Вы находитесь на странице: 1из 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320491003

PERSEPSI KEPEMIMPINAN OTENTIK DAN WORK ENGAGEMENT


PADA GENERASI X & Y DI INDONESIA

Article · June 2010

CITATIONS READS
0 1,351

2 authors:

Andin Andiyasari Ardiningtiyas Pitaloka


CHR Psychometric consulting Universitas YARSI
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    10 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Konformitas View project

dictatorship, democracy, and fundamentalism View project

All content following this page was uploaded by Andin Andiyasari on 19 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERSEPSI KEPEMIMPINAN OTENTIK DAN
WORK ENGAGEMENT PADA GENERASI X & Y DI
INDONESIA

Andin Andiyasari, M.Si1 & Ardiningtiyas Pitaloka, M.Si2

Abstract
This paper is a pilot study regarding Generation X & Y in terms of work setting in
Indonesia. Focus of study is examining the association between perceived-authentic
leadershipand work engagement between generation. Also, examine the association
based on age. Theory of authentic leadership (Avolio, Walumba, Weber, 2009)
stemmed from positive psychology of Seligman in early 2000. An approach of science
and application ,that encourages psychological strengths and positive emotion of
human being. Authentic leadership consists of: self-awareness, relational
transparency, balanced processing, and moral perspective dimensions (Avolio, et al,
2009). Work engagement consists of vigorous, dedication and absorption dimensions
(Schaufeli & Baker,2003). Participants are 52 respondents of educational institution
and corporate in Jakarta. Using correlation analysis, the results of study are (a) there
is significant association of perceived-authentic leadership to work engagement (R =
0.244); (b) there is significant association of age to work engagement (R=0.242); (c)
there is no significant influence of perceived-authentic leadership to work
engangement between generations. Suggestion for further study is to enlarge sample
number in more balance composition to examine difference between generations.
Keywords: positive psychology, Generation X & Y, authentic leadership, work
engagement

Latar Belakang
Konsep loyalitas yang menekankan pada keterikatan jangka
panjang antara pegawai dan penyedia kerja (perusahaan) mendapatkan
tantangan tersendiri dengan perkembangan teknologi informasi dan
lahirnya Generasi Y. Generasi yang lahir di antara tahun 1979 – 1994
(Macleod, 2008) ini telah memasuki dunia kerja dan berinteraksi langsung
dengan Generasi X (kelahiran tahun 1965-1978) dan Baby Boomers
(kelahiran tahun 1956-1964). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa dunia
industri masih mencari cara tepat untuk mengelola Generasi Y, terutama
terkait dengan sikap terhadap otoritas, pola komunikasi, loyalitas, dan
interaksi teknologi informasi (Sprague, 2008).
Menurut Rutledge (2009), work engagement mulai menggantikan
terma loyalitas dalam dunia kerja. Kedua terma tersebut mengandung
komitmen, namun dalam konteks berbeda. Kesetiaan atau loyalitas kerja
mengandung komitmen jangka panjang, sementara work engagement
mengandung komitmen jangka pendek. Tiga hal utama yang mewakili work
engagement adalah (a) merasa tertarik; (b) berkomitmen; (c) bersemangat.

1 Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia


2 Dosen Program Studi Psikologi, Universitas Paramadina
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Engaged adalah terlibat aktif (involve) dan berkomitmen terhadap sesuatu,


baik secara kognitif maupun afektif (emosi). Studi ini mendefinisikan work
engagement sebagai kondisi pikiran positif dan merasa terpenuhi (fulfilling).
Pegawai dengan work engagement menunjukkan semangat, dedikasi, dan
absorption.
Konsep Work engagement berkembang dari psikologi positif sebagai
lawan dari burnout dan menjadi salah satu aspek positif dari well-being
(Schaufeli & Bakker, 2003). Pegawai yang engaged memiliki energi dan
koneksi yang efektif dengan aktifitas-aktifitas pekerjaan yang dihadapinya
sehari-hari (Schaufeli & Bakker, 2003). Pertanyaannya bagaimana
menciptakan kondisi kerja seperti ini? Setting kerja adalah interaksi
berbagai individu dalam berbagai kelompok, baik kecil maupun besar
sebagai satu entitas bisnis. Dalam hal ini, kepemimpinan menjadi satu
faktor yang tidak bisa dipisahkan.
Konsep kepemimpinan terus berkembang dari zaman ke zaman dan
selalu menarik untuk diteliti sesuai perkembangan zaman. Saat ini
kepemimpinan tidak hanya fokus pada diri pemimpin itu sendiri, tetapi juga
melibatkan pengikut, rekan, atasan, setting kerja, kultur, aspek individual,
juga konteks.. Kepemimpinan tidak hanya dideskripsikan sebagai
karakteristik atau perbedaan-perbedaan individual, tetapi telah
berkembang menjadi model-model yang dyadic, shared, relasional, strategis,
global, dan merupakan dinamika sosial yang kompleks (Avolio 2007, Yukl
2006 dalam Avolio, Walumba, Weber, 2009).
Dalam konteks Indonesia, konsep kepemimpinan menjadi hal yang
sangat krusial mengingat perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang sarat
dengan dinamika. Mulai dari zaman Majapahit yang dipimpin oleh Hayam
Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, hingga saat ini menjadi sebuah
republik yang dipimpin oleh presiden. Nordholt (2008) menilai selama rezim
orde baru, Indonesia tampil sebagai negara otoriter dimana kekuatan
terkonsentrasi di pusat, namun secara kuantitatif negara sendiri tidak
terlalu besar (Barker & Van Klinken, dalam Nordholt, 2008). Setelah 1998,
negara kehilangan kekuatan menjalankan pemerintahan administratif dan
menjadi lebih lunak. Hal ini terlihat dari kenyataan banyaknya pengabaian
regulasi (Nordholt, 2008).
Setelah era otoriter, Indonesia bergerak menuju demokrasi yang
memiliki prinsip-prinsip antara lain, partisipasi, inklusif, representasi,
transparansi, akuntabilitas, responsif, kompetisi yang bebas dan adil, serta
solidaritas (Tjhin, 2005). Alam demokrasi membutuhkan kepemimpinan
non otoriter. Lebih jauh lagi, Indonesia mengidamkan pemimpin yang
dapat membawa bangsa ini bersaing dengan bangsa besar lainnya, baik
pemimpin di lingkup pemerintahan (politik) sperti nasional atau daerah,
maupun pemimpin di lingkup yang lebih kecil, misal organisasi atau
perusahaan.
Terkait dengan dunia kerja dan work engagement, Luthans & Avolio
(2003, dalam Avolio dkk, 2008) mendefinisikan kepemimpinan otentik

372
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

sebagai proses interaksi antara kapasitas psikologis dan konteks


perkembangan organisasi untuk menciptakan positif self-awareness dan
positive regulated self pada pemimpin dan pengikutnya. Berdasarkan studi
terdahulu, pendekatan kepemimpinan otentik menawarkan perspektif
berbeda dari kepemimpinan lain, seperti kharismatik, transaksional,
transformasional, dan etik. Pendekatan kepemimpinan otentik berakar dari
psikologi positif yang menekankan unsur kekuatan dan human functioning
pada diri manusia. Tipe kepemimpinan ini tidak hanya mengkaji aspek
diri pemimpin secara personal, tetapi juga pengikut dan konteks yang
mendasari kepemimpinan itu sendiri. Snyder & Lopez (2007)
menggarisbawahi kata kunci psikologi positif sebagai sains dan aplikasi
berfokus pada kekuatan psikologis dan emosi positif.
Studi ini mengkaji kepemimpinan dalam konteks yang lebih kecil,
yakni dunia kerja. Kepemimpinan seperti apakah yang cocok untuk
Indonesia, khususnya dalam konteks kerja dan generasi? Studi membatasi
fokus kajian pada kepemimpinan di level mikro, namun tetap memiliki
relevansi yang penting bagi Indonesia, dengan mencoba mengaitkan
kepemimpinan dengan generasi kerja yang ada saat ini sehingga secara
tidak langsung tetap memberikan kontribusi nyata bagi kepemimpinan di
Indonesia.
Generasi didefinisikan sebagai sekelompok orang berdasarkan
identifikasi kelompok usia (tahun kelahiran) yang sama, termasuk
kesamaan lokasi, dan kesamaan peristiwa kehidupan yang signifikan dan
terjadi selama tahapan perkembangan kritikal dalam hidup seseorang
sehingga membentuk cara pandang yang sama atas dunia yang dihadapi.
Amerika, Inggris, Australia, dan New Zealand membedakan generasi dunia
kerja ke dalam tiga generasi. Berdasarkan Cennamo & Gardner (2008)
terdapat tiga generasi yang ada saat ini, yakni Generasi Baby Boomers,
orang yang lahir tahun 1946 – 1964, generasi X dimulai tahun 1965 – 1979,
dan Generasi Y dimulai tahun 1980 – 1994.
Setiap generasi memiliki worldview-nya masing-masing, termasuk
Generasi Y di Indonesia. Generasi ini tumbuh dengan akses yang lebih
besar terhadap informasi dan perkembangan teknologi, serta
memanfaatkan social networking media sebagai bagian dari aktifitas sehari-
hari. Seperti yang dinyatakan dalam studi Sprague (2008), karakter
Generasi Y membutuhkan pola manajemen berbeda dari Generasi
sebelumnya. Isu ini sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan seperti apa yang tepat bagi Generasi yang juga memiliki
sejumlah nama seperti Generasi Millenium, Generasi Next.
Berdasarkan data demografi Badan Pusat Statistik (BPS) proyeksi
2009, Indonesia memiliki Generasi Baby Boomers sebanyak 15%, Generasi
X sebanyak 23%, dan Generasi Y sebanyak 18% dari total penduduk.
Secara total, jumlah usia produktif Indonesia dilihat dari sisi generasi
mencapai 52% dari jumlah penduduk. Sebuah angka yang besar, dan 41%
diantaranya merupakan Generasi X dan Y.

373
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Mengingat jumlah yang sangat besar dari Generasi X dan Y di


Indonesia, tentunya penting untuk memahami karakteristik-karakteristik
dari generasi itu sendiri, khususnya pada Generasi Y, yang merupakan
generasi termuda dari angkatan kerja yang ada saat ini. Tumbuhnya
Generasi Y yang kini mulai memasuki dunia kerja membawa tantangan
tersendiri. Dalam beberapa publikasi, Generasi Y dianggap sebagai
generasi yang tidak sabar, tidak loyal, tidak menghormati otoritas, terlalu
banyak menghabiskan waktu online, juga memiliki ketrampilan komunikasi
yang buruk (Sprague, 2008).
Memahami persepsi Generasi Y atas pemimpin yang mereka anggap
layak disebut pemimpin, akan menjadi landasan signifikan untuk
meningkatkan produktifitas kerja mereka. Sementara memahami peran
pemimpin melalui pendekatan kepemimpinan otentik, khususnya dalam
konteks kerja diharapkan dapat membuka jalan untuk mengelola generasi
Y Indonesia dengan lebih baik, terkait dengan aspek engagement.
Implikasi yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
kontribusi bagi dunia kerja sekaligus pengembangan keilmuan psikologi
positif dan manajemen SDM di Indonesia. Dengan pendekatan
kepemimpinan yang tepat pada generasi Y, yang tumbuh di era digital
diharapkan dapat menciptakan engagement untuk meningkatkan
produktifitas.
Penelitian ini mengkategorikan Generasi X dengan tahun kelahiran
antara tahun 1965 – 1978 dan Generasi Y untuk tahun 1979 – 2000.
Pemilihan kategori ini memiliki pertimbangan adanya dugaan perbedaan
karakteristik yang sedikit berbeda berdasarkan peristiwa nasional di
Indonesia sendiri, terutama masuknya era teknologi informasi yang lebih
lambat dibandingkan negeri lain dalam studi-studi sebelumnya. Dugaan ini
pula yang akan diujikan dalam studi antar generasi di Indonesia.

Studi Literatur

Psikologi Positif
Psikologi positif merupakan kajian tentang kondisi dan proses yang
berkontribusi untuk mendorong atau mengoptimalkan fungsi masyarakat,
kelompok dan institusi (Gable & Haidt, 2005). Lebih lanjut, Gable & Haidt
menggambarkan psikologi positif dalam metafor berikut;
“In one metaphor, psychology was said to be learning how to bring people up
from negative eight to zero but not as good at understanding how people rise
from zero to positive eight.”
Lebih dari setengah abad yang lalu, psikologi menempatkan isu
penyimpangan, kekurangan dan semacamnya (disorder) sebagai sentral
kajiannya. Gerakan psikologi positif yang dimulai pada akhir tahun 1990
an, menyoroti ketidakseimbangan dan motivasi kuat untuk mendorong
tumbuhnya penelitian pada area yang selama ini tersingkirkan dalam
psikologi. Meski demikian, psikologi positif tidak memandang negatif area
psikologi di luarnya. Pada kenyataannya, mayoritas kajian akademis
374
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

psikologi bersifat netral, dan berfokus pada well-being, bukan distress.


Psikologi positif tumbuh dari kesadaran akan banyaknya
ketidakseimbangan dalam studi psikologi klinis, yang lebih fokus pada
gangguan mental (Gable & Haidt, 2005).
Linley, Joseph, Harrington & Wood (2006) memandang bahwa
melakukan pendekatan/ studi psikologi positif bermakna juga
mensintesakan kebutuhan positif dan negatif, membangun fondasi,
mengintegrasikan beberapa level analisa, dan menyadari implikasi dari
deskripsi versus preskripsi.
Secara ringkas, Linley, Joseph, Harrington & Wood (2006)
menggambarkan sejarah psikologi dimulai dari studi Martin E.P. Seligman,
President Asosiasi Psikologi Amerika, 1998. Dalam pertemuannya dengan
Mihalyi Csikszentmihalyi di tahun 1997, Seligman menyadari sejarah
psikologi pada misi Perang Dunia II. Isu besar yang telah lama diabaikan
adalah; mental health, membantu individu untuk lebih produktif dan
mengisi hidupnya, serta mengidentifikasi dan mengembangkan potensi
individu. Tercatat dalam Administrasi Veteran di tahun 1946 dan National
Institute of Mental Health tahun 1947, psikologi merupakan disiplin healing
yang berdasarkan model penyakit dan gangguan ideologi. Sejak menjadi
Presiden Asosiasi Psikologi Amerika, Seligman bertekad untuk mengubah
arah studi untuk lebih fokus pada psikologi positif.

Work Engagement
Peningkatan produktivitas sumber daya manusia dan employee
enagagement menjadi dua fokus dalam dunia sumber daya manusia.
Menurut Fisher, Schoenfeldt & Shaw (2006 dalam Endres & Smoak, 2008),
sejumlah faktor yang dibutuhkan organisasi untuk menjadi kompetitif
adalah sumber daya fisik, financial, daya pemasaran, dan sumber daya
manusia. Di antara semuanya, faktor yang paling potensial menyediakan
nilai kompetitif adalah sumber daya manusia dan pola pengelolaannya
yang tepat (Endres & Smoak, 2008). Jones, Ni & Wilson (2009) juga
menyatakan bahwa konstruk lain yang mendasarkan pada komitmen
organisasi adalah employee engagement. Inti dari berbagai pemahaman dari
employee engagement adalah “the expression of the self through work and
other employee-role activities” (Jones & Harter,2005 dalam Jones, dkk,
2009). Persamaan antara komitmen organisasi dan employee engagement
adalah keduanya menekankan pada persepsi pegawai atas diri sendiri,
pekerjaannya, dan organisasinya (Harter, dkk dalam Jones, dkk,2009).
Penelitian ini menggunakan konstruk work engangement dengan
dimensi yang disusun oleh Rutledge (2009). Pemilihan ini berdasarkan
cakupan dimensi dan pengujian validitas-relliabilitas dalam UWES (Utrecht
Work Engagement Scale) oleh Schaufeli & Baker (2003).
Terma dan konsep work engagement mulai sering muncul
menggantikan loyalitas kerja. Menurut Rutledge (2009), keduanya sama-
sama mengandung komitmen namun memiliki konteks berbeda. Kesetiaan

375
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

atau loyalitas kerja merupakan komitmen jangka panjang, sementara


komitmen work engagement lebih bersifat pendek dan sementara. Tiga hal
utama yang mewakili work engagement adalah (a) perasaan tertarik; (b)
memiliki komitmen; (c) bersemangat. Kalimat yang mewakili ketiga poin
dalam work engagement kurang lebih adalah; (a) “Saya mau melakukan
pekerjaan ini!”; (b)“Saya akan menyelesaikan pekerjaan ini dengan
professional dan sebaik-baiknya!”; (c)“Saya mencintai pekerjaan ini!”.
Work engagement merupakan kondisi yang positif, fulfillment, dan
aktivitas mental dengan karakteristik semangat (penuh energi), dedikasi,
dan absorption. Kondisi ini kurang lebih menggambarkan individu yang
penuh energi dan memiliki resiliensi mental saat bekerja, bersungguh-
sungguh dalam usaha dan persisten menghadapi kesulitan. Sementara
dedikasi menggambarkan keterlibatan yang kuat dalam bekerja serta
adanya pemaknaan, antusiasme, inspirasi, rasa bangga, dan merasakan
tantangan di dalamnya. Terakhir, absorption menggambarkan kondisi
individu yang penuh konsentrasi dan tidak merasakan berlalunya waktu
dalam bekerja (Schaufeli & Bakker dalam Bakker, Schaufeli, Leiter, &
Taris, 2008).

Kepemimpinan
Beberapa teori kepemimpinan menekankan pada kemampuan
melaksanakan tugas dan memiliki keahlian untuk menyelesaikan masalah.
Sementara teori lain menekankan pada paket kemampuan seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain seperti kemampuan mempengaruhi orang
lain. Sebagian teori lain lebih fokus pada kepribadian yang menjadikan
seorang pemimpin berkualitas (Messik, 2005).
Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses membimbing
orang lain untuk mencapai satu tujuan bersama. Seseorang yang memiliki
visi dan berhasil menginspirasi orang lain hingga memberikan keuntungan
bagi organisasi atau perusahaan (Hollander, 1985 dalam Magee, Gruenfeld,
Keltner, Galinsky, 2005). Seorang pemimpin dianggap berhasil ketika ia
mampu membawa organisasi yang dipimpinnya menjadi efektif. Jika ia
mampu memberikan dampak paling positif terhadap perilaku banyak orang
di perusahaan (Magee, dkk, 2005).
Terdapat beberapa tipe kepemimpinan seperti kepemimpinan
kharismatik, transaksional, transformasional, etik dan yang sedang
berkembang sekarang adalah kepemimpinan otentik. Karakter tiap
kepemimpinan tersebut terlihat pada Tabel 1.
Berdasarkan tabel 1, empat dari lima tipe kepemimpinan yakni
kharismatik, transaksional, transformasional dan etik lebih menekankan
peran individual pemimpin. Pemimpin sebagai pihak yang aktif bergerak
untuk mengubah pengikut dengan mendorong, menginspirasi maupun
memanfaatkan daya tarik personal. Sementara kepemimpinan otentik
menuntut keterlibatan dua pihak yakni pemimpin dan pengikut. Isu utama
yang diangkat adalah keterbukaan informasi untuk keputusan bersama.

376
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

Keterbukaan ini tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan aktif pemimpin


dan pengikutnya.

Tabel 1 Karakter tipe kepemimpinan


Tipe
Kepemimpinan Karakter
Kharismatik Mengandalkan karakter dan daya tarik individual (Yukl, 2002 dalam
Lagan, 2007)
Transaksional Pertukaran antara penghargaan dan performa (Avolio, dkk, 2009)
Transformasional Mentransformasi & menginspirasi pengikut untuk bertindak sesuai
tujuan (harapan), serta melampaui kepentingan diri sendiri untuk
kebaikan organisasi (perusahaan) (Avolio, dkk, 2009)
Etik Menegakkan norma melalui tindakan individual maupun dalam interaksi
dengan orang lain serta mendorong orang lain (pengikut) untuk bertindak
sama (Avolio, dkk, 2009)
Otentik Memiliki kesadaran diri, bertindak transparan dan menjunjung etika
untuk mendorong keterbukaan informasi dalam membuat keputusan
dengan menerima pendapat tim/anggota (Avolio, dkk, 2009)

Kepemimpinan Otentik
Avolio, Walumba, Gardner, Wernsing, Peterson (2008) mengawali
teorinya dengan membahas pengertian otentik. Otentik merupakan
konstruk yang berasal dari Yunani kuno, bermakna “be true to oneself”
(S.Harter dalam Avolio, dkk, 2008). Meski maknanya tidak tergolong baru,
penerapan otentik dalam kepemimpinan merupakan jawaban dari berbagai
peristiwa yang kurang positif. Pada tingkat makro, banyaknya skandal
korporat, penyimpangan manajemen, juga banyaknya tantangan yang
harus dihadapi oleh organisasi atau perusahaan publik maupun privat.
Sementara konsep otentik dalam lingkup psikologi positif (Seligman,2003
dalam Avolio,dkk,2008) adalah
“owning one’s experiences, be they thoughts, emotions, needs, preferences, or
beliefs, process captured by the injuction to know oneself”
Luthans & Avolio (2003, dalam Avolio dkk, 2008) mendefinisikan
kepemimpinan otentik sebagai proses interaksi antara kapasitas psikologis
dan konteks perkembangan organisasi untuk menciptakan positive self-
awareness dan positive regulated self pada pemimpin dan pengikutnya,
seperti dalam kutipan berikut;
“ a process that draws from both positive psychological capacities and a
highly developed organizational context, which results in both greater self-
awareness and self-regulated positive behaviors on the part of leaders and
associates, fostering positive self development”
Kepemimpinan otentik muncul sebagai perspektif alternatif
kepemimpinan dalam berbagai organisasi termasuk lingkungan pendidikan
(Bhindi & Duignan, 1997 dalam Smith, Bhind,, Hansen, Riley, Dan & Rall,
Johan, 2008). Tipe kepemimpinan ini diyakini dapat memberikan perbedaan
fundamental dalam organisasi untuk membantu individu menemukan
makna dalam bekerja melalui self-awareness. Sebuah kesadaran yang
bersumber dari keyakinan dan harapan, mengutamakan keterbukaan

377
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

dalam interaksi dan proses pengambilan keputusan yang berujung pada


pembentukan rasa percaya, komitmen dan persepsi etika di antara pengikut
(Avolio, Gardner, Walumbwa, Luthans, & May, 2004 dalam Lagan, 2007)
Teori kepemimpinan otentik mengandung kapasitas psikologis
positif berupa keyakinan diri, optimisme, harapan dan resiliensi sebagai
kekuatan utama seorang pemimpin. Kapasitas inilah yang akan
memprediksi tingkat self-awareness dan self-regulatory pada tindakan
pemimpin (Lagan, 2007). Tidak hanya kapasitas psikologis, teori
kepemimpinan otentik juga melibatkan konteks organisasi sebagai
fasilitator hubungan antara kepemimpinan otentik dan performa yang
muncul (Avolio & Gardner, 2005). Kapasitas psikologis tersebut akan
tercapai dalam konteks organisasi yang positif (Lagan, 2007).

Generasi X dan Y
Definisi generasi menurut Kupperschmidt adalah suatu identitas
kelompok dengan tahun kelahiran, masa (era) dan peristiwa bersejarah
yang sama sebagai tahap kritis perkembangannya (Dries, Pepermans, De
Kerpel, 2008).
Empat generasi yakni Tradisionalis, Baby Boomers, Generasi X dan
Generasi Y merupakan isu menarik dari tahun ke tahun dalam berbagai
studi, di antaranya psikologi, manajemen, sumber daya manusia juga
pedagogi. Tabel 2 merangkum karakter masing-masing generasi dari
beberapa studi.

Tabel 2. Generasi Tradisionals, Baby Boomer, X dan Y


Deskripsi Generasi Generasi Baby Generasi X Generasi Y
Tradisionalis Boomers
Tahun 1928-1945 1946-1964 1965-1979 (Casey & 1980-2000 (Casey
Kelahiran (Sprague, 2008) (Sprague, 2008) Denton, 2006) & Denton, 2006,
1964-1981 (Schofield Sprague, 2008,
& Honore, 2008) Cennamo &
1965-1979 (Sprague, Gardner 2008)
2008) 1982- ke atas
1960-1978 (Macleod, (Schofield &
2008) Honore, 2008)
1965-1980 (Dries, 1979-1994
Pepermans & De (Macleod, 2008)
Kerpel, 2008) 1981-2001 (Dries,
1962-1979 (Cennamo pepermans & De
& Gardner, 2008) Kerpel, 2008)

Peristiwa Tumbuhnya - Perang - Berakhirnya - Perkembangan


Bersejarah pekerja kerah Vietnam perang dingin & teknologi yang
putih dan - Pergerakan runtuhnya tembok pesat
komitmen kuat hak asasi Berlin - Kesejahteraan
pada pendidikan manusia - Perceraian ekonomi
(Sprague, 2008) - Pembunuhan tertinggi orang - Kepemimpinan
Martin Luther tua politik yg kuat
King, John F. - Banyak orang tua - Decade anak
Kennedy, & yang kehilangan - Bencana alam
Robert pekerjaan kare- na - Terorisme
Kennedy resesi 1980-1990 - Narkoba &
(Sprague, 2008) - Perttumbuhan Geng (Sprague,
internet & kaya 2008)

378
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

akan informasi
global (Sprague,
2008)

Karakter Menghormati - Kurang mem- Mengandalkan - Mendengarkan


otoritas, percayai oto- diri & afiliasi orangtua,
menghargai nilai ritas diban- keluarga menghormati
finansial dan dingkan (Sprague, 2008) otoritas, lebih
kemapanan generasi suka dibim-bing
(Sprague, 2008) sebelumnya oleh Baby
sbg dampak dr Boomers dari
peristiwa pada rekan
Watergate seusia, orang
- Mewujudkan tua sebagai
komitmen utk panutan
mewujud (Sprague, 2008)
kan dunia yang - Konvensional &
lebih baik kedekatan
(Sprague, 2008) keluarga,
terutama Ibu
(Wilson &
Gerber, 2008)
- Ambisius, per-
caya diri,
optimis, kerja
tim (Strauss &
Howe dalam
Wilson &
Gerber, 2008)

Fokus generasi yang menjadi kajian studi ini adalah Generasi X dan
Generasi Y di Indonesia. Mempertimbangkan pentingnya konteks
(peristiwa) sebagai masa suatu generasi tumbuh, berikut daftar peristiwa
penting nasional (Indonesia) Generasi X dan Y;

Tabel 3 Peristiwa Bersejarah Generasi X & Y di Indonesia


Generasi X Generasi Y
ƒ Sentralisasi pemerintahan ƒ Desentralisasi Pemerintahan
ƒ Stabilitas struktur pemerintahan demokratis
ƒ Monopoli infrastruktur (telekomunikasi, ƒ Struktur pemerintahan yang dinamis
bahan bakar, televisi) ƒ Ekpose informasi digital
ƒ Pembatasan pers ƒ Kebebasan pers
ƒ Pembatasan 3 partai politik ƒ Jejaring sosial maya
ƒ Jatuhnya rezim Soeharto setelah 30 ƒ Teknologi digital di keseharian
tahun ƒ Protes social secara terbuka
ƒ Krisis moneter ƒ Global & digital entrepreneur
ƒ Krisis social-politik (pemisahan Timor ƒ Multi partai lebih dari 3 partai
Timor dari Indonesia)
ƒ Reformasi politik

Menelusuri pembahasan Generasi X dan Y di publikasi Indonesia


menjadi tantangan tersendiri. Publikasi hampir selalu merujuk pada studi
luar negeri yang memang telah berkembang. Tantangan ini yang semakin
memacu peneliti untuk melakukan studi empirik tentang kedua generasi ini
di Indonesia. Satu artikel di Kompas.com menyatakan bahwa Generasi Y
cenderung bersikap mandiri, sangat visual dan tidak sabaran terhadap hal-

379
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

hal yang tidak sesuai dengan selera dan kepribadian mereka yang unik
(tekno.kompas.com/Generasi.Platinum.Lekat.dengan.Gadget/ 27 November
2008).

Hubungan Antar Variabel


Sloan Work & Family Research Network – Boston College (2008)
dalam studi Generasi X & Y mendapatkan data; (a) Dua puluh tiga persen
pegawai dari Generasi Y lebih menekankan pada self-fulfillment,
lingkungan kerja positif dan peningkatan karir dalam bekerja; (b) Generasi
Y menggambarkan pemimpin impian mereka adalah seorang yang memiliki
ketrampilan manajemen, menyenangkan (mudah bergaul), dapat didekati,
mau mengerti, perhatian, peduli, memberikan dukungan, fleksibel,
berpikiran terbuka, menghormati nilai-nilai dan menghargai pegawai.
Gaddi (2004) dalam publikasinya menyatakan bahwa untuk
menciptakan pegawai yang engaged, diperlukan kepemimpinan efektif dan
faktor organisasional untuk membantu pegawai menyadari potensinya dan
nilai yang dimiliki. Terutama dalam era ekonomi yang tidak menentu,
perusahaan perlu berkonsentrasi untuk mengoptimalkan produktivitas
pegawai dan sumber daya organisasional yang tersedia.

Hipotesis
Hipotesis studi awal ini dirumuskan sebagai berikut;
1. Ada hubungan antara persepsi kepemimpinan otentik dengan work
engagement
2. Ada perbedaan persepsi kepemimpinan otentik antara Generasi X
dan Y
3. Ada perbedaan persepsi work engagement antara Generasi X dan Y
4. Ada perbedaan persepsi kepemimpinan otentik berdasarkan
tingkatan usia
5. Ada perbedaan persepsi work engagement berdasarkan tingkatan
usia

Metode Penelitian
Responden dan Pengambilan Data
Lima puluh dua responden merupakan staf dan pengajar pada dua
institusi pendidikan, dan pegawai perusahaan swasta di Jakarta, yang
terdiri dari 40,4 persen laki-laki dan 59,6 persen perempuan. Pengambilan
data dilakukan di bulan April 2010.

Pengukuran
Untuk mengukur kepemimpinan otentik, peneliti menyusun alat
ukur berdasarkan teori kepemimpinan otentik Avolio, dkk (2008) yang
memiliki memiliki empat dimensi yakni self-awareness, relational
transparency, moral perspective, dan balance processing. Alat ukur tersebut

380
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

tersusun dalam skala Likert-6 dan mendapatkan reliabilitas tinggi (α=


0.913). Beberapa item dalam skala kepemimpinan otentik di antaranya;
ƒ Berusaha menunjukkan optimisme di hadapan bawahan.
ƒ Meminta masukan pada bawahan sebelum mengambil keputusan.
ƒ Mengutamakan keputusan tim daripada keputusannya sendiri.
ƒ Berkolaborasi dengan bawahan untuk membuat keputusan penting.
ƒ Bertindak sesuai konteks dalam penerapan sanksi agar kerja tim
tetap berjalan.
ƒ Meminta bawahan mengkaji alternatif solusi yang ada secara
terbuka.

Untuk mengukur work engagement, peneliti melakukan tes adaptasi


dari alat ukur Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dikembangkan
oleh Schaufeli & Baker (2003) dan mendapatkan reliabilitas tinggi, (α=
0.880). Peneliti juga menguji dengan teknik faktor analisis dan
menghasilkan tiga faktor yang sesuai dengan dimensi-dimensi dalam
UWES, yakni vigor (semangat), dedikasi, dan absorption. Alat ukur ini juga
menggunakan skala Likert-6. Beberapa item dalam skala work engagement
di antaranya;
ƒ Dalam bekerja, saya penuh energi (vigorous)
ƒ Waktu tak terasa saat saya sedang bekerja (absorption)
ƒ Saya bangga dengan pekerjaan yang saya lakukan (dedikasi)
ƒ Pekerjaan saya menginspirasi saya (vigorous)

Analisa Data
Berikut adalah tabel yang menunjukkan statistik deskriptif dan korelasi
dari hasil pengujian kepemimpinan otentik dan work engagement. Analisis
ini menggunakan statistik non-parametrik karena asumsi normalitas
distribusi data tidak terpenuhi.

Tabel 4 Statistik Deskriptif dan Korelasi


Panel A – Statistik Deskriptif (n = 52)
Variabel Minimum Maksimum Mean Std
Deviasi
Work Engagement (WE) 2,73 5,87 4,78 0,67
Authentic Leadership 3,18 5,91 4,81 0,60
(AL)
Usia (USIA) 20,00 40,000 30,94 5,86

381
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Panel B – Statistik Deskriptif untuk masing-masing Generasi X (n = 26) dan Y (n =


26)
Variabel Minimum Maksimum Mean Std Deviasi
Generasi X
Work Engagement (WE) 3,60 5,87 4,87 0,59
Authentic Leadership 3,94 5,82 4,80 0,54
(AL)
Usia (USIA) 32,00 40,00 36,12 2,34
Generasi Y
Work Engagement (WE) 2,73 5,87 4,70 0,74
Authentic Leadership 3,18 5,91 4,81 0,66
(AL)
Usia (USIA) 20,00 31,00 25,77 2,97

Panel C – Korelasi Spearman (n = 52)


WE AL USIA
AL 0,244 *
USIA 0,242 * -0,022 t.s.
DGEN -0,127 t.s. 0,051 t.s. -0,868 ***
*** signifikan pada tingkat 1 persen, * signifikan pada tingkat 10 persen, t.s. tidak signifikan

Tabel 4 Panel A dan B menunjukkan deskripsi sample yang diuji.


Work engagement bernilai 2,73 – 5,87 dengan nilai mean sebesar 4,78.
Rentang skala respons mulai dari ‘kadang-kadang’ sampai dengan ‘selalu’
merasakan keterlibatan dalam pekerjaannya. Hasil menunjukkan rata-rata
responden mempersepsikan ‘sangat sering’ terlibat dalam pekerjaannya.
Kepemimpinan otentik bernilai 3,18 – 5,91 dengan nilai mean sebesar 4,81.
Rentang skala respon persepsi kepemimpinan otentik bervariasi mulai dari
‘netral’ sampai dengan ‘sangat penting’. Hasil menunjukkan rata-rata
responden menganggap penting aktivitas yang dilakukan pemimpin.
Statistik work engagement dan kepemimpinan otentik menunjukkan nilai
yang relatif stabil pada saat responden dikelompokkan dalam generasi X
dan Y, namun rentang nilai generasi X lebih sempit, dengan usia generasi Y
adalah 20 – 31 tahun dan generasi X adalah 32 – 40 tahun.
Korelasi Spearman dalam Tabel 4 Panel C memperlihatkan adanya
korelasi antara kepemimpinan otentik dan work engagement (R=0.244) dan
antara usia dengan work engagement secara signifikan pada tingkat 10
persen (R=0.242). Korelasi antara usia dengan pengelompokan generasi (X
dan Y) signifikan pada tingkat 1 persen. Hal ini dapat dipahami karena
generasi X dan Y dibedakan berdasarkan usia.
Pengujian untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan rata-rata
persepsi kepemimpinan otentik dengan work engagement dalam hipotesis 1
menggunakan pengujian Kruskal Wallis.
H0: Tidak ada perbedaan antara Persepsi Work engagement dengan
kepemimpinan otentik.
H1: Ada perbedaan antara persepsi Work engagement dengan
kepemimpinan otentik.

382
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

Tabel 5 Hasil Uji Beda Kepemimpinan Otentik terhadap Work Engagement


Kepemimpinan Otentik Sampel Mean Rank WE
3 5 6,30
4 28 29,25
5 19 27,76
Jumlah 52
Chi-Square, df = 2 (Asymp. Sig.) 9,961(0,007)***
*** signifikan pada tingkat 1 persen

Hasil uji memperlihatkan adanya beda work engagement dengan


kepemimpinan otentik secara positif dan signifikan pada tingkat 1 persen.
Sesuai dengan korelasi dalam Tabel 4, hasil ini dapat diinterprestasikan
sebagai adanya hubungan positif persepsi kepemimpinan otentik dengan
work engagement.
Pengujian untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi
antara generasi X dan Y terhadap kepemimpinan otentik dalam hipotesis 2
dan work engagement dalam hipotesis 3 dilakukan menggunakan pengujian
U Mann-Whitney.

Hipotesis 2
H0: Persepsi generasi X terhadap kepemimpinan otentik sama dengan
persepsi generasi Y terhadap kepemimpinan otentik.
H1: Persepsi generasi X terhadap kepemimpinan otentik berbeda dengan
persepsi generasi Y terhadap kepemimpinan otentik.

Hipotesis 3
H0: Persepsi generasi X terhadap work engagement sama dengan persepsi
generasi Y terhadap work engagement.
H1: Persepsi generasi X terhadap work engagement berbeda dengan
persepsi generasi Y terhadap work engagement.

Tabel 6 Hasil Uji Beda Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement berdasarkan
generasi
AL WE
Generasi Sampel Mean Rank Sum of Ranks Mean Rank Sum of Ranks

X 26 25,73 669,00 28,40 738,50


Y 26 27,27 709,00 24,60 639,50
Jumlah 52
Mann-Whitney U 318,00 (0,714) 288,50 (0,364)
(Asymp. Sig.) t.s. t.s.
t.s. tidak signifikan

Hasil uji memperlihatkan bahwa persepsi kedua generasi X dan Y


terhadap kepemimpinan otentik tidak berbeda. Sesuai dengan korelasi
dalam Tabel 4, hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa perbedaan generasi
tidak menyebabkan perbedaan persepsi terhadap kepemimpinan otentik.

383
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Hasil uji memperlihatkan bahwa persepsi kedua generasi X dan Y


terhadap work engagement tidak berbeda. Sesuai dengan korelasi dalam
Tabel 4, hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa perbedaan generasi tidak
menyebabkan perbedaan persepsi terhadap work engagement.
Pengujian untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan usia
terhadap persepsi kepemimpinan otentik dalam hipotesis 4 dan terhadap
work engagement dalam hipotesis 5 dilakukan menggunakan pengujian
Kruskal Wallis.
Hipotesis 4
H0: Tidak ada perbedaan persepsi kepemimpinan otentik berdasarkan usia.
H1: Ada perbedaan persepsi kepemimpinan otentik berdasarkan usia.

Hipotesis 5
H0: Tidak ada perbedaan work engagement berdasarkan usia.
H1: Ada perbedaan work engagement berdasarkan usia.

Tabel 7 Hasil Uji Beda Usia terhadap Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement
Kelompok Usia Sampel Mean Rank AL Mean Rank WE
20 2 6,75 4,00
22 1 1,00 1,00
23 3 43,50 24,17
24 4 26,38 25,50
25 1 37,00 3,00
26 4 27,88 30,25
27 3 32,17 20,33
28 3 27,50 43,83
29 2 24,75 34,75
30 2 38,25 28,25
31 1 5,00 13,50
32 1 8,50 22,00
33 3 28,50 21,00
34 5 23,40 33,60
35 1 27,50 10,50
36 3 42,50 36,50
37 5 23,90 23,30
38 5 20,60 31,50
40 3 26,83 30,50
Jumlah 52
Chi-Square, df = 18 (Asymp. Sig.) 20,138 (0,325) t.s. 20,781 (0,291) t.s.
t.s. tidak signifikan

Diskusi
Tujuan general studi ini adalah untuk mengetahui persepsi
Generasi X dan Generasi Y terhadap kepemimpinan otentik dan work
engagement. Lebih spesifik lagi, apakah terdapat perbedaan persepsi antar
generasi mengingat sejarah dan karakternya yang berbeda. Peneliti juga
menguji hubungan kepemimpinan otentik terhadap work engagement
berdasarkan usia dan generasi. Hasil studi membuktikan hipotesa 1
terbukti signifikan, ada hubungan signifikan antara kepemimpinan otentik
384
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

terhadap work engagement, dan dikuatkan dengan pengujian korelasi. Studi


ini tidak berhasil membuktikan hipotesa 2, 3, 4, dan 5. Namun, dalam
pengujian korelasi antara usia dengan work engagement menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak
terbuktinya hipotesa 5 kemungkinan karena kurangnya jumlah responden,
demikian untuk hipotesa 2, 3, dan 4.
Terbuktinya hipotesa 1 menjadi landasan empirik yang mendukung
beberapa survey sebelumnya (Sloan Work & Family Research Network –
Boston College, 2008; Gaddi, 2004). Studi terdahulu memang belum
mengujikan secara langsung kedua variabel ini namun telah memberikan
gambaran tentang keterkaitan antara kepemimpinan otentik dan work
engagement pada Generasi X & Y.
Hasil studi ini merupakan landasan empirik untuk melakukan
kajian ilmiah lebih lanjut generasi X dan Y di Indonesia, terutama pada
setting kerja.

Keterbatasan Studi
Beberapa kemungkinan yang menjelaskan tidak terbuktinya
hipotesa 2, 3, 4, dan 5 dalam studi ini adalah;
(a) Jarak usia responden antar generasi. Usia responden terendah adalah
20 tahun dan tertinggi 40 tahun. Hal ini membuat jarak antara
Generasi X & Y kurang tajam. Peneliti memprediksi adanya pengaruh
usia berdasarkan pembentukan karakter suatu generasi yang salah
satunya dibentuk oleh worldview dari peristiwa sejarah pada tahap
perkembangan kritikalnya (Dries, Pepermans, De Kerpel, 2008). Jika
usia responden Generasi X di atas 40 tahun, kemungkinan akan
mendapatkan perbedaan antar generasi yang lebih tajam.
(b) Jumlah responden. Sebagai studi pendahuluan, reponden telah
mencukupi untuk analisa statistik, namun tetap diperlukan lebih
banyak responden dengan komposisi seimbang antar generasi.
Pengambilan responden juga perlu diperluas berdasarkan setting kerja
karena iklim organisasi mengandung nilai-nilai dan karakter sendiri.

Saran untuk studi mendatang


Berdasarkan hasil studi awal ini, maka peneliti memiliki beberapa
catatan untuk perbaikan di studi mendatang. Selain mengambil data
dengan responden dalam komposisi yang seimbang. Sebaiknya studi
mendatang juga menggali responden dari lingkungan kerja beragam. Studi
juga akan menarik dengan membuat perbandingan antar beberapa daerah
di Indonesia, mengingat tingginya angka usia produktif yang ada yakni 23%
Generasi X dan 18% Generasi Y dari total penduduk Indonesia pada
proyeksi 2009 (www.demografi.bps.go.id). Harapannya, selain memberikan
sumbangan ilmiah dengan data Indonesia, juga kontribusi praktis untuk
pemanfaatan lebih luas.

385
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Daftar Pustaka

Avolio, Bruce J., Walumba, Fred O., Weber, Todd J. (2009) Leadership: current
theories, research, and future directions. Annu.Rev.Psychol.2009.60:421-
49.www.annualreviews.org.

Avolio, Bruce J., Walumba, Fred O., Gardner, William L., Wernsing, Tara S.,
Peterson, Suzanne J. (2008) Authentic leadership: development and
validation of a theory-based measure. Journal of management, vol. 34 no.1,
February 2008,89-126.

Badan Pusat Statistik (2009) Data demografi penduduk Indonesia-proyeksi 2009.


www.demografi.bps.go.id

Bakker, Arnold B. & Bal, P. Matthjis (2010) A study among starting teachers.
Journal of Occupational and Organizational Psychology (2010), 83, 189–206,
2010 The British Psychological Society

Casey, Judi & Denton, Barbara (2006) The effective workplace series provides a
summary of the generation X/generation.
http://wfnetwork.bc.edu/topic.php?id=2

Cennamo, Lucy & Gardner, Dianne (2008) Generational differences in work values,
outcomes and person-organization values fit. Journal of Managerial
Psychology, vol.23,no.8,2008,pp.891-906

Dries, Nicky., Pepermans, Roland & De Kerpel, Evelien (2008) Exploring four
generations’ beliefs about career – is “satisfied” the new “successful”?
Journal of managerial psychology, vol.23,no.8,2008,pp.907928

Endres, Grace M. & Smoak, Lolita M. (2008) The human resources craze: human
performance improvement and employee engangement. Organization
development journal, spring 2008;26,1; ProQuest Psychology Journals pg.69

Gable, S.L. & Haidt, J.What (and why) is positive psychology? Review of General
Psychology Copyright 2005 by the Educational Publishing Foundation 2005,
Vol. 9, No. 2

Gaddi, Rosandrea R. (2004) Leadership and employee engagement: when employee


give their all. The official publication of the personnel management
association of the Philippines, February,2004. www.ddiworld.com

Jones, James R., Ni, Jinlan, Wilson, David C. (2009) Comparative effects of
race/ethnicity and employee engagement on withdrawal behavior. Journal of
managerial issues, vol.XXI, number 2, Summer 2009

Lagan (2007) Examining authentic leadership: development of a four-dimensional


scale and identification of a nomological network. Dissertation of State
University of New York

386
Andin Andiyasari, Ardiningtyas Pitaloka
Persepsi Kepemimpinan Otentik dan Work Engagement pada
Generasi X dan Y di Indonesia

Linley, A.P., Joseph, S., Harrington, S., Wood, A.M. (2006) Positive psychology: past,
present, and (possible) future. The Journal of Positive Psychology, January
2006: 1(1): 3-16

Macleod, Alison (2008) Generation Y: Unlocking the talent of young


managers;executive Summary, June 2008. www.telegraph.co.uk/money
/main. jhtml?xml=/money/2007/11/29/cmgen29.xml

Messik, David M. & Kramer, Roderick M. (2005) The Psychology of Leadership: new
perspective and research. New Jersey; Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Nordholt, Henk Schulte (2008) Identity Politics, citizenship and the soft state in
Indonesia; an essay. Journal of Indonesian social sciences and humanities,
vol. 1. 2008, pp.1-21.

Rutledge, Tim (2009) Employee retention and engagement. In Innovations in Human


Resource Management: getting the public’s work done in the 21st century.
(Ed) Sistare, Hannah., Shiplet, Myra Howze., Buss, Terry F. India; M.E.
Sharpe Inc.

Schofield, Carina P. & Honore, Sue (2009-2010) Generation Y and learning; The
Ashridge Journal. Winter 2009-2010

Smith, Richard., Bhindi, Narottam., Hansen, Jens., Riley, Dan & Rall, Johan (2008)
Questioning the notion of ‘authentic’ leadership in education: The
perspectives of ‘followers’. Refereed paper presented at the Changing
Climates: Education for Sustainable Futures international research
conference of the Australian Association for Research in Education (AARE),
Brisbane, 30 November – 4 December, 2008.

Sprague, Caroline (2008) The silent generation meets generation Y: how to manage a
four generation workforce with panache. Human Capital Institute White
Paper; February 13,2008

Schaufeli,Wilmar & Bakker,Arnold (2003) Utrecht Work Engagement Scale:


preliminary manual, version1,November 2003. Occupational health
psychology unit, Utrecht University.

Snyder, C.R. & Lopez, S.J. (2007) Positive psychology: the scientific and practical
explorations of human strengths. London; Sage Publications.

Sloan work and family-research network (2008) Questions and answers about
Generation X/Generation Y: A Sloan Work & Family Research Network Fact
Sheet. http://www.bc.edu/wfnetwork.

Tjhin, Christine Susanna (2005) Menjalin demokrasi lokal dan regional: membangun
Indonesia, membangun ASEAN. Centre for strategic and International
Studies (CSIS) working paper series, WPS 054.

387
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus

Wilson, Michael & Gerber, Leslie (2008) How generational theory can improve
teaching: strategies for working with the “Millennials”. Currents in teaching
and learning,vol.1,no.1,Fall,2008

388

View publication stats

Вам также может понравиться