Вы находитесь на странице: 1из 17

LAPORAN OBSERVASI ENERGI TERBARUKAN

“POTENSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DI DESA BAMBANKEREP


SEMARANG”

Dosen Pengampu :
Drs. Henry Ananta, M.Pd.

Disusun oleh :
1. Siti Suci Murni / 5301416014
2. Marlinda Fiky Harjanti / 5301416015
3. Tri Darmaji / 5301416018
4. Agung Dwi S.N. / 5301416019

Mata Kuliah Prodi


Energi Terbarukan
Rombel 002

Pendidikan Teknik Elektro


Universitas Negeri Semarang
November, 2017
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatNya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan semampunya. Adapun judul makalah ini adalah “Potensi Biogas Dari Kotoran
Sapi di Desa Bambankerep Semarang”. Makalah ini disusun berdasarkan data dan informasi
yang bersumber dari hasil observasi, wawancara dan beberapa referensi.

Dalam penulisan serta penyusunan makalah ini, penulis juga menyadari bahwa masih
terdapat kesalahan-kesalahan baik dari segi penyusunan, pengetikan kata-kata, serta kekeliruan
dalam melampirkan kalimat-kalimat logis maupun tidak logis untuk dibaca semua pihak.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif maupun membangun
agar karya tulis ini dapat serta layak untuk dibaca oleh semua pihak. Semoga bantuan dan amal
baik dari semua pihak mendapat ridho dan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga tulisan
sederhana ini dapat memberikan manfaat serta menjadi wacana baru bagi pembaca pada
umumnya dan pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Semarang, 31 Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............ ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan. .............................................................................................................. 5
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Energi............................................................................................ 6
2.2 Pengertian Energi Baru Terbarukan................................................................ 6
2.3 Kebutuhan Energi di Indonesia....................................................................... 7
2.4 Pengertian Energi Biogas................................................................................ 8
2.5 Proses Pembuatan Biogas................................................................................ 10
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Biogas.................................................................. 11
BAB 3. HASIL OBSERVASI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan...................................................................... 12
3.2 Latar Belakang Pelaksanaan............................................................................ 12
3.3 Analisis Situasi................................................................................................. 13
3.4 Potensi kotoran sapi sebagai energi biogas...................................................... 14
3.5 Faktor Pendukung dan Penghambat ................................................................ 15
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 16
4.2 Saran ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan sumber kehidupan, jika energi habis maka kehidupan akan
musnah. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia maka kebutuhan
akan energi pun semakin meningkat. Kebutuhan energi yang tidak diiringi dengan
peningkatan produksi energi akan menyebabkan Indonesia mengalami krisis energi.
Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara merupakan sumber energi utama
di Indonesia, akan tetapi sumber energi tersebut berdampak merusak lingkungan
termasuk pencemaran udara, emisi gas rumah kaca dan pemanasan global. Kebutuhan
energi nasional diketahui lebih dari 50% penggunaannya didominasi oleh bahan bakar
fosil, untuk itu pengembangan energi alternatif menjadi pilihan yang penting. Sudah
saatnya semua negara memutuskan ketergantungan terhdap sumber energi fosil beralih
ke sumber energi alternatif menjadi pilihan yang penting (Hambali et al. 2007).
Indonesia sebagai negara tropis memiliki sumber energi baru terbarukan yang
melimpah sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. Salah satu energi alternatif
tersebut ialah pemanfaatan energi biogas. Biogas dapat dikategorikan sebagai
bioenergi, karena energi yang dihasilkan dari biomassa. Biomassa adalah materi
organik berusia relatif muda yang berasal dari makhluk hidup atau produk dan limbah
produksi budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, pertenakan dan perikanan).
Biogas merupakan gas produk akhir pencernaan/degradasi anaerobik (dalam
lingkungan tanpa oksigen) oleh bakteri-bakteri methanogen. Salah satu limbah yang
dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia adalah limbah dari usaha ternak peternakan
sapi yang terdiri dari feses, urin, gas dan sisa makanan ternak. Potensi limbah
peternakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan biogas dapat ditemukan di sentra-
sentra peternakan, terutama peternakan dalam skala besar yang menghasilkan limbah
dalam jumlah besar dan rutin. Di Indonesia cukup banyak kawasan peternakan sapi
yang limbah kotoran sapinya belum dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik secara
optimum. Industri peternakan merupakan industri yang menghasilkan limbah padat dan
cair dalam jumlah yang besar dengan konsentrasi karbon antara 8000-10000 mg
(Mahajoeno, 2009), sehingga industri tersebut berpotensi mencemari lingkungan, jika
tidak dilakukan pengelolaan. Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan
bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu
sumber masalah dalam kehidupan. Pengolahan limbah peternakan melalui proses

4
anaerob atau fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang
menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini
diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal
dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi
peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat.
Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat besar terutama di daerah pedesaan
dimana sebagian besarnya masyarakat bekerja dibidang peternakan dan pertanian. Pada
umunya masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempunyai hewan ternak seperti
unggas, kambing, sapi, kerbau, dan lain-lain (Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral). Pemerintah telah menetapkan bauran energi nasional tahun 2025 dengan
peran minyak bumi sebagai energi, akan dikurangi dari 52% saat ini, hingga kurang
dari 20% pada tahun 2025. Strategi utama yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
pengembangan bahan bakar nasional dikenal dengan sebutan Fast Track Program, yaitu
pengembangan desa mandiri energi sesuai dengan potensi daerah masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana hasil analisa potensi kotoran ternak sapi sebagai pembangkit listrik
tenaga biogas ?
b. Bagaimana cara kerja pembangkit listrik tenaga biogas dari kotoran ternak sapi ?
c. Bagaimana potensi biogas sebaga pembangkit tenaga listrik dalam memenuhi
kebutuhan listrik di Desa Bambankerep, Ngaliyan Semarang

1.3 Tujuan
Ada beberapa tujuan dari hasil observasi yang dilakukan, diantaranya :
a. Mengetahui potensi kotoran ternak sapi sebagai pembangkit tenaga biogas
b. Menganalisa potensi kotoran ternak sapi sebagai pembangkit tenaga biogas dan hal-
hal yang perlu dilakukan untuk memanfaatkan limbah kotoran sapi di Desa
Bambankerep, Ngaliyan Semarang.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka dalam penelitian ini bertujuan sebagai kerangka acuan yang disusun
berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara teoritis maupun empiris, dengan kata lain
kajian pustaka ini dimaksudkan untuk menghubungkan penelitian ini dengan literatur-
literatur yang ada.

2.1 Pengertian Energi


Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Energi adalah
kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia,
dan elektromagnetika. Energi merupakan kebutuhan menusia yang paling dasar. Energi
dimanfaatkan dalam berbagai bidang untuk menunjang berbagai aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari. Energi yang paling banyak dimanfaatkan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia yakni energi minyak bumi (Wahyuni, 2009). Jenis energi ini
merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dalam rentang waktu tertentu
akan terjadi kekurangan energi. Terdapat dua jenis energi yaitu energi terbarukan dan
energi tak terbarukan. Energi terbarukan merupakan sumber energi yang bisa diperbarui
lagi atau bisa digunakan secara berulang.

2.2 Pengertian Energi Baru Terbarukan


Dalam buku panduan tentang Energi Baru Terbarukan yang diterbitkan oleh
Kementerian Dalam Negeri, definisi energi baru terbarukan adalah energi yang dihasilkan
dari sumber alami seperti matahari, angin, dan air dan dapat diperbaharui. Sumber akan
selalu tersedia dan tidak merugikan lingkungan. Ada beragam jenis energi terbarukan,
namun tidak semuanya dapat digunakan di daerah-daerah terpencil dan perdesaan. Tenaga
surya, tenaga angin, biomassa dan tenaga air adalah teknologi yang paling sesuai untuk
menyediakan energi di daerah-daerah terpencil dan perdesaan. Energi terbarukan lainnya
termasuk panas bumi dan pasang surut air laut adalah teknologi yang tidak dapat dilakukan
di semua tempat. Indonesia memiliki sumber panas bumi yang melimpah yaitu sekitar 40%
dari sumber total dunia. Akan tetapi sumber-sumber ini berada di tempat-tempat yang
spesifik dan tidak tersebar luas. Teknologi terbarukan lainnya adalah tenaga ombak yang
masih dalam tahap pengembangan.

6
2.3 Kebutuhan Energi di Indonesia
Neraca energi adalah gambaran kondisi kesetimbangan antara sisi penyediaan energi
dan sisi kebutuhan energi sektoral. Neraca energi tergambarkan dalam sistem energi yang
mencakup mulai dari produksi, konversi dan transportasi/distribusi sampai kepada
pengguna akhir.
Total produksi energi primer (batubara, gas bumi, minyak bumi dan EBT) Indonesia
tahun 2015 adalah 2.848.025 ribu SBM dimana sekitar 1.887.366 ribu SBM diekspor ke
luar negeri. Pada tahun yang sama Indonesia harus mengimpor energi sebesar 348.267 ribu
SBM. Sebagian besar ekspor adalah batubara dan sebagian besar impor adalah minyak
bumi, BBM dan LPG. Dari kondisi tersebut bisa diperoleh bahwa penyediaan energi
primer Indonesia tahun 2015 adalah 1.308.926 ribu SBM termasuk perubahan stok (tanpa
biomassa tradisional). Ekspor energi Indonesia pada tahun 2015 mencapai 66% dari
produksi total energi atau lebih dari setengah. Sedangkan impor energi mencapai 27% dari
penyediaan energi primer total pada periode yang sama atau hampir sepertiga.

Potensi Energi Baru Terbarukan :


Berkurangnya potensi energi fosil terutama minyak dan gas bumi, mendorong
Pemerintah untuk menjadikan EBT sebagai prioritas utama untuk menjaga ketahanan dan
kemandirian energi, mengingat potensi EBT sangat besar untuk dapat menjadi andalan
dalam penyediaan energi nasional di masa mendatang. Potensi EBT di Indonesia saat ini
belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu peraturan yang mengatur pengembangan
EBT di masa mendatang adalah PP No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

7
Untuk mendukung pengembangan EBT di Indonesia, diperlukan pemetaan potensi EBT
di Indonesia. Sampai dengan tahun 2015, sumber daya EBT sebagai berikut :

Potensi Bioenergi di Indonesia sangat besar dan beragam. Berdasarkan publikasi Ditjen
EBTKE, KESDM tahun 2015, sumber daya bioenergi mencapai 32,6 GW untuk
pemanfaatan pada pembangkit dan sekitar 200ribu bpd bahan bakar nabati.
Berdasarkan asumsi pertumbuhan PDB moderat 5,6% per tahun selama periode 2015-
2050 dan pertumbuhan pendudukan rata-rata sebesar 0.8% per tahun, diperkirakan
kebutuhan energi final nasional akan mencapai 238,8 MTOE pada tahun 2015 (128,8
MTOE). Kebutuhan energi final akan semakin meningkat dan mencapai 682,3 MTOE
pada tahun 2050. Rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi selama periode 2015-2050
adalah sekitar 4,9% per tahun.

2.4 Pengertian Energi Biogas


Menurut definisi International Energy Agency (IEA), energi terbarukan adalah energi
yang berasal dari proses alam yang diisi ulang terus menerus. Biogas merupakan campuran
gas metana (± 60%), karbon dioksida (±38%), dan lainnya N2, O2, H2 & H2S (±2%)
sehingga dapat dibakar seperti layaknya gas elpiji sering dipakai untuk memasak dan
penerangan. Bahan-bahan sumber biogas dapat berasal dari kotoran ternak, limbah

8
pertanian, dan sampah limbah organik. Penguraian biomassa menjadi biogas juga
menghasilkan kompos sehingga selain menyediakan sumber energi yang murah, usaha
konversi ini juga menyediakan pupuk organik untuk mendukung kegiatan pertanian serta
meningkatkan kebersihan lingkungan dan kesehatan keluarga di pedesaan (Said, 2007).
Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas,
namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air
kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu juga
sangat mungkin menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam
sistem biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu,
tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem
biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal
ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang
homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem
biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan
kelembaban udara.
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan
sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon (C) dan nitrogen (N) atau
disebut rasio C:N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan
bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N
sekitar 8-20 (http://www.- petra.ac.id/science/applied_technology/biogas98/biogas.htm,
diakses 10 November 2014).
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara disebut digester
sehingga bakteri anaeroba akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian
menghasilkan gas (biogas). Biogas yang telah berkumpul di dalam digester selanjutnya
dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi
pembuangannya. Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik
secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar
adalah berupa gas metan (gas yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida,
gas inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi dibantu oleh sejumlah mikro
organisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-
55ºC, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan-bahan organik
secara optimal. Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester yang berfungsi untuk
menampung gas metan hasil perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri. Jenis digester
yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan
9
organik dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada
kotoran ternak yang dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang
diperlukan sekitar 16 m2 . Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti
pasir, semen, batu kali, batu koral, batu merah, besi konstruksi, cat dan pipa paralon lokasi
yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat
langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga
penampung slurry (lumpur) dimana slurry tersebut nantinya dapat dipisahkan dan
dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Di samping itu, dari proses
produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan
sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Limbah biogas, yaitu kotoran
ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein,
selulose, lignin dan lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia.

2.5 Proses Pembuatan Biogas


Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama
bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-500C, dimana pada suhu
tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan-bahan organik secara optimal. Hasil
perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat pada
tabel di bawah ini:

10
Berikut adalah tabel yang berisi nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkannya.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Biogas


Kelebihan Biogas :
1. Dapat mengurangi efek rumah kaca dikarenakan biogas ramah lingkungan.
2. Bisa menjadi sebuah metode untuk pengolahan limbah.
3. Proses pembakaran yang tidak mengeluarkan asap.
4. Bisa mengurangi penggunaan bahan bakar fosil(minyak bumi, batu bara dan juga gas
alam).

Kekurangan Biogas :
1. Membutuhkan biaya yang relatif cukup tinggi.
2. Tidak bisa dikemas didalam sebuah tabung.
3. Dan saat pengolahannya dibutuhkan waktu yang relatif cukup lama.

11
BAB III

HASIL OBSERVASI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Observasi dilaksanakan oleh 4 orang mahasiswa Pendidikan Tenkik Elektro, S1
Universitas Negeri Semarang dan dibimbing oleh Bapak Henry Ananta selaku dosen
pengampu mata kuliah Energi Terbarukan dari Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang. Pelaksanaan observasi pada Selasa, 31 Oktober 2017 pukul 15:00 – 17:00
WIB di TPA Jatibarang, Kelurahan Bambankerep Kecamatan Ngaliyan Semarang.

3.2 Latar Belakang Pelaksanaan


Dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga, salah satu upaya terobosan
yang perlu dilakukan adalah melaksanakan pelatihan teknologi tepat guna pemanfaatan
limbah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk organik. Usaha peternakan di Kelurahan
Bambankerep, Ngaliyan Semarang cukup berkembang, tapi pemanfaatan kotoran
ternak selama ini belum optimal, padahal kotoran ternak dapat dijadikan sebagai bahan
baku untuk menghasilkan energi terbarukan dalam bentuk biogas dan pupuk organik.
Keterbatasannya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat di Kelurahan
Bambankerep mengolah limbah kotoran sapai menjadi biogas dan pupuk organik
menjadi permasalahn utama. Oleh karena itu pengembangan biogas dari limbah kotoran
sapi merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber energi
alternatif sekaligus sebagai upaya konservasi. Prinsip pembuatan instalasi reaktor
biogas skala kecil sampai menengah adalah menampung limbah organik, baik berupa
kotoran ternak, limbah tanaman, atau limbah industri pertanian, kemudian memroses
limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi serta
menampung sisa hasil pemrosesan yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik.
Teknologi pemanfaatan kotoran hewan menjadi energi walaupun sederhana namun
mayoritas masyarakat petani/peternak di Indonesia belum mampu mamanfaatkannya,
hal tersebut disebabkan karena rendahnya SDM peternak/petani, minimnya pelatihan
atau penyuluhan kepada masyarakat, rendahnya kepedulian pemerintah daerah untuk
serius mengoptimalkan sektor peternakan dan pertanian.

12
3.3 Analisis Situasi
Desa Bambankerep, Kecamatan Ngaliyan Semarang memiliki potensi peternakan
yang bagus. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik RI (BPS) dari 16 kecamatan dan
177 kelurahan di Kota Semarang jumlah sapi terbanyak di Desa Bambankerep,
Kecamatan Ngaliyan, yang menjadi tempat TPA Jatibarang, total populasi sapi
mencapai lebih dari 3.000 ekor. Dari observasi yang kami lakukan potensi limbah
kotoran sapi belum dimanfaatkan sebagai sumber energi yang bisa digunakan untuk
keperluan sehari-hari, padahal potensi pemenfaatan kotoran sapi untuk biogas sangat
besar. Suci dkk (2017) melaporkan bahwa setiap ekor sapi per hari menghasilkan
kotoran paling sedikit 10 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m3 biogas. Dengan jumlah
ternak sebanyak 3.000 ekor, maka sapi-sapi di Desa Babankerep, Kecamatan Ngaliyan
Semarang tersebut akan menghasilkan kotoran tidak kurang dari 30.000 kg/hari. Tabel
kesetaraan 1 m3 biogas dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Alasan utama masyarakat belum mampu mengelola potensi kotoran hewan tersebut
adalah karena keterbatasannya pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki
untuk mengolah limbah peternakan dan pertanian menjadi energi dan pupuk.
Kurangnya sosialisasi, pelatihan dan pendampingan kepada peeternak dan warga
sekitar menjadi faktor utama tidak termanfaatkannya limbah kotoran sapi.
Ditinjau dari aspek sosial bahwa penerapan teknologi baru kepada masyarakat
merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan,
pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki. Begitu juga dengan penerapan
teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran sapi dapat menghasilkan
energi. Selain itu juga perasaan jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan
makanan yang dimasak menggunakan biogas. Untuk itu, program percepatan difusi dan
penerapan iptek biogas ini segera dilakukan untuk melakukan konversi energi yang
dihasilkan dari kotoran sapi menjadi biogas dan bagaimana mensosialisasikan produk
biogas tersebut kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai rintisan wirausaha
baru.

13
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suro, Ibu Mahyar dan Ibu Karsinah
bahwa sudah banyak sekali mahasiswa dan organisasi yang mengunjungi tempat
tersebut untuk sekedar bertanya tentang potensi biogas dari limbah kotoran sapi.
Namun, sampai sekarang belum ada tindakan nyata dari pihak manapun terkait potensi
energi yang cukup banyak ini. Selain dari limbah kotoran sapi, tentunya dapat
dibangkitkan listrik dengan limbah sampah dikarenakan wilayah tersebut merupakan
wilayah TPA di Semarang. Sampah yang semakin hari semakin menggunung alangkah
baiknya dibakar dan uap dari pembangkaran dapat membangkitkan energi pada
generator listrik. Kondisi kendang sapi yang masih sangat sederhana yaitu terbuat dari
bambu dan kayu serta masih berlantaikan tanah juga menghambat proses biogas ini.
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa selama ini pembuangan limbah kotoran
sapi hanya dibuang begitu saja pada tebing di samping kendang. Kondisi lingkungan
yang bercampur dengan TPA juga menjadi salah satu penghambat untuk di prosesnya
potensi energi baru terbarukan biogas ini.

3.4 Implementasi Kegiatan


Permasalahan pada kegiatan observasi adalah bagaimana teknologi tepat guna
dapat digunakan untuk mengolah limbah kotoran sapi di Kelurahan Bambankerep
Ngaliyan Semarang, sehingga limbah kotoran sapi yang awalnya tidak berdaya guna
serta mencemari lingkungan bisa bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.Untuk memecahkan masalah tersebut diatas, maka dilakukan
pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk organik. Dimana biogas
merupakan sumber energi alternatif yang terbarukan. Pupuk organik dari kotoran sapi.
Program yang direncanakan untuk mengembangkan potensi energi alternative
biogas ini adalah :
1. Persiapan
Tahap awal yang dilakukan adalah observasi lingkungan kelurahan Bambankerep,
Ngaliyan Semarang. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat sejau mana pemanfaatan
limbah kotoran sapi. Observasi ini masih dilakukan pada satu ahri yaitu pada
Selasa, 31 Oktober 2017. Dan diperlukan metode dalam observasi adalah
wawancara dan pengamatan, seperti pengumpulan data fisik.

14
2. Pelaksanaan
Proses pelaksanaan kami bagi menjadi dua yaitu sosialisasi dan pelatihan.
Sosialisasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
masyarakat mengenai pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk
organik. Yang kedua memperkenalkan teknologi biogas dari limbah kotoran sapi
sebagai energi alternatif terbarukan. Pelatihan adalah suatu kegiatan dari
perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku ketrampilan dan pengetahuan dari setiap warga untuk mengerti cara
pengolahan limbah biogas secara langsung. Metode yang digunakan adlaah
ceramah, demonstrasi, praktikum, dan diskusi.
3. Pendampingan
Melakukan program pendampingan terhadap hasil yang telah dilakukan oleh
masyarakat. Tujuan program pendampingan ini untuk memastikan apakah kondisi
masyarakat dilapangan sudah sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan.

3.5 Faktor Pendukung dan Penghambat


Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan observasi dapat diidentifikasi
faktor pendukung dan penghambat. Secara umum faktor pendukung dan penghambat
dalam kegiatan ini adalah:
- Faktor Pendukung
1. Antusiasme warga yang cukup tinggi karena sebagian besar dari warga tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pemanfaatan limbah kotoran sapi
menjadi biogas dan pupuk organik.
2. Kondisi alam lingkungan/potensi lokal yang dimiliki kelurahan Bambankerep,
semangat dari para tokoh masyarakat dan dukungan moral dari kepala desa.
3. Ketersediaan dana kegiatan dari LP2M sebagai pendukung penyelenggaraan.

- Faktor Penghambat
1. Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan observasi dan kegiatan, sehingga
sosialisasi dan praktikum tentang pengolahan dan pemasaran produk dirasakan
masih
2. Keterbatasan biaya dalam pembangunan intalasi biogas. Untuk membangun
satu buah instalasi biogas membutuhkan dana sekitar 29 juta rupiah.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa kegiatan observasi yang telah dilakukan bidang teknologi
tepat guna pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas dan pupuk organik di Kelurahan
Bambankerep Ngaliyan Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut : Ditinjau dari aspek
capaian berdasarkan tujuan, substansi dan usaha program percepatan difusi dan penerapan
iptek ini dipandang sangat efektif untuk membangun kemandirian masyarakat yang
berbasis potensi lokal yakni limbah kotoran sapi. Ditinjau dari aspek hasil, manfaat dan
dampak yang dihasilkan dari program sosialisasi dan pelaksanaan ini sangat banyak yaitu:
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan limbah kotoran sapi untuk
energi alternatif biogas, meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat bidang
pengolahan kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk, tumbuhnya kelompok usaha
pengolahan pupuk organik dari kotoran sapi di kelurahan Bambankerep, sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kelurahan Bambankerep Ngaliyan Semarang.
Dan menjadikan biogas sebagai energi baru terbarukan untuk dimanfaatkan setidaknya
sebagai sumber energi di Kelurahan Bambankerep.

4.2 Saran
Kesadaran dari masyarakat akan pentingnya energi alternatif harus dibangkitkan
kembali. Pengetahuan juga pelaksanaan dari proses pengolahan limbah kotoran sapi
sebaiknya dilakukan. Pemerintah lebih memperhatikan dari kelanjutan program pemberian
sapi yang dulu sudah dilakukan dan sekarang berkembang biak menjadi kurang lebih 3.000
ekor. Keterbatasan dana menjadikan masalah utama untuk dibangun digester biogas.
Alangkah lebih baik jika hal ini dijadikan PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) dalam
bidang pengabdian masyarakat, sehingga dari Kemenristekdikti dapat membantu
mahasiswa untuk mewujudkan dan ikut andil dalam pengembangan energi baru terbarukan
di Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

International Energy Agency (IEA). 2015. World Energy Outlook. 2015. OECD/IEA. Paris
Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. 2015. Statistik EBTKE
2015.Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
Sutarno. 2013. Sumberdaya Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sulistyo., A. 2010. Analisis Kapasitas Pembangkit dan Perhitungan Pengurangan Emisi Pada
Pemanfataan Sampah Organik di Pasar Induk Kramatjati. Thesis Universitas Indonesia.
Jakarta
Kadir, A. 2010. Energi: Sumber Daya Inovasi Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia
Eddy Nurtjahya dkk, 2003, Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia Untuk Mengurangi
Pencemaran Lingkungan, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Bogor:Program Pasca
Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
Akhmad Prabowo dkk, 2008, Teknologi Budidaya Sapi Potong, Jakarta: Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian
Murtiyem dkk, 2006, Membuat Kompos Dari Limbah Kakao dan Ternak, Kerjasama Balai
Penelitian Ternak Ciawi dengan Poor Farmer Project, Jakarta: Badan Litbang Partanian
Departemen Pertanian.
https://id.wikipedia.org?wiki?energi_terbarukan diakses pada tanggal 1 November 2017,
pukul 14:00 WIB
Deptan.2006.Pedoman-Pengelolaan-Limbah-Industri-Kelapa-sawit,
http://www.scribd.com/doc/154337975/Deptan-2006-Pedoman-Pengelolaan-Limbah-
Industri-Kelapa-Sawit diakses tanggal 1 November 2017 pukul 15:35 WIB

17

Вам также может понравиться