Вы находитесь на странице: 1из 1

ABSTRAK

Perjanjian perkawinan merupakan suatu perjanjian yang mengatur permasalahan mengenai


penyimpangan seputar harta bersama yang diadakan sebelum ataupun sewaktu perkawinan
dilaksanakan. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015
memunculkan suatu norma hukum yang baru yaitu perjanjian perkawinan tidak hanya dibuat
sbelum atau sewaktu perkawinan dilaksanakan, melainkan juga dapat dilaksanakan selama masih
terikat perkawinan. Mahkamah Konstitusi memunculkan suatu tafsir konstitusional yaitu
mengenai wewenang notaris dalam mengesahkan perjanjian perkawinan yang semula merupakan
wewenang pegawai pencatat perkawinan. Berdasarkan kondisi tersebut, diangkat rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu apakah yang mendasari pertimbangan hakim dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terkait kewenangan notaris untuk melakukan
pengesahan terhadap perjanjian perkawinan dan bagaimanakah notaris dalam menjalankan
kewenangannya mengesahkan perjanjian perkawinan sesudah diberlakukannya Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dikaitkan dengan Surat Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 472.2/5867/Dukcapil dan Surat Kementerian Agama
Republik Indonesia Nomor B.2674/DJ.III/KW.00/9/2017.
Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan
menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitisn
ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Teknik
pengumpulan bahan hukum dalam penulisan tesis ini menggunakan teknik bola salju (snow ball).
Kemudian bahan-bahan hukum yang dihimpun dianalisis menggunakan teknik deskripsi
selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi, dan disimpulkan
dengan argumentasi.
Bahwa sebagai hasil penelitian ini menunjukkan pertama, berdasarkan teori ratio decidendi,
teori penafsiran hukum, dan konsep perjanjian perkawinan maka pertimbangan hakim dalam
memberikan wewenang bagi notaris adalah terdapat fenomena calon pasangan yang akan
menikah karena suatu hal baru membutuhkan suatu perjanjian tersebut sewaktu kedua belah
pihak (suami dan istri) masih dalam ikatan perkawinan, yang berlawanan dengan ketentuan UU
Perkawinan. Kedua, bahwa berdasarkan konsep tujuan hukum, teori kepastian hukum, dan
konsep akta otentik sebagai akta notaris, maka dengan adanya Surat Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 472.2/5867/Dukcapil dan Surat Kementerian Agama Republik
Indonesia Nomor B.2674/DJ.III/KW.00/9/2017, memberikan kemudahan bagi notaris dalam
melaksanakan pengesahan perjanjian perkawinan mengenai harta perkawinan terutama
perjanjian yang diadakan sepanjang masih terikat dalam perkawinan, kemudian dicatatkan pada
pegawai pencatat perkawinan melalui instansi yang bersangkutan.
Kata kunci: perjanjian perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan notaris.

Вам также может понравиться