Вы находитесь на странице: 1из 23

Akalasia adalah kondisi di mana kerongkongan (esofagus) kehilangan

kemampuan untuk mendorong makanan dari mulut ke perut. Penyakit ini


tergolong langka, dapat diwariskan, dan bisa menyerang orang dari berbagai
usia. Namun, kebanyakan penderita akalasia berusia paruh baya atau mengalami
gangguan autoimun.

Normalnya, lower esophageal sphincter (LES) akan mengendur agar makanan


bisa masuk ke perut. Namun, pada penderita akalasia, LES tidak mengendur
dengan benar. Sehingga makanan menumpuk pada bagian bawah dari
kerongkongan atau lebih sering makanan naik kembali. LES sendiri adalah
lingkaran otot pada bagian bawah dari kerongkongan yang terbuka secara
otomatis saat makanan atau minuman turun ke perut. Dan tertutup dengan
sendirinya untuk mencegah asam dan makanan yang ada di perut tidak naik
kembali ke kerongkongan.

Kerusakan dan juga hilangnya saraf-saraf pada dinding kerongkongan menjadi


penyebab utama terjadinya akalasia. Namun, penyebab dari rusak atau
hilangnya saraf-saraf ini masih belum diketahui. Gangguan autoimun, seperti
sindrom Sjogren, lupus, atau uveitis, juga bisa dihubungkan dengan munculnya
akalasia.

Ada beberapa komplikasi yang bisa dialami penderita akalasia yaitu:

 Regurgitasi. Naiknya asam lambung atau makanan kembali ke


kerongkongan.
 Pneumonia, akibat masuknya makanan ke dalam paru-paru.
 Perforasi esofagus. Robeknya dinding kerongkongan.
 Kanker esofagus. Tersumbatnya kerongkongan oleh makanan dalam
jumlah banyak yang tidak bisa masuk ke perut, maka risiko terkena
kanker esofasgus juga meningkat.

Gejala Akalasia

Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala-
gejala utama yang umumnya dirasakan oleh penderita akalasia adalah:

 Disfagia, adalah kondisi di mana penderita akalasia kesulitan, bahkan


sampai kesakitan, ketika menelan makanan atau minuman.
 Sakit dada, yang biasanya bertambah parah setelah makan.
 Nyeri pada ulu hati.
 Muntah yang menetes dari mulut.
 Berat bedan turun tanpa sebab yang jelas.
Diagnosis Akalasia

Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau


kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien.
Beberapa hal yang biasanya dilakukan dokter untuk mendiagnosis akalasia
adalah:

 Pencitraan Sinar-X dan Barium. Penderita akan diminta untuk menelan


cairan yang mengandung zat kimia barium, sehingga kerongkongan bisa
terlihat saat diambil gambar dengan sinar-X. Normalnya diameter
kerongkongan terlihat cukup lebar dan barium terlihat lancar memasuki
lambung. Tapi tidak demikian pada penderita akalasia.
 Endoskopi. Instrumen fleksibel disertai kamera di ujungnya akan
dimasukkan ke bagian bawah kerongkongan agar dokter bisa memeriksa
dinding kerongkongan dan perut.
 Manometri. Tabung plastik kecil akan dimasukkan ke kerongkongan
lewat mulut atau hidung, dan akan merekam aktivitas dan kekuatan
kontraksi otot dan memeriksa fungsi kerongkongan. Pada akalasia akan
tampak hilangnya kontraksi dan tekanan yang lebih tinggi di bagian akhir
kerongkongan.

Pengobatan Akalasia

Tujuan dari pengobatan untuk penderita akalasia adalah untuk membuka otot
LES, sehingga makanan dan minuman bisa masuk ke perut. Beberapa jenis
penanganan bagi penderita akalasia adalah:

 Pelebaran kerongkongan, terutama di bagian yang mengalami


penyempitan dengan menggunakan bantuan balon. Tindakan ini didahului
oleh pembiusan total dan harus diulang beberapa kali lagi setelah setahun
lebih.
 Obat-obatan. Otot LES bisa mengendur sementara dengan cara
mengonsumsi obat-obatan. Dokter biasanya akan meresepkan obat seperti
nitrate atau nifedipine.
 Pembedahan. Kerongkongan akan diakses melalui perut atau dada,
kemudian serat-serat otot LES yang menegang akan dipisahkan.
Umumnya keefektifan terapi dengan cara ini bersifat permanen.
 Injeksi Botox (Botulinum toxin). Dokter akan menyuntikkan botox ke
otot LES, sebab botox bisa menyebabkan serat-serat otot mengendur.
Biasanya hanya efektif untuk beberapa bulan.

Untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada kerongkongan usai menjalani


tindakan pelebaran atau pembedahan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
 Perbanyak minum cairan saat makan.
 Selalu makan dengan posisi duduk tegak.
 Jangan terburu-buru dan kunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.
 Gunakan beberapa bantal untuk menyanggah kepala, untuk mencegah
asam lambung naik ke kerongkongan dan menyebabkan nyeri di ulu hati.
 efinisi Achalasia Akalasia (Achalasia) nama lainnya Esophageal
aperistaltis, Kardiospasme, Megaesofagus adalah gangguan pada
kerongkongan (esophagus) sehingga menghambat atau bahkan mencegah
proses penelanan makanan. Deskripsi Akalasia Pada Achalasia terjadi
gangguan pada kerongkongan (esophagus), yaitu saluran yang membawa
makanan dari mulut ke dalam lambung. Kerongkongan (esophagus)
memiliki sebuah cincin otot yang disebut sfingter esofagus terletak di
bagian bawah mengelilingi esofagus tepat di atas pintu masuk ke
lambung. Otot sfingter ini biasanya berkontraksi (mengencang) untuk
menutup kerongkongan. Ketika sphincter menutup, isi lambung tidak bisa
mengalir kembali ke kerongkongan. kembalinya isi lambung keatas
(refluks) dapat mengiritasi kerongkongan, menyebabkan gejala seperti
terbakar dan terasa panas sepanjang kerongkongan (dada tengah). Proses
penelanan makanan berlangsung berkat adanya kontraksi esophagus
disebut gerak peristaltik. Peristaltik mendorong makanan di sepanjang
esophagus. Biasanya, peristaltik menyebabkan sphincter esophagus ber-
relaksasi (mengendur) dan memungkinkan makanan masuk ke dalam
lambung. Pada achalasia, yang berarti “kegagalan ber-relaksasi” sphincter
esophagus tetap berkontraksi. Dengan demikian Peristaltik normal
terganggu dan makanan tidak bisa masuk lambung. Akalasia, Achalasia
Achalasia – terjadi penyempitan pada sphincter esophagus Penyebab dan
Gejala Akalasia Penyebab Akalasia Achalasia disebabkan oleh
degenerasi sel-sel saraf, secara normal sel-sel ini bekerja menghantarkan
sinyal otak untuk merelaksasikan sphincter esophagus. Penyebab utama
dari degenerasi ini tidak diketahui. Penyakit autoimun atau infeksi
tersembunyi dicurigai sebagai penyebabnya. Gejala Akalasia Disfagia
atau kesulitan menelan, adalah gejala paling umum dari achalasia. Orang
dengan achalasia biasanya memiliki kesulitan menelan baik makanan cair
dan padat, sering merasa bahwa makanan “menempel” pada saat turun.
Orang tersebut mengalami nyeri dada yang sering keliru dengan angina
pektoris (nyeri jantung) karena mirip. Mulas dan kesulitan sendawa
sering terjadi. Gejala biasanya mendapatkan terus memburuk. Gejala lain
mungkin termasuk batuk malam hari atau pneumonia berulang yang
disebabkan oleh makanan yang masuk ke saluran nafas bagian bawah.
Diagnosa Akalasia Diagnosis achalasia dimulai dengan riwayat penyakit
dengan anamnesis yang teliti. Riwayat harus fokus pada waktu gejala dan
menyingkirkan kondisi medis lain yang dapat memiliki gejala yang sama.
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosa achalasia
meliputi: Esophageal manometry. Pada pemerikasaan ini, sebuah tabung
tipis dimasukkan ke kerongkongan untuk mengukur tekanan yang
diberikan oleh sfingter esofagus. x-ray esofagus. Barium dapat ditelan
sebagai agen kontras. Barium menunjukkan garis-garis besar esofagus
secara lebih rinci dan memudahkan melihat penyempitan tersebut pada
sphincter. Endoskopi. Pada pemerikasaan ini, tabung yang berisi lensa
dan sumber cahaya dilewatkan ke dalam kerongkongan. Endoskopi
digunakan untuk melihat langsung pada permukaan esofagus. Tes ini juga
dapat mendeteksi tumor yang menyebabkan gejala yang mirip achalasia.
Kanker esofagus terjadi sebagai komplikasi achalasia pada 2-7% pasien.
Pengobatan achalasia Pengobatan lini pertama untuk achalasia adalah
dilatasi balon. Dalam prosedur ini, sebuah membran karet atau balon
diturunkan ke esophagus sehingga dapat menekan sphincter esophagus
agar terjadi pembukaan. Efektif pada sekitar 70% pasien. Tiga perawatan
lain yang digunakan untuk achalasia ketika dilatasi balon tidak cocok atau
tidak dapat diterima. Injeksi toksin Botulinum. Disuntikkan ke sphincter,
toksin botulinum melumpuhkan otot dan memungkinkan relakasasi
sphincter . Gejala biasanya kembali dalam waktu satu sampai dua tahun.
Esophagomyotomy. Prosedur bedah memotong otot sphincter untuk
memungkinkan membukanya kerongkongan . Esophagomyotomy
menjadi lebih populer dengan pengembangan teknik yang memungkinkan
sayatan perut sangat kecil. Terapi Obat . Nifedipin, sebuah calcium-
channel blocker, mengurangi kontraksi otot. Obat ini memberikan
bantuan untuk sekitar dua pertiga pasien selama dua tahun. Prognosis
achalasia Kebanyakan pasien dengan achalasia dapat diobati secara
efektif. Achalasia tidak mengurangi harapan hidup kecuali berkembang
menjadi karsinoma esofagus. Pencegahan akalasia Tidak ada cara yang
diketahui untuk mencegah achalasia. Terminologi : Toksin Botulinum
Sebuah racun bakteri ampuh atau racun yang dihasilkan oleh strain
bakteri yang berbeda. Racun menyebabkan kelumpuhan otot. Disfagia
Kesulitan dalam menelan. Endoskopi Sebuah tes di mana perangkat dapat
melihat dan sumber cahaya yang dimasukkan ke kerongkongan melalui
tabung fleksibel. Endoskopi memungkinkan inspeksi visual kelainan
esophagus.
Bersumber dari: Akalasia – Achalasia - Mediskus
BAB I
PENDAHULUAN

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,


Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau
Dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah
achalasia berarti “gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan
dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah dan
lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung.
Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan
dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita
akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air
atau minuman guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa
rasa penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi.1,2

Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga
penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan
dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam
lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter
balon. Pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara
kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut sampai sekarang.1,2,3 Namun,
Penyebab dari achalasia ini masih belum diketahui dengan pasti. Teori-teori atas
penyebab akalasia pun mulai bermunculan seperti suatu proses yang melibatkan
infeksi, kelainan atau yang diwariskan (genetik), sistim imun yang
menyebabkan tubuh sendiri untuk merusak esophagus (penyakit autoimun), dan
proses penuaan (proses degeneratif).4,5

Achalasia merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi


akalasia esophagus sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di mana rasio kejadian
penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan yaitu 1 : 1. Menurut
penelitian, distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur
kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama
(kurang dari 5% kasus didapatkan pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien
orang dewasa adalah 25-60 tahun.1,3

Walaupun penyakit ini jarang terjadi tapi kita harus bisa mengenali dan
mengatasi penyakit ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini
sangat mengancam nyawa seperti obstruksi saluran pernapasan sampai sudden
death. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui penegakan
diagnosis Akalasia esofagus. Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan
manometrik.1 Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi
peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan
dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi,
psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,


Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau
Dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah
achalasia berarti “gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan
dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah dan
lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung.1

B. Anatomifisiologi

Esofagus adalah suatu saluran otot vertikal yang menghubungkan hipofaring


dengan lambung. Ukuran panjangnya 23-25 cm dan lebarnya sekitar 2 cm (pada
keadaan yang paling lebar) pada orang dewasa. Esofagus dimulai dari batas
bawah kartilago krikoidea kira-kira setinggi vertebra servikal VI.4 Dari batas
tadi, esofagus terbagi menjadi tiga bagian yaitu, pars cervical, pars thoracal dan
pars abdominal. Esofagus kemudian akan berakhir di orifisium kardia gaster
setinggi vertebra thoracal XI. Terdapat empat penyempitan fisiologis pada
esofagus yaitu, penyempitan sfingter krikofaringeal, penyempitan pada
persilangan aorta (arkus aorta), penyempitan pada persilangan bronkus kiri, dan
penyempitan diafragma (hiatus esofagus).6

Dinding esofagus terdiri dari 3 lapisan yaitu : mukosa yang merupakan epitel
skuamosa, submukosa yang terbuat dari jaringan fibrosa elastis dan merupakan
lapisan yang terkuat dari dinding esofagus, otot-otot esofagus yang terdiri dari
otot sirkuler bagian dalam dan longitudinal bagian luar dimana 2/3 bagian atas
dari esofagus merupakan otot skelet dan 1/3 bagian bawahnya merupakan otot
polos.1,4,5

Pada bagian leher, esofagus menerima darah dari a. karotis interna dan trunkus
tyroservikal. Pada bagian mediastinum, esofagus disuplai oleh a. esofagus dan
cabang dari a. bronkial. Setelah masuk ke dalam hiatus esofagus, esofagus
menerima darah dari a. phrenicus inferior, dan bagian yang berdekatan dengan
gaster di suplai oleh a. gastrica sinistra. Darah dari kapiler-kapiler esofagus
akan berkumpul pada v. esofagus, v. thyroid inferior, v. azygos, dan v.
gastrica.1,4,5
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbach yang
terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esofagus.1,4,5
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper
esophageal sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk
bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter
ini selalu menutup untuk mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk
ke dalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari
esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian
fungsional yang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter
esophagus bawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus
dan lambung. Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk
mencegah makanan dan asam lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalam
badan esofagus. Sfingter bagian atas akan berelaksasi pada proses menelan agar
makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari badan esofagus.
Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter
berkontraksi, menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.
Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik ini akan membawa makanan dan
saliva untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang peristaltik ini
sampai pada sfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk ke
dalam lambung.5

Esofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster


melalui suatu proses menelan, dimana akan terjadi pembentukan bolus makanan
dengan ukuran dan konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase
yaitu :
1. Fase oral, makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak pada
dorsum lidah menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dinding posterior
faring terangkat.
2. Fase pharingeal, terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan laring
bergerak ke atas oleh karena kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring, m.
Thyroid dan m. Palatofaring, aditus laring tertutup oleh epiglotis dan sfingter
laring.
3. Fase oesophageal, fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan ke
distal oleh karena relaksasi m. Krikofaring, di akhir fase sfingter esofagus
bawah terbuka dan tertutup kembali saat makanan sudah lewat.5

C. Epidemiologi

Prevalensi akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun, hingga


sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir yaitu
sekitar 0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Rasio kejadian penyakit ini
sama antara laki-laki dengan perempuan. Menurut penelitian, distribusi umur
pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9,
tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan
pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60
tahun.1,3

D. Etiologi

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Hanya pada penyakit
Chagas, penyebabnya telah diketahui.7 Secara histologik, ditemukan kelainan
berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang esofagus pars
torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti herediter,
infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari
akalasia.1,2,3,4,5
1. Teori Genetik

Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah
mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik.
Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita
akalasia.
2. Teori Infeksi

Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia,


tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles),
Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada
saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung
faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada
esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan
dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan
infiltrasi faktor infeksi. Kedua,banyak perubahan patologi yang terlihat pada
akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga,
pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan varicella
zoster pada pasien akalasia.
3. Teori Autoimun

Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber.


Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh
limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi
tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan penyakit
autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan
autoantibodi dari pleksus mienterikus.
4. Teori Degeneratif

Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan


proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit
Parkinson dan depresi.

E. Patofisiologi

1. Neuropatologi

Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan.


Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal: hilangnya sel-sel ganglion
dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif
dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun kelaianan otot
dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi
esofagus yang lama.1

2. Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik

Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris


dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang
merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut
saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan
menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari
n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann
dan degenarasi dari sehlbung myeh’n, yang merupakan perubahan-perubahan
yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.1

3. Kelainan pada Innervasi Intrinsik

Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi disepanjang


badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting
untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang esofagus,
dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada akalasia,
sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai
inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus
Auerbach.1,9

4. Kelainan Otot Polos Esofagus

Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal
pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa
kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot
muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti adanya
degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi tennasuk juga nekrosis
likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga
bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai
darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan
lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya
persarafan.1

5. Kelainan pada Mukosa Esofagus

Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang
telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari
penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan
hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+
selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang
kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa
pada pasien akalasia.1

6. Kelainan Otot Skelet

Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas terganggu
pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal tetapi
amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga melaporkan bahwa
refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus berdilatasi secara
masif dan obstruksi jalan napas akut.

7. Kelainan Neurofisiologik

Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin


menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi
neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan
sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES.
Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor
postganglionik dari otot sikuler LES.1

F. Gambaran Klinis

Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan
pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Biasanya gejala yang ditemukan
adalah
1. Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat
terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia
dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar
ditelan dari pada makanan padat.

2. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering
regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat
menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.

3. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan.
Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa
nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.

4. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi


makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah
substernal.

5. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal
dan akibat komplikasi dari retensi makanan.1,2,3,8,9,10

6. Pada anak yang paling sering adalah muntah persisten.11

G. Diagnosis

Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran


radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik.
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam penegakan diagnosis pada suatu
penyakit, ini harus dikorelasikan dengan temuan klinis dan riwayat
penyakitnya.12 Pada foto polos toraks pasien achalasia tidak menampakkan
adanya gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga
menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior mediastinum.
Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak
dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik
yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau
esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like
appearance.2,12,13
2. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien
akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis
retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk
memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak
pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-
sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa
esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda
esofagitis akibat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan
melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.8,13
3. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk memulai fungsi motorik esofagus dengan melakukan
pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk
memperlihatkan kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif.
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan
manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi
motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus
dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian
bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya.
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus
meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi
proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi
dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.2,13

H. Penatalaksanaan
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet
tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
esofagokardiotomi (operasi Heller).2
1. Terapi Non Bedah
a. Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg
PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi
dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu
kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium
channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan
pada sfingter esofagus bawah. Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang
berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia
yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
b. Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk menghambat
pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan
mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi.
Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum
skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut
kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di
atas squamocolumnar junction. Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di
atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke
dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi
dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES. Injeksi
diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian terbatas
dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan
setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah
beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan,
terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal
junction, yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi
ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa menjalani dilatasi
atau pembedahan.1,2
c. Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun.
Suatu balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang
bertujuan untuk merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak.
Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun
menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Rasio
terjadinya perforasi sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke
ruang operasi untuk penutupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan
cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal
adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation
biasanya di terapi dengan miotomi Heller.1,2
2. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu
prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu
pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan
bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication
untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan
kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi
pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan
insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena
keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan
waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama
dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi
ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan
esofagus (mis: esofagektomi).10,13

I. Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada
esofagus adalah sebagai berikut:1
1. Obstruksi saluran pethapasan
2. Bronkhitis
3. Pneumonia aspirasi
4. Abses paru
5. Divertikulum
6. Perforasi esofagus
7. Small cell carcinoma
8. Sudden death.

J. Prognosis
Prognosis Achalasia bergantung pada durasi penyakit dan banyak sedikitnya
gangguan motilitas, semakin singkat durasi penyakitnya dan semakin sedikit
gangguan motilitasnya maka prognosis untuk kembali ke ukuran esofagus yang
normal setelah pembedahan (Heller) memberikan hasil yang sangat baik.13
Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam menghilangkan gejala
pada sebagian besar pasien dan seharusnya lebih baik dilakukan daripada
pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah yang tersedia. Obat-obatan dan
toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat
menjalani pneumatic dilatation dan laparascopic Heller myotomy (Lansia).
Follow-up secara periodik dengan menggunakan esofagoskopi diperlukan untuk
melihat perkembangan tejadinya kanker esofagus.9,14

KESIMPULAN

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,


Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau
Dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah
achalasia berarti “gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan
dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah dan
lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung.
Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan
dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik.

Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan
pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Biasanya gejala yang ditemukan
adalah disfagia, regurgitasi, rasa terbakar dan nyeri substernal, penurunan berat
badan dan rasa penuh pada substernal.

Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran


radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Pada pemeriksaan
radiologik, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan
gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian
distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak
like appearance.
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet
tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
esofagokardiotomi (operasi Heller). Pembedahan memberikan hasil yang lebih
baik dalam menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dan seharusnya
lebih baik dilakukan daripada pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah yang
tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ritcher, I.E. 1999. Achalasia. In: Castell, D. O, Ritcher, I.E. The Esophagus,
4th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. Pg. 6-221
2. Siegel, G. Leighton. 1998. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus
dan Mediastinum Pertimbangan Endoskopik. Dalam: Adams, G. L., Boies,
Lawrence R., Higler, P. A. BOIES Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta.
EGC. Hal. 4-462
3. Sjamsuhidajat. 1997. Wim de Jong Buku Ajar Itmu Bedah. EGC. Jakarta.
Hal. 9-676
4. D., Emslie, Smith, et all. 1988. Textbook of Physiology, 11th edition.
Churchill Livingstone, English Language Book Society. London. Pg. 52-239
5. Soepardi, A. Efiaty, Iskandar, Nurbaiti. 2001. Akalasia. Dalam: Buku Ajar
llmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
UI. Jakarta. Hal: 2-240
6. Jacob, J. Ballenger. 1997. Esofagologi. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13, Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal.
76-645
7. Nelson. 2005. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. EGC. Jakarta. Hal. 1298
8. Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 320-322
9. Patti, Marco. Achalasia. http://www.emedicine.com. 2010. Accessed on:
August 22th, 2010
10. Marks, Jay W., Lee, Dennis. Achalasia. http://www.medicinenet.com. 2010.
Accessed on: August 22th, 2010
11. Rasad, Syahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 406
12. Caffey, John. 1973. Pediatric X-ray Diagnosis Volume 2. Year Book
Medical Publisher Incorporated. Chicago. USA. Hal. 1696-1673
13. Goyal, Raj K. 1994. Diseases of The Esophagus. In: Jeffers, J. D., Boynton,
S. D. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 13th edition. McGraw-Hill,
Inc. New York. Pg. 1358
14. J., Finley R. 2002. Achalasia: Thoracoscopic and Laparoscopic Myotomi.
In: Pearson F.G. MD, Cooper J.D. MD, et all. Esophageal Surgery, 2nd edition.
Churchill Livingstone. New York. Pg. 76-569
Advertisements

ACHALASIA
Definisi Achalasia

Achalasia adalah penyakit yang jarang dari otot esophagus (tabung yang
menelan). Istilah achalasia berarti "gagal untuk mengendur" dan merujuk pada
ketidakmampuan dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus
bagian bawah dan lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat
kedalam lambung. Sebagai akibatnya, pasien-pasien dengan achalasia
mempunyai kesulitan menelan makanan.

Esophagus Yang Berfungsi Normal

Esophagus mempunyai tiga bagian yang fungsional. Bagian yang paling atas
adalah upper esophageal sphincter, cincin khusus dari otot yang membentuk
ujung bagian atas dari tabung esophagus dan memisahkan esophagus dari
kerongkongan. Sphincter bagian atas tetap tertutup pada kebanyakan waktu
untuk mencegah makanan dalam bagian utama dari esophagus membalik keatas
kedalam kerongkongan. Bagian utama dari esophagus dirujuk sebagai tubuh
dari esophagus, tabung berotot yang panjangnya kira-kira 20 cm (8 in). Bagian
fungsional yang ketiga dari esophagus adalah lower esophageal sphincter,
cincin dari otot esophagus yang khusus di pertemuan dari esophagus dengan
lambung. Seperti sphincter bagian atas, sphincter bagian bawah tetap tertutup
pada kebanyakan waktu untuk mencegah makanan dan asam dari lambung
mengalir balik keatas kedalam tubuh dari esophagus.

Sphincter bagian atas mengendur dengan menelan untuk mengizinkan makanan


dan air liur untuk lewat dari kerongkongan kedalam tubuh esophagus bagian
atas. Otot di esophagus bagian atas tepat dibawah sphincter bagian atas
kemudian berkontraksi, menekan makanan dan air liur lebih jauh kebawah
kedalam tubuh esophagus. Kontraksi yang seperti cincin dari otot bergerak maju
kebawah tubuh dari esophagus, mendorong makanan dan air liur menuju
lambung. Kemajuan dari kontraksi yang berotot melalui tubuh esophagus
dirujuk sebagai gelombang peristaltik. Pada saat gelombang peristaltik
mencapai sphincter bagian bawah, sphincter terbuka, dan makanan lewat
kedalam lambung.
Fungsi Abnormal Esophagus Pada Achalasia

Pada achalasia ada ketidakmampuan dari sphincter bagian bawah untuk


mengendur dan membuka untuk membiarkan makanan lewat kedalam lambung.
Pada paling sedikit setengah dari pasien-pasien, tekanan waktu istirahat dari
sphincter bagian bawah (tekanan pada sphincter bagian bawah ketika pasien
sedang tidak menelan) juga tingginya abormal. Sebagai tambahan pada
kelainan-kelainan dari sphincter bagian bawah, otot dari setengah bagian bawah
dari esophagus tidak berkontraksi secara normal, yaitu, gelombang-gelombang
peristaltik tidak terjadi, dan oleh karenanya makanan dan alir liur tidak didorong
kebawah esophagus dan kedalam lambung. Beberapa pasien-pasien dengan
achalasia mempunyai gelombang-gelombang yang tinggi tekanannya pada
tubuh esophagus bagian bawah setelah menelan, namun gelombang-gelombang
yang bertekanan tinggi ini tidak efektif dalam mendorong makanan kedalam
lambung. Pasien-pasien ini dirujuk sebagai mempunyai achalasia yang "hebat".
Kelainan-kelainan dari sphincter bagian bawah dan tubuh esophagus ini
bertanggung jawab untuk kenyangkutan makanan dalam esophagus.

Penyebab Achalasia

Penyebab dari achalasia tidak diketahui. Teori-teori atas penyebab melibatkan


infeksi, kelainan atau yang diwariskan dari sistim imun yang menyebabkan
tubuh sendiri untuk merusak esophagus (penyakit autoimun).

Esophagus mengandung keduanya otot dan syaraf-syaraf. Syaraf-syaraf


mengkoordinasi pengenduran dan pembukaan dari sphincters serta gelombang-
gelombang peristaltik dalam tubuh esophagus. Achalasia mempunyai efek-efek
pada keduanya otot-otot dan syaraf-syaraf dari esophagus; bagaimanapun, efek-
efek pada syaraf-syaraf dipercayai adalah yang paling penting. Diawal
achalasia, peradangan dapat terlihat dibawah mikroskop pada otot dari
esophagus bagian bawah, terutama sekitar syaraf-syaraf. Ketika penyakitnya
berlanjut, syaraf-syaraf mulai degenerasi dan akhirnya menghilang, terutama
syaraf-syaraf yang menyebabkan lower esophageal sphincter untuk mengendur.
Masih kemudian pada kelanjutan dari penyakit, sel-sel otot mulai degenerasi,
mungkin karena kerusakan pada syaraf-syaraf. Hasil dari perubahan-perubahan
ini adalah sphincter bagian bawah yang tidak dapat mengendur dan otot pada
tubuh esophagus bagian bawah yang tidak dapat mendukung gelombang-
gelombang peristaltik. Dengan berjalannya waktu, tubuh dari esophagus
meregang dan menjadi sangat membesar (melebar).

Gejala-Gejala Achalasia

Gejala paling umum dari achalasia adalah kesulitan menelan (dysphagia).


Pasien-pasien secara khas menggambarkan makanan yang menyangkut di dada
setelah ia ditelan. Dysphagia terjadi dengan keduanya makanan padat dan cair.
Leih dari itu, dysphagia adalah konsisten, yang berarti bahwa ia terjadi selama
hampir setiap kali makan.

Adakalanya, pasien-pasien akan menggambarkan hanya sensasi yang berat di


dada mereka setelah makan yang mungkin memaksa mereka untuk berhenti
makan. Adakalanya, nyerinya mungkin parah dan meniru sakit jantung.

Memuntahkan makanan yang tersangkut di esophagus dapat terjadi, terutama


ketika esophagus melebar. Jika memuntahkan terjadi pada malam hari ketika
pasien sedang tidur, makanan dapat memasuki kerongkongan dan menyebabkan
batuk dan tersedak. Jika makanan memasuki trachea (pipa udara) dan paru, ia
dapat menjurus pada pneumonia (aspiration pneumonia).

Karena persoalan menelan makanan, sebagaian besar dari pasien-pasien dengan


achalasia kehilangan berat badan.

Komplikasi-Komplikasi Achalasia

Komplikasi-komplikasi dari achalasia termasuk kehilangan berat badan dan


aspiration pneumonia. Disana seringkali ada peradangan dari esophagus, yang
disebut esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan dan cairan-
cairan yang menumpuk di esophagus untuk periode-periode waktu yang
berkepanjangan. Mungkin juga ada pemborokan-pemborokan esophagus.

Yang menjadi kekhawatiran yang potensial adalah kemungkinan bahwa ada


kejadian yang meningkat dari kanker Esophagus pada pasien-pasien dengan
achalasia. Bagaimanapun, tidak ada bukti ilmiah yang cukup bahwa achalasia
meningkatkan risiko seseorang mengembangkan kanker esophagus, jadi
otoritas-otoritas sekarang ini tidak merekomendasi bahwa pasien-pasien dengan
achalasia menjalani endoskopi pencernaan bagian atas secara teratur untuk
pengawasan kanker.

Mendiagnosa Achalasia

Diagnosis dari achalasia seringkali dicurigai atas basis sejarah. Pasien-pasien


biasanya menggambarkan perburukan dari dysphagia untuk makanan padat dan
cair melalui periode waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Mereka
mungkin mencatat memuntahkan makanan, nyeri dada, atau kehilangan berat
badan. Jarang, gejala pertamanya adalah aspiration pneumonia.

Karena pasien-pasien secara khas akan belajar untuk mengkompensasi


dysphagia mereka dengan mengambil gigitan-gigitan yang lebih kecil,
mengunyah dengan baik, dan makan dengan perlahan, diagnosis dari achalasia
seringkali tertunda untuk waktu yang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun. Penundaan dalam diagnosis dari achalasia tidak menguntungkan karena
dipercayai bahwa perawatan dini - sebelum pelebaran yang nyata dari
esophagus terjadi - dapat mencegah pelebaran esophagus dan komplikasi-
komplikasinya.

Dysphagia pada achalasia juga adalah berbeda dari dysphagia dari penyempitan
esophagus (penyempitan esophagus yang disebabkan oleh luka parut) dan
kanker esophagus. Pada achalasia, dysphagia terjadi dengan kedua makanan
padat dan cair, sedagkan pada penyempitan esophagus dan kanker, dysphagia
secara khas terjadi hanya dengan makanan padat.

Studi-Studi X-ray

Diagnosis dari achalasia biasanya dibuat dengan studi x-ray yng disebut video-
esophagram dimana video x-rays dari esophagus diambil setelah barium ditelan.
Barium mengisi esophagus, dan pengosongan dari barium kedalam lambung
dapat diamati. Pada achalasia, video-esophagram menujukan bahwa esophagus
membesar (melebar), dengan penyempitan yang berkarakteristik meruncing dari
ujung bagian bawah, adakalanya menyerupai "paruh burung." Sebagai
tambahan, barium berdiam dalam esophagus lebih lama dari normal sebelum
lewat kedalam lambung.
Esophageal Manometry

Tes yang lain, esophageal manometry, dapat menunjukan secara spesifik


kelainan-kelainan dari fungsi otot yang adalah karakteristik dari achalasia,
yaitu, kegagalan dari otot tubuh esophagus untuk berkontraksi dengan menelan
dan kegagalan dari sphincter esophagus bagian bawah untuk mengendur. Untuk
manometry, tabung tipis yang mengukur tekanan yang dihasilkan oleh otot
esophagus yang berkontraksi dilewatkan melalui hidung, menuruni belakang
kerongkongan dan kedalam esophagus. Pada pasien dengan achalasia, tidak ada
gelombang-gelombang peristaltik yang terlihat pada setengah bagian bawah dari
esophagus setelah menelan-menelan, dan tekanan didalam sphincter esophagus
bagian bawah tidak jatuh dengan menelan. Keuntungan dari manometry adalah
bahwa ia dapat mendiagnosa dini achalasia pada perjalanannya pada saat
dimana video-esophagram mungkin adalah normal.

Endoskopi

Endoskopi juga bermanfaat dalam mendiagnosa achalasia meskipun ia dapat


normal pada awal dari achalasia. Endoskopi adalah prosedur dimana tabung
serat optik yang lentur dengan sinar dan kamera pada ujungnya ditelan. Kamera
menyediakan penglihatan langsung dari bagian dalam esophagus. Salah satu
dari penemuan-penemuan endoskopik paling awal pada achalasia adalah
perlawanan ketika endoskop dilewatkan dari esophagus dan kedalam lambung
yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi pada sphincter esophagus bagian
bawah. Kemudian, endoskopi mungkin mengungkap esophagus yang membesar
dan kekurangan dari gelombang-gelombang peristaltik. Endoslopi juga adalah
penting karena ia menyampingkan kehadiran dari kanker esophagus.

Dua kondisi dapat meniru achalasia, kanker esophagus dan penyakit Chagas
dari esophagus. Keduanya dapat memberikan kenaikan pada kelainan-kelainan
video-esophagus dan manometric yang tidak dapat dibedakan dari achalasia.
Untungnya, endoskopi biasanya dapat menyampingkan kehadiran dari kanker.

Penyakit Chagas adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit, Trypanosoma


cruzi, dan terbatas pada Sentral Amerika dan Amerika selatan. Ia ditularkan ke
manusia-manusia melalui gigitan-gigitan serangga dari reduviid bug. Parasit
dikeluarkan dalam feces serangga pada saat ia menggigit. Menggaruk gigitan
memecahkan kulit dan mengizinkan parasit untuk memasuki tubuh. Parasit
menyebar keseluruh tubuh namun mengambil kediaman utama di otot-otot dari
saluran pencernaan, dari esophagus ke rektum, meskipun ia juga sering
mempengaruhi otot jantung. Pada saluran pencernaan, parasit menyebabkan
degenerasi syaraf-syaraf yang mengontrol otot-otot dan dapat menjurus pada
fungsi yang abnormal dimana saja di saluran pencernaan. Ketika ia
mempengaruhi esophagus, kelainan-kelainan adalah sama (identis) dengan yang
dari achalasia.

Penyakit Chagas akut terjadi kebanyakan pada anak-anak. Pada individu-


individu yang terlihat pada waktu yang jauh kemudian untuk persoalan-
persoalan menelan, penyakit akutnya telah lama berlalu. Diagnosis dari
penyakit Chagas dapat dicurigai jika ada keterlibatan dari bagian-bagian lain
dari saluran pencernaan, seperti pembesaran dari usus kecil atau usus besar dan
jantung. Metode yang paling baik untuk membuat diagnosis adalah dengan
pengujian serologi yang mencari antibodi-antibodi dalam darah terhadap
parasit.

Merawat Achalasia

Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral, pelebaran atau


peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilation), operasi untuk
memotong sphincter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum
(Botox) kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan
didalam sphincter esophagus bagian bawah untuk mengizinkan lewatnya
makanan lebih mudah dari esophagus kedalam lambung.

Obat-Obat Oral

Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus bagian


bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut nitrates, contohnya
isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-channel blockers, contohnya
nifedipine (Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien
dengan achalasia, terutama pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari
gejala-gejala dengan obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-
obat oral mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan
jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien
mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.

Pembesaran (Pelebaran)

Sphincter esophagus bagian bawah juga mungkin dirawat secara langsung


dengan pelebaran yang dipaksakan. Pelebaran dari sphincter esophagus bagian
bawah dilakukan dengan mendapatkan pasien menelan tabung dengan balon
diujungnya. Balon ditempatkan diseluruh sphincter bagian bawah dengan
bantuan x-ray, dan balon dikembangkan secara tiba-tiba. Tujuannya adalah
untuk meregangkan - sebenarnya untuk merobek - sphincter. Keberhasilan dari
pelebaran yang dipaksakan telah dilaporkan antara 60 dan 95%. Pasien-pasien
yang padanya pelebaran (dilation) tidak berhasil dapat menjalani pelebaran-
pelebaran lebih jauh, namun angka keberhasilan berkurang dengan setiap
pelebaran tambahan. Jika pelebaran tidak berhasil, sphincter mungkin tetap
dapat dirawat secara operasi. Komplikasi utama dari pelebaran yang dipaksakan
adalah pecahnya esophagus, yang terjadi pada 5% dari waktu. Setengah dari
perpecahan-perpecahan sembuh tanpa operasi, meskipun pasien-pasien dengan
perpecahan yang tidak memerlukan operasi masih harus diikuti dengan ketat
dan dirawat dengan antibiotik-antibiotik. Setengah yang lain dari perpecahan-
perpecahan memerlukan operasi. (Meskipun operasi membawa risiko tambahan
untuk pasien, operasi dapat mempebaiki perpecahan serta secara permanen
merawat achalasia dengan esophagomyotomy). Kematian setelah pelebaran
yang dipaksakan adalah jarang. Pelebaran adalah cepat dan tidak mahal
dibandingkan dengan operasi, dan memerlukan hanya rawat inap yang singkat
di rumah sakit.

Esophagomyotomy

Sphincter juga dapat dipotong secara operasi, prosedur yang disebut


esophagomyotomy. Operasi dapat dilakukan yang menggunakan sayatan perut
yang besar atau secara laparoskopik melalui tusukan-tusukan kecil di perut.
Pada umumnya, pendekatan laparoskopik digunakan dengan achalasia yang
tidak rumit. Secara alternatif, operasi dapat dilakukan dengan sayatan yang
besar atau secara laparoskopik melalui dada. Esophagomyotomy lebih berhasil
daripada pelebaran yang dipaksakan, mungkin karena tekanan dalam sphincter
bagian bawah dikurangi ke tingkat yang lebih besar dan lebih dapat dipercaya;
80-90% dari pasien-pasien mempunyai hasil-hasil yang baik. Dengan follow-up
yang berkepanjangan, bagaimanapun, beberapa pasien-pasien mengembangkan
dysphagia yang berulang. Jadi, esophagomyotomy tidak menjamin kesembuhan
yang permanen. Efek sampingan yang paling penting dari pengurangan tekanan
yang lebih dipercaya dan lebih besar dengan esophagomyotomy, adalah reflux
(pengaliran kembali) dari asam (gastroesophageal reflux disease atau GERD).
Dalam rangka untuk mencegah ini, esophagomyotomy mungkin dimodifikasi
sehingga ia tidak sepenuhnya memotong sphincter atau esophagomyotomy
mungkin digabungkan dengan operasi anti-reflux (fundoplication). Prosedur
operasi mana saja yang dilakukan, beberapa dokter-dokter merekomendasikan
perawatan seumur hidup dengan obat-obat oral untuk reflux asam. Yang lain-
lain merekomendasikan pengujian 24 jam asam esophagus dengan obat seumur
hidup hanya jika reflux asam diketemukan.

Racun Botulinum

Perawatan yang terbaru untuk achalasia adalah suntikan dari racun botulinum
secara endoskopik kedalam sphincter bagian bawah untu melemahkannya.
Suntikan adalah cepat, bukan operasi, dan tidak memerlukan rawat inap.
Perawatan dengan racun botulinum adalah aman, namun efek-efek pada
sphincter seringkali berlangsung hanya untuk beberapa bulan, dan suntikan-
suntikan tambahan dengan racun botulinum mungkin diperlukan. Suntikan
adalah opsi yang baik untuk pasien-pasien yang sangat tua atau berisiko tinggi
untuk operasi, contohnya, pasien-pasien dengan penyakit jantung atau paru
yang berat. Ia juga mengizinkan pasien-pasien yang telah kehilangan berat
badan yang substansial untuk makan dan memperbaiki keadaan nutrisi mereka
sebelum ke perawatan "permanen" dengan operasi. Ini mungkin mengurangi
komplikasi-komplikasi setelah operasi.

Вам также может понравиться