Вы находитесь на странице: 1из 9

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

Proses Collaborative Governance dalam Bidang Kesehatan


(Studi Deskriptif Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB-HIV
di Kabupaten Blitar)

Muhammad Muqorrobin Ist


Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract
TB-HIV disease is an opportunistic result from TB and HIV, the main health problem in the world. Indonesia as the second highest
burden country, constantly increasing its burden. East Java is the second highest provinces, and regencies which are required to
implement a policy of controlling the disease, one of these are Blitar Regency. As the region entered top ten the burden of HIV in East
Java with fluctuated trend of TB-HIV, measures act to control the disease is an urgent thing to do. Therefore, the government through
the Blitar District Health Office conduct cross-sectoral collaboration with TB-HIV Working Group formed in 2014. This study used a
qualitative descriptive. Researcher interested in knowing how the collaborative process of TB-HIV disease control in Blitar,
associated with theory of ‘Collaborative Governance’. Results of the study are the process of collaboration still not effective.
Indicators of dynamics of collaboration ineffective from principled engagement, shared motivation, capacity for collective action
which not formed properly, and have great impact on the indicator actions of collaboration. Thus, the result of TB-HIV working
group wasn’t make significant impacts for process of collaboration, and also the adaptations have not been effective to control of the
subsequentaction

Keywords: collaborative process, collaborative governance, actors of collaboration, TB-HIV disease control

sebagaimana tertera pada grafik di bawah:


Pendahuluan
Penyakit TB dan HIV merupakan dua
permasalahan utama kesehatan di dunia yang perlu
ditanggulangi dengan upaya maksimal, baik dari segi
peningkatan teknologi medis, maupun pelayanan kesehatan
secara universal pada masyarakat.
Upaya penanggulangan kedua penyakit dalam
pelaksanaannya tidak mudah, karena selain melihat fakta
diatas, terdapat juga stigma yang tinggi dari masyarakat.
Stigma merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kesehatan psikologis penderita, sehingga berpengaruh
terhadap meningkatnya resiko kematian. Namun, selain
adanya stigma, terdapat hubungan yang jauh lebih
membahayakan, yaitu adanya infeksi oportunistik dari
penyakit TB dan HIV yang menghasilkan fenomena TB-
HIV (yaitu penderita TB yang sekaligus menderita HIV atau
sebaliknya). Adanya hal ini dibenarkan oleh beberapa ahli Grafik 1.1 Perkembangan penderita TB-
seperti Fujiwara et al (2012:vii), Kevin P. Cain et al HIV di Indonesia kurun waktu tahun
(2009:258), Goldfeld dan Corbett 2006-2014.
(2009:209),danWHO (2015:1).
Fenomena TB-HIV apabila melihat Grafik di atas menunjukkan peningkatan
perkembangan data yang ada di Indonesia sangat signifikan TB-HIV sampai tahun 2011, selanjutnya
mengkhawatirkan. Indonesia merupakan negara dengan mengalami fluktuasi sampai tahun 2014. Lebih jelasnya,
beban TB dan HIV (masing-masing) terbesar kedua di apabila dibandingkan penderita TB di Indonesia secara
1 keseluruhan pada tahun 2012 adalah 3,3%, sementara
dunia pada tahun 2015. Pada tahun 2014, ditemukan tahun 2013 sebesar7,5%.
sebanyak 176.677 kasus TB BTA+ (Kemenkes 2015:133). Permasalahan tingginya TB dan HIV, serta
Sedangkan HIV pada tahun 2013, ditemukan sebanyak perkembangan TB-HIV di Indonesia memerlukan upaya
29.037 kasus (Pusdatin HIV/AIDS Kemenkes 2015:2). penanggulangan yang membutuhkan dukungan dan
Tingginya kasus kedua penyakit tersebut pun selaras dengan pembiayaan jangka panjang (Fujiwara et al., 2012:51).
meingkatnnya perkembangan penyakit TB-HIV di Pemerintah sebagai aktor yang berkewajiban melakukan
Indonesia, yangmulai tercatat pada tahun 2006,
pembangunan kesehatan, menjadi beban besar apabila
melakukan aktivitasnya secaramandiri.

1
1. Peringkat ini merupakan yang terburuk dari tiga tahun terakhir, yaitu ketiga (2013) dan keempat (2014) (Yasir, 2015)
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

Oleh karena itu, terdapat tren penggunaan berkolaborasi mengalami penurunan, namun perkembangan TB masih
dengan aktor lain, atau juga disebut sebagai Collaborative menjadi masalah serius,karena setiap tahun, masih besar
Governance. Pengertiannnya yaitu adanya perjanjian atau presentase penderita baru (atau TB BTA positif sekitar
kerjasama dimana agensi publik dan stakeholders non- +90%).
pemerintah dalam prosespembuatan keputusan kolektif
yang bersifat formal, berdasarkan konsensus, dan bersifat Melihat hal tersebut, maka Pemerintah
deliberatif─yang bertujuan membuat atau Kabupaten Blitar melalui Dinas Kesehatan melakukan
kolaborasi lintas sektoral dengan dikeluarkannya
mengimplementasikan kebijakan publik, atau manajemen
Keputusan Bupati No. 188/379/409.012/KPTS/2014
program/aset-aset publik (Ansell & Gash, 2007:544).
tentang Kelompok Kerja TB-HIV, dengan anggota
Tindakan kolaborasi secara mendasar merupakan kolaborasi sebagai berikut:
proses berbentuk siklus, dengan adanya interaksi yang
memerlukan komunikasi yang baik, pemahaman bersama
yang dilakukan dengan adanya pengerakan prinsip bersama
(principled engagement), motivasi bersama (shared
motivation), serta kapasitas untuk melakukan tindakan
bersama (capacity for joint action) (Emerson, Nabatchi, &
Balogh, 2012:6).
Di Indonesia, tindakan kolaborasi dilakukan
dengan publikasi “Kebijakan Nasional Kolaborasi TB/HIV
– Edisi Pertama” (Kemenkes, 2007). Pada tahun 2009,
update kebijakan dilakukan dengan mengeluarkan KMK RI
No. 1278/MENKES/SK/XII/ 2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan Melihat tabel di atas terdapat fenomena menarik,
HIV. Di dalam pedoman tersebut, ditegaskan bahwa yaitu sebagian besar aktor mempunyai karakteristik
kolaborasi perlu dilakukan pada tingkat nasional, daerah, sebagai organisasi komunitas. Oleh karena itu,
dan unit pelayanan kesehatan. Tindakan kolaborasi, mengungkap kolaborasi yang mempunyai aktor-aktor pada
khususnya di daerah perlu dilakukan dan beberapa daerah tabel tersebut sangat diperlukan, terutama melihat dari
yang telah melakukan salah satunya KabupatenBlitar. beberapa indikator yang tepat menggambarkan
kompleksitaskolaborasi.
Perkembangan penyakit TB dan HIV di Kabupaten
Blitar pada beberapa tahun terakhir mengalami fluktuasi, Kolaborasi pengendalian penyakit TB-HIV di
bahkan cenderung meningkat. Kabupaten Blitar telah berjalan pada tahun 2014 seperti
dijelasakan di atas. Namun, melihat perkembangan
perkembangan TB-HIV di Kabupaten Blitar pada tahun 2013-
2015, perlu dilakukan guna mengetahui gambaran
permasalahan yang ada dari segi keadaaan penyakit dan
penderitanya, sebagai berikut:

Kurun tiga tahun terakhir, kasus HIV/AIDS di


Kabupaten Blitar mengalami fluktuasi, yaitu tahun 2013
(126) meningkat signifikan pada tahun 2014dan sedikit
menurun tahun 2015 (158). Sedangkan perbandingan
jumlah penderita, posisi AIDS justru lebih tinggi, bahkan
rata-rata per tahunnya melebihi penderita HIV (lebih dari 2
kalilipat)

Dalam proses kolaborasi sejaktahun2014, terdapat


penurunan penderita TB-HIV daritahun2013- 2015, yang
merupakan dampaksementarapositif. Namun, pada tahun
2015 perludiketahuiperbandingan jumlah VCT menurun,
menandakanterjadipenurunan kesadaran penderita TB
maupun HIVuntukmenjalani tes sukarela. Lebih jauh,
melihatperbandinganVCT dengan keseluruhan pasien TB dan
HIV,makaupaya penyadaran masyarakat masih
perluuntukterus dilakukan, karena VCT sebagaigerbanguntuk
mengetahui keadaan kesehatanmasyarakatsebenarnya.Dari
paparan latar belakang di atas,peneliti memfokuskan riset
ini pada kajian
Tren penyakit TB mengalami penurunan, yaitu ada
perkembangan positif walaupun tidak signifikan. Meskipun prosesCollaborative Governance.
2
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

Prose kolaborasi merupakan suatu hal baik pelaksanaan kolaborasi terdapat pada dinamika, yang
yang pentinguntukdiketahui bagaimana berjalannya sesuai terdapat penggerakan prinsip bersama, motivasi bersama,
denganharapan,dengan melihat indikator-indikator yang dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama.
berusahamengungkap kompleksitas hubungan para aktor di
dalamnya, sehingga dapat diketahui proses kolaborasi dalam a. Penggerakan PrinsipBersama
pengendalian penyakit TB-HIV di Kabupaten Blitar. Beberapa hal seperti dialog tatap-muka, atau
melalui perantara teknologi adalah cara mengerakkan
Metode Penelitian prinsip bersama. Di dalamnya terdapat penegasan kembali
Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif tujuan bersama, pembentukan dan pengembangan prinsip-
kualitatif. Adapun lokasi penelitian ini pada aktor-aktor prinsip bersama yang sering diungkap dalam berbagai
anggota kolaborasi: yaitu pada Dinas Kesehatan Kabupaten perspektif aktor. Oleh karena itu, penyatuan prinsip
Blitar, RSUD Ngudi Waluyo, Sekretariat IDI, IBI dan PPNI, merupakan inti dari hal ini (Emerson, Nabatchi, & Balogh
Tim CEPAT-LKNU Kab. Blitar, Aisyiyah Muhammadiyah (2012:10).
Kab. Blitar, Tim Penggerak PKK, serta Puskesmas Wlingi,
Wates, dan Srengat. Teknik penentuan informan dilakukan Di dalam penggerakan prinsip bersama, terdapat
secara purposive sampling dengan menunjuk langsung pada beberapa komponen sebagai berikut:
16 narasumber yang dianggap paling mewakili. i. Pengungkapan
Sedangkan strategi yang digunakan di dalam Proses mengungkap kepentingan, nilai-nilai aktor,
penelitian adalah fenomenologi, yaitu mencoba mengungkap serta upaya konstruksi kepentingan bersama. Pengungkapan
pengertian/makna esensial terhadap tindakan-tindakan yang dapat dianalisis dari mengapa aktor tersebut bergabung ke
dilakukan oleh individu yang diteliti berdasarkan fenomena dalam kolaborasi.
(yang telah mereka alami, maupun yang ditemukan selama
penelitian) dengan menggunakan teknik pengumpulan data Aktor yang mempunyai kepentingan paling tinggi
melalui wawancara mendalam dengan menggunakan alat terhadap pencapaian tujuan kolaborasi adalah Dinas
perekam, catatan tertulis, dan juga literatur atau dokumentasi Kesehatan Kab. Blitar. Hal ini karena kesadaran akan
yang terkait (Gabrielian, 1999:187). Sementara teknik kebutuhan aktor lain dan tuntutan menanggulangi
pemeriksanaan dan keabsahan data yang digunakan adalah permasalahan TB-HIV, serta meingkatkan kualitas
triangulasi, yaitu dengan memeriksa derajat kepercayaan, pelayanan kesehatan di masyarakat Kabupaten Blitar.
keterailhan, kebergantungan, dan kepastian (Moleong, Turunan kepentingan ini kemudian terdapat pada aktor-
2005:234). aktor puskemas, yang merupakan kepanjangan tangan Dinas
Kesehatan Kab. Blitar.
Hasil dan Pembahasan Sedangkan tujuan aktor lain bergabung di dalam
Untuk mengungkap proses kolaborasi, diperlukan kolaborasi, terutama untuk memenuhi kepentingan program
indikator-indikator yang tepat sesuai dengan konteks masing-masing. Namun, dari terdapat hasil menarik, yaitu
permasalahan/bidang kolaborasi. Kesehatan, khususnya pada seluruh aktor mempunyai program terkait tujuan kolaborasi.
pengendalian penyakit TB-HIV merupakan permasalahan
Walaupun tujuan dari para aktor lain selaras
kompleks yang datang dari penyakit itu sendiri, dari upaya
dengan kolaborasi, namun terdapat perbedaan, karena
sosialisasi, stigma dan kesadaran masyarakat, serta hubungan
program dari masing-masing seringkali hanya mencangkup
antar aktor kolaborasi itu sendiri. Oleh karena itu, menurut
pada bidang dan wilayah tertentu. Perbedaan terdapat aktor
Emerson, Nabatchi, & Balogh (2012) proses kolaborasi terdiri
yang fokus pada pelayanan kesehatan, yaitu RSUD Ngudi
dari dinamika kolaborasi, tindakan, serta dampak dan adaptasi
Waluyo dan Puskesmas, serta anggota dari organisasi
pada proseskolaborasi.
profesi. Sedangkan pada sosialisasi dan pemberdayaan
masyarakat pada KPAD, PKK, LKNU dan Aisyiyah.
Namun, dari aktor tersebut perbedaan lokus juga terbentuk,
yaitu PKK lebih pada dasakeluarga dari ibu-ibu, KPAD
lebih pada pemberdayaan HIV pada masyarakat, LKNU dan
Aisyiyah pada pemberdayaan TB.
ii. Deliberasi
Deliberasi terbentuk dengan adanya diskusi
bersama, keterbukaan berpendapat, meyatakan
ketidaksetujuan, diskresi, sehingg membentuk “kualitas
deliberasi”.
Deliberasi pada kolaborasi telah terbentuk dengan
adanya diskusi bersama. Seluruh aktor menyatakan bahwa
diskusi yang berjalan terbuka, artinya terdapat dorongan
untuk mengemukakan pendapat, terlihat dari presentasi
masing-masing terhadap pencapaian kegiatn yang telah
dilakukan.
Gambar 1.1 Teori Collaborative Governance
Namun, terdapat pembagian diskusi menjadi
menurut Emerson, Nabatchi, & Balogh.
Fokus Grup Diskusi (FGD) yaitu dari aktor pemerintah
(Dinkes Kab. Blitar, Puskesmas, RSUD Ngudi Waluyo,
KPAD, PKK), dari organisasi profesi (IDI, IBI, PPNI),
1. Dinamika Kolaborasi ormas (LKNU,Aisyiyah).
Di dalam proses kolaborasi, dinamika kolaborasi Adanya FGD secara tidak langsung
adalah bagian yang paling penting. Pengungkapan seberapa

3
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

mempermudah pelaksanaan diskusi yang dilakukan, yaitu dampak negatif, budaya dari aktor, adanya hubungan
adanya penyatuan masukan dari masing-masing grup yang individu pada antar aktor, atau terdapat peran lain dari
kemudian diwakili oleh salah satu aktor di dalamnya untuk individu tersebut sehingga mempengaruhi hubungan
mempresentasikan capaian dan temuan di lapangan. kepercayaan dengan aktorlain.
Namun, FGD tidak disertai sistem pemilihan wakil. Siapa
yang mewakili adalah aktor yang lebih aktif dan punya Kepercayaan bersama pada kolaborasi, ditemukan
pengaruh. adanya beragaman faktor yang secara langsung maupun
tidak langsung membentuk kepercayaan.Terdapat hubungan
Sedangkan tanda lain dari deliberasi adalah saling tergantung dari masing-masing aktor kolaborasi,
adanya kebebasan pelaksanaan kegiatan kolaborasi, yang sehingga membuat kepercayaan bersama terbentuk.
mana seringkali para aktor melaksanakannya dengan
menyesuaikan pada program internal masing- masing. Selain itu, terdapat hubungan diluar kolaborasi
Adanya deliberasi dalam bentuk diskresi pada aktor yang yang terbentuk jauh sebelum kolaborasi dan mengikat, yaitu
harapannya membawa efektifitas dan invonasi, terdapat pada hubungan koordinator-bawahan pada Dinas Kesehatan
dilema, yaitu tidak ada kontrol kuat dari pemimpin maupun Kab. Blitar dengan Puskesmas. Terdapat juga peran ganda
dari sesama aktor kolaborasi, karena tidak ada peraturan individu di dalam aktor, yaitu dalam Dinas Kesehatan Kab.
untuk melakukan sanski ataupun norma yang terkait dengan Blitar yang juga merupakan anggota IDI/IBI/PPNI, begitu
kinerja masing- masing aktor. juga dengan Puskesmas dan RSUD Ngudi Waluyo, juga.
Adanya peran ganda mempengarhui kepercayaan yang ada
iii. Determinasi pada aktor terserbut, yaitu cenderung terbentuktinggi.
Merupakan serangkaian tindakan penetapan
bersama akan tujuan kolaborasi. Determinasi terdapat dua Kemudian budaya organisasi yang juga
jenis, yaitu primer dan substantif. Determinasi primer lebih mempengaruhi kepercayaan bersama. RSUD Ngudi Waluyo
kepada pembuatan keputusan prosedural, (teknis kolaborasi, merupakan aktor yang cenderung berperan pasif yaitu
penetapan agenda, jadwal pertemuan, kelompok kerja). dalam pengobatan pasien TB-HIV, sehingga kepercayaan
Detrminsasi substantif lebih kepada pembentukan yang tinggi hanya terbentuk pada aktor yang organisasi
kesepakatan bersama, rekomendasi final tindakan kolaborasi profesi dan aktor lain yang aktif mengajak kolaborasi.
ke depan. PPNI, PKK dan Aisyiyah merupakan aktor yang bersifat
terbuka, sehingga kepercayaan terhadap aktor lain
Penetapan determinasi primer adalah pembuatan cenderung tinggi.
landasan hukum kolaborasi, yaitu SK Pokja TB-HIV pada
tahun 2014. Dari determinasi primer telah mewadahi Kepercayaan juga muncul dari hubungan di masa
kebutuhan prosedural dan teknis kolaborasi, namun terdapat lalu, atau pengalaman ketika menjalankan kolaborasi
kekurangan pada SK Pokja TB-HIV, karena pembagian tugas bersama. Hubungan baik masa lalu terdapat pada Dinas
terlalu umum, yaitu tidak ada spesifikasi peran pada masing- Kesehatan Kab. Blitar dengan KPAD, LKNU, dan Aisyiyah.
masing aktor, sehingga tidak ada target khusus yang Sedangkan hubungan buruk terdapat pada KPAD dengan
diharapkan dari kolaborasi terhadap masing-masingaktor. organisasi profesi. Hubungan baik ketika menjalankan
kolaborasi terdapat pada Puskesmas dan LKNU, serta kader
Penetapan determinasi substantif telah dilakukan PKK.
beragam dari setiap pertemuan. Pada dua pertemuan awal
ii. PemahamanBersama
menghasilkan kesepakatan lebih kepada bagaimana
menyempurnakan kolaborasi agar dapat dilaksanakan. Maksudnya sesama aktor saling mengerti dan
Kemudian baru pada pertemuan ketiga dan selanjutnya, menghargai perbedaan. Pemahaman bersama menuju pada
terdapat kesepakatan seperti penyatuan komitmen politik dan kualitas interaksi interpersonal individu dan organisasi.
kepentingan aktor, intergrasi kegiatan kolaborasi pada Pembentukan pemahaman bersama sering dipengaruhi oleh
kepercayaan yang telah terbentuk di dalamkolaborasi.
masing-masing program aktor, dan kesepakatan rekomendasi
kolaborasi dari hasil capaian yang ada, seperti membentuk Pada kolaborasi, ditemukan pemahaman bersama
bimbingan teknis kolaborasi, on the job training pada dipengaruhi oleh kepercayaan bersama. Pada aktor-aktor
aktorkolaborasi. yang mengetahui karakteristik dan keahlian aktor lain,
b. MotivasiBersama terjadi pemahaman yang baik. Sedangkanadanya rangkap
Emerson, Nabatchi, & Balogh (2012:13) peran anggota terdapat pada Dinas Kesehatan Kab. Blitar
juga anggota IDI/IBI/PPNI, begitu juga individu di
mengartikan motivasi bersama sebagai “self- reinforcing
Puskesmas dan RSUD Ngudi Waluyo, menyebabkan
cycle consisting of four elements: mutual trust, pemahaman bersama pada aktor tersebut terbentuk baik. Hal
understanding, internal legitimacy, and commitment”, atau ini juga pada Dinas Kesehatan Kab. Blitar dengan KPAD.
motivasi bersama merupakan penguatan siklus yang terdiri Selain itu, ada hubungan di masa lalu dan pengalaman baik
dari elemen kepercayaanbersama, pemahaman bersama, melakukan kolaborasi di lapangan, membuat pemahaman
legitimasi internal, dan komitmen. Di dalam motivasi bersama juga terbentuk baik diantara Dinas Kesehatan Kab.
bersama, terdapat beberapa komponen sebagai berikut: Blitar dengan Puskesmas, LKNU, danKPAD.

i. KepercayaanBersama Namun pemahaman oleh faktor kesadaran


Diperlukan usaha terus-menerus dari interaksi perbedaan yang tidak besar, dan keterbukaan tidak
untuk mengetahui (discover) satu sama lain, dan
membuktikan kelayakan untuk dipercaya. Selain itu, membentuk pemahaman bersama yang tinggi,
terdapat beberapa hal yang mempengaruhi seperti hubungan karena bagaimanapun tidak semua aktor
saling tergantung, hubungan antar aktor di luar kolaborasi, berkolaborasi pada semua aktor, artinya berjalannya
pengalaman melakukan kolaborasi dengan aktor lain yaitu kolaborasi terpisah- pisah. Hal ini juga telihat dari
apakah dapat memberi kepersayaan atau malah memberi tingkat kepercayaan yang tidak merata pada aktor
4 kolaborasi, sehingga hasil penelitian lebih melihat
pada terbentuknya pemahaman bersama yang juga
tidak
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

merata pada kolaborasi, walaupun pada beberapa aktor satu sehingga dapat dikatakan komitmen tidak tinggi. Pada
dengan yang lain tingkat pemahaman bersamayatinggi. Organisasi Kemasyarakatan, ditunjukkan dengan pencapaian
target internal LKNU dan pelaksanaan survei IKM (Indeks
iii. LegitimasiInternal Kepuasan Masyarakat) serta PMO (Pendampingan Minum
Merupakan adanya pengakuan berasal dari internal
Obat) oleh kader. Sedangkan pada Aisyiyah, ditunjukkan
kolaborasi, yaitu bahwa aktor-aktor kolaborasi dapat usaha untuk berpatsisipasi pada kegiatan lapangan kolaborasi,
dipercaya atau kredibel dalam menjankan tugas dan walaupun terdapat fokus organisasi yang lebih pada
perannya. Legitimasi internal, pemahaman bersama, dan ProgramEMAS.
kepercayaan bersama merupakan tiga elemen yang saling
terkait erat satu sama lain dalam komponen motivasi Dari hasil di atas, juga terdapat temuan bahwa
bersama, sehingga untuk elemen selanjutnya, yaitu komitmen setiap aktor selalu menghadiri pertemuan, namun kebanyakan
juga sedikit banyak dipengaruhi oleh kualitas tiga elemen ini. dari mereka berganti-ganti individu wakil yanghadir.
Legtimasi internal yang ditemukan adalah 1) peran Selain itu, tidak adanya laporan yang memberatkan
koordinator-bawahan Dinkes Kab. Blitar dengan Puskesmas, juga berdampak positif pada komitmen. Namun, tidak adanya
2) pengalaman kolaborasi (tapi tidak pada semua aktor, insentif pendanaan yang memadai juga membuat kolaborasi
seperti Puskesmas Wates dengan PKK, Puskesmas Wlingi berjalan dengan komitmen yang sedang, artinya komitmen
dan Srengat dengan LKNU, organisasi profesi, Dinkes Kab. para aktor berbeda-beda, begantung pada small wins dan
Blitar), 3) hubungan di luar kolaborasi, yaitu pada Aisyiyah tingkat keselarasan program kolaborasi dengan program
terhadap LKNU, Dinkes Kab. Blitar, IBI, PKK, dan internal dan keyakinan pencapaian target.
Puskesmas pada Program EMAS-nya, 4) pengalaman
menjalankan kegiatan kolaborasi pada KPAD terhadap c. Kapasitas Melakukan TindakanBersama
LKNU, namun hal ini juga meimbulkan legitimasi rendah Yang dimaksud adalah berbagai hasil dari elemen-
yaitu pada KPAD terhadap Puskesmas, dan organisasi elemen lintas fungsional untuk menghasilkan tindakan yang
profesi, dan 5) adanya pengetahuan karakteristik aktor, dalam efektif, karena adanya kapasitas memadai dariaktor.
hal ini terdapat pada Dinkes Kab. Blitar, dan LKNU. i. Prosedur dan KesepakatanBersama
Dibutuhkan legitimasi internal yang merata pada Meliputi aturan-aturan umum, protokol- protokol
seluruh aktor agar motivasi bersama terbentuk dengan baik. kegiatan, dan aturan untuk membuat keputusan, yang semua
Legitimasi internal pada kolaborasi pengendalian TB-HIV di itu dapat diwujudkan mealului kesepakatan informal dan
Kabupaten Blitar walaupun sudah terbentuk baik pada formal. Namun, padakolaborasi yang kompleks, dan
beberapa aktor, namun masih belum merata, dan ditemkan berdurasi panjang, dibutuhkan lebih pada kesepakatan yang
juga legitimasi yang rendah pada sedikitaktor. formal, seperti membentuk landasan hukum kolaborasi.

iv. Komitmen Di dalam temuan, terdapat pembentukan prosedur


Merupakan upaya kuat pelaksanaan kolaborasi dari dan kesepakatan bersama, dalam bentuk formal, yaitu
aktor sehingga mampu menghilangkan berbagai hambatan- Keputusan Bupati Blitar Nomor
hambatan yang seringkali muncul karena perbedaan 188/379/409.012/KPTS/2014 tentang Kelompok Kerja
karakteristik dan kepentingan aktor. (Pokja) TB-HIV di Kabupaten Blitar.

Pada kolaborasi, komtimen terbentuk pada setiap Landasan hukum tersebut terdapat aturan
aktor berbeda-beda. Komitmen pada Dinas Kesehatan Kab. pelaksanaan kolaborasi berikut tugas aktor kolaborasi di
Blitar, Puskesmas, LKNU, Aisyiyah, dan PKK ditunjukkan dalamnya. Peraturan tersebut tidak dibuat seluruhnya oleh
dengan adanya sikap optimis akan tercapainya tujuan kolaborasi, melainkan terdapat penurunan dari Keputusan
kolaborasi ke depan. Sedangkan pada organisasi profesi dan Menteri Kesehatan Nomor 1278/Menkes/ SK/XII/2009
rumah sakti optimis dengan bergantung pada small wins atau tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian
dampak sementara yang positif dari kolaborasi. Sementara Penyakit TB danHIV.
pada KPAD sikap optimis masih rendah. Melihat pembentukan prosedur dan kesepakatan
Komitmen pada Dinas Kesehatan Kab. Blitar institusi di dalam kolaborasi ini telah terbentuk dengan baik
melihat perannya sebagai aktor yang paling membutuhkan sesuai dengan tipikal kolaborasi kompleks. Kesepakatan
dan mempunyai peran utama di dalam pengendalian penyakit institusi pun selaras dengan apa yang di kemukakan oleh
TB-HIV di KabupatenBlitar. Emerson, Nabatchi, & Balogh, yaitu adanya stuktur
jejaring, dan self- managing-system.
Pada Puskesmas, komitmen ditunjukkan dengan
pelaksanaan kolaborasi dengan aktor lain, walaupun tidak ii. Kepemimpinan (oleh pemimpinkolaborasi)
merata. Pada RSUD, Ngudi Waluyo, komitmen ditunjukkan Mempunyai peran mutlak dalam proses kolaborasi.
dengan pelaksaan intergrasi layanan TB-HIV yang baik, Berbagai perannya adalah (1) sebagai pihak yang menggali
artinya ada standar rujukan, dan kerahasiaan pasien. Namun dukungan untuk kolaborasi, (2) penginisiasi pertemuan, (3)
juga dipengaruhi oleh sifat pasif rumah sakit, sehingga fasilitator dan mediator, (4) representasi dari aktor dan
rendah untuk menjalankan kolaborasi kegiatan lapangan kolaborasi secara keseluruhan, (5) pendistributor
dengan aktor lain. Pada KPAD, ditunjukkan dengan kegiatan pengetahuan, (6) mendorong penggunaan teknologi dalam
sosialisasi dan pelatihan bersama, dan adanya target MDGs kolaborasi, serta (7) melakukan advokasi pada publik.
dari KPA Naional membuat pengaruh yang baik pada Berdasarkan, terdapat pemimpin telah melakukan
komitmen. Pada PKK, komitmen ditunjukan dengan inisiatif penjadwalan pertemuan bersama dengan
kolaborasi yang dilakukan oleh pada kadernya, walaupun mengundang seluruh aktor, walaupun diakui bahwa terdapat
tidak merata pada seluruh aktor. Pada Organisasi Profesi, hambatan rencana pembuatan kegiatan rutin bersama, karena
ditunjukkan dengan pelaksanaan kegiatan itnernal yang peran ganda pemimpin dan kesibukan masing-masing aktor.
bersangkutan, seperti ANC Terpadu pada IBI. Namun,
organisasi profesi jarang berkolaborasi terhadap aktor lain, Untuk lebih lengkapnya, berikut ini adalah peran

5
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

pemimpin yang telah dijalankan: (1) penggalian dukungan pendampingan, v) kebutuhan keahlian analisis kolaborasi, dan
telah dilakukan, namun hanya sebatas mengundang aktor dari vi) implementor di lapangan, serta vii) kebutuhanahli.
Dinkes Prov Jatim, dan Bupati Blitar. (2) pemimpin selalu
mengundang seluruh aktor kolaborasi untuk hadir dalam Pada kolaborasi, terdapat penemuan tidak ada
pertemuan bersama, meskipun kesulitan untuk membuat
sumber dana bersama. Pendanaan kolaborasi dilakukan
jadwal rutin pertemuan. (3) pemimpin menurut seluruh aktor
mudah ditemui dan dimintai pertolongan atau sekedar dengan menganggarkan dari masing-masing aktor, karena
berkonsultasi. (4) pemimpin mampu berperan sebagai pelaksanaan kegiatan terintergasi dengan kegiatan mereka.
representasi Dinkes Kab. Blitar dan juga sebagai koordinator Untuk kebutuhan dana mengadakan pertemuan bersama,
kolaborasi (5) pemimpin berusaha melakukan distribusi difasilitasi dari Dinkes Kab. Blitar dan LKNU. Tidak adanya
pengetahuan melalui penyatuan update capaian masing- pendanaan yang dikelola bersama menyebabkan perbedaan
masing aktor pada saat pertemuan, namun untuk pengetahaun kekuatan antar aktor semakin tinggi, yaitu aktor-aktor
keahlian masih belum mendorong terbentuknya pelatihan
bersama secara merata. (6) pemimpin mendorong yang memilikiinsentif internal baik, seperti LKNU dan
penggunaan IT pada puskesmas karena perannya sebagai Dinkes Kab. Blitar, akan lebih berdaya dalam berkolaborasi
Kasi P2MK, namun belum dilakukan pada aktor lain. (7) dibandingkan dengan aktor lain.
pemimpin melakukan advokasi hanya pada pembentukan
Pokja TB-HIV, sedangkan advokasi lain yang lebih lanjut Sumber daya dalam pembagian waktu dan peran
belum dilakukan, seperti misalnya penganggaran dana khsuus dalam kolaborasi tidak terbentuk dengan baik. Hal ini terteta
untukkolaborasi. di dalam SK Pokja TB-HIV bahwa seluruh tugas aktor
Pengetahuan kolaborasi adalah sama.
Merupakan segala informasi yang diperlukan oleh
Sumber daya dukungan teknis dan administratif
aktor untuk berpartisipasi dalam proses kolaborasi.
Pengetahuan adalah informasi yang dipahami oleh aktor, telah tersedia baik pada aktor Rumah Sakit, PKK, LKNU,
sehingga berguna bagi mereka. Pengetahuan yang tidak Aisyiyah, KPAD, serta Organisasi Profesi, dan Dinkes. Kab.
didistribusikan dengan baik akan dapat membingungkan Blitar. Namun, dukungan teknis dan adminsitratif masih
aktor kolaborasi, karena kerancuan informasi yang di dapat. belum tersedia dengan baik pada aktor Puskesmas. Hal ini
Pada kolaborasi, pengetahuan sebagian besar terdapat fakta rangkap peran, yaitu pengelola program
terdistribusikan pada pertemuan bersama. Di dalam TB/HIV di Puskesmas adalah juga sebagai petugas teknis dan
pertemuan tersebut, terdapat penyampaian hasil-hasil capaian administratif sekaligus penyuluh pada masyarakat.
dari masing-masing aktor, kemudain diskusi dan pembuatan
keputusan bersama yang merupakan pengetahuan penting dan Sumber daya pendampingan kolaborasi, terjadi
dibutuhkan. pada awal-awal kolaborasi, yaitu dengan meminta
Aktor yang menjadi sumber pengetahuan dalam hal pendampingan dari pejabat Dinkes Provinsi Jawa Timur
ini yang terbesar adalah Dinkes Kab. Blitar, yaitu dengan untuk intergasi kolaborasi dengan pusat, dan Notaris sebagai
kepanjangan tangan mereka di puskesmas. sedangkan aktor pendampin pembuatan SK Pokja TB-HIV. Pendampingan
lain yang juga berperan besar adalah LKNU, dengan adanya untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan hanya dari Dinkes
hasil survei Indeks Kepusan Masyarakat (IKM) yang Kab. Blitar dalam bentuk pembekalan informasi dan
menggambarkan pelayanan di puskesmas. dari aktor lain,
pelatihan, namun itu masih belum merata pada semua aktor.
pengetahuan yang disalurkan utama berupa temuan-temuan
baru di lapangan, seperti sulitnya menyadarkan masyarakat
tua dan golongan menengah ke bawah akan penyakit TB- Sumber daya kebutuhan analisis akan kolaborasi,
HIV, adanya kasus DO pengobatan, serta penemuan- tidak ada pihak yang melakukan analisis khusus terhadap
penemuan lainnya seperti adanya pengetahaun yang rendah pelaksanaan kolaborasi, melainkan seluruh aktor bertugas
juga mengenai penyakit TB-HIV di kalangan petugas melakukan monitoring dan evaluasi. Namun hal ini belum
kesehatan. berjalan baik barena masing-masing aktor menganut gaya
Walaupun distribusi pengetahuan telah dilakukan pengukuran capaian kolaborasi yang berbeda-beda, dan
pada saat pertemuan bersama, namun hal ini tidak berjalan seringkali tidak mencangkup keseluruhan kolaborasi.
dengan baik karena beberapa hal, yaitu adanya berganti-ganti
wakil yang dikirmkan setiap aktor untuk menghadiri Sumber daya implementor di lapangan, adalah
pertemuan kolaborasi menjadi penyebab utama pemahaman semua aktor, karena pelaksanaa lapangan adalah seluruh aktor
2 kolaborasi. Kebutuhan dan pertukaran sumber daya ini telah
menyeluruh setiap aktor tidak dapatdiperoleh.
terjadi, namun masih tidak meratas, yaitu kolaborasi antar
Distribusi pengetahuan tidak dapat dikontrol oleh
pemimpin kolaborasi karena tidak mempunyai pengaruh aktor dalam pertukaran implementor masing terjadi dari satu
sampai pada tingkat individu pada beberapa aktor. Pemimpin aktor ke aktor lain, tidak bersama-sama seluruh aktor.
kolaborasi hanya dapat memantau pelaksanaan dari aktor
puskesmas, dan KPAD, karena peran ganda pemimpin pada Sumber daya kebutuhan ahli, masih terdapat
kedua aktor tersebut. kekurangan, terutama pada puskesmas, yaitu hanya terdapat
iii. SumberDaya masing-masing satu petugas untuk pengelola program TB dan
Sumber daya adalah: i) pendanaan finansial, HIV, bahkan ada yang merangkap peran sekaligus. Kebutuhan
pembagian waktu dan peran, iii) dukungan teknis dan ahli masih terbatas pada dukungan dari petugas pelayanan
administratif pelaksaan kegiatan, iv) saling melakukan kesehatan dari aktor Puskesmas dan Rumah Sakit.

6
2. Adanya berganti-ganti wakil ini disebabkan oleh i) fokus aktor kolaborasi yang beragam, ii) peran ganda individu
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

Sedangkan dari aktor lain lebih pada sumber daya yang ahli berobat pada masyarakat menengah dan menengah
dalam bidang sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat. ke atas pada penyakit TB danHIV.
2) Peningkatan kesadaran diri berobat rutin pada
2. Tindakan-tindakanKolaborasi penderita TB dan HIV berumurmuda.
Tindakan-tindakan dalam kolaborasi pada 3) Penurunan stigma penyakit TB merata pada
prakteknya sangat beragam, dan merupakan cerminan seluruhmasyarakat
daripada dinamika kolaborasi. Apapun tindakan yang 4) Penurunan stgima penyakit HIV pada masyarakat
dilakukan dalam bentuk kegiatan/event atau diskusi dan berpendidikantinggi
sebagainya, dan baik buruknya dapat dilihat dari 5) Penurunan stigma penyakit HIV padaibu-ibu
pembangunan dan pemahaman benar akan dinamika 6) Keberhasilan penurunan kematian pasienHIV
kolaborasi oleh para aktor dan invididu kolaborasi. 7) Peningkatan cure rate pasien TB dipuskesmas
Kemudian, hasil daripada tindakan ini secara lansung 8) Peningkatan kualitas puskesmas karena adanya survei
membawa dampak sementara yang mengarah kembali pada Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan
dinamika kolaborasi, dan dampak jangkapanjang. PMO Dampak negatif, di antaranya adalah:

Terdapat berbagai tindakan kolaborasi yang 1) Sulit menyadarkan masyarakat menengah


beragam yang telah dilakukan. Beberapa hasil tindakan yang kebawah dan suspek TB berumurtua.
telah berjalan baik adalah adanya monitoring dan evaluasi 2) Sulit menyadarkan HIV pada
yang dilakukan oleh seluruh aktor kolaborasi, sehingga dapat keseluruhan masyarakat
menghasilkan masukan yang beragam untuk kemajuan 3) Budaya malu untuk memeriksakan tes TB/HIV
kolaborasi. padapuskesmas
4) Malas berobat rutin, terutama pada penderita TB
Namun, terdapat juga beberapa hal yang belum berumurtua
maksimal, diantaranya: 1) berbagai tindakan kolaborasi yang 5) Ada pengalaman buruk berkolaborasi dengan
telah dilakukan, seperti pertemuan bersama, kegiatan-
aktorlain
kegiatan di lapangan, dan kegiatan monitoring dan evaluasi,
namun hal ini masih dilakukan oleh beberapa aktor saja dan Dari berbagai dampak sementara tersebut,
terdapat bahwa sebagian besar dari hal tersebut belum baik, kemudian diadaptasi oleh kolaborasi. namun, sebelum itu,
perlu melihat juga bagaiana monitoring yang dilakukan oleh
2) pertemuan bersama yang terbentuk belum efektif, dengan
kolaborasi sehingga berhubungan dengan dampak yang ada
tidak adanya pertemuan rutin yang sangat penting untuk
tersebut.
kemajuan kolaborasi, dan 3) kegiatan lapangan kolaborasi
belum efektif, karena kolaborasi antar aktor yang terbentuk Monitoring dilakukan oleh seluruh aktor, dengan
tidak merata, jarang terbentuk penggerakan kolaborasi cara yang berbeda-beda pada masing-masing aktor..
bersama dilapangan. Monitoring sebagian besar aktor fokus pada dampak
kolaborasi pada masyarakat. Monitoring untuk saling
3. Dampak Sementara dan Adaptasi pada mengukur kinerja aktor jarang dilakukan, hanya IKM dari
ProsesKolaborasi
LKNU.
Dampak dalam CGR yang dimaksud adalah
dampak sementara yang ditimbulkan selama proses Kelebihan sistem monitoring yang dilakukan oleh
kolaborasi. Karakteristik dampak ada yang diharapkan, seluruh aktor dengan cara yang berbeda-beda membuat hasil
yang tidak diharapkan, serta tidak terduga. Dampak yang beragam dan baik untuk kolaborasi. Penyampaian monitoring
diharapkan adalah “small-wins” yaitu hasil-hasil positif adalah dari perwakilan dari FGD dalam pertemuan bersama.
yang terus memberlangsungkan semangat para aktor. Masing-masing aktor menyampaikan hasilnya pada wakil
Sedangkan dampak yang tidak diharapkan seperti kendala- FGD yang kemudian disampaikan dalam forum kolaborasi.
kendala dalam pelaksanaan kolaborasi. Dampak tidak
terduga juga dapat muncul secara langsung maupun tidak Sedangkan adaptasi dari kolaborasi adalah dengan
pada proseskolaborasi. menggunakan konsensus bersama. Seluruh masukan dari
aktor diterima, lalu diputuskan mana yang dibutuhkan untuk
Berbagai dampak tersebut menghasilkan umpan didiskusikan lebih lanjut dan diambil rekomendasi ke depan.
balik atau feedbacks, yang kemudian di adaptasi oleh Rekomendasi bersifat umum pada seluruh aktor. Namun,
kolaborasi. Adaptasi yang dimaksud adalah bagaimana tidak ada kontrol dari pemimpin maupun kolaborasi, yaitu
kolaborasi menyikapi feedback dari masing-masing aktor apakah rekomendasi benar-benar dilaksanakan oleh aktor. Hal
yang ada. Adaptasi yang baik adalah yang sekiranya dapat ini karena monitoring pun fokus pada dampak sementara
dilakukan oleh seluruh aktor kolaborasi, artinya tidak ada kolaborasi padamasyarakat.
pengaruh kepentingan organisasi di atas kolaborasi,
sehingga menyebabkan terjadinya usaha mengambil mafaat
kolaborasi secara lebih untuk kepentingan organisasi
sendiri. Adaptasi harus berdasarkan apa yang menjadi Kesimpulan
kebutuhan utama untuk dirubah di dalam kolaborasi,
sehingga hal tersebut dapat menjaga kemajuan kolaborasi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
Dalam dampak sementara yang terjadi pada disimpulkan bahwa Proses Collaborative Governance dalam
kolaborasi pengendalian penyakit TB-HIV di Kabupaten Pengendalian Penyakit TB-HIV di Kabupaten Blitar belum
Blitar, terjadi dampak positif dan negatif, sedangkan hampir efektif dilaksanakan. Hal ini terlihat dari indikator kolaborasi
tidak ada untuk dampak tidak terduga. keseluruhan sebagai berikut:
Dampak positif (small-wins) di antaranya: 1.Indikator dinamikakolaborasi
Dapat dilihat pada tiga sub indikator, yaitu
1) Peningkatan kesadaran memeriksakan diri dan penggerakan prinsip bersama, motivasi bersama, dan

7
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

kapasitas untuk melakukan tindakan bersama. ada mekanisme pengaturan yang baik, sehingga ada aktor
yang mendominasi.
a. Penggerakan prinsipbersama
Dalam proses pengungkapan, terdapat tujuan dari Pada kepemimpinan, telah dilakukan tujuh
aktor untuk bergabung dengan kolaborasi selaras degan peranan oleh pemimpin kolaborasi. Namun, dari hasil itu
tujuan utama kolaborasi, yaitu mengurangi beban penderita juga terdapat masing-masing peran pemimpin yang telah
TB terhadap HIV dan beban penderitaHIV terhadap TB serta dijalankan masih belum maksimal, yaitu penggalian
sekaligus mengurangi beban masyarakat terhadap fenomena dukungan pada masy. tidak dilakukan, tidak mampu
oportunistik keduanya. Berdasarkan hal tersebut, meskipun membuat pertemuan rutin, seringkali terjadi dilema antara
terdapat kelemahan, namun secara keseluruhan pengungkaan prioritas kolaborasi dengan prioritas Dinkes Kab. Blitar atau
telah berjalanbaik. KPAD, tidak mempunyai pengaruh untuk mengontrol
distribusi informasi, tidak aktif mendorong kolaborasi
Pada deliberasi yang telah terbentuk, terdapat bersama seluruh aktor, dorongan penggunaan IT hanya pada
diskusi berssaa, diskresi, dan konsensus. Namun, di dalam aktor puskesmas, advokasi masih sedikit dilakukan, tidak
pelaksanaannya pada masing-masing tersebut masih belum ada usaha untuk menyatukan sumber danakolaborasi.
berjalan baik, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
deliberasi belum terbentuk denganbaik. Pada pengetahuan yang terbentuk, dapat terlihat
dari distribusi informasi yang telah tersalurkan dengan baik
Pada determinasi, yaitu determinasi primer terdapat pada seluruh aktor melalui wadah pertemuan bersama.
pada pembentukan Pokja TB-HIV yang mempunyai Namun, adanya fakta wakil-wakil aktor yang hadir dalam
kelemahan, yaitu tidak ada tugas spesifik pada masing- setiap pertemuan bersama seringkali berganti-ganti
masing aktor. Sedangkan pada determinasi substantif, adalah meyebabkan pemahaman akan informasi yang telah
tidak dilakukannya penyautan kepentingan secara terus- terdistribusi tidak dapat terjamin.
menerus pada seluruh aktor (terdapat hubungan pada sub
indikator pengungkapan). Oleh karena itu, determinasi dari Sumber daya kolaborasi telah terpenuhi dalam
kolaborasi ini dapat dikatakan belum terbentukbaik. berbagai macamnya. Namun, dari hasil lain, terdapat
beberapa kendala yang mengakibatkan sumber daya
Dari hasil tiga sub indikator penggerakan prinsip kolaborasi belum maksimal, seperti: 1) tidak ada sumber
bersama di atas, maka dapat dikatakan bahwa belum berjalan dana finansial bersama, melainkan menempel pada masing-
dengan baik. masing aktor. Sehingga perbedaan kekuatan antar aktor
b. Motivasibersama masih terjadi, 2) tidak ada target waktu pencapaian
Kepercayaan bersama terbentuk karena adanya kolaborasi, 3) pembagian peran: semua aktor mempunyai
hubungan masa lalu dari masing-masing aktor. Selain itu, tugas sama, padahal masing- masing aktor berbeda, 3)
kepercayaan juga tumbuh seiring dengan interaksi yang sumber daya pendampingan hanya dilakukan pada
ada. Namun, dari pembentukan kepercayaan bersama tidak pertemuan bersama, yaitu pembekalan informasi oleh
merata pada seluruh aktor kolaborasi. Oleh karena itu, Dinkes Kabupaten Blitar, dan 4) Pertukaran kebutuhan
kepercayaan belum terbentuk dengan baik. sumber daya, sebagian puskesmas masih kekurangan
sumber daya ahli.
Pembentukan pemahaman bersama dapat dilihat
dari adanya temuan aktor satu sama lain saling mengerti Dari hasil ke empat sub indikator di atas, dapat
dan dipengaruhi bersar oleh kualitas kepercayaan bersama. disimpulkan bahwa sub indikator penggerakan prinsip
Oleh karena itu, walaupun terdapat pembentukan bersama belum terbentuk dengan baik.
pemahaman dari satu aktor ke aktor yang lain, namun 2. Indikator tindakan-tindakankolaborasi
adanya kepercayaan yang belum terbentuk dengan baik,
Dari hasil tindakan kolaborasi yang telah
mengakibatkan pemahaman bersama pun juga dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tindakan-
terbentukdemikian.
tindakan kolaborasi meskipun telah beragam yang dilakukan,
Legitimasi internal juga ditemukan adanya namun masih belum baik. Hal ini sesuai dengan hasil
ketidakmerataan pada kolaborasi. Beberapa aktor mengakui daripada indikator dinamika kolaborasi yang juga belum
kredibilitas aktor lain, namun tidak ada yang menyatakan berjalan baik, yaitu tindakan-tindakan kolaborasi ini pada
bahwa telah mengakui seluruh aktor kolaborasi telah dasarnya adalah cerminan dari hasil indikator dinamika
kredibel dalam menjalankan masing- masing perannya di kolaborasi yang terbentuk terus-menerus.
dalam kolaborasi.
3. Indikator dampak sementara dan adaptasi pada
Pada komitmen, meskipun telah terbentuk, namun proseskolaborasi
terdapat berbagai hambatan, yaitu tidak adanya insentif Melihat pada hasil dan pembahasan, meskipun
pendanaan dari kolaborasi sehingga masing- masing aktor dampak sementara telah terbentuk, namun masih tidak
untuk melaksanakan kolaborasi menggunakan pendanaan signifikan mempengaruhi proses kolaborasi yang berjalan,
dari organisasi mereka sendiri. Sedangkan dari keseluruhan serta mekanisme adaptasi pada proses kolobaorasi walaupun
komitmen, hanya terbentuk komitmen yang baik ada telah berdasarkan konsensus, namun tidak tampak adaptasi
sebagian aktor saja, dengan ditemukan komitmen untuk telah dijalankan oleh seluruh aktor kolaborasi. Oleh
melakukan kolaborasi dengan seluruh aktor masih rendah. karenaitu, dapat dikatakan bahwa dampak sementara dan
adaptasi pada proses kolaborasi belum terbentuk denganbaik.
c. Kapasitas melakukan tindakanbersama
Di dalam prosedur dan kesepaktan institusi, terdapat
pembentukan terlihat dari SK Pokja TB-HIV Tahun 2014. Dari
hal tersebut, dapat dikatakan kolaborasi awal terbentuknya Saran
sudah mempunyai keinginan mewujudkan
sifat egaliter. Namun, melihatdari pembentukan Self-
Managing-System, masih terdapat kekurangan, yaitu tidak Berdasarkan hasil kesimpulan, peneliti dapat
8
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016

memberikan saran antara lain sebagai berikut: H.E., dan Bruce D. Walker, AIDS and
1. Kepada forumkolaborasi: Tuberculosis: A Deadly Liaison. Weinheim:
Membentuk pertemuan rutin bersama, karena hal Wiley. Halaman 209- 242.
ini sangat penting dilakukan dalam kolaborasi yang Kementrian Kesehatan (2007) Kebijakan Nasional
kompleks, sehingga melakukannya merupakan suatu Kolaborasi TB/HIV – Edisi Pertama.. Jakarta:
keharusan agar kolaborasi berjalan efektif danmaksimal. Kemenkes.
Manajemen sumber daya kolaborasi dengan Keputusan Bupati Blitar Nomor
mekanisme yang tepat, yaitu bagaimana agar sumber daya 188/379/409.012/KPTS/2014 tentang Kelompok
kolaborasi dari Pokja TB-HIV yang mampu membentuk Kerja TB-HIV di Kabupaten Blitar
formasi sumber daya sehingga kolaborasi benar-benar Keputusan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
mampu memberi manfaat lebih pada masyarakat.
Nomor 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang
2. Kepada seluruh aktorkolaborasi Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian
Saling mendorong berkolaborasi pada seluruh Penyakit TB dan HIV.
aktor, menciptakan budaya aktif mengemukakan pendapat Lexy J. Moleong (2005) Metodologi Penelitian Kualitatif.
dan hak menyatakan ketidaksetujuan terhadap hasil
kolaborasi yang telah dicapai pada saat pertemuan bersama, Bandung: Remaja Rosdakarya.
serta melakukan monitoring dan evaluasi pada kinerja aktor Pusdatin Kemenkes (2015) Infodatin: Situasi dan Analisis
lain dan kolaborasi keseluruhan. HIV/AIDS 2015. Publikasi oleh Kementrian
3. Kepada pemimpinkolaborasi Kesehatan.
Pemimpin perlu melakukan pendekatan WHO (2015) ‘HIV-Associated Tuberculosis’,TB-HIV
mendalam pada masing-masing aktor, termasuk Factsheet 2015, November 2015. France: WHO
membangun hubungan pada indvidu-individu penting di Library Cataloguing-in-Publication Data.
dalamnya, serta mendorong untuk berkolaborasi pada Yasir, Said (2015) Indonesia Peringkat TB 2 Dunia.Berita
seluruhaktor. Harian Andalas: Lugas dan Cerdas: Jumat, 20
Maret 2015[Diakses4Maret2016]
http://harianandalas.com/kanal-medan-
Daftar Pustaka kita/indonesia-peringkat-2-tb-dunia.
Ansell, Chris, & Alison Gash (2007) ‘Collaborative
Governance in Theory and Practice’, Journal of
Public Administration Research and Theory,
Vol.18 no. 4 hal. 543-571.
Cain, Kevin P. et al (2009) ‘Causes of DeathinHIV-
infected Persons Who HaveTuberculosisin
Thailand’, Journal of EmergingInfectious
Diseases, Februari 2019, vol.12, no.2.hal.258-
264.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar(2016) Perkembangan
penyakit HIV/AIDSdiKabupaten Blitar kurun
waktu tahun 2013-2015. Data printdalam
Microsoft Excel [15 Maret 2016].
Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar (2016) Perkembangan
penyakit TB di Kabupaten Blitar kurun waktu
tahun 2013-2015. Data print dalam Microsoft
Excel [16 Maret 2016].
Emerson , Kirk., Tina Nabatchi & Stephen Balogh (2012)
‘Integrative Framework for Collaborative
Governance’, Journal of Public Administration
Research and Theory, Vol. 22 no. 1, hal. 1-29.
Fujiwara, Paula I et al (2012) Implementing Collaborative
TB-HIV Activities: a Programmatic Guide, Paris:
The Union.
Gabrielian, Vatche (1999) Qualitative Research Methods:
An Overview. Dalam Gerald J. Miller & Marcia
L.Whicker. Handbook of ResearchMethods in
Public Administration. New York: Marcel
Dekker. Halaman 167-205.
Goldfeld,Anne E., dan Elizabeth L. Corbett (2009)
TB/AIDS Coinfection: An Integrated Clinical and
Research Response. Dalam Kaufmann, Stefan

Вам также может понравиться