kaur, H., 2011. Phytochemical screening and
Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia, 1: .

Kumar, S., Jyotirmayee, K., dan Sarangi, M., 2013. Thin layer chromatography: a
tool of biotechnology for isolation of bioactive compounds from medicinal
plants. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research, 18: 126–132.

Lehoux, S., 2006. Redox signalling in vascular responses to shear and stretch.
Cardiovascular Research, 71: 269–279.

35
Lestari, S.R., Djati, M.S., Rudijanto, A., dan Fatchiyah, F., 2013. Production And
Potency Of Local Rambutan At East Java As A Candidate Phytopharmaca.
AGRIVITA Journal of Agricultural Science, 35: 270–276.

Levine, M., Ramsey, S.C., Daruwala, R., Park, J.B., dan Wang, Y., 1999. Criteria
And Recommendations For Vitamin C Intake 281: .

Losada-Barreiro, S. dan Bravo-Díaz, C., 2017. Free radicals and polyphenols: The
redox chemistry of neurodegenerative diseases. European Journal of
Medicinal Chemistry, 133: 379–402.

Milman, B.L., 2005. Identification of chemical compounds. Trends in Analytical


Chemistry, 24: 493–508.

Milman, B.L. dan Konopelko, L.A., 2000. Identification of chemical substances by


testing and screening of hypotheses I. General. Fresenius’ journal of
analytical chemistry, 367: 621–628.

Nanda, R. dan Damodaran, K., 2018. A review of NMR methods used in the study
of the structure and dynamics of ionic liquids: NMR studies of ionic liquids.
Magnetic Resonance in Chemistry, 56: 62–72.

Nawawi, A., Nakamura, N., Hattori, M., Kurokawa, M., dan Shiraki, K., 1999.
Inhibitory Effects of Indonesian Medicinal Plants on the Infection of Herpes
Simplex Virus Type. Phytother. Res, 13: 37–41.

Ncube, N.S., Afolayan, A.J., dan Okoh, A.I., 2008. Assessment techniques of
antimicrobial properties of natural compounds of plant origin: current
methods and future trends. African journal of biotechnology, 7: .

Okonogi, S., Duangrat, C., Anuchpreeda, S., Tachakittirungrod, S., dan


Chowwanapoonpohn, S., 2007. Comparison of antioxidant capacities and
cytotoxicities of certain fruit peels. Food Chemistry, 103: 839–846.

Palanisamy, U.D., Ling, L.T., Manaharan, T., dan Appleton, D., 2011. Rapid
isolation of geraniin from Nephelium lappaceum rind waste and its anti-
hyperglycemic activity. Food Chemistry, 127: 21–27.

Permatasari, L. dan Rohman, A., 2016. 2,2’-diphenil-1-picrylhydrazil (DPPH)


Radical Scavenging Activity of Extracts and Fractions of Rambutan
(Nephelium lappaceum L.) Peel. Research Journal of Phytochemistry, 10:
75–80.

Poprac, P., Jomova, K., Simunkova, M., Kollar, V., Rhodes, C.J., dan Valko, M.,
2017. Targeting Free Radicals in Oxidative Stress-Related Human Diseases.
Trends in Pharmacological Sciences, 38: 592–607.

36
Prior, R.L., Wu, X., dan Schaich, K., 2005. Standardized Methods for the
Determination of Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary
Supplements. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 53: 4290–4302.

Remington, J., 2005. Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 21st ed.
Lippincott Williams & Wilkins.

Rice-Evans, C.A. dan Diplock, A.T., 1993. Current status of antioxidant therapy.
Free Radical Biology and Medicine, 15: 77–96.

Rohman, A., Riyanto, S., dan Utari, D., 2006. Aktivitas antioksidan, kandungan
fenolik total dan kandungan flavonoid total ekstrak etil asetat buah
Mengkudu serta fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi Indonesia, 17: 136–
142.

Shah, R.S., Shah, R.R., Pawar, R.B., dan Gayakar, P.P., 2015. UV-Visible
Spectroscopy- A Review. International Journal of Institutional Pharmacy
and Life Sciences, 5: .

Shi, H., Noguchi, N., dan Niki, E., 1999. Comparative Study On Dynamics of
Antioxidative Action of A-Tocopheryl Hydroquinone, Ubiquinol, and A-
Tocopherol Againts Lipid Peroxidation 27: 334–346.

Stuart, B., 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John


Wiley and Sons, United Kingdom.

Tepe, B., Sokmen, M., Akpulat, H.A., dan Sokmen, A., 2006. Screening of the
antioxidant potentials of six Salvia species from Turkey. Food Chemistry,
95: 200–204.

Thitilertdecha, N. dan Rakariyatham, N., 2011. Phenolic content and free radical
scavenging activities in rambutan during fruit maturation. Scientia
Horticulturae, 129: 247–252.

Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Kilburn, J.D., dan Rakariyatham, N., 2010.
Identification of Major Phenolic Compounds from Nephelium lappaceum
L. and Their Antioxidant Activities. Molecules, 15: 1453–1465.

Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., dan Rakariyatham, N., 2008. Antioxidant


and antibacterial activities of Nephelium lappaceum L. extracts. LWT -
Food Science and Technology, 41: 2029–2035.

Togo, H., 2004. Preface, dalam: Advanced Free Radical Reactions for Organic
Synthesis. Elsevier Science, Amsterdam, hal. vii.

Valentão, P., Fernandes, E., Carvalho, F., Andrade, P.B., Seabra, R.M., dan de
Lourdes Bastos, M., 2002. Studies on the antioxidant activity of Lippia
citriodora infusion: scavenging effect on superoxide radical, hydroxyl

37
radical and hypochlorous acid. Biological and Pharmaceutical Bulletin, 25:
1324–1327.

Valko, M., Leibfritz, D., Moncol, J., Cronin, M.T.D., Mazur, M., dan Telser, J.,
2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and
human disease. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology,
39: 44–84.

Wahdaningsih, S., Setyowati, E.P., dan Wahyuono, S., 2011. Free Radical
Scavenging Activity Of (Alsophila glauca J. Sm). Traditional Medicine
Journal, 16: 156–160.

Wall, M.M., 2006. Ascorbic acid and mineral composition of longan (Dimocarpus
longan), lychee (Litchi chinensis) and rambutan (Nephelium lappaceum)
cultivars grown in Hawaii. Journal of Food Composition and Analysis, 19:
655–663.

Wall, M.M., Sivakumar, D., dan Korsten, L., 2011. Rambutan (Nephelium
Lappaceum L.), dalam: Postharvest Biology and Technology of Tropical
and Subtropical Fruits. Woodhead Publisihing Limited, Cambridge, hal.
312–333.

Weyer, L. g. dan Lo, S.-C., 2006. Spectra– Structure Correlations in the Near-
Infrared, dalam: Handbook of Vibrational Spectroscopy. John Wiley &
Sons, Ltd.

Wootton-Beard, P.C., Moran, A., dan Ryan, L., 2011. Stability of the total
antioxidant capacity and total polyphenol content of 23 commercially
available vegetable juices before and after in vitro digestion measured by
FRAP, DPPH, ABTS and Folin–Ciocalteu methods. Food Research
International, 44: 217–224.

Yu, H., Liu, X., Xing, R., Liu, S., Guo, Z., Wang, P., dkk., 2006. In vitro
determination of antioxidant activity of proteins from jellyfish Rhopilema
esculentum. Food Chemistry, 95: 123–130.

38

Вам также может понравиться