Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1946
c. Sinekdot
Terlihat pada kata ‘tiang’ yang sebenarnya pengarang mencoba menggambarkan rumah. Kata
kapal dan perahu yang berarti pelabuhan.
d. Hiperbola
Terdapat pada kalimat “dan kini tanah dan air tidur hilang” serta “dari pantai keempat, sedu
penghabisan bisa terdekap”. melebih-lebihkan kebekuan hati karena sang gadis itu.
3. Pencitraan
“Diantara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut”
Pengarang membuat pembaca seolah-olah dapat melihat gudang, rumah tua pada cerita, tiang
serta temali, kapal, dan perahu yang tidak berlaut.
4. Tipografi
“Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang”.
Pengarang menggunakan tipografi puisi konvensional dengan dilengkapi enjambement
berupa titik ditengah baris yang menunjukkan bahwa gagasan pada suatu baris dalam puisi masih
berlanjut pada baris berikutnya.
5. Verifikasi ( rima, ritma, metrum)
Rima akhir setiap bait /ta-ta-ut-ut/ (abab). Ritma berupa ikatan yang mengikat bait dengan
menggunakan keterangan kalimat. Pada bait pertama menggunakan frasa/ini kali/ pada bait
kedua menggunakan /gerimis/ pada bait ketiga menggunakan /tiada lagi/. Kata pengikat tersebut
memunculkan gelombang irama baru.
Puisi Karya Chairil Anwar ( SENJA DI PELABUHAN KECIL )
1946
(a) Diksi
Pilihan kata dalam puisi ini terlihat biasa dan terkesan kata-kata yang digunakan dalam
kesehariaannya. Tetapi arti katanya bukan arti yang sebenarnya. Walaupun dengan kata-kata
yang biasa tapi Chairil memberikannya sebaagai kata-kata yang mengandung makna konotasi.
Seperti kata gudang, rumah tua pada cerita, tiang serta temali, mempercaya mau berpaut kata-
kata ini bermakna sebuah kedukaan. Bagi penyair gudang dan rumah tua dianggap sebagai
sesuatu yang tak berguna seperti dirinya yang dianggap tiada berguna lagi. Kata ”mempercaya
mau berpaut” itu sebenarnya juga berarti harapan Chairil akan kekasihnya.
Pilihan kata seperti kelam dan muram juga memberi kesan pada makna kesedihan yang
dirasakan. Kata menemu bujuk pangkal akanan juaga merupakan harapan penyair. Sedangkan
kata tanah dan air yang tidur juga menyatakan suatu kebekuan.
Chairil mampu mengolah pilihan katanya sebaik mungkin walaupun dengan bahasa percakapan
tapi mampu menghadirkan makna yang dalam. Hanya ada satu kata yang tidak biasa diucapkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu akanan.
Dalam puisi ini memang banyak efek kakafoninya sehingga tidak bisa dikatakan puisi merdu.
Banyak bunyi yang mengandung k,p,t,s seperti kali, cinta, di antara, tua, cerita, tiang serta
temali, kapal, perahu, mempercaya, berpaut, mempercepat, kelam, kelepak, pangkal, akanan,
kini, tanah, tidur, tiada, aku sendiri, semenanjung, pengap, masih, sekali, tiba,sekalian, selamat,
pantai, keempat, penghabisan, terdekap, dan bisa. Kata-kata itu menimbulkan efek kakafoni,
meskipun terdapat rima, aliterasi dan asonansi. Seperti rima aabbccddefef , aliterasi tidak-
bergerak, pengap-harap serta asonansi ini-kal dan, pada-cerita.
Gabungan beberapa unsur bunyi yang terpola tersebut menimbulkan irama yang panjang, lembut
dan rendah. Karena irama tersebut menggambarkan kasedihan yang ada pada puisi terbut.
Karena irama sajak juga merupakan gambaran akan suasana puisi tersebut.
....................................................
di antara gudang, rumah tua pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut
.........................................................
........Ada juga kelepak elang
............................................
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Dari kata-kata itu terlihat adanya metafora yang memperdalam rasa duka yang dirasakan.
Ketidak berdayaan itu dibandingkan Chairil sebagai sebuah gudang, rumah tua, tiang, dsan
temali yang tiada berguna. Harapannya kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena
mennghempaskan diri di pantai saja. Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak
bergerak.
Selain itu juga terdapat personifikasi pada rumah tua pada cerita, ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang, dan kini tanah dan air tidur hilang ombak dan
sedu penghabisan bisa terdekap. Dari kata-kata itu penyair menghidupkan rumah tua yang
seakan mampu becerita, dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung
perasaan orang yang sedang muram. Hari pun dikatakan penyair seakan berlari dan berenang
menjauhi dia sehingga dia tidak bisa memutar balik waktu itu. Dia juga berusaha menidurkan
tanar dan air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang digambarkan. Semuanya
ini menyebabkan hanya sendu yang bisa ia peluk bukan orangnya.
Sinekdok terlihat pada kata tiang yang sebenarnya adalah rumah, kata kapal dan perahu yang
berarti pelabuhan. Kalimat dan kini tanah dan air tidur hilang ombak juga merupakan ungkapan
yang hiperbola karena melebih-lebihkan kedekuan hati sang gadis itu. Bahasa kiasan tersebut
sebenarnya hanya ingin mengungkapkan makna yang lebih mendalam pada pembaca.
(d) Citraan
citran yang ada dalam puisi adalah penglihatan ’imagery. Yang mengisyaratkan bahwa
pelabuhan kecil itu merupakan tempat perpisahanya. Seolah-olah puisi ini membawa pembaca
dengan inderanya untuk melihat suasana pelabuhan yang kecil dan seakan-akan mati. Dengan
khayalan yang sudah tergambar Chairil mencoba lagi membawa pembaca lewat puisinya ke
dunianya tersebut agar bisa merasahan kesedihan yang dia rasakan.
Kalimat tersebut mengajak pembaca mendalami kesunyian yang ada dalam pelabuhan itu dengan
melihat keadaan pelabuhan. Dan hal itu sesungguhnya gambaran dari kesunyian sang penyair
juga.
Kesediahan ini mungkin dirasakan Chairil terlalu mendalam sehingga semua yang ada
disekitarnya dirasakan sunyi , kareena larut dalam kesunyian hatinya. Sehingga kedukaan karena
cinta tersebut dibuat penyair dengan sangat plastis. Sehingga seakan-akan semua harapan dan
keinginan itu hanya malah membuatnya sakit. Karena harapan untuk menjalin cinta dengan Sri
Ayati itu akhirnya kandas juga. Sehingga keseluruhan cerita ini merupakan luapan kesedihan
penyair.
Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia
merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi
melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan
nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi
ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.
Analisis :
1. Diksi
Pilihan kata yang digunakan sipenyair dalam menungkpkan perasaannya dalam puisinya yang
menggunakan kata yang bersifat konotatif karena banyak mengandung arti yaitu terdapat pada kata
“kelas”, terbukti pada : “Gerimis mempercepat kelam”
2. Imaji
penyair menggambarkan perasaan sedih yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan (cita rasa)
terbukti: “kelepak elang menyinggung muram”
3. Kata Kongkret (Kata Nyata)
kata konkretnya yaitu Tiada lagi. Aku sendiri., karena kata-kata tersebut mengacu kepada pengertian
dan penekanan yang menyeluruh dalam puisi. terbukti dalam larik:
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
4. Majas (Bahasa Figuratif)
“desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan” majas ini mempunyai arti bahwa hari-hari
telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang.
5.Rima (Pengulangan Bunyi)
- persamaan bunyi konsonan pada “A” dak “T”, terbukti:
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut