Вы находитесь на странице: 1из 118

PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

DI BIDANG PENATAAN RUANG

1. PENDAHULUAN
1.1 Umum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana menyatakan bahwa penyidikan tindak
pidana merupakan sub sistem atau bagian yang tidak
terpisahkan dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu.
Proses penegakan hukum pidana merupakan satu
rangkaian proses hukum mulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan pengadilan.
2. Proses penyidikan tindak pidana di bidang penataan
ruang dilaksanakan melalui tahap pengawasan,
pengamatan, penelitian atau pemeriksaan, penindakan,
serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.
Esensi pengawasan, pengamatan, penelitian atau

1
pemeriksaan di bidang penataan ruang dilakukan
dengan kegiatan mengumpulkan bahan bukti dan
keterangan, meneliti, menganalisis bahan-bahan yang
didapat baik dari lapangan atau TKP.
3. Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas)
diharapkan pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang dengan
Penyidik Polri dapat berjalan selaras dan harmonis.
4. Proses penyidikan tindak pidana di bidang penataan
ruang oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan
Ruang dalam pelaksanaannya terkait dengan aparat
penegak hukum lain terutama yang berada di dalam
system peradilan kriminal (criminal justice system).
5. Untuk mewujudkan proses penyidikan tindak pidana di
bidang penataan ruang yang profesional, transparan,
akuntabel, murah, efektif dan efisien perlu dibuat
pedoman teknis, khususnya bagi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Penataan Ruang yang didukung dengan
administrasi penyidikan yang telah disepakati dengan
unsur penegak hukum lainnya.
1.2 Sasaran
Sasaran pedoman ini adalah:
1. Memberikan pemahaman mengenai kegiatan yang
dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penataan Ruang dalam penanganan pelanggaran

2
pemanfaatan ruang yang berindikasi tindak pidana
penataan ruang.
2. Memberikan standar dalam melakukan tindakan untuk
penanganan pelanggaran pemanfaatan ruang yang
berindikasi tindak pidana penataan ruang.
3. Memberikan acuan dalam penatausahaan maupun
kelengkapan administrasi penyidikan.
1.3 Azas
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Penataan Ruang harus memperhatikan azas-azas yang
terdapat dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut
hak-hak warga negara, antara lain:
1. Legalitas
Proses Penyidikan dilakukan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Penataan Ruang dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.
3. Persamaan di muka hukum (Equality Before the Law)
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka
hukum dengan tidak mengadakan perbedaan.

3
4. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM)
Sikap dan perbuatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penataan Ruang wajib menghormati dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
5. Pemberian bantuan/penasehat hukum (Legal
Aid/Assistance)
Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana di
bidang penataan ruang wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan
atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan.
6. Transparansi
7. Segala upaya dan tindakan yang dilakasanakan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang
dilakukan secara jelas dan terbuka.
1.4 Prinsip
Penyidikan tindak pidana di bidang penataan ruang
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Profesionalisme, yakni proses penyidikan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil serta pelaksanaan koordinasi dan
pengawasan oleh penyidik Penyidik Pegawai Negeri
Sipil penataan ruang berdasarkan teknis dan taktik
penyidikan

4
2. Akuntabilitas, yakni pertanggungjawaban proses
penyelidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
penataan ruang dan pelaksanaan koordinasi dan
pegawasannya oleh penyidik polri.
3. penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Penataan Ruang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Efektif dan Efisien, yakni segala upaya dan tindakan
yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan
keseimbangan yang wajar antara hasil yang di capai
dengan upaya, sarana dan anggaran yang digunakan.
1.5 Definisi
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang
selanjutnya disebut PPNS Penataan Ruang adalah
pejabat pegawai negeri sipil di bidang penataan ruang
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
penatan ruang diberi wewenang sebagaimana penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No 26
tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
3. Tindak pidana di bidang penataan ruang adalah setiap
perbuatan yang diancam hukuman sebagai pelanggaran

5
pemanfaatan ruang sebagaimana di maksud dalam
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
4. Pengawasan, pengamatan, penelitian atau pemeriksaan
adalah serangkaian tindakan PPNS penataan ruang
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana di bidang penataan ruang
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
5. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
6. Tersangka adalah setiap orang yang karena
perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
7. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri.
8. Ahli adalah seorang yang memiliki kemampuan dan
keterampilan khusus tentang hal tertentu.
9. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan

6
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang
telah, atau sedang, atau diduga terjadinya peristiwa
tindak pidana.
10. Laporan kejadian yang selanjutnya disebut LK adalah
laporan tertulis yang dibuat PPNS Penataan Ruang
tentang adanya suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana, baik yang ditemukan sendiri maupun
melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
Undang – Undang.
11. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada
waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan
segera sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu
dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda
yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana, atau yang merupakan hasil yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana
itu.
12. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang
dilakukan terhadap setiap orang maupun benda yang
ada hubungannya dengan tindak pidana di bidang
penataan ruang, maupun upaya paksa melalui kegiatan

7
pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan.
13. Tempat kejadian perkara yang selanjutnya disingkat
TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana
dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain dimana
tersangka dan atau korban dan atau barang bukti, yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat
ditemukan.
14. Bukti permulaan yang cukup adalah alat bukti yang
berupa keterangan dan data yang terkandung di dalam
dua alat bukti di antara Laporan Kejadian, Laporan
Wasmatlitrik, Berita Acara Pemeriksaan di TKP,
keterangan saksi-saksi termasuk ahli, dan Barang Bukti,
yang menunjukkan telah terjadi tindak pidana dan
bahwa orang yang akan ditangkap adalah pelaku
dan/atau penanggung jawabnya.
15. Bukti yang cukup adalah bukti permulaan yang cukup
ditambah dengan keterangan dan data yang terkandung
dalam satu di antara Laporan Kejadian, Laporan
Wasmatlitrik, Berita Acara
16. Bantuan penyidikan adalah bantuan yang diberikan oleh
Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia kepada
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang berupa
bantuan teknis, taktis dan upaya paksa serta konsultasi
penyidikan.

8
17. Bantuan teknis adalah bantuan pemeriksaan ahli dalam
rangka pembuktian secara ilmiah (scientific crime
investigation).
18. Bantuan taktis adalah bantuan personil Polri dan
peralatan Polri dalam rangka mendukung pelaksanaan
penyidikan tindak pidana oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Penataan Ruang.
19. Bantuan upaya paksa adalah bantuan yang diberikan
oleh Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia
kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang
berupa kegiatan penindakan secara hukum dalam
rangka penyidikan tindak pidana di bidang penataan
ruang.
20. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan
keterangan, kejelasan dan identitas tersangka, saksi,
dan/atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur
tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan
atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam
tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di
dalam berita acara pemeriksaan.
21. Berita acara adalah catatan atau tulisan yang bersifat
otentik, dibuat dalam format tertentu oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang atas kekuatan
sumpah jabatan, yang memuat keterangan dari orang
yang diperiksa atau keterangan yang berkaitan dengan

9
setiap tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Penataan Ruang.
2. PELAKSANAAN
2.1 Diketahuinya Tindak Pidana
1. Suatu tindak pidana di bidang penataan ruang
dapat diketahui dari:
a. Adanya laporan/pengaduan dari masyarakat
secara tertulis atau lisan.
b. Tertangkap tangan oleh masyarakat atau
petugas.
c. Temuan/hasil temuan oleh PPNS Penataan
Ruang.
2. Laporan/pengaduan diajukan oleh masyarakat
melalui sekretariat/unit/bagian penerima
laporan/pengaduan baik secara lisan maupun
tertulis selanjutnya dicatat oleh PPNS Penataan
Ruang/petugas di sekretariat/unit/bagian penerima
laporan/pengaduan, kemudian dituangkan dalam
Laporan Kejadian yang ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang.
Laporan kejadian merupakan data awal terjadinya
peristiwa yang berindikasi tindak pidana di bidang
penataan ruang dan dasar bagi PPNS Penataan
Ruang untuk melakukan pengawasan,
pengamatan, penelitian atau pemeriksaan dan
penyidikan.

10
3. Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik tanpa surat
perintah dapat:
a. Melakukan tindakan pertama di TKP antara
lain;
1) Memberhentikan kegiatan di TKP;
2) Mengamankan barang bukti di TKP;
3) Meminta keterangan kepada orang-orang
di sekitar TKP terhadap kejadian yang
berlangsung;
4) Memberi PPNS Line pada TKP; dan
5) Melarang orang-orang masuk maupun
melakukan kegiatan di TKP.
b. Segera melakukan pemeriksaan dan tindakan
yang diperlukan sesuai dengan kewenangan
PPNS Penataan Ruang;
c. Membuat berita acara terhadap setiap
tindakan serta melengkapi administrasi
penyidikan (Laporan Kejadian, Surat
Perintah Penyidikan, Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan, berita acara
tertangkap tangan, surat permohonan bantuan
penangkapan kepada penyidik Polri paling
lambat dalam waktu satu kali dua puluh
empat jam); dan
d. Memberikan surat pemberitahuan kepada
keluarga orang yang ditangkap paling lambat

11
1 (satu) minggu setelah dilakukannya
penangkapan dan penahanan.

12
2.2 Pengawasan, Pengamatan, Penelitian atau
Pemeriksaan
1. Persiapan
a. Menyiapkan kelengkapan administrasi yang
meliputi:
1) surat perintah tugas.
2) surat permintaan bantuan ahli, Penyidik
Polri dan/atau staf/petugas dari instansi
yang bertanggungjawab di bidang
penataan ruang sesuai kebutuhan.
3) laporan kejadian atau data awal lainnya.
b. Melakukan koordinasi dengan ahli, dan
Korwas PPNS Penataan Ruang, maupun
instansi terkait; dan
c. Menyiapkan Peralatan antara lain :
1) Peta daerah lokasi kejadian dengan skala
minimum 1 : 50.000
2) alat pengukur (meteran);
3) kamera;
4) handycam;
5) global positioning system (GPS);
6) PPNS Line;
7) komputer jinjing (notebook);
8) printer;
9) alat tulis;
10) formulir administrasi penyidikan;

13
11) buku catatan;
12) alat komunikasi.
2. Tindakan Terhadap TKP
a. Pengamanan TKP dengan:
1) memasang PPNS Line;
2) memerintahkan setiap orang yang diduga
terkait dengan tindak pidana di bidang
penataan ruang untuk tetap tinggal di
tempat;
3) melakukan penjagaan;
4) meminta bantuan pada Polri untuk
mengamankan TKP;
5) dibuatkan berita acara penanganan TKP.
b. Penanganan TKP dengan :
1) Pemotretan.
a) dilakukan terhadap situasi TKP
secara keseluruhan dari berbagai
sudut dan detail dalam jarak dekat
(close up) terhadap setiap objek
dalam TKP.
b) hasil pemotretan dituangkan dalam
berita acara pemotretan dengan
keterangan yang memuat hal-hal
berikut:
(1) hari, tanggal, bulan, tahun dan
jam pemotretan;

14
(2) merek dan tipe kamera;
(3) kecepatan (speed) kamera dan
diafragma;
(4) sumber cahaya;
(5) filter lensa kamera yang
digunakan (jika menggunakan
filter);
(6) jarak kamera terhadap objek
(dilengkapi sketsa kasar TKP
yang memuat letak kamera dan
objek yang difoto);
(7) tinggi kamera;
(8) nama, pangkat, jabatan dan NIP
petugas yang melakukan
pemotretan.
2) Pembuatan Sketsa TKP
a) Sketsa TKP dibuat dengan
menggunakan kertas berukuran
(kertas millimeter blok);
b) Pada sketsa TKP, dibuat tanda atau
arah letak TKP;
c) Dibuat dengan skala untuk
mengukur jarak antara objek yang
satu dengan objek yang lain;
d) Untuk setiap objek diberi tanda
dengan huruf kapital dan pada

15
keterangan gambar dijelaskan letak
objek tersebut;
e) Untuk keabsahan sketsa TKP,
PPNS Penataan Ruang harus
mencantumkan informasi sebagai
berikut:
(1) nama pembuat;
(2) tanggal pembuatan;
(3) peristiwa yang terjadi di TKP;
(4) Lokasi TKP.
c. Pengolahan TKP dengan :
(1) Pengumpulan Barang Bukti meliputi:
a) Peta RTRW Provinsi,
Kabupaten/Kota:
b) Dokumen-dokumen kajian, foto-foto
lokasi, perizinan, dan surat lainnya
terkait dengan kegiatan/usaha;
c) Peralatan, benda, dan/atau bahan yang
digunakan untuk melakukan tindak
pidana di bidang penataan ruang;
d) Pengumpulan benda-benda yang
memiliki hubungan langsung maupun
tidak langsung yang berhubungan
dengan tindak pidana penataan ruang
yang terjadi.

16
(2) Identifikasi Saksi/Tersangka dapat
dilakukan dengan cara:
a) Mengajukan pertanyaan kepada orang
atau pihak yang diduga melihat,
mendengar atau mengalami sendiri
tindak pidana yang terjadi;
b) Mengajukan pertanyaan kepada
orang-orang yang mengetahui
dan/atau yang berhubungan dengan
TKP.
(3) Pembuatan Berita Acara
Setiap tindakan atau kegiatan yang
dilakukan dibuatkan berita acaranya,
antara lain:
a) Berita acara pemeriksaan TKP;
b) Berita acara pengambilan barang
bukti ;
c) Berita acara pembungkusan dan
penyegelan barang bukti;
d) Berita acara penyitaan barang bukti;
e) Berita acara penyisihan barang bukti;
f) Berita acara pengambilan foto/video;
dan
g) Berita acara pengambilan hasil
analisis barang bukti.

17
3. Pembuatan dan Penyampaian Laporan
Pengawasan, Pengamatan, Penelitian atau
Pemeriksaan
Hasil pelaksanaan Pengawasan, Pengamatan,
Penelitian atau Pemeriksaan dilaporkan secara
lengkap kepada pejabat pemberi perintah dan/atau
atasan PPNS Penataan Ruang .
2.3 Penyidikan
1. Perencanaan Penyidikan

Sebelum melakukan penyidikan, PPNS Penataan


Ruang dan atasan PPNS Penataan Ruang
membuat rencana penyidikan untuk menentukan
arah pelaksanaan dengan menentukan:
a. Sasaran penyidikan, meliputi penentuan;
1) orang yang diduga melakukan tindak
pidana;
2) jenis perbuatan pidana;
3) unsur-unsur pasal yang akan diterapkan;
dan
4) alat bukti dan barang bukti.
Contoh:
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang No
26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yang berbunyi :

18
(1) Setiap orang yang tidak menaati
rencana tata ruang yang telah di
tetapkan sebagaimana di maksud
dalam pasal 61 huruf a yang
mengakibatkan perubahan fungsi
ruang, di pidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Unsur-unsur dalam pasal 69 ayat (1) dijabarkan sebagai berikut :
Unsur Pasal 69 Tersangka
No. Barang Bukti Saksi
ayat (1) (TSK)
1. Setiap orang  KTP  Ketua
 Kartu Lingkungan
Keluarga (RT/RW)
 Akte  Keluarga
kelahiran TSK
 Karyawan
2. tidak menaati  RTRW  Petugas di
rencana tata  Peta Rencana bidang
ruang yang Tata Ruang Penataan
telah di  Peta Tata Ruang
tetapkan Guna Lahan  Pejabat yg
sebagaimana Eksisting mengeluark
di maksud  Sarana, an izin

19
dalam pasal 61 Peralatan  Ahli.
huruf a yang  Karyawan
digunakan  Masyarakat
Contoh : Alat-
alat Berat
untuk
membangun.
 Surat – surat
izin
pemanfaatan
ruang.
3. mengakibatkan  RTRW  Pejabat yg
perubahan  Peta Rencana mengeluark
fungsi ruang Tata Ruang an izin
 Peta Tata  Ahli
Guna Lahan
Eksisting
 Peta overlay
peta rencana
dengan peta
eksisting
 Foto lokasi
 Surat – surat
izin
pemanfaatan
ruang

20
Jumlah ........ Barang ..... Saksi
Bukti

Pasal 70
(1) Setiap orang yang memanfaatkan
ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang sebagaimana di maksud
dalam Pasal 61 huruf b di pidana
dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Unsur-unsur dalam pasal 70 ayat (1) dijabarkan sebagai berikut :


Unsur Pasal 70 Tersangka
No. Barang Bukti Saksi
ayat (1) (TSK)
1. Setiap orang  KTP  Ketua
 Kartu Lingkungan
Keluarga (RT/RW)
 Akte  Keluarga
kelahiran TSK
 Karyawan
2. memanfaatkan  RTRW  Petugas di
ruang  Peta Rencana bidang
Tata Ruang Penataan
Ruang

21
 Peta Tata  Pejabat yg
Guna Lahan mengeluark
Eksisting an izin
 Sarana,  Ahli.
Peralatan  Karyawan
yang  Masyarakat
digunakan
Contoh :
Alat-alat
Berat untuk
membangun.
 Foto lokasi
 bangunan
3. tidak sesuai  Surat – surat  Pejabat yg
dengan izin izin mengeluark
pemanfaatan pemanfaatan an izin
ruang dari ruang  Ahli
pejabat yang
berwenang
Jumlah ........ Barang ..... Saksi
Bukti

b. Sumber daya yang dilibatkan;


1) Tim PPNS Penataan Ruang;
Tim PPNS Penataan Ruang di tetapkan
oleh atasan PPNS Penataan Ruang
serendah-rendahnya setingkat eselon II di

22
pusat dan serendah-rendahnya setingkat
eselon III di daerah.
Pembentukan Tim PPNS Penataan Ruang
perlu memperhatikan:
a) Personil yang ditunjuk mempunyai
moral baik, integritas, dedikasi, dan
professional;
b) Personil PPNS Penataan Ruang yang
ditunjuk sebaiknya tidak memiliki
hubungan keluarga dengan tersangka;
dan
c) Jumlah PPNS Penataan Ruang yang
ditunjuk disesuaikan dengan
kompleksitas kasus yang ditangani.
Contoh:
(1) Penanganan kasus mudah dapat
dilaksanakan oleh 2 (dua) orang
PPNS Penataan Ruang.
(2) Penanganan kasus sedang dapat
dilaksanakan oleh 3 (tiga) orang
PPNS Penataan Ruang.
(3) Penanganan kasus sulit dapat
dilaksanakan oleh 4 (empat) orang
PPNS Penataan Ruang.
(4) Penanganan kasus sangat sulit
dilaksanakan oleh tim yang

23
beranggotakan paling sedikit 5
(lima) orang PPNS Penataan
Ruang.
d) Pembentukan tim supervisi atau
asistensi untuk mengawasi dan
mendukung pelaksanaan penyidikan.
Pembentukan tim supervisi atau
asistensi di tetapkan oleh atasan PPNS
Penataan Ruang serendah-rendahnya
setingkat eselon II di pusat dan
serendah-rendahnya setingkat eselon
III di daerah. Tim supervisi dapat
beranggotakan diluar instansi PPNS
Penataan Ruang. Contoh : penyidik
Polri, Ahli, Instansi terkait lainnya
sesuai kasus yang di tangani.
2) Sarana dan prasarana;
Penyiapan sarana dan prasarana
disesuaikan dengan kebutuhan
penanganan kasus yang ditangani.
3) Anggaran yang diperlukan;
Rencana anggaran biaya yang disesuaikan
dengan kebutuhan penanganan kasus yang
ditangani.
4) Kelengkapan piranti lunak.

24
Piranti lunak disesuaikan dengan
kebutuhan penanganan kasus yang
ditangani. Contoh : Peraturan perundang-
undangan yang terkait, piranti lunak yang
terkait dengan pemetaan.
c. Cara bertindak;
Rencana penentuan cara bertindak meliputi :
1) teknis dan prosedur pengawasan,
pengamatan, penelitian atau pemeriksaan;
dan
2) teknis dan prosedur penyidikan;
d. Waktu yang akan digunakan;
Waktu yang akan digunakan disesuaikan
dengan Kasus yang ditangani
e. Pengendalian penyidikan meliputi :
1) Penyiapan administrasi penyidikan
dengan sistem tata naskah; dan
2) Penyiapan buku kontrol penyidikan oleh
PPNS yang berisi antara lain:
a) Penyusunan jadwal dan materi
supervisi dan/atau asistensi;
b) Penyusunan jadwal evaluasi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, dan
pelaksanaan; dan
c) Pembuatan laporan penyidikan dan
data penyelesaian kasus.

25
2.4 Mekanisme Penyidikan
1. Dimulainya Penyidikan
a. Penyidikan tindak pidana di bidang penataan
ruang dilakukan setelah dikeluarkannya Surat
Perintah Penyidikan oleh pejabat yang
berwenang dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-rendahnya
dengan jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang;
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat perintah penyidikan
ditandatangani oleh PPNS Penataan Ruang
yang diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
b. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan
disampaikan kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Polri.
2. Pemanggilan Saksi atau Tersangka
a. Pemanggilan dilaksanakan sesuai ketentuan
KUHAP yang dilakukan dengan surat

26
panggilan yang sah dengan menyebutkan
status orang yang dipanggil serta alasan
panggilan yang jelas.
b. Surat panggilan dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang;
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat panggilan
ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang bersangkutan dan diketahui
oleh atasan PPNS Penataan Ruang.

27
c. Tata cara pemanggilan:
1) Penyampaian surat panggilan
dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk
oleh PPNS Penataan Ruang atau
disampaikan langsung oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
disertai dengan tanda bukti penerimaan;
2) Penyampaian surat panggilan dapat
dilakukan melalui surat tercatat;
3) Apabila saksi atau tersangka tidak ada
ditempat, maka surat panggilan dapat
disampaikan kepada yang bersangkutan
melalui keluarga atau kepala lingkungan
setempat (RT, RW, desa, dusun, dukuh),
dengan tanda terima.
d. Surat panggilan sudah diterima oleh yang
bersangkutan paling lambat 3 hari sebelum
tanggal kehadiran yang ditentukan.
e. Apabila saksi atau tersangka yang dipanggil
menolak menerima surat panggilan, maka
petugas penyampai surat panggilan dapat
memberikan penjelasan atau menyakinkan
yang dipanggil bahwa:
1) Memenuhi panggilan tersebut adalah
merupakan kewajiban baginya;

28
2) Apabila tidak memenuhi panggilan dapat
dituntut secara hukum berdasarkan pasal
216 KUHP.
f. Surat panggilan wajib diberi nomor sesuai
ketentuan registrasi penyidikan di lingkungan
instansi PPNS Penataan Ruang.
g. Dalam hal panggilan pertama tidak dipenuhi
tanpa alasan yang patut dan wajar, dilakukan
pemanggilan kedua disertai surat perintah
membawa dengan membuat surat permohonan
bantuan membawa saksi atau tersangka ke
penyidik Polri.
h. Pelaksanaan membawa saksi atau tersangka,
dilakukan bersama-sama PPNS Penataan
Ruang dengan Penyidik Polri.
i. Administrasi surat perintah membawa dibuat
oleh PPNS Penataan Ruang dan Penyidik
Polri.
j. Pelaksanaan membawa saksi atau tersangka
dituangkan dalam berita acara.
k. Dalam hal saksi atau tersangka yang dipanggil
berdomisili di luar wilayah kerja PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan,
pemanggilan dapat dilakukan dengan bantuan
Penyidik Polri.

29
l. Untuk memanggil saksi atau tersangka WNI
yang berada di luar negeri, PPNS Penataan
Ruang meminta bantuan kepada Penyidik
Polri.
3. Penangkapan
Dalam hal melakukan Penangkapan, PPNS
Penataan Ruang berkoordinasi terlebih dahulu dan
meminta bantuan kepada Penyidik Polri dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Surat permintaan bantuan penangkapan
ditujukan kepada fungsi reskrim setempat
dengan melampirkan LK, surat perintah
penyidikan dan laporan kemajuan hasil
penyidikan;
b. Sebelum PPNS Penataan Ruang meminta
bantuan penangkapan kepada penyidik Polri,
permintaan dapat didahului secara lisan dengan
menyebutkan atau menjelaskan kasus atau
identitas tersangka;
c. Surat permintaan bantuan penangkapan
memuat:
1) Identitas tersangka;
2) Uraian singkat kasus yang terjadi;
3) Pasal yang dilanggar;
4) Pertimbangan perlunya dilakukan
penangkapan;

30
5) LK;
6) Laporan kemajuan.
d. Surat permintaan bantuan penangkapan dibuat
dengan ketentuan :
a) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
b) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-rendahnya
dengan jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang;
c) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat permohonan bantuan
penangkapan ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
e. Apabila penyidik polri mengabulkan
permintaan bantuan penangkapan,
pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh
penyidik Polri dengan mengikutsertakan
PPNS Penataan Ruang.

31
4. Penahanan
dalam hal melakukan penahanan, PPNS Penataan
Ruang berkoordinasi terlebih dahulu dan meminta
bantuan kepada Penyidik Polri dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Surat permintaan bantuan Penahanan ditujukan
kepada fungsi reskrim setempat dengan
melampirkan LK, surat perintah penyidikan
dan laporan kemajuan hasil penyidikan;
b. Sebelum PPNS Penataan Ruang meminta
bantuan Penahanan kepada penyidik Polri,
permintaan dapat didahului secara lisan
dengan menyebutkan atau menjelaskan kasus
atau identitas tersangka;
c. Surat permintaan bantuan penahanan memuat:
1) Identitas tersangka;
2) Uraian singkat kasus yang terjadi;
3) Pasal yang dilanggar;
4) Pertimbangan perlunya dilakukan
penangkapan;
5) LK;
6) Laporan kemajuan.
d. Surat permintaan bantuan penahanan dibuat
dengan ketentuan :

32
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat permohonan bantuan
penangkapan ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
e. Apabila penyidik polri mengabulkan
permintaan bantuan penahanan, pelaksanaan
penahanan dilakukan oleh penyidik Polri.
f. dalam hal PPNS memerlukan perpanjangan
waktu penahanan untuk kepentingan
penyidikan, mengajukan surat permintaan
bantuan perpanjangan penahanan kepada
Penyidik Polri sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
hari sebelum batas waktu penahanan habis;

33
5. Penggeledahan
dalam hal melakukan penggeledahan, PPNS
Penataan Ruang berkoordinasi terlebih dahulu dan
meminta bantuan kepada Penyidik Polri dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Menyampaikan surat permintaan izin
penggeledahan kepada Ketua Pengadilan
Negeri setempat dengan tembusan Penyidik
Polri;
b. sebelum surat permintaan izin penggeledahan
dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat, PPNS dapat minta pertimbangan
kepada Penyidik Polri tentang alasan perlunya
dilakukan penggeledahan;
c. Surat permintaan bantuan penggeledahan
memuat:
1) sasaran penggeledahan;
2) uraian singkat kasus yang terjadi;
3) pasal yang dilanggar;
4) pertimbangan perlunya dilakukan
penggeledahan;
5) LK;
6) Laporan kemajuan.
d. Surat permintaan bantuan penggeledahan
dibuat dengan ketentuan :

34
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-rendahnya
dengan jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat permohonan bantuan
penggeledahan ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
e. Apabila penyidik polri mengabulkan
permintaan bantuan penggeledahan,
pelaksanaan penggeledahan dilakukan oleh
penyidik Polri dengan mengikutsertakan PPNS
Penataan Ruang.
f. dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak segera dilakukan penggeledahan,
setelah dilakukan penggeledahan wajib segera
melaporkan ke penyidik Polri dan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat guna
memperoleh persetujuan.

35
6. Penyitaan
dalam hal melakukan penyitaan, PPNS Penataan
Ruang melakukan tindakan penyitaan sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Menyampaikan surat permintaan izin
penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat dengan tembusan Penyidik Polri;
b. sebelum surat permintaan izin penyitaan
dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat, PPNS dapat minta pertimbangan
kepada Penyidik Polri tentang alasan perlunya
dilakukan penyitaan;
c. Surat izin penyitaan memuat:
1) sasaran penyitaan;
2) uraian singkat kasus yang terjadi;
3) pasal yang dilanggar;
4) pertimbangan perlunya dilakukan
penyitaan;
5) LK;
6) Laporan kemajuan.
d. Surat izin penyitaan dibuat dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-

36
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat izin penyitaan
ditandatangani oleh PPNS Penataan Ruang
yang bersangkutan dan diketahui oleh
atasan PPNS Penataan Ruang.
e. setelah surat izin penyitaan dikeluarkan oleh
Ketua Pengadilan setempat, PPNS Penataan
Ruang mengeluarkan surat perintah penyitaan
dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat perintah penyitaan
ditandatangani oleh PPNS Penataan Ruang

37
yang bersangkutan dan diketahui oleh
atasan PPNS Penataan Ruang.
f. setelah melakukan penyitaan, PPNS Penataan
Ruang segera membuat berita acara penyitaan
yang ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang melakukan penyitaan dan
pemilik/orang yang menguasai benda yang
disita. Salinan berita acara tersebut diberikan
kepada pemilik/orang yang menguasai benda
yang disita.
g. penyitaan yang dilakukan di luar daerah
hukum PPNS Penataan Ruang, PPNS Penataan
Ruang mengajukan izin terlebih dahulu kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat dimana
akan dilakukan penyitaan, pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan PPNS Penataan Ruang
atau pejabat di bidang Penataan Ruang dan
Polri setempat dimana akan dilakukan
penyitaan.
h. Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak
atau tertangkap tangan, PPNS Penataan Ruang
dapat melakukan penyitaan, yang
pelaksanaannya:
1) tanpa surat izin dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat.
2) tanpa surat perintah penyitaan.

38
3) setelah melakukan penyitaan, PPNS
Penataan Ruang wajib dalam waktu satu
kali dua puluh empat jam segera
melaporkan pelaksanaan penyitaan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat guna
mendapatkan persetujuan.
4) Berita Acara Penyitaan ditandatangani
oleh PPNS Penataan Ruang yang
melakukan penyitaan dan oleh yang
menguasai barang atau tersangka atau
keluarga tersangka dan/atau kepala
desa/ketua lingkungan dan 2 (dua) orang
saksi.
5) setelah dilakukan penyitaan, PPNS
Penataan Ruang memberikan tanda terima
kepada yang menguasai barang atau
tersangka atau keluarga tersangka dan/atau
kepala desa/ketua lingkungan.
6) PPNS Penataan Ruang berwenang
memerintahkan setiap orang untuk tidak
meninggalkan tempat selama proses
penyitaan berlangsung.
7) pelaksanaan penyitaan yang dilakukan di
luar daerah hukum PPNS Penataan Ruang,
PPNS Penataan Ruang segera melaporkan
kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat

39
dimana akan dilakukan penyitaan dan
dikoordinasikan dengan PPNS Penataan
Ruang atau pejabat di bidang Penataan
Ruang dan Polri setempat dimana
dilakukan penyitaan.
i. Berita Acara Penyitaan melampirkan data
benda – benda yang disita secara jelas dan
rinci berkaitan dengan jenis, bentuk dan
jumlahnya.
j. Dalam hal tersangka atau keluarga atau orang
yang menguasai benda yang disita menolak
menandatangani Berita Acara Penyitaan maka
dibuatkan Berita Acara Penolakan
penandatangan dengan memuat alasan
penolakan.
k. Dalam hal pelaksanaan penyitaan dipandang
perlu bantuan pengamanan, PPNS Penataan
Ruang dapat meminta bantuan pengamanan
kepada Polri setempat dengan membuat surat
bantuan pengamanan penyitaan dengan
ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-

40
rendahnya dengan jabatan setingkat
eselon III selaku PPNS Penataan Ruang;
dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat bantuan pengamanan
penyitaan ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
7. Pemeriksaan
a. Dalam mengumpulkan keterangan, PPNS
Penataan Ruang melakukan pemeriksaan
yang dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan berdasarkan ketentuan KUHAP
terhadap:
1) Saksi;
2) Ahli; dan
3) Tersangka.
b. Sebelum melaksanakan pemeriksaan, PPNS
Penataan Ruang wajib:
1) menentukan waktu, tempat, dan
mempersiapkan sarana pemeriksaan;
2) mempelajari kasus yang terjadi dan unsur-
unsur pidananya; dan

41
3) menyusun dan merumuskan daftar
pertanyaan pemeriksaan untuk
mendapatkan jawaban secara garis besar
meliputi :
a) pertanyaan awal yaitu pertayaan yang
menyangkut identitas atau biodata atau
riwayat hidup;
b) pertanyaan pokok, yaitu pertanyaan
yang mengarah atau menggali pada
unsur-unsur tindak pidana;
c) pertanyaan tambahan, yaitu
pertanyaan yang merupakan
pengembangan pertanyaan pokok yang
mengandung hal-hal yang
meringankan atau memberatkan, serta
latar belakang dan faktor dilakukannya
tindak pidana.
c. Pemeriksaan terhadap saksi
1) Saksi diperiksa tanpa disumpah terlebih
dahulu, kecuali ada cukup alasan untuk
diduga tidak dapat hadir dalam
pemeriksaan di Pengadilan dapat
dilakukan penyumpahan atau janji sesuai
dengan keyakinannya.
2) Saksi diperiksa tersendiri, apabila dalam
pemeriksaan saksi terdapat pertentangan

42
atau ketidaksesuaian keterangan antara
saksi dengan tersangka, atau antara saksi
dengan saksi yang lain, PPNS Penataan
Ruang dapat melakukan pemeriksaan
konfrontasi guna mencari persesuaian
serta kepastian keterangan yang benar
atau paling mendekati kebenaran.
3) Pemeriksaan saksi tidak boleh dilakukan
dengan kekerasan atau tekanan.
d. Pemeriksan terhadap ahli
1) Dalam hal diperlukan keterangan ahli,
PPNS Penataan Ruang dapat meminta
bantuan dengan mengajukan permohon
secara tertulis kepada ahli yang
bersangkutan secara langsung atau
melalui instasi dimana ahli dimaksud
bertugas, dengan ketentuan:
a) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat
eselon II selaku PPNS Penataan
Ruang;
b) Tingkat daerah dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
serendah-rendahnya dengan jabatan
setingkat eselon III selaku PPNS
Penataan Ruang; dan

43
c) Dalam hal atasan PPNS Penataan
Ruang sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b tersebut di atas bukan
PPNS Penataan Ruang, maka surat
bantuan keterangan ahli
ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
2) Terhadap ahli yang akan diperiksa
terlebih dahulu diambil sumpah atau
mengucapkan janji bahwa ia akan
memberikan keterangan sesuai dengan
keahliannya.
3) Keterangan ahli dituangkan dalam berita
acara pemeriksaan ahli.
e. Pemeriksan terhadap tersangka
1) Tersangka wajib diberitahu dengan jelas
dalam bahasa yang di mengerti tentang
hak-haknya dan perkara yang
persangkakan kepadanya pada saat
pemeriksaan dimulai.
2) Tersangka dalam pemeriksaan dapat
didampingi oleh penasehat hukum.
3) Tersangka yang tidak mampu untuk
membayar penasehat hukum maka PPNS

44
Penataan Ruang dapat menyediakan
penasehat hukum dengan cuma-cuma
apabila acaman hukuman yang
disangkakan lima tahun atau lebih.
4) Apabila tersangka tidak mengerti dan
tidak dapat berbahasa Indonesia atau
warga negara asing maka PPNS Penataan
Ruang wajib menyediakan penterjemah
yang telah disumpah.
5) Dalam memeriksa tersangka, PPNS
Penataan Ruang wajib:
a) mengambil gambar/foto tersangka
dari jarak dekat (close up), baik dari
depan maupun dari samping.
b) meneliti identitas orang yang
diperiksa dengan mencocokan tanda
pengenal orang yang akan diperiksa
seperti KTP, SIM, Paspor, KIMS, dan
sebagainya.
6) Apabila tersangka menolak
menandatangani Berita Acara
Pemeriksaan, maka PPNS Penataan
Ruang membuat berita acara penolakan
penandatangan berita acara pemeriksaan.
Apabila tersangka tetap menolak
menandatangani berita acara penolakan

45
penandatangan Berita Acara
Pemeriksaan, maka PPNS Penataan
Ruang membuat Berita Acara Penolakan
dimaksud dengan mencantumkan alasan
penolakan tersangka dengan
ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang bersangkutan.
f. Dalam hal diperlukan bantuan teknis
pemeriksaan psikologi guna mendapatkan
keterangan dari saksi dan/atau tersangka,
PPNS Penataan Ruang dapat meminta
bantuan secara tertulis kepada penyidik Polri
dengan ketentuan:
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat
eselon III selaku PPNS Penataan Ruang;
dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat bantuan teknis
pemeriksaan psikologi ditandatangani

46
oleh PPNS Penataan Ruang yang
bersangkutan dan diketahui oleh atasan
PPNS Penataan Ruang.
g. Dalam hal diperlukan pemeriksaan
laboratorium forensik, PPNS Penataan Ruang
dapat meminta bantuan secara tertulis kepada
penyidik Polri dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat bantuan pemeriksaan
laboratorium forensik ditandatangani oleh
PPNS Penataan Ruang yang bersangkutan
dan diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
Surat permintaan bantuan pemeriksaan
laboratorium forensik dengan dilampiri :
1) laporan kejadian;
2) laporan kemajuan;

47
3) berita acara penemuan, penyitaan,
penyisihan, pembungkusan, dan
penyegelan barang bukti.
h. Dalam hal diperlukan pemeriksaan
identifikasi, PPNS Penataan Ruang dapat
meminta bantuan secara tertulis kepada
penyidik Polri dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-
rendahnya dengan jabatan setingkat eselon
III selaku PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat bantuan pemeriksaan
identifikasi ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
Surat permintaan bantuan pemeriksaan
identifikasi dengan dilampiri :
1) laporan kejadian;
2) laporan kemajuan;

48
3) berita acara pemeriksaan saksi/tersangka;
8. Rekonstruksi
Untuk memberikan gambaran serta meyakinkan
pemeriksa atas kebenaran keterangan tersangka
atau saksi dalam memperjelas suatu rangkaian
kegiatan terjadinya suatu tindak pidana, dapat
dilakukan rekonstruksi dengan memperagakan
kembali cara tersangka melakukan tindak pidana
yang dipandu dengan skenario dari hasil
pemeriksaan yang telah didapat.
9. Pengambilan Sumpah Saksi dan Ahli
a. Apabila berdasarkan hasil pengamatan PPNS
Penataan Ruang timbul dugaan bahwa saksi
yang diperiksa tidak akan hadir dalam
pemeriksaan di sidang pengadilan, maka
dilakukan pengambilan sumpah atau janji
sebelum pemeriksaan di tingkat penyidikan
dimulai.
b. Apabila dalam proses pemeriksaan saksi yang
diperiksa memberitahukan kepada PPNS
Penataan Ruang bahwa dirinya tidak dapat
hadir dalam tahap peradilan, PPNS Penataan
Ruang menuangkan informasi tersebut dalam
Berita Acara Pemeriksaan dan melakukan
pengambilan sumpah atau janji saksi yang
bersangkutan.

49
1) Dalam Berita Acara Pengambilan sumpah
atau janji saksi atau ahli, dicantumkan
identitas masing-masing orang yang
menandatangani berita acara tersebut.
2) Inti sumpah atau janji adalah pernyataan
saksi atau ahli, bahwa ia akan atau telah
memberi keterangan yang sebenarnya.
3) PPNS Penataan Ruang menyediakan
minimal 2 (dua) orang yang dapat
diangkat sebagai saksi dalam
pengambilan sumpah atau janji saksi atau
ahli.
4) Sebelum pengambilan sumpah atau janji
agar ditanyakan terlebih dahulu agama
saksi atau ahli dan kesediaannya untuk
diambil sumpahnya.
5) Tata cara pengambilan sumpah atau janji
dilakukan sesuai dengan agama dan
kepercayaan saksi atau ahli. Naskah
pengambilan sumpah atau janji dibacakan
oleh PPNS Penataan Ruang atau
rohaniwan dan diikuti oleh saksi atau ahli
yang diambil sumpahnya.
6) Berita acara pengambilan sumpah atau
janji saksi atau ahli dibuat oleh PPNS
Penataan Ruang dan ditandatangani oleh

50
PPNS Penataan Ruang yang mengambil
sumpah, orang yang disumpah, dan para
saksi.
7) Naskah sumpah atau janji dan
kelengkapan lainnya disesuaikan dengan
agama saksi atau ahli sebagai berikut:
a) Saksi:
(1) Untuk yang beragama Islam.
“Demi Allah, saya bersumpah,
bahwa saya sebagai saksi telah
atau akan)* memberikan
keterangan yang sebenarnya,
tidak lain dari yang sebenarnya.
Apabila saya tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya, saya
akan mendapat kutukan dari
Tuhan.”
(2) Untuk yang beragama Katolik.
“Demi Allah, Bapak, Putra, dan
Roh Kudus, saya bersumpah,
bahwa saya sebagai Saksi, telah
atau akan)* menerangkan dengan
sungguhsungguh dan sebenarnya,
tidak lain dari yang sebenarnya.
Jika saya berdusta, saya akan
mendapat hukuman dari Tuhan.”

51
(3) Untuk yang beragama Protestan.
“Demi Allah saya bersumpah,
bahwa saya sebagai Saksi, telah
atau akan)* menerangkan dengan
sungguhsungguh dan sebenarnya,
tidak lain dari yang sebenarnya.
Jika saya berdusta, saya akan
mendapat hukuman dari Tuhan.
Semoga Allah menolong saya.”
(4) Untuk yang beragama Hindu
Dharma.
“Demi Ida Sanghyang Widi
Wasa, saya bersumpah, bahwa
saya sebagai saksi, telah atau
akan)* memberikan keterangan
yang sebenarnya, tidak lain dari
yang sebenarnya. Apabila saya
tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya, saya akan
mendapat kutukan dari Tuhan.”
(5) Untuk yang beragama Budha.
“Demi Sanghyang Adhi Budha,
saya berjanji, bahwa saya sebagai
Saksi, telah atau akan)*
memberikan keterangan yang
sebenarnya. Jika saya berdusta

52
atau menyimpang dari pada yang
telah saya ucapkan ini, maka saya
bersedia menerima karma yang
buruk.”
(6) Untuk yang memeluk Aliran
Kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
“Demi Tuhan Yang Maha Esa,
saya berjanji bahwa saya, telah
atau akan)* memberikan
keterangan yang sebenarnya,
tidak lain dari yang sebenarnya.
Dan jika saya, tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya
semoga Tuhan yang Maha Esa
memberikan kutukan kepada
saya.”
b) Ahli:
(a) Untuk yang beragama Islam:
“Demi Allah, saya bersumpah,
bahwa saya sebagai Ahli telah
atau akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan
saya yang sebaikbaiknya, tidak
lain dari pada yang sebaik-
baiknya. Apabila saya tidak

53
memberikan keterangan yang
sebenarnya, saya akan mendapat
kutukan dari Tuhan.”
(b) Untuk yang beragama Katolik:
“Demi Allah, Bapak, Putra dan
Roh Kudus, saya bersumpah,
bahwa saya sebagai Ahli, telah
atau akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya, tidak
lain dari pada yang sebaik-
baiknya. Jika saya berdusta, saya
akan mendapat hukuman dari
Tuhan.”
(c) Untuk yang beragama Protestan:
“Demi Allah saya bersumpah,
bahwa saya sebagai Ahli, telah
atau akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan
saya yang sebaikbaiknya, tidak
lain dari pada yang sebaik-
baiknya. Jika saya berdusta, saya
akan mendapat hukuman dari
Tuhan. Semoga Allah menolong
saya.”

54
(d) Untuk yang beragama Hindu
Dharma:
“Demi Ida Sanghyang Widi
Wasa, saya bersumpah, bahwa
saya sebagai Ahli, telah atau
akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang
sebaik-baiknya, tidak lain dari
pada yang sebaik-baiknya.
Apabila saya tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya, saya
akan mendapat kutukan dari
Tuhan.”
(e) Untuk yang beragama Budha:
“Demi Sanghyang Adhi Budha,
saya berjanji, bahwa saya sebagai
Ahli, telah atau akan)*
memberikan keterangan menurut
pengetahuan saya yang sebaik-
baiknya tidak lain dari pada yang
sebaik-baiknya. Jika saya
berdusta atau menyimpang dari
pada yang telah saya ucapkan ini,
maka saya bersedia menerima
karma yang buruk.”

55
(f) Untuk yang memeluk Aliran
Kepercayaan Kepada Tuhan
Yang Maha Esa:
“Demi Tuhan Yang Maha Esa,
saya berjanji bahwa saya sebagai
Ahli, telah atau akan)*
memberikan keterangan menurut
pengetahuan saya yang sebaik-
baiknya, tidak lain dari pada yang
sebaik-baiknya. Dan jika saya,
tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya semoga Tuhan
yang Maha Esa memberikan
kutukan kepada saya.”
10.Pencegahan
a. Untuk kepentingan penyidikan tindak
pidana di bidang penataan ruang, dapat
dilakukan pencegahan terhadap seseorang
yang diduga kuat merupakan pelaku atau
orang yang bertanggungjawab terhadap
tindak pidana di bidang penataan ruang.
b. Permintaan pencegahan diajukan secara
tertulis kepada :
1) Tingkat pusat kepada Bareskrim Polri
up. Biro Korwas PPNS.

56
2) Tingkat daerah atau wilayah kepada
Dit.Reskrimsus atau Sat. Reskrim.
c. Surat permohonan Permintaan pencegahan
diajukan secara tertulis dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat
eselon II selaku PPNS Penataan
Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
serendah-rendahnya dengan jabatan
setingkat eselon III selaku PPNS
Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan
Ruang sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b tersebut di atas bukan
PPNS Penataan Ruang, maka surat
permintaan pencegahan
ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.
d. Surat permohonan permintaan pencegahan
memuat identitas orang yang dikenakan
pencegahan yang meliputi sekurang-
kurangnya:

57
1) Nama;
2) Umur;
3) Pekerjaan;
4) Alamat;
5) Jenis kelamin;
6) Kewarganegaraan;
7) Pertimbangan perlunya dilakukan
pencegahan.
11. Penyelesaian Berkas Perkara
a. penyelesaian berkas perkara merupakan
kegiatan akhir dari proses penyidikan.
b. ringkasan (resume) kasus yang ditangani,
ditulis sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Diketik di atas kertas folio warna putih,
dengan jarak 1,5 (satu setengah) spasi;
2) Di antara spasi tidak boleh dituliskan
apapun;
3) Kata-kata harus ditulis lengkap, tidak
diperbolehkan menggunakan singkatan
kecuali singkatan kata resmi dan
dikenal umum;
4) Penulisan angka yang menyebutkan
jumlah harus diulangi dengan huruf
dalam tanda kurung;

58
5) Nama orang ditulis dengan huruf besar
(huruf balok);
6) Tata urut pembuatan resume sebagai
berikut:
a) Dasar;
Memuat dasar dalam melakukan
penanganan pelangaran tindak
pidana Penataan Ruang antara lain
dengan menyebutkan Surat LK,
Surat Perintah Penyidikan dan
SPDP.
b) Perkara, berisi uraian singkat
tentang tindak pidana yang terjadi
dengan menyebutkan:
(1) Pasal pidana yang
dipersangkakan;
(2) Pelaku dengan identitas yang
lengkap dan jelas;
(3) Tempat dan waktu kejadian;
(4) Dampak/korban terhadap
lingkungan/ harta benda/jiwa;
dan
(5) Taksiran kerugian.
c) Fakta-fakta memuat antara lain :
(1) penanganan TKP

59
memuat antara lain : proses
yang dilakukan oleh penyidik
terhadap tempat kejadian
perkara yang dituangkan
dalam berita acara. Contoh :
(a) Atas dasar Laporan
Kejadian No. ..., tanggal
…, Penyidik berdasarkan
Surat Perintah Tugas No.
… tanggal … dan Surat
Perintah Penyidikan No.
… tanggal … telah
mendatangi lokasi dalam
rangka pengumpulan
barang bukti dan
keterangan dengan cara
mencari informasi ke
warga sekitar tentang
dugaan terjadinya tindak
pidana penataan ruang,
dan
mendokumentasikannya
dengan menggambar
Sketsa Situasi tertanggal
…, dan mengambil Foto

60
bangunan … tertanggal
…,
(b) Hasil pengumpulan
barang bukti dan
keterangan di lapangan
dituangkan dalam Berita
Acara Tempat Kejadian
Perkara No. … pada
tanggal ...
(2) Pemanggilan
Memuat surat – surat
panggilan terhadap saksi, ahli
dan tersangka dalam proses
penyidikan. Contoh :
(a) Dengan Surat Pangggilan
saksi No. … tanggal …
terhadap … untuk hadir
tanggal … dan telah
dibuatkan Berita Acara
Pemeriksaan tanggal ...
(b) Dengan Surat Pangggilan
tersangka No. … tanggal
… terhadap … untuk
hadir tanggal … dan telah
dibuatkan Berita Acara
Pemeriksaan tanggal ...

61
(c) Dengan Surat Permintaan
Bantuan Keterangan Ahli
No. … tanggal …
terhadap … untuk hadir
tanggal … dan telah
dibuatkan Berita Acara
Pemeriksaan tanggal ...
(3) Penangkapan
Memuat surat – surat
panggilan terhadap saksi, ahli
dan tersangka dalam proses
penyidikan.
(4) Penahanan;
(a) Surat permohonan
bantuan penahanan
(b) Surat permohonan
tambahan waktu
penahanan.
(5) Penggeledahan;
(a) Surat izin atau
permohonan
penggeledahan ke Ketua
Pengadilan Negeri
Setempat;

62
(b) Surat bantuan
penggeledahan ke
penyidik Polri.
(6) Penyitaan
Memuat surat – surat perintah
penyitaan dan surat penetapan
sita. Contoh :
(a) Dengan Surat Perintah
Penyitaan Nomor ..
tanggal .. terhadap barang
bukti yang berada pada
tersangka ...-
(b) Dengan Surat Penetapan
Sita dari Ketua
Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor …
tanggal … yang
menyetujui untuk
menyita barang-barang
bergerak berupa :…
(c) Dokumen Izin
Pemanfaatan Ruang
Peruntukan Bangunan …
tanggal … Nomor … dan
Nomor …

63
(d) Dokumen Izin
Mendirikan Bangunan …
tanggal … Nomor … dan
Nomor …
(e) Dokumen Sertifikat Hak
Bangunan Nomor … dan

(7) Keterangan saksi
Memuat kerangan identitas
saksi dan keterangan kejadian.
Contoh :
(a) Nama …, Tempat/tanggal
lahir : …, Pekerjaan …,
Agama …, Alamat …,
Provinsi …,
Kewarganegaraan …
(b) Menerangkan :
(1). Bahwa pada waktu
pemeriksaan, Saksi
dalam keadaan sehat
jasmani dan
rohani…,
(2).Bahwa pada tanggal
… saksi…,
(3).Bahwa saksi melihat
bahwa ada…,

64
berdasarkan hal
tersebut saksi
menduga telah
terjadi pelanggaran
pemanfaatan ruang
dan kemudian
melaporkannya
kepada Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Penataan Ruang di ...
(8) Keterangan ahli
Memuat kerangan identitas
saksi dan keterangan
kejadian. Contoh :
(a) Nama : …,
Tempat/tanggal lahir : …,
Pekerjaan: …, Agama: …,
Provinsi …,
Kewarganegaraan …
(b) Menerangkan :
(1). Bahwa pada waktu
pemeriksaan, Ahli
dalam keadaan sehat
jasmani dan
rohani…,

65
(2). Bahwa Ahli
menjelaskan
pelanggaran
penataan ruang
secara umum
merupakan adalah
tidak ditaatinya
rencana tata ruang
yang sudah
mempunyai aspek
legalitas seperti
Perda
Kabupaten/Kota
atau Perda Provinsi,
dan/atau melanggar
Undang-Undang No.
26 Tahun 2007
tentang Penataan
Ruang…,
(3). Bahwa Ahli
menjelaskan yang
dimaksud dengan
tindak pidana dalam
penataan ruang
adalah adalah segala
perbuatan yang

66
dilakukan oleh
seseorang atau
korporasi yang
melanggar unsur-
unsur pidana
sebagaimana yang
terkandung dalam
Undang-Undang No.
26 Tahun 2007
tentang Penataan
Ruang…
(9) Keterangan tersangka
Memuat kerangan identitas
saksi dan keterangan kejadian.
Contoh :
(a) Nama : …,
Tempat/tanggal lahir : …,
Pekerjaan: …, Agama: …,
Provinsi …,
Kewarganegaraan …
(b) Menerangkan :
(1). Bahwa pada waktu
pemeriksaan,
Tersangka dalam
keadaan sehat

67
jasmani dan
rohani…,
(2). Bahwa Tersangka
mengenal … pada
tahun …, dimana
pada saat itu
Tersangka … yang
terletak di ...,
(10) Barang bukti.
(a) Surat Penyitaan barang
bukti;
(b) Surat bantuan penyitaan
barang bukti ke penyidik
Polri; dan
(c) Berita Acara Barang
Bukti.
d) Pembahasan:
Memuat analisis kasus dan analisis
yuridis yang merupakan gambaran
konstruksi dan analisis dari tindak
pidana yang didasarkan pada
hubungan yang logis antara fakta-
fakta yang ada dengan keterangan
yang diperoleh, baik dari
tersangka, maupun saksi atau ahli,
hubungan yang logis antara

68
keterangan yang satu dengan
keterangan yang lainnya, serta
hubungan yang logis antara barang
bukti yang ada dengan fakta
maupun keterangan yang
diperoleh, yang dikaitkan dengan
unsur hukum dari pasal pidana
yang dipersangkakan;
Contoh :
(a) Analisis Kasus
Berdasarkan fakta-fakta yang
ada maupun dari keterangan
saksi, keterangan ahli,
keterangan tersangka dan
barang bukti yang disita,
bahwa : …
Berdasarkan keterangan Saksi
… menjelaskan bahwa …
merupakan pelanggaran
pemanfaatan ruang kemudian
Saksi … memotretnya sebagai
barang bukti…
(b) Analisis Yuridis
Berdasarkan analisis kasus dan
fakta-fakta kasus diatas
didapat petunjuk bahwa telah

69
terjadi tindak pidana penataan
ruang yaitu dengan tidak
menaati rencana tata ruang
yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang yang
dilakukan oleh Tersangka …
Sehubungan dengan tindak
pidana penataan ruang yang
telah dilakukan oleh Tersangka
… dipersangkakan telah
melanggar Pasal … ayat …
Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan
Ruang…
Unsur-unsur Pasal … ayat … :
Fakta-fakta yang dapat
diungkapkan atas nama
Tersangka … berdasarkan
keterangan saksi, keterangan
tersangka alat bukti yang
berhasil diperoleh sebagai
berikut:….
Saksi … menerangkan bahwa
pemilik … adalah Tersangka
… berdasarkan keterangan
yang diketahui Saksi … dari

70
keterangan yang diberikan
oleh …
e) Kesimpulan:
Memuat kesimpulan PPNS
Penataan Ruang yang dibuat
berdasarkan pembahasan mengenai
sangkaan perbuatan pidana yang
dilakukan oleh masing-masing
tersangka dan perbuatannya yang
telah memenuhi unsur-unsur pasal
dalam Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yang dipersangkakan;
Contoh :
Berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dari analisis kasus
dan analisa yuridis, serta
keterangan para saksi, ahli,
barang bukti yang ada dan
dari keterangan, tersangka
sendiri, selanjutnya penyidik
membuat kesimpulan sebagai
berikut:..
Bahwa Tersangka … telah
cukup bukti diduga keras
melakukan tindak pidana

71
penataan ruang yaitu tidak
menaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan perubahan
fungsi ruang yaitu …
Bahwa Tersangka … dapat
dipersangkakan telah
melanggar Pasal … ayat …
Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang…
c. Resume, berita acara, dan kelengkapan
administrasi penyidikan disusun sebagai
berkas perkara dengan urutan yang telah
ditentukan.
12.Penyerahan Berkas Perkara
a. Penyerahan berkas hasil penyidikan oleh
PPNS Penataan Ruang kepada penuntut
umum pada dasarnya merupakan
pelimpahan tanggung jawab atas suatu
perkara dari PPNS Penataan Ruang ke
penuntut umum;
b. Pelaksanaan penyerahan Berkas Perkara
dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1) Tahap pertama, yaitu penyerahan berkas
perkara;

72
2) Tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka
dan barang bukti setelah berkas perkara
dinyatakan lengkap oleh penuntut umum.
c. Pelaksanaan penyerahan Berkas Perkara
tahap pertama dilaksanakan dengan
ketentuan :
1) Pembuatan surat pengantar penyerahan
berkas perkara dengan ketentuan:
a) Tingkat pusat dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
setingkat eselon II selaku PPNS
Penataan Ruang;
b) Tingkat daerah dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
serendah-rendahnya dengan jabatan
setingkat eselon III selaku PPNS
Penataan Ruang; dan
c) Dalam hal atasan PPNS Penataan
Ruang sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b tersebut di atas bukan
PPNS Penataan Ruang, maka surat
pengantar penyerahan berkas perkara
ditandatangani oleh PPNS Penataan
Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.

73
2) Pelaksanaan penyerahan berkas perkara
kepada Penuntut Umum dilaksanakan
melalui Penyidik Polri.
3) Penyidik Polri yang telah menerima
penyerahan berkas perkara melakukan
penelitian bersama dengan PPNS
Penataan Ruang, dan apabila telah
lengkap segera menyerahkan kepada
Penuntut Umum.
4) Apabila berkas perkara dikembalikan
oleh Penuntut umum, PPNS Penataan
Ruang melengkapi sesuai petunjuk
Penuntut Umum yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Penyidik
Polri.
5) Setelah PPNS Penataan Ruang
melengkapi berkas perkara sesuai
petunjuk Penuntut Umum, PPNS
Penataan Ruang wajib menyerahkan
berkas perkara kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Polri dalam waktu 14
(empat belas) hari kerja, sejak
diterimanya petunjuk.
6) Apabila dalam waktu 14 (empat belas)
hari berkas perkara tidak dikembalikan
oleh Penuntut Umum, penyidikan kerja

74
dianggap lengkap dan PPNS Penataan
Ruang menyerahkan tanggungjawab
tersangka dan barang bukti ke Penuntut
Umum melalui Penyidik Polri.
d. Pelaksanaan penyerahan Berkas Perkara
tahap kedua dilaksanakan dengan
ketentuan :
1) dilaksanakan setelah penyerahan
berkas tahap pertama dinyatakan
lengkap oleh Jaksa Penutut Umum
(P21).
2) Penyerahan perkara tahap kedua
kepada Penuntut Umum dilaksanakan
melalui Penyidik Polri.
3) Penyerahan tersangka dan barang
bukti dilaksanakan dengan surat
pengantar dengan ketentuan :
a) Tingkat pusat dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
setingkat eselon II selaku PPNS
Penataan Ruang;
b) Tingkat daerah dikeluarkan oleh
atasan PPNS Penataan Ruang
serendah-rendahnya dengan
jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang; dan

75
c) Dalam hal atasan PPNS Penataan
Ruang sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan b tersebut di atas
bukan PPNS Penataan Ruang,
maka surat pengantar penyerahan
tersangka dan barang bukti
ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang
bersangkutan dan diketahui oleh
atasan PPNS Penataan Ruang.
4) Pelaksanaan penyerahan tersangka
dan barang bukti dibuatkan berita
acaranya.
2.5 Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan
1. Atasan PPNS Penataan Ruang
Atasan PPNS Penataan Ruang memberikan
petunjuk atau arahan tentang kegiatan penyidikan
secara rinci dan jelas, untuk menghindari
kesalahan penafsiran oleh PPNS Penataan Ruang
yang akan maupun sedang melakukan penyidikan;
2. Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas
PPNS
Pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan
oleh Penyidik Polri dilakukan dalam bentuk
pemberian bantuan penyidikan kepada atasan
PPNS Penataan Ruang dan PPNS Penataan Ruang

76
dalam melaksanakan tugas penyidikan. Bantuan
tersebut meliputi:
a. bantuan taktis, baik berupa personil, peralatan
yang diperlukan, dan pengerahan kekuatan;
b. bantuan teknis berupa labfor, identifikasi, dan
psikologi;
c. bantuan upaya paksa berupa pemanggilan,
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
d. bantuan konsultasi.
3. Gelar perkara
Gelar Perkara adalah kegiatan PPNS Penataan
Ruang untuk memaparkan perkara dan tindakan
yang akan, sedang dan telah dilakukan penyidikan,
guna memperoleh kesimpulan.
PPNS Penataan Ruang menyelenggarakan gelar
perkara terhadap setiap perkara yang ditangani,
dan dapat dihadiri oleh pihak – pihak terkait.
Gelar perkara dilaksanakan pada:
a. awal penyidikan, dilaksanakan untuk:
1) menentukan peristiwa yang akan ditangani
merupakan tindak pidana atau bukan;
2) menentukan pasal yang disangkakan;
3) menyusun rencana penyidikan.
b. pertengahan penyidikan, dilaksanakan untuk:

77
1) menyempurnakan ketepatan penerapan
pasal;
2) mengetahui perkembangan penyidikan;
3) mengetahui dan mengatasi kendala atau
kekurangan penyidikan;
4) melengkapi alat bukti; dan
5) menyempurnakan proses penyidikan.
c. akhir penyidikan dilaksanakan untuk.
1) menganalisis secara yuridis terhadap
keterkaitan saksi, tersangka dan barang
bukti untuk memenuhi unsur-unsur pasal
yang disangkakan;
2) menganalisis perbuatan pelaku untuk
menentukan peran;
3) mengetahui kelengkapan administrasi
penyidikan; dan
4) mengetahui kelengkapan berkas perkara.
2.6 Penghentian Penyidikan
1. Penghentian penyidikan merupakan salah satu
kegiatan penyelesaian perkara yang dilakukan
apabila:
a. Tidak terdapat cukup bukti.
b. Peristiwa yang terjadi bukan merupakan tindak
pidana.
c. Perkara dihentikan demi hukum karena:
1) Tersangka meninggal dunia.

78
2) Masa tindak pidana telah kadaluarsa
dan/atau .
3) Tindak pidana tersebut tidak dapat diperiksa
kembali karena telah memperoleh putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap (nebis in idem).
2. Penghentian penyidikan dilakukan dengan:
a. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan
dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-rendahnya
dengan jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat Penghentian Penyidikan
ditandatangani oleh PPNS Penataan Ruang
yang bersangkutan dan diketahui oleh
atasan PPNS Penataan Ruang.
b. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang
disampaikan kepada tersangka atau keluarganya

79
atau penasehat hukumnya, Penuntut Umum dan
Penyidik Polri.
3. Dalam hal ditemukan bukti baru dan/atau
penghentian penyidikan dinyatakan tidak sah oleh
putusan pra peradilan, maka PPNS Penataan Ruang
wajib melanjutkan penyidikan kembali dengan
ketentuan:
a. Menerbitkan Surat Ketetapan Pencabutan
Penghentian Penyidikan dengan ketentuan :
1) Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang setingkat eselon II
selaku PPNS Penataan Ruang;
2) Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan
PPNS Penataan Ruang serendah-rendahnya
dengan jabatan setingkat eselon III selaku
PPNS Penataan Ruang; dan
3) Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan
Ruang, maka surat Pencabutan Penghentian
Penyidikan ditandatangani oleh PPNS
Penataan Ruang yang bersangkutan dan
diketahui oleh atasan PPNS Penataan
Ruang.

80
b. Membuat Surat Perintah Penyidikan Lanjutan
dan diberitahukan kepada Penuntut Umum dan
Kepolisian.
2.7 Pelimpahan Penyidikan
1. Pelimpahan penyidikan dari PPNS Penataan Ruang
kepada Penyidik Polri, dilaksanakan apabila:
a. peristiwa pidana yang ditangani, meliputi lebih
dari satu wilayah hukum PPNS Penataan
Ruang;
b. berdasarkan pertimbangan keamanan dan
geografi, PPNS Penataan Ruang tidak dapat
melakukan penyidikan; dan
c. peristiwa pidana yang ditangani, merupakan
gabungan tindak pidana tertentu dan tindak
pidana umum, kecuali tindak pidana yang
bukan merupakan kewenangan Penyidik Polri.
2. Pelimpahan penyidikan dari PPNS Penataan Ruang
kepada Penyidik Polri, dilaksanakan dengan surat
pelimpahan dengan ketentuan:
a. Tingkat pusat dikeluarkan oleh atasan PPNS
Penataan Ruang setingkat eselon II selaku
PPNS Penataan Ruang;
b. Tingkat daerah dikeluarkan oleh atasan PPNS
Penataan Ruang serendah-rendahnya dengan
jabatan setingkat eselon III selaku PPNS
Penataan Ruang; dan

81
c. Dalam hal atasan PPNS Penataan Ruang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
tersebut di atas bukan PPNS Penataan Ruang,
maka surat Pelimpahan Penyidikan
ditandatangani oleh PPNS Penataan Ruang
yang bersangkutan dan diketahui oleh atasan
PPNS Penataan Ruang.
3. Dalam pelaksanaan pelimpahan penyidikan
dibuatkan berita acara.
4. Pelaksanaan penyidikan selanjutnya, dapat
melibatkan PPNS Penataan Ruang terkait.
3. ADMINISTRASI PENYIDIKAN
PPNS Penataan Ruang wajib melaksanakan administrasi
penyidikan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban
dalam pelaksanaan penyidikan.
Administrasi PPNS Penataan Ruang terdiri dari:
3.1 Kelengkapan Administrasi yang merupakan isi Berkas
Perkara.
1. Penyusunan isi Berkas Perkara
Penyusunan isi berkas perkara merupakan kegiatan
penempatan urutan lembaran kelengkapan
administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas
perkara yang disusun dalam satu berkas perkara.
Penyusunan isi berkas perkara dilakukan setelah
pembuatan resume.

82
Adapun kelengkapan administrasi penyidikan
yang merupakan isi berkas perkara adalah:
a. Sampul berkas perkara (PPNS: A.1)
Yang dimaksud dengan sampul berkas
perkara adalah kulit depan dan belakang
berkas perkara.
1) Sampul depan berkas perkara berisi:
a) Nomor dan tanggal Laporan
Kejadian.
b) Nama, nama kecil, alias tempat
tanggal lahir/umur agama
kewarganegaraan tempat tinggal,
pekerjaan, sudah pernah dihukum
berapa kali.
c) Tanggal mulai ditahan.
d) Tanggal penangguhan penahanan atau
pengalihan jenis penahanan atau
pengeluaran dari tahanan.
e) Sampul diberi nomor, tanggal dan
tempat, serta ditanda tangani oleh
PPNS Penataan Ruang yang
melakukan penyidikan dan diketahui
oleh pimpinan Penyidik atau pejabat
yang ditunjuk.

83
f) Penomoran dilakukan sesuai dengan
nomor urut dalam Buku Registrasi
Berkas Perkara.
g) Dibuat paling sedikit 4 (empat)
rangkap sesuai dengan jumlah berkas
perkara.
2) Daftar isi berkas perkara (PPNS: A.2)
a) Daftar isi berkas perkara
menunjukkan urutan dan isi berkas
tersebut.
b) Maksud daftar isi adalah untuk
mengetahui kelengkapan isi berkas
dan memudahkan mempelajari
perkara pidana.
3) Resume (PPNS: A.3)
a) Resume merupakan ikhtisar dan
kesimpulan dari hasil pemeriksaan
tindak pidana yang terjadi dengan
cara penulisan tertentu.
b) Pembuatan resume supaya memenuhi
persyaratan formal dan material
(vide : pembuatan resume).
c) Dibuat paling sedikit 4 (empat)
rangkap sesuai dengan jumlah berkas
perkara.
4) Laporan Kejadian (PPNS: A.4)

84
Laporan Kejadian merupakan bukti
tertulis telah diterimanya:
a) Laporan/pengaduan, atau diketahui
langsung tentang sesuatu peristiwa
yang diduga tindak pidana.
b) Tertangkap tangan.
c) Laporan Kejadian dicatat dalam Buku
Registrasi
d) Laporan Kejadian dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut yang ada
dalam buku registrasi.
5) Surat Perintah Penyidikan (PPNS: A.5)
Surat Perintah Penyidikan dicatat dalam
Buku Registrasi Surat Perintah
Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut yang ada dalam buku
registrasi tersebut.
6) Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (PPNS: A. 6)
a) Surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan dibuat dalam 6 (enam)
rangkap (warna putih) dengan
perincian sebagai berikut:
(1) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;

85
(2) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(3) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Pemberitahuan
Dimulainya/Dihentikannya
Penyidikan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut yang ada
dalam buku registrasi tersebut.
7) Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(PPNS: A.7)
Surat Perintah Penghentian Penyidikan
dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penyidikan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut yang ada dalam
buku registrasi tersebut.
8) Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan
(PPNS: A.8)
Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan
dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penyidikan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut yang ada dalam
buku registrasi tersebut.
9) Surat Pemberitahuan Dihentikannya
Penyidikan (PPNS: A.9)

86
a) Surat pemberitahuan dihentikannya
penyidikan dibuat dalam 6 (enam)
rangkap (warna putih) dengan
perincian sebagai berikut:
(1) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(2) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(3) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat pemberitahuan dihentikannya
penyidikan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Pemberitahuan
Dimulainya atau Dihentikannya
Penyidikan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut berikutnya
dari buku registrasi tersebut.
10) Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian
Penyidikan (PPNS: A.10)
11) Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian
Penyidikan dicatat dalam Buku
Registrasi Perintah Penyidikan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut
berikutnya dari buku registrasi tersebut.
12) Surat Perintah Penyidikan Lanjutan
(PPNS: A.11).

87
13) Surat Perintah Penyidikan Lanjutan
dicatat dalam Buku Register Surat
Perintah Penyidikan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut berikutnya dari
buku registrasi tersebut.
14) Surat Panggilan (PPNS: A.12)
a) Surat panggilan dibuat 7 (tujuh)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut:
(1) 4 (empat) lembar untuk berkas
perkara;
(2) 1 (satu) lembar untuk yang
dipanggil;
(3) 1 (satu) lembar untuk Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Penataan
Ruang;
(4) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Panggilan pertama dicatat
dalam Buku Registrasi Surat
Panggilan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku
Registrasi Surat Panggilan.
c) Untuk panggilan kedua
menggunakan nomor yang sama
dengan panggilan pertama

88
ditambahkan dengan huruf a dengan
kode tanggal dan bulan disesuaikan.
15) Surat Permohonan Bantuan Membawa
Tersangka/Saksi (PPNS: A.13)
a) Surat Permohonan Bantuan
Membawa Tersangka/Saksi dibuat 7
(tujuh) rangkap (semua warna putih)
dengan perincian sebagai berikut:
(1) 1 (satu) lembar untuk
tersangka/saksi;
(2) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(3) 1 (satu) lembar untuk
Penyidik/Petugas;
(4) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Perintah Membawa
Tersangka/Saksi dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Panggilan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut
selanjutnya dari Buku Registrasi
Surat Panggilan.
16) Surat Ketetapan Penunjukan Penasehat
Hukum (PPNS: A.14)
17) Surat Kuasa Penasehat Hukum (PPNS:
A.15)

89
18) Surat Permohonan Bantuan Penangkapan
(PPNS: A.16)
a) Surat Permohonan Bantuan
Penangkapan dibuat 9 (sembilan)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut:
(1) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(2) 1 (satu) lembar untuk tersangka;
(3) 1 (satu) lembar untuk keluarga
tersangka;
(4) 1 (satu) lembar untuk
Penyidik/Petugas;
(5) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(6) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Permohonan Bantuan
Penangkapan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Perintah
Penangkapan/Pelepasan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut yang
ada dalam buku registrasi tersebut.
19) Surat Permohonan Bantuan Pelepasan
Tersangka (PPNS: A.17)
20) Surat Permohonan Bantuan Pelepasan
Tersangka dicatat dalam Buku Registrasi

90
Surat Perintah Penangkapan/Pelepasan
dan diberi nomor sama dengan nomor
surat perintah penangkapan ditambah
huruf a, dengan kode tanggal dan bulan
disesuaikan.
21) Surat Permohonan Bantuan Penahanan
(PPNS: A.18)
a) Surat Permohonan Bantuan
Penahanan dibuat 10 (sepuluh)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut:
(1) 4 (empat) lembar untuk
Berkas Perkara;
(2) 1 (satu lembar untuk yang
ditahan;
(3) 1 (satu) lembar untuk
keluarga;
(4) 1 (satu) lembar untuk Ketua
Pengadilan Negeri apabila
dilakukan perpanjangan
penahanan;
(5) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(6) 1 (satu) lembar untuk Pejabat
Rutan/Cabang Rutan;
(7) 1 (satu) lembar untuk arsip.

91
b) Surat Permohonan Bantuan
Penahanan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut dalam buku
tersebut.
22) Surat Permohonan Bantuan Penangguhan
Penahanan (PPNS: A.19)
a) Surat Permohonan Bantuan
Penangguhan Penahanan dibuat 10
(sepuluh) rangkap dengan perincian
sebagai berikut:
(1) 4 (empat) lembar untuk
dilampirkan dalam Berkas
Perkara.
(2) 1 (satu) lembar untuk tersangka;
(3) 1 (satu) lembar untuk keluarga
tersangka;
(4) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(5) 1 (satu) lembar untuk ketua
Pengadilan Negeri;
(6) 1 (satu) lembar untuk Pejabat
Rutan/Cabang Rutan;
(7) 1 (satu) lembar untuk arsip.

92
b) Surat Permohonan Bantuan
Penangguhan Penahanan dicatat
dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penahanan dan diberi
nomor sama dengan nomor surat
perintah penahanan ditambah huruf
a, dengan kode tanggal dan bulan
disesuaikan.
23) Surat Permohonan Bantuan Pencabutan
Penangguhan Penahanan (PPNS: A.20)
Surat Permohonan Bantuan Pencabutan
Penangguhan Penahanan dicatat dalam
Buku Registrasi Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama
dengan nomor surat perintah penahanan
ditambah huruf b, dengan kode tanggal
dan bulan disesuaikan.
24) Surat Permohonan Bantuan Permintaan
Perpanjangan Penahanan kepada
Kejaksaan (PPNS: A.21)
a) Permintaan Perpanjangan Penahanan
kepada Kepala Kejaksaan
Tinggi/Negeri (warna putih) dibuat 2
(dua) rangkap dengan perincian
sebagai berikut:

93
(1) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(2) 1 (satu) lembar untuk arsip
b) Surat Permohonan Bantuan
Permintaan Perpanjangan Penahanan
dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penahanan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut
dalam buku registrasi tersebut.
25) Surat Permohonan Bantuan Perpanjangan
Penahanan (PPNS: A.22)
Surat Permohonan Bantuan Perpanjangan
Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi
Surat Perintah Penahanan dan diberi
nomor sama dengan surat perintah
penahanan ditambah huruf c, dengan
kode tanggal dan bulan disesuaikan.
26) Surat Permohonan Bantuan Permintaan
Perpanjangan Penahanan Lanjutan
Kepada Ketua Pengadilan (PPNS: A.23)
a) Surat Permohonan Bantuan
Permintaan Perpanjangan Penahanan
Lanjutan kepada Ketua Pengadilan
Negeri (warna putih) dibuat 3 (tiga)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut :

94
(1) 1 (satu) lembar untuk Ketua
Pengadilan Negeri;
(2) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(3) 1 (satu) lembar untuk Arsip;
(4) Dilampiri Resume dari hasil
penyidikan.
b) Surat Permohonan Bantuan
Permintaan Perpanjangan Penahanan
Lanjutan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Perintah Penahanan
dan diberi nomor berdasarkan nomor
urut dalam buku registrasi tersebut.
27) Surat Permohonan Bantuan Perpanjangan
Penahanan Lanjutan (PPNS: A.24)
Surat Permohonan Bantuan Perpanjangan
Penahanan Lanjutan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Perintah Penahanan dan
diberi nomor sama dengan nomor surat
perintah penahanan ditambah huruf d,
dengan kode tanggal dan bulan
disesuaikan.
28) Surat Permohonan Bantuan Pembantaran
Penahanan (PPNS: A.25)
Surat Permohonan Bantuan Pembantaran
Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi

95
Surat Perintah Penahanan dan diberi
nomor sama dengan nomor surat perintah
penahanan ditambah huruf e, dengan
kode tanggal dan bulan disesuaikan.
29) Surat Permohonan Bantuan Pencabutan
Pembantaran Penahanan (PPNS: A.26)
Surat Perintah Pencabutan Pembantaran
Penahanan dicatat dalam Buku Registrasi
Surat Perintah Penahanan dan diberi
nomor sama dengan nomor surat perintah
penahanan ditambah huruf f, dengan
kode tanggal dan bulan disesuaikan.
30) Surat Permohonan Bantuan Penahanan
Lanjutan (PPNS: A.27)
Surat Perintah Penahanan Lanjutan
dicatat dalam Buku Registrasi Surat
Perintah Penahanan dan diberi nomor
sama dengan surat perintah penahanan
ditambah huruf g, dengan kode tanggal
dan bulan disesuaikan.
31) Surat Permohonan Bantuan Pengalihan
Jenis Penahanan (PPNS: A. 28)
a) Dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan
perincian sebagai berikut:

96
(1) 4 (empat) lembar untuk
dilampirkan dalam Berkas
Perkara
(2) 1 (satu) lembar untuk tersangka
yang ditahan;
(3) 1 (satu) lembar untuk keluarga
tersangka;
(4) 1 (satu) lembar untuk
penjagaan/Pamapta/Pejabat
Rutan/ Cabang Rutan;
(5) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(6) 1 (satu) lembar untuk Ketua
Pengadilan Negeri;
(7) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Permohonan Bantuan
Pengalihan
Jenis Penahanan dicatat dalam Buku
Registrasi Surat Perintah Penahanan
dan diberi nomor sama dengan surat
perintah penahanan ditambah huruf
h, dengan kode tanggal dan bulan
disesuaikan.
32) Surat Permohonan Bantuan Pengeluaran
Tahanan (PPNS: A.29)

97
a) Dibuat 10 (sepuluh) rangkap dengan
perincian sebagai berikut:
(1) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(2) 1 (satu) lembar untuk tersangka;
(3) 1 (satu) lembar untuk keluarga
tersangka;
(4) 1 (satu) lembar untuk Ketua
Pengadilan Negeri;
(5) 1 (satu) lembar untuk Jaksa
Penuntut Umum;
(6) 1 (satu) lembar untuk Kepala
Rutan;
(7) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Permohonan Bantuan
pengeluaran tahanan dicatat dalam
Buku Register Surat Perintah
Penahanan dan diberi nomor sama
dengan surat perintah penahanan
ditambah huruf i, dengan kode
tanggal dan bulan disesuaikan.
33) Surat Permohonan Bantuan Permintaan
Penetapan Izin/Izin Khusus
Penggeledahan (PPNS: A.30)
Surat Permohonan Bantuan permintaan
izin untuk melakukan penggeledahan

98
dicatat dalam Buku Registrasi
Penggeledahan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut dalam Buku
Registrasi Penggeledahan.
34) Surat Permohonan Bantuan
Penggeledahan (PPNS: A.31)
a) Surat Permohonan Bantuan
Penggeledahan dibuat 7 (tujuh)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut :
(1) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(2) 1 (satu) lembar untuk
Penyidik/Petugas;
(3) 1 (satu) lembar untuk Kepala
Kejaksaan Agung RI/Ketua
Pengadilan Negeri;
(4) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Permohonan Bantuan
Penggeledahan dicatat dalam Buku
Registrasi Penggeledahan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut
dalam Buku Registrasi
Penggeledahan.

99
35) Surat Permohonan Bantuan Laporan
untuk Mendapatkan Persetujuan
Penggeledahan (PPNS: A.32)
Surat Laporan untuk Mendapatkan Izin
Penggeledahan dicatat dalam Buku
Registrasi Penggeledahan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut Buku
Registrasi Penggeledahan.
36) Surat Permohonan Bantuan Permintaan
Izin/Izin Khusus Penyitaan (PPNS: A.33)
Surat permintaan izin/izin khusus untuk
melakukan penyitaan dicatat dalam
Buku Registrasi Penyitaan dan diberi
nomor berdasarkan nomor urut Buku
Registrasi Penyitaan.
37) Surat Perintah Penyitaan (PPNS: A.34)
a) Surat Perintah Penyitaan dibuat
dalam rangkap 9 (sembilan) dengan
perincian sebagai berikut :
(1) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
(2) 1 (satu) lembar untuk
tersangka/dari siapa benda itu
disita;
(3) 1 (satu) lembar untuk
Penyidik/Petugas;

100
(4) 1 (satu) lembar untuk Ketua
Pengadilan Negeri;
(5) 1 (satu) lembar untuk penuntut
umum;
(6) 1 (satu) lembar untuk arsip.
b) Surat Perintah Penyitaan dicatat
dalam Buku Registrasi Penyitaan
dan diberi nomor berdasarkan nomor
urut Buku Registrasi Penyitaan.
38) Surat Persetujuan Penyitaan (PPNS:
A.35).
Surat untuk mendapatkan persetujuan
penyitaan dicatat dalam Buku Registrasi
Penyitaan dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut Buku Registrasi Penyitaan.
39) Surat Perintah Pengembalian Benda
Sitaan (PPNS: A.36)
Surat perintah pengembalian benda sitaan
dicatat dalam buku Registrasi Penyitaan
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut
Buku Registrasi Penyitaan.
40) Surat Permintaan Izin untuk
Merampas/Memusnahkan Benda
Sitaan/Barang Bukti kepada Ketua
Pengadilan Negeri (PPNS: A.37)

101
Surat Permintaan izin untuk
Merampas/Memusnahkan Benda
Sitaan/Barang Bukti kepada Ketua
Pengadilan Negeri dicatat dalam Buku
Registrasi Penyitaan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi
Penyitaan.
41) Surat Perintah Pemusnahan Benda
Sitaan/ Barang Bukti (PPNS: A.38)
Surat Perintah Pemusnahan Benda
Sitaan/ Barang Bukti dicatat dalam Buku
Registrasi Penyitaan dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi
tersebut.
42) Surat Permintaan Izin untuk
Menyisihkan/Melelang Benda
Sitaan/Barang Bukti kepada Ketua
Pengadilan Negeri (PPNS: A.39)
Surat permintaan Izin untuk Melelang
Benda Sitaan/Barang Bukti dicatat dalam
Buku Registrasi Lelang dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi
Lelang.
43) Surat Perintah Pelelangan Benda
Sitaan/Barang Bukti (PPNS: A.40)

102
Surat Perintah Pelelangan Benda
Sitaan/Barang Bukti dicatat dalam Buku
Registrasi Lelang dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut Buku Registrasi
Lelang.
44) Surat Permintaan Bantuan Pelaksanaan
Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti
kepada Kepala Kantor Lelang Negara
(PPNS: A.41)
Surat Permintaan Bantuan Pelaksanaan
Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti
dicatat dalam Buku Registrasi Lelang
dan diberi nomor berdasarkan nomor
urut Buku Registrasi Lelang.
45) Surat Permintaan Penetapan Re-Ekspor
kepada Ketua Pengadilan Negeri (PPNS:
A.42)
Surat permintaan penetapan re-ekspor
dicatat dalam Buku Registrasi Penyitaan
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut
Buku Registrasi Lelang.
46) Surat Pengiriman Berkas Berkara (PPNS:
A.43)
Surat Pengiriman berkas perkara dicatat
dalam Buku Registrasi Ekspedisi Berkas
Perkara, Tersangka dan Barang Bukti dan

103
diberi nomor berdasarkan nomor urut
buku registrasi tersebut.
47) Surat Pengiriman Tersangka dan Barang
Bukti (PPNS: A.44)
Surat Pengiriman Tersangka dan Barang
Bukti dicatat dalam Buku Registrasi
Ekspedisi Berkas Perkara, Tersangka dan
Barang Bukti dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi
tersebut.
48) Tanda Terima Barang Sitaan (PPNS:
A.45)
Dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap (semua
warna putih) dengan perincian sebagai
berikut:
a) 4 (empat) lembar untuk Berkas
Perkara;
b) 1 (satu) lembar untuk tersangka atau
siapa barang/surat itu diterima;
c) 1 (satu) lembar untuk atasan
Penyidik/Petugas;
d) 1 (satu) lembar untuk Arsip.
49) Tanda Terima Pengiriman Berkas Perkara
(PPNS: A. 46)
50) Berita Acara Pemeriksaan TKP (PPNS:
A.47)

104
51) Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli
(PPNS: A.48)
52) Berita Acara Pemeriksaan Tersangka
(PPNS: A.49)
53) Berita Acara Konfrontasi (PPNS: A.50)
54) Berita Acara Pengambilan Sumpah
Saksi/Ahli (PPNS: A.51)
55) Berita Acara Membawa dan
menghadapkan saksi/ Tersangka (PPNS:
A.52)
56) Berita Acara Penangkapan (PPNS: A.53)
57) Berita Acara Pelepasan Tersangka
(PPNS: A.54)
58) Berita Acara Permohonan Bantuan
Penahanan (PPNS: A.55)
59) Berita Acara Permohonan Bantuan
Penangguhan Penahanan (PPNS: A.56)
60) Berita Acara Permohonan Bantuan
Perpanjangan Penahanan (PPNS: A.57)
61) Berita Acara Permohonan Bantuan
Perpanjangan Penahanan Lanjutan
(PPNS: A.58)
62) Berita Acara Permohonan Bantuan
Pembantaran Penahanan (PPNS: A.59)

105
63) Berita Acara Permohonan Bantuan
Pencabutan Pembantaran Penahanan
(PPNS: A.60)
64) Berita Acara Permohonan Bantuan
Pengalihan Jenis Penahanan (PPNS:
A.61)
65) Berita Acara Permohonan Bantuan
Pengeluaran Tahanan (PPNS: A.62)
66) Berita Acara Permohonan Bantuan
Penggeledahan (PPNS: A.63)
67) Berita Acara Penyitaan (PPNS: A.64)
68) Berita Acara Pengambilan Barang
Bukti/Sampel/ Contoh Uji (PPNS: A.65)
69) Berita Acara Penyisihan Barang
Bukti/Sampel/Contoh Uji (PPNS: A.66)
70) Berita Acara Penyegelan dan/atau
Pembungkusan Barang Bukti (PPNS:
A.67)
71) Berita Acara Penyerahan Barang
Bukti/Sampel/Contoh Uji Untuk
Pemeriksaan (PPNS: A.68)
72) Berita Acara Pengambilan Hasil Analisis
dan Sisa Barang Bukti/Sampel/Contoh
Uji (PPNS: A.69)
73) Berita Acara Pengembalian Barang Bukti
(PPNS: A.70)

106
74) Berita Acara Penerimaan Hasil
Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti
(PPNS: A.71)
75) Berita Acara Perampasan/Pemusnahan
Benda Sitaan/ Barang Bukti (PPNS:
A.72)
76) Berita Acara Re-Ekspor (PPNS: A.73)
77) Berita Acara Permohonan Bantuan Serah
Terima Tersangka dan Barang Bukti
(PPNS: A.74)
78) Berita Acara Pelimpahan Penyidikan
(PPNS: A.75)
79) Daftar Saksi (PPNS: A.76)
80) Daftar Tersangka (PPNS: A.77)
81) Daftar Barang Bukti (PPNS: A.78)
b. Pemberkasan
Pemberkasan merupakan kegiatan untuk
menyusun isi berkas perkara dengan susunan
dan cara penyampulan, pengikatan dan
penyegelan, serta penomoran dengan tata
cara yang telah ditentukan sebagai berikut:
1) Setiap lembaran kertas berkas perkara,
pada bagian kirinya (pada margin)
dilubangi dengan alat perforator (alat
pembuat lubang pada kertas) pada tiga

107
tempat, yaitu tengah, atas dan bawah
dengan jarak yang sama.
2) Dengan jarum dan tali/benang tanpa
sambungan, kertas dijilid sedemikian rupa
sehingga benang tidak akan mudah
putus/lepas dan simpul dibuat pada/di atas
lubang tengah.
3) Kedua ujung tali/benang dihimpun jadi
satu dan dipotong sepanjang 10 cm dari
simpul, kemudian ditarik ke kanan bawah
pada halaman sampul berkas perkara.
4) Sepanjang 5 cm dari kedua ujung
tali/benang dibubuhi lak, dan sebelum lak
tersebut kering ditekan dengan cap atau
stempel PPNS yang terbuat dari bahan
logam kuningan.
5) Tidak dibenarkan membubuhi lak di atas
simpul. Lak dan cap/stempel jangan
sampai menghalang-halangi atau
menutupi tulisan yang terdapat pada
sampul berkas perkara.
6) Penomoran pada sampul berkas perkara
diambilkan dari nomor urut buku register
Berkas Perkara dan cara penomorannya
sebagai berikut:

108
a) Kode/singkatan berkas perkara (BP)
diikuti tanda baca (-) dan nomor urut.
b) Identitas Penyidik.
c) Nama institusi.
d) Angka bulan.
e) Angka tahun
7) Jumlah berkas
Mengingat sifat dan kepentingannya,
maka berkas perkara dibuat 4 (empat)
rangkap dengan perincian sebagai
berikut:
a) 2 (dua) berkas untuk Jaksa Penuntut
Umum
b) 1 (satu) berkas untuk Penyidik
c) 1 (satu berkas untuk arsip Unit Kerja
Catatan : apabila terjadi pemisahan
berkas terhadap masing-masing
tersangka (splitzsing) maka berkas
perkara dipersiapkan sesuai
kebutuhan dan jumlah tersangka.
3.2 Kelengkapan Administrasi yang bukan merupakan isi
Berkas Perkara.
Kelengkapan administrasi yang bukan merupa kan isi
Berkas Perkara adalah:
1. Surat Penugasan (PPNS: B.1)

109
Surat Penugasan dicatat dalam Buku Registrasi
Surat Penugasan dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut Buku Registrasi Surat Penugasan.
2. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Penahanan kepada Keluarga Tersangka (PPNS:
B.2)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
3. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Perpanjangan Penahanan Kepada Keluarga
Tersangka (PPNS: B.3)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
4. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Perpanjangan Penahanan Lanjutan kepada
Keluarga Tersangka (PPNS: B.4)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.

110
5. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Penahanan Lanjutan kepada Keluarga tersangka
(PPNS: B.5)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
6. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Pengalihan Jenis Penahanan Kepada Keluarga
Tersangka (PPNS: B.6)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
7. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Pengeluaran Tahanan kepada Keluarga tersangka
(PPNS: B.7)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
8. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Pembantaran Penahanan Kepada Keluarga
tersangka (PPNS: B.8)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan

111
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
9. Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan
Pencabutan Pembantaran Penahanan kepada
Keluarga Tersangka (PPNS: B.9)
Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan ini
dicatat dalam Buku Registrasi Pemberitahuan
kepada Keluarga Tersangka dan diberi nomor
sesuai dengan nomor urut buku registrasi tersebut.
10.Surat Pemberitahuan Penyitaan/Pelelangan Benda
Sitaan/ Barang
11.Bukti kepada Tersangka/Kuasa Hukumnya (PPNS:
B.10)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku
Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor
urut buku registrasi tersebut.
12.Surat Pemberitahuan Perampasan/Pemusnahan
Benda Sitaan/ Barang Bukti kepada
Tersangka/Kuasa Hukumnya (PPNS: B.11)
Surat Pemberitahuan ini dicatat dalam Buku
Registrasi Pemberitahuan kepada Keluarga
Tersangka dan diberi nomor sesuai dengan nomor
urut buku registrasi tersebut.
13.Surat Permintaan Pemeriksaan Laboratorium
(PPNS: B.12)

112
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi
Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
14.Surat Permintaan Visum et Repertum (PPNS:
B.13)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi
Permintaan Visum et Repertum dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
15.Surat Permintaan Bantuan Pemeriksaan
Laboratorium Forensik (PPNS: B.14)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi
Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
16.Surat Permintaan Bantuan Pemeriksaan
Identifikasi (PPNS: B.15)
Surat permintaan ini dicatat dalam Buku Registrasi
Permintaan Pemeriksaan Laboratorium,
Identifikasi, Forensik, dan diberi nomor
berdasarkan nomor urut buku registrasi tersebut.
17.Surat Permintaan Bantuan Ahli (PPNS: B.16)
Surat Permintaan Bantuan Ahli dicatat dalam Buku
Registrasi Permintaan Bantuan Ahli/Personil dan
diberi nomor berdasarkan nomor urut buku
registrasi tersebut.

113
18.Surat Permintaan Bantuan Personil (PPNS: B.17)
Surat Permintaan Bantuan Personil dicatat dalam
Buku Registrasi Permintaan Bantuan Ahli/Personil
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku
registrasi tersebut.
19.Surat Permintaan Pencekalan Kepada Kepala
Kepolisian (PPNS: B.18)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Permintaan
Bantuan Pencekalan dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut buku registrasi tersebut.
20.Surat Permintaan Pencarian Orang (PPNS: B.19)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Pencarian
Orang/Barang dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut buku registrasi tersebut.
21.Surat Permintaan Pencarian Barang (PPNS: B.20)
Surat ini dicatat dalam Buku Registrasi Pencarian
Orang/Barang dan diberi nomor berdasarkan
nomor urut buku registrasi tersebut.
22.Surat Pelimpahan Penyidikan (PPNS: B.21)
Surat Pelimpahan ini dicatat dalam Buku
Registrasi Pelimpahan/Penerimaan Berkas Perkara
dan diberi nomor berdasarkan nomor urut buku
registrasi tersebut.
23.Surat Pemberitahuan Hasil/Perkembangan
Pengumpulan Bahan Keterangan/Penyidikan
(PPNS: B.22)

114
Surat pemberitahuan ini dicatat dalam Buku
Registrasi Pemberitahuan Hasil/Perkembangan
Penyidikan dan diberi nomor berdasarkan nomor
urut buku registrasi tersebut.
24.Surat Permintaan Penunjukan Penasehat Hukum
(PPNS: B.23)
25.Buku Registrasi Laporan Kejadian (PPNS: B.24)
26.Buku Registrasi Berkas Perkara (PPNS: B.25)
27.Buku Registrasi Tindak Pidana di Bidang
Penataan Ruang (PPNS: .B26)
28.Buku Registrasi Surat Perintah Tugas (PPNS:
B.27)
29.Buku Registrasi Penyidikan (PPNS: B.28)
30.Buku Registrasi Pemberitahuan
Dimulainya/Dihentikannya Penyidikan (PPNS:
B.29)
31.Buku Registrasi Pemanggilan/Perintah Membawa
(PPNS: B.30)
32.Buku Registrasi Permohonan Bantuan
Penangkapan/Pelepasan (PPNS: B.31)
33.Buku Registrasi Permohonan Bantuan Penahanan
(PPNS: B.32)
34.Buku Registrasi Permohonan Bantuan
Penggeledahan (PPNS: B.33)
35.Buku Registrasi Penyitaan (PPNS: B.34)

115
36.Buku Registrasi Pelelangan Benda Sitaan/Barang
Bukti (PPNS: B.35)
37.Buku Registrasi Pencarian Orang/Barang (PPNS:
B.36)
38.Buku Registrasi Permintaan Bantuan Ahli/Personil
(PPNS: B.37)
39.Buku Registrasi Permintaan Pemeriksaan
Laboratorium, Identifikasi, Forensik (PPNS: B.38)
40.Buku Registrasi Permintaan Visum et Repertum
(PPNS: B.39)
41.Buku Registrasi Permintaan Bantuan Pencekalan
(PPNS: B.40)
42.Buku Registrasi Ekspedisi Berkas Perkara,
Tersangka dan Barang Bukti (PPNS: B.41)
43.Buku Registrasi Penerimaan/Pelimpahan Berkas
Perkara (PPNS: B.42)
44.Buku Registrasi Barang Bukti (PPNS: B.43)
45.Buku Registrasi Barang Temuan (PPNS: B.44)
46.Buku Registrasi Permintaan Izin Pemeriksaan
(PPNS: B.45)
47.Buku Registrasi Pemberitahuan
Hasil/Perkembangan Wasmatlitrik / Penyidikan
(PPNS: B.46)
48.Buku Registrasi Pemberitahuan Kepada Keluarga
Tersangka (PPNS: B.47)

116
4. Monitoring pemeriksaan persidangan.

Monitoring terhadap perkembangan perkara pada


pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri, dilakukan
pada setiap tahap pemeriksaan, kegunaannya adalah untuk
mengetahui perkembangan jalannya persidangan terhadap
perkara yang ditanganinya.

Dalam kegiatan monitoring ini dilakukan dengan mencatat


atau merekam kejadian pelaksanaan persidangan, apakah
penyampaian terdakwa, saksi atau ahli di dalam
persidangan sama dengan apa yang disampaikan dalam
pemeriksaan yang telah dituangkan dalam berita acara.

Pencatatan perkembangan perkara di pengadilan dilaporkan


kepada atasan PPNS Penataan Ruang serta penyidik Polri.

5. Hubungan Kelembagaan.

Pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS Penataan Ruang


berhubungan dengan lembaga atau instansi antara lain :

1. Kepolisian Negara RI, dalam hal:

a. Bantuan penyelidikan;

b. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Jaksa


Penuntut Umum melalui penyidik Polri;

c. Bantuan penyidikan, meliputi bantuan teknis (labfor,


identifikasi, dan psikologi), bantuan taktis (personil,
peralatan yang diperlukan, dan pengerahan

117
kekuatan), bantuan upaya paksa (pemanggilan,
perintah membawa, penggeledahan, penyitaan,
penangkapan, penahanan) dan bantuan konsultasi;

d. Penyerahan berkas perkara serta penyerahan


tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut
Umum (JPU).

2. Kejaksaan, dalam hal :

a. Pemberitahuan penyidikan dengan Surat


Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP);

b. Penahanan;

c. penyerahan berkas perkara; dan

d. penyerahan tersangka dan barang bukti.

3. Pengadilan, dalam hal :

a. Penggeledahan;

b. penyitaan barang bukti; dan

c. penahanan.

4. Dengan kementerian, lembaga, badan, instansi, dan


pemerintah daerah dalam hal:

a. Bantuan tenaga ahli;

b. Bantuan personil;

c. Bantuan teknologi, data dan informasi.

118

Вам также может понравиться