Вы находитесь на странице: 1из 22

MODUL IV

OCCLUSIVE DRESSING

A. Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa harus mampu melaksanakan occlusive


dressing pada kondisi kegawatdaruratan.

Kompetensi Khusus

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu mempraktekkan cara


melakukan occlusive dressing pada kondisi kegawatdaruratan dengan baik dan benar.

B. Strategi Pembelajaran

Demonstrasi

C. Prasyarat

Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai teori tentang prinsip occlusive dressing pada
kondisi kegawatdaruratan.

D. Teori

Open pneumotorak (sucking chest wound) merupakan perlukaan atau defek pada
dinding dada yang akan menyebabkan
pneumotoraks terbuka, sehingga
menyebabkan tekanan rongga pleura akan
sama dengan tekanan atmosfer.

Penyebab dari open trauma torak biasanya


akibat trauma benda tajam yang menyebabkan adanya hubugan rongga pleura dengan udara
luar, sehingga paru menjadi kuncup. Hal ini terlihat dari adanya luka pada dinding dada yang
menghisap setiap kali inspirasi (sucking chest wound). Bila defek pada dinding dada mendekati
2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena
mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Penatalaksaan segera perlu dilakukan pada penderita
yaitu dengan pelaksanaan occlusive dressing atau
pemasangan kassa oklusif steril yang diplester pada 3 sisi saja.
Cara lainnya dengan pemasangan sementara plastik wrap atau
petroleum gauze atai pemasangan produk sejenis seperti
Asherman Chest Seal atau Hyfin Vent Chest Seal.

E. Prosedur Kerja
Persiapan Alat:
1. Handscoen dan masker
2. Kassa oklusif steril/ plastik wrap/ Asherman Chest Seal atau Hyfin Vent Chest Seal
3. Plester

Prosedur Pelaksanaan:
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2. Bersihkan atau keringkan daerah sekitar dari keringat maupun darah bagian dada yang
terluka
3. Tutup luka dengan dengan kassa oklusif sterilatau plastik wrap dengan tiga sisi nya di
plester. Atau bisa menggunakan produk yang siap pakai seperti Asherman Chest Seal atau
Hyfin Vent Chest Seal
4. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien

F. Daftar Penilaian Prosedur Kerja Pembalutan


Tabel 4.1 Daftar Penilaian Prosedur Kerja Pembalutan
Perlu
No Kegiatan Ya Tidak Catatan
Latihan

1 Persiapan alat
1. Handscoen dan masker
2. Kassa oklusif steril/ plastik wrap/
Asherman Chest Seal atau Hyfin Vent
Chest Seal
3. Plester

2 Persiapan Pasien
1. Mengucapkan bismilah serta
Memberikan salam pembuka dan
memperkenalkan diri kepada pasien
2. Jelaskan tujuan tindakan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur tindakan pada klien
4. Pertahankan lingkungan yang aman
dan nyaman bagi klien, juga privasi
klien dengan menutup pintu atau
memasang scherem/ sampiran

3 Prosedur Tindakan
1. Petugas menggunakan alat pelindung
diri (masker, handscoen)
2. Bersihkan atau keringkan daerah
sekitar dari keringat maupun darah
bagian dada yang terluka
3. Tutup luka dengan dengan kassa
oklusif sterilatau plastik wrap dengan
tiga sisi nya di plester. Atau bisa
menggunakan produk yang siap pakai
seperti Asherman Chest Seal atau
Hyfin Vent Chest Seal

4 Tahap Terminasi Dan Dokumentasi


1. Merapikan alat dan pasien
2. Cuci tangan
3. Mengucapkan alhamdulillah
4. Mengevaluasi respon pasien
5. Mengucapkan salam
(wassalamualaikum)
6. Dokumentasi (nama pasien,
hari/tanggal)

Tanggal,

Dosen/Fasilitator
( )

G. Evaluasi
Mahasiswa dinyatakan kompeten jika mampu melakukan seluruh prosedur kerja dalam
panduan praktikum

H. Daftar Referensi
1. Emergency Nursing Association. (2008). Emergency Nursing Core Curriculum (6Eds).
Philadelphia: WB Saunders Company
2. Emergency Nurses Association. (2013). Sheehy’s Manual of Emergency Nursing:
Principles and Practice. 7thed. St Louis: Elsevier Inc
3. Tim Pro Emergency. (2011). Basic Trauma Life Support (BTLS). Jakarta : Pro Emergency
MODUL V

NEEDLE THORACOCENTESIS /

NEEDLE DECOMPRESSION

A. Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa harus mampu memahami dan melakukan
penatalaksanaan needle thoracocentesis.

Kompetensi Khusus

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menyebutkan definisi needle decompression (torakosintesis jarum).

2. menyebutkan indikasi torakosintesis jarum

3. Menyebutkan kontraindikasi torakosintesis jarum

4. Mempertimbangkan pelaksanaan dan komplikasi yang mungkin trejadi akibat prosedur

5. Mendemonstrasikan tindakan penatalaksanaan torakosintesis jarum dengan benar

B. Strategi Pembelajaran

1. Belajar dan latihan mandiri

2. Belajar secara kelompok sesuai jadwal yang ditentukan dan setiap mahasiswa wajib
melakukan prosedur praktikum

C. Prasyarat

1. Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai ilmu dasar anatomi dan fisiologi pada sistem
pernafasan manusia.

2. Sebelum berlatih, mahasiswa harus:

 Mempelajari kembali tentang Keterampilan Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien
 Mempelajari kembali prosedur praktikum needle decompresison (torakosintesis jarum)
yang benar

D. Teori

1. Tension Pneumotoraks

Tension Pneumotoraks dapat berkembang ketika terjadi one way valve (fenomena
ventil), adanya kebocoran udara paru-paru atau dari luar melalui dinding dada., masuk ke
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve). selanjutnya akibat udara yang tidak
dapat keluar lagi tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intrapleura, paru-paru menjadi
kolaps, mediastinum terdorong kesisi
berlawanan dan dapat menghambat aliran darah
vena ke jantung (venous return), serta menekan
paru kontralateral

Penyebab tension pneumotoraks tersering


adalah akibat komplikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan tekanan positif pada penderita
yang mengalami kerusakan pada pleura viseral. Selain itu, dapat diakibatkan karena adanya
trauma tembus pada torak yang dialami penderita, sehingga menyebabkan kerusakan parenkim
paru, serta juga dapat diakibatkan kesalahan dalam arah pemasangan kateter subklavia atau
vena juguaris interna. Terkadang perlukaan pada dinding dada (open pneumotorak) juga dapat
mengakibatkan tension pneumotorak karena kesalahan dalam penutupan luka tersebut dengan
pembalutan kedap udara (occlusive dressing), sehingga berakibat terjadinya mekanisme katup
(flap-valve).

Tension pneumotoraks ditandai dengan gelisah akibat hipoksia, nyeri dada, sesak yang
berat, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas (vesikuler
menghilang) pada salah satu sisi, dan distensi vena leher, serta sianosis. Pada pemeriksaan
perkusi terdengar hipersonor dan hilangnya suara
nafas pada hemitoraks yang terkena.

Penatalaksanaan kondisi tension


pneumotorak perlu dilakukan tindakan segera
dengan melakukan penatalaksanaan
decompresi segera untuk memperbaiki kondisi penderita. Akan tetapi, perlu juga diwaspadai
kemungkinan kondisi pneumotoraks yang bertambah akibat tindakan decompresi jarum
tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan chest tube pada sela iga ke 5 anterior
garis midaxilaris.

2. Torakosintesis Jarum (Needle Decompresion)

Needle decompresion (torakosintesis jarum) adalah suatu teknik yang relatif sederhana
yang digunakan untuk meringankan tekanan intrathoracic dari tension pneumothorax dan
tension hemopneumothorax. Bila dilakukan dengan benar pelaksanaan needle decompresion
adalah prosedur yang aman dan dapat menyelamatkan nyawa

Indikasi

mengurangi ketegangan pneumotoraks dengan tanda dan gejala meliputi:

a) Suara nafas yang menurun atau tidak ada dengan:

 Riwayat yang konsisten dengan dugaan ketegangan pneumotoraks

 Trauma dada atau COPD atau ventilasi tekanan positif

 Penurunan tekanan darah secara cepat

 Gangguan pernafasan progresif

 Pergeseran trakea dari sisi yang terkena

 Distensi vena jugularis

 Pergerakan dada asimetris saat inspirasi

 Hiperekspansi dada pada sisi yang terkena


 Saat diperkusi pada daerah yang terkena suara seperti drum

 Peningkatan resistensi ventilasi tekanan positif, terutama jika diintubasi

Kontraindikasi:

Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala pneumotoraks

Pertimbangan:

a) Simple/non-tension pneumothorax relatif umum dilakukandan tidak terlalu mengancam


nyawa.

b) Dada pasien harus sering diuskultasi untuk menilai terjadinya tension pneumotoraks lagi
atau komplikasi pernafasan lainnya

c) Tension pneumotoraks adalah kondisi langka yang dapat terjadi dengan trauma, atau
secara spontan. Hal itu juga bisa terjadi sebagai komplikasi CPR.

d) Pelaksanaan needle decompression sangat menyakitkan, oleh karena itu, pastikan


prosedurnya dilakukan secara cepat

e) Tension pneumothorax dapat menyebabkan oklusi luka dada terbuka. Jika pasien
memburuk setelah membalut luka dada terbuka, lepaskan dressing

f) Kemungkinan komplikasi dari prosedur meliputi: pneumotoraks, lacerasi paru, lacerasi


pembuluh darah, dan infeksi

E. Prosedur Kerja Penilaian Airway, Breathing, Circulation


Persiapan alat:
 Alat pelindung diri (masker, handscoen)
 Jarum IV line no. 14 untuk dewasa dan 18 untuk anak-anak
 Betadine
 Kassa
 Plester

Prosedur Pelaksanaan
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2. Mengamankan jalan nafas dan servical, jika tanpa kontraindikasi lakukan tegakn posisi
penderita
3. Buka pakaian atas penderita kemudian lakukan desinfeksi pada daerah yang akan
dilakukan penusukan dengan alkohol atau betadine
4. Penusukan dilakukan dengan jarum IV line yang sudah disiapkan di daerah mid claviculadi
atas margin superior dari rusuk ketiga (ruang interkosta kedua)
5. Setelah jarum ditusukkan pada ruang interkosta kedua miringkan jarum 90 derajat ke arah
atas
6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara.
7. Mandrain dicabut dan kateternya ditinggal
8. Tutup ujung kateter IV line dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah
diberikan lubang pada ujungnya
9. Lakukan fiksasi kateter IV line dengan memberikan plester pada persambungan antara
sarung tangan dengan keteter IV line
10. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien

F. Daftar Penilaian Prosedur Kerja Torakosintesis Jarum


Tabel 5.1. Daftar Penilaian Prosedur Kerja Torakosintesis Jarum

Perlu
No Kegiatan Ya Tidak Catatan
Latihan

1 Persiapan Alat
 Alat pelindung diri (masker,
handscoen)
 Jarum IV line no. 14 untuk dewasa
dan 18 untuk anak-anak
 Spui 10 cc yg sudah di isi NaCl
0,90 % 5 cc
 Spuit 3cc
 Lidocain
 Stetoskop
 Betadine
 Kassa steril
 Handscoen
 Plester
2 Persiapan Pasien
1. Mengucapkan bismilah serta
Memberikan salam pembuka dan
memperkenalkan diri kepada pasien
2. Jelaskan tujuan tindakan kepada
klien
3. Jelaskan prosedur tindakan pada
klien
4. Pertahankan lingkungan yang aman
dan nyaman bagi klien, juga privasi
klien dengan menutup pintu atau
memasang scherem/ sampiran

3 Prosedur Kerja
1. Petugas menggunakan alat pelindung
diri (masker, handscoen)
2. Posisikan penderita dalam posisi
tegak jika telah dipastikan penderita
tidak mengalami fraktur servikal
3. Posisi petugas kesehatan berada pada
sisi dada yang cedera
4. Pastikan penderita mengalami
kesulitan bernafas serta auskultasi
dada penderita untuk memastikan
petugas menemukan suara paru yang
hilang (vesikuler hilang) pada sisi
yang sakit
5. Desinfeksi pada daerah yang akan
dilakukan penusukan dengan alkohol
atau betadine
6. Penusukan dilakukan dengan jarum
IV line yang sudah disiapkan di
daerah mid clavicula di atas margin
superior dari rusuk ketiga (ruang
interkosta kedua)
7. Jika penderita sadar atau keadaan
memungkinkan untuk dilakukan
anastesi lokal lidokain dalam spuit
3cc subkutan pada daerah yang akan
dilakukan penusukan
8. Pasang abbocath pada spuit 10cc
yang sudah diisi dengan 5 cc NaCl
0,9%
9. Lakukan penusukan tepat pada ruang
interkosta kedua dengan sudut 90
derajat
10. Tusuk hingga menembus pleura
parietal ditandai dengan adanya
gelembung air pada spuit 10cc
11. Setelah tension pneomotorak teratasi
jarum abbocath dicabut dan spuit
kateternya ditinggal
12. Tutup ujung spuit kateter dengan
klap buatan dari potongan sarung
tangan telah diberikan lubang pada
ujungnya
13. Lakukan fiksasi spuit kateter dengan
memberikan plester pada
persambungan antara sarung tangan
dengan keteter IV line
14. Siapkan penderita untuk dilakukan
pemasangan chest tube
15. Setelah chest tube terpasang, spuit
kateter diangkat dari tempat
penusukan kemudian bersihkan luka
bekas tusukan abbocath dengan
betadine dan tutup dengan kassa
steril

4 Tahap Terminasi Dan Dokumentasi


1. Merapikan alat dan pasien
2. Cuci tangan
3. Mengucapkan alhamdulillah
4. Mengevaluasi respon pasien
5. Mengucapkan salam
(wassalamualaikum)
6. Dokumentasi (nama pasien,
hari/tanggal)

Tanggal,

Dosen/Fasilitator

( )
G. Evaluasi
Mahasiswa dinyatakan kompeten jika mampu melakukan seluruh prosedur kerja dalam
panduan praktikum

H. Daftar Referensi
1. Emergency Nursing Association. (2008). Emergency Nursing Core Curriculum (6Eds).
Philadelphia: WB Saunders Company
2. Emergency Nurses Association. (2013). Sheehy’s Manual of Emergency Nursing:
Principles and Practice. 7thed. St Louis: Elsevier Inc
3. Tim Pro Emergency. (2011). Basic Trauma Life Support (BTLS). Jakarta : Pro Emergency
MODUL VI

PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS

DAN SERVIKAL SPINE KONTROL

A. Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa harus mampu memahami dan melakukan
penatalaksanaan pembebasan jalan nafas oleh benda asing dan melakukan servikal spine
kontrol.

Kompetensi Khusus

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menyebutkan definisi obstruksi jalan nafas oleh benda asing.

2. Mengenali adanya sumbatan jalan nafas.

3. Menyebutkan tahap dasar membuka jalan nafas tanpa alat

4. Mendemonstrasikan tindakan penatalaksanaan obstruksi jalan nafas oleh benda asing


(manuver heimlich dan Penyapuan Jari) dengan benar

5. Mendemostrasikan pelaksanaan intubasi

B. Strategi Pembelajaran

1. Belajar dan latihan mandiri

2. Belajar secara kelompok sesuai jadwal yang ditentukan dan setiap mahasiswa wajib
melakukan prosedur praktikum

C. Prasyarat

1. Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai ilmu dasar anatomi dan fisiologi pada sistem
pernafasan bagian atas dan bawah manusia.
2. Sebelum berlatih, mahasiswa harus:

 Mempelajari kembali tentang Keterampilan Bantuan Hidup Dasar (BHD)

 Mempelajari kembali prosedur praktikum tentang mencuci tangan yang benar

 Mempelajari kembali prosedur intubasi pada pasien

D. Teori

Manajemen pembebasan jalan nafas merupakan suatu tindakan yang dilakukan pada
pasien dengan tanda ketidakadekuatan atau masalah pada jalan nafas. Masalah pada jalan nafas
dapat berupa adanya benda asing yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas baik
sebagian (parsial) maupun komplit (total). Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin
masih mampu melakukan pernapasan, namun kualitas pernapasan dapat baik atau buruk. Pada
korban dengan pernapasan yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan tindakan
batuk dengan kuat, usahakan agar korban tetap bisa melakukan batuk dengan kuat sampai
benda asing tersebut dapat keluar. Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan
sistem pelayanan medik darurat. Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk
harus diperlakukan sebagai Obstruksi jalan napas komplit. Obstruksi jalan napas komplit
(total), korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas, atau batuk. Biasanya korban
memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainya. Saturasi oksigen akan dengan cepat
menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kehilangan
kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan segera.

Pembebasan jalan nafas pada pasien kondisi sadar

Tindakan yang dapat dilakukan yaitu:

1) Cek tingkat kesadaran : dipanggil, ditepuk, diberi rangsang/ respon nyeri,

2) Bila tidak ada respon : Cek apakah ada benda asing dalam mulut, apakah pangkal lidah
jatuh kebelakang. Bila ada benda asing posisikan kepala pasien miring kesatu sisi (catatan
bukan pada trauma kepala)
Pembebasan Jalan Nafas

1) Penyebab Pangkal lidah jatuh

Tindakan manual : dengan memperbaiki posisi kepala

Non trauma :

 Head tilt (dorong dahi kebelakang)

 Chin lift (angkat dagu keatas)

 Jaw thrust (dorong mandibula kedepan atas)

Perhatikan kemungkinan adanya trauma seperti patah tulang servikal. Oleh karena itu,
tindakan hanya dilakukan gerakan terbatas (Chin lift, Jaw thrust). Tindakan dilakukan
dengan immobilisai manual agar kepala tdk bergerak (berada dalam satu garis lurus) atau
pasang bidai leher (cervical collar/ collar splint). Penggunaan alat dapat dilakukan dengan
memasang pipa orofaring (Pipa Mayo/ Guedel)
2) Penyebab benda asing

Pembebasan jalan nafas dapat dilakukan secara manual dengan sapuan jari (finger sweep),
atau dengan alat suction.
Pada kasus tersedak (chocking) :
 Lakukan pukulan punggung pada bayi & anak (Back blows)
 Lakukan hentakan pada abdomen atau Abdominal thrust (Heimlich manuver) atau
hentakan pada thorax / Thoracal thrust

Penatalaksanaan Secara Manual


Head tilt
Letakkan 1 telapak tangan didahi penderita dan tekan
ke bawah sehingga menjadi tengadah

Chin lift
 Gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien, kemudian
angkat dan dorong tulangnya kedepan
 atau masukan ibu jari kedalam mulut dan jari
telunjuk memegang dagu angkat tulang
mandibula ke atas.

Head tilt Chin lift

Jaw Thrust
Letakkan tangan kiri penolong, pegang angulus kiri mandibula
dengan tiga jari terbawah begitu juga dengan tangan kanan
memegang angulus mandibula kanan penderita, angkat keatas
dan dorong mandibula atas dengan ibu jari kearah dada
penderita

Manuver Heimlich
Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa
udara yang ada di dalam paru- paru untuk keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat
mendorong atau mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan
harus diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan hentakan 6 - 10
kali untuk membersihkan jalan napas.
Pertimbangan penting dalam rnelakukan manuver Heimlich adalah
kemungkinan kerusakan pada organ-organ besar.

Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk

Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang


korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan
letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di
atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan lainnya, Tekan kepalan ke perut dengan
hentakan yang cepat ke arah atas. Setiap hentakan harus terpisah
dan dengan gerakan yang jelas.
Manuver Heimlich pada korban yang tergeletak (tidak sadar)
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan
muka keatas. Penolong berlutut disisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah
sedikit di atas pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum,
tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong
menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah
atas. Manuver ini dapat dilakukan pada korban sadar jika
penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang
korban.

Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri :


Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada
perut diatas pusat dan dibawah tulang sternum,
genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan
tekanan ke atas ke arah diafragma dengan gerakan
cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan
dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang
kursi.

Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan
pada korban tidak sadar, dengan muka menghadap
keatas buka mulut korban dengan memegang lidah
dan rahang diantara ibu jari dan jari-jarinya,
kemudian mengangkat rahang bawah.
Tindakan ini akan menjauhkan lidah dari kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang
mungkin menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian
dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan
mengait untuk melepaskan benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut ke dalam
mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih
jauh kedalam jalan napas.

Penatalaksanaan dengan Alat

Oropharyngeal Airway (OPA)

 Tekan lidah dengan tong spatel dan amsukan OPA ke arah


posterior, alat jangan sampai medorong lidah ke belakang
karena akan menyumbat faring.

 Cara kedua dengan memasukkan alat secara terbalik sampai


menyentuh pallatum molle, lalu putar alat 1800 dan letakkan
di belakang lidah. Teknik ini tidak boleh dipakai oleh anak
kecil karena bisa mematahkan gigi

Nasopharyngeal airway (NPA)

Alat dimasukkan pada salah satu lubang hidung sampai


ujungnya terletak di faring. Cocok untuk pasien yang sadar
karena tidak menyebabkan muntah

LMA (Laringeal Mask Airway)


direkomendasikan sebagai pengganti tracheal
tube, pada kasus-kasus dimana intubasi trakhea
tidak diperlukan

Airway Definitif
Kriko - Tiroidotomi
 Needle : membuat jalan napas buatan dengan cara
menusukan jarum melewati membrana krikotiriodea
atau ke dalam trakhea
 Surgikal : membuat irisan kulit menembus melalui
membrana krikotiroid dan memasukan tube kecil
kedalam insisi tersebut untuk membuat jalan napas
buatan

Endotracheal intubasi
Dimasukkannya suatu pipa dalam trakea
kemudian balon dikembangkan dan biasanya
dihubungkan dengan bantuan ventilasi oksigenasi

E. Prosedur Kerja Intubasi Endotrakeal


1. Tahap Kerja
a. Mengucapkan basmalah
b. Memberikan salam pembuka dan menjelaskan tujuan tindakan secara singkat
c. Pastikan bahwa ventilasi adekuat dan oksigenasi berjalan, dan alat sudah disiapkan
d. Cek kondisi balon pipa endotrakeal dengan mengembangkan balon tidak bocor,
lalu kempiskan kembali balon
e. Sambungkan blade laryngoskop pada pemegangnya (handle) dan periksa
terangnya lampu
f. Minta asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan. Posisi leher tidak
boleh hiperfleksi selama prosedur dilakukan
g. Pegang laringoskop dengan tangan kiri
h. Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut peasien, lalu geser lidah ke
sebelah kiri
i. Identifikasi laringoskop dan vita suara secara visual
j. Masukkan pipa endotrakeal kedalam trakeal tanpa menekan gigi dan jarongan
sekitar mulut
k. Kembangkan balon dengan udara secukupnya
l. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan memberikan ventilasi menggunakan
bag valve mask
m. Perhatikan pengembangan dada saat ventialsi diberikan
n. Bila perlu pastikan letak pipa dengan mengauskultais dada dan abdomen
menggunakan stetoskop
o. Amankan pipa dengan plester
p. Foto toraks bisa digunakan untuk menilai letak pipa
q. Mengakahiri dengan hamdalah

F. Daftar Penilaian Prosedur Kerja Intubasi Endotrakeal


Tabel 6.1. Daftar Penilaian Prosedur Kerja Manajemen
Obstruksi Jalan Napas

Perlu
No Kegiatan Ya Tidak Catatan
Latihan

1 Persiapkan Alat
 Laryngoscope lengkap dengan
handle dan bladenya
 Pipa endotrakeal (orotracheal)
dengan ukuran perempuan no. 7;
7,5 ; 8 . Laki-laki : 8 ; 8,5. Keadaan
emergency : 7,5
 Forceps (cunam) magill (untuk
mengambil benda asing di mulut)
 Benzokain atau tetrakain anestesi
lokal semprot
 Spuit 10 cc atau 20 cc
 Stetoskop, ambubag, dan masker
oksigen
 Alat penghisap lendir
 Plester, gunting, jelli
 Stilet
2 Persiapan Pasien
1. Mengucapkan bismilah serta
memberikan salam pembuka dan
memperkenalkan diri kepada pasien
2. Jelaskan tujuan tindakan kepada
klien.
3. Jelaskan prosedur tindakan pada
klien
4. Pertahankan lingkungan yang aman
dan nyaman bagi klien, juga
privasi klien dengan menutup pintu
atau memasang scherem/ sampiran
3 Pelaksanaan:
1. Posisi pasien terlentang
2. Kepala diganjal bantal kecil
setinggi 12 cm
3. Kembangkan balon pipa untuk
melihat kondisi balon tidak bocor
4. Sambungkan blade laryngoskop
pada pemegangnya (handle) dan
periksa terangnya lampu
5. Minta asisten mempertahankan
kepala dan leher dengan tangan.
Posisi leher tidak boleh hiperfleksi
selama prosedur dilakukan
6. Pegang laringoskop dengan tangan
kiri
7. Masukkan laringoskop pada bagian
kanan mulut pasien, lalu geser
lidah ke sebelah kiri
8. Masukkan laringoskop sampai
ujung laringoskop mencapai dasar
lidah
9. Angkat laringoskop ke atas dan ke
depan dengan kemiringan 30-400
sejajar dengan aksis pegangan,
jangan sampai menggunakan gigi
sebagai titik tumpu
10. Kembangkan balon dengan udara
secukupnya
11. Periksa penempatan pipa
endotrakeal dengan memberikan
ventilasi menggunakan bag valve
mask atau melihat pengembangan
dada saat ventialsi diberikan
12. Bila perlu pastikan letak pipa
dengan mengauskultasi dada dan
abdomen menggunakan stetoskop
13. Amankan pipa dengan plester
14. Lakukan foto toraks bila memang
diperlukan

4 Tahap Terminasi Dan Dokumentasi


1. Merapikan alat dan pasien
2. Cuci tangan
3. Mengucapkan alhamdulillah
4. Mengevaluasi respon pasien
5. Mengucapkan salam
(wassalamualaikum)
6. Dokumentasi (nama pasien,
hari/tanggal)
Tanggal,

Dosen/Fasilitator

( )

G. Evaluasi
Mahasiswa dinyatakan kompeten jika mampu melakukan seluruh prosedur kerja dalam
panduan praktikum

H. Daftar Referensi
1. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. (2006). Departemen
Kesehatan R.I. Jakarta: Departemen Kesehatan
2. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American College of
Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797
3. Emergency Nursing Association. (2008). Emergency Nursing Core Curriculum (6Eds).
Philadelphia: WB Saunders Company
4. Emergency Nurses Association. (2013). Sheehy’s Manual of Emergency Nursing:
Principles and Practice. 7thed. St Louis: Elsevier Inc

Вам также может понравиться