Вы находитесь на странице: 1из 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama

otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,

psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta

ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya

digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan yang menitiberatkan pada upaya

penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. (ejurnal, Dewi

Angraini. 2015;38). Salah satu penyebab meningkatnya penyalahgunaan narkoba

adalah kurangnya informasi tentang bahaya narkoba baik di kalangan orang tua

mapun anak-anak. Banyak orangtua yang tidak menyadari pengaruh narkoba dan

bahaya yang mengancam anak-anak setiap hari. Di sisi lain masalah yang dialami

peserta didik makin hari makin beragam penyimpangan perilaku yang dilakukan

mereka dan makin meningkat, seperti perkelahian, menurunnya tingkat

kedisplinan dan juga penyalahgunaan narkoba. Hal ini tidak terlepas dari kondisi

di negara Indonesia yang pada saat ini masih sangat memprihatinkan

(Kasman,Thamrin DKK. 2014: 1). Dari hasil pengamatan masalah dilapangan

bayak siswa yang tidak tau NAPZA dan dari sumber siswa kelas VIII terdapat

beberapa siswa pernah menggunakan obat terlarang.

Menurut “Word Drug Report” tahun 2012 yang diterbitkan oleh UNODC,

organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan kriminal, diperkirakan

terdapat 300 juta orang yang berusia produktif antara 15 s.d 64 tahun yang

1
mengonsumsi Narkoba, dan kurang lebih 200 juta orang meninggal setiap

tahunnya akibat penyalahgunaan Narkoba (Kasman,Thamrin DKK. 2014;1)

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama

dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) pada

tahun 2011, menunjukkan angka prevelensi (penyalahguna narkoba) nasional

adalah 2,2% dari jumah penduduk Indonesia yang berumur 10-59 tahun atau

setara dengan 3,8 sampai 4 juta orang. Pada tahun 2015 diprediksi angka

prevelensi akan mengalami kenaikan menjadi 2,8% (5,1 juta orang) apabila

seluruh komponen bangsa tidak melakukan upaya-upaya pencegahan dan

pemberantasan yang komprehensif (Kasman,Thamrin DKK. 2014: 2). Hasil

penelitian Universitas Indonesia dengan BNN pusat tahun 2011 Kalimantan

Tengah masuk dalam kategori berbahaya karena pengguna narkoba didaerah ini

terus meningkat, bahkan sudah menduduki peringkat keenam dari sembilan

Provinsi di Indonesia. Data BNN menunjukkan, akhir 2011 jumlah pengguna

narkoba di Kalimantan Tengah mencapai 34.543 orang dari jumlah ini 8.000

diantaranya masuk dalam tahap kecanduan parah. Selanjutnya 15.000 diantaranya

pengguna narkoba rutin namun belum candu. Sedangkan sisanya adalah pengguna

baru yang sifatnya masih coba-coba. BNN memproyeksi angka peningkatan

pengguna Narkoba di Kalteng sebesar 1,47%. Namun dari hasil penelitian

diperiode tersebut, peningkatan justru mencapai 1,8% ada kenaikan sebesar 0,33%

dari proyeksi BNN, Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat

menjadi rawan peningkatan pengguna Narkoba (hhtp://kalteng.antaranews.com).

Dari Hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 03

November 2017 terhadap 10 remaja kelas VII di SMPN 16 Palangka Raya

2
ditemukan 2 orang yang mengetahui tentang Pencegahan penyalahgunaan

NAPZA sedangkan 8 orang tidak mengetahui tentang Pencegahan

penyalahgunaan NAPZA.

Ketergantungan zat merupakan dampak dari penyalahgunaan NAPZA yang

parah, hal ini sering dianggap sebagai penyakit ketergantungan seperti

ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menghentikan pemakaian zat

menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika dihentikan akan berbahaya dan

merugikan keluarga serta menimbulkan dampak sosial yang luas. Salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan NAPZA adalah pengetahuan,

dimana dalam suatu kondisi jika seorang itu tahu bahwa hal yang akan

dilakukannya akan berakibat buruk terhadap terhadap dirinya maka orang tersebut

kemungkinan tidak akan melakukan hal tersebut (Methan, 2013). Dampak dari

penyalahgunaan NAPZA ini sangatlah memprihatinkan bagi kalangan masyarakat

khususnya remaja, karena remaja sangat berperan dalam pembangunan, dampak

dari pemakaian NAPZA seperti ketergantungan berat, prutasi, dan juga menyakiti

diri sendiri bahkan mencuri.

Dari uraian diatas bahwa peserta didik merupakan sasaran paling empuk dan

mudah bagi peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Oleh karenanya kesiapan

pihak sekolah dalam hal ini perlu ditingkatkan dan perlu diadakan perubahan

dalam pola penanggulangannya. Pemberian sanksi sekolah untuk mengeluarkan

peserta didik dari sekolah, bila peserta didik kedapatan membawa atau

menggunakannya, seperti telah dijelaskan sebelumnya ternyata bukan solusi yang

tepat untuk menekan permasalahan penyalahgunaan narkoba. Untuk itu kedepan

ini perlu dipikirkan cara penanggulangan lainnya yang mungkin dirasakan dapat

3
lebih efektif, yaitu bagaimana memfungsikan sekolah sebagai sumber informasi

bagi peserta didik, karena institusi sekolah sangat berpengaruh dan sangat

strategis untuk Program Pencegahan Peredaran Dan Penyalahgunaan Narkoba

(P3N). Diharapkan keinginan untuk mengetahui narkotika dan psikotropika tidak

sampai pada taraf mencoba-coba apalagi penyalahgunaannya. Tentu ini bukan hal

yang mudah karena merupakan tantangan bagi guru dan juga perawat. Perawat

sebagai tenaga medis yang mengerti dan paham tentang bahaya penyalahgnaan

NAPZA dengan melakukan berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan dan Guru

yang selama ini dipersepsikan murid sebagai pihak yang tidak populer dan

ditakuti harus dapat berubah menjadi sosok yang dijadikan tempat untuk mencari

solusi masalah yang dihadapi muridnya. Disamping itu yang tak kalah pentingnya

adalah peran orang tua dan kerjasama semua warga sangat diharapkan dalam

melakukan upaya pencegahan khususnya dalam lingkungan keluarga. Dari

permasalahan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian kepada siswa sekolah

karena permasalahan ini sudah menjadi musuh bangsa Indonesia dalam

menanggulangi dan memerangi NAPZA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini

yaitu bagaimana tingkat pengetahuan siswa dalam pencegahan penyalahgunaan

NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa dalam pencegahan

penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya.


1.3.2 Tujuan Khusus

4
1) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa tentang pengertian NAPZA di

SMP Negeri 16 Palangka Raya.


2) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa tentang jenis-jenis NAPZA

yang sering digunakan di SMP Negeri 16 Palangka Raya.


3) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa tentang faktor penyebab

penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya.


4) Mengidentifikasi ingkat pengetahuan remaja tentang karakteristik remaja

yang berisiko meyalahgunakan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya.


5) Mengidentifikasi Tingkat pengetahuan siswa tentang Upaya Remaja

Dalam Mencegah Penyalahgunaan Napza di SMP Negeri 16 Palangka

Raya.
1.4 Manfaat Penelitan
1.4.1 Teoritis
1) Bagi STIKES Eka Harap
Penelitian ini dapat dapat dijadikan masukan bagi perkembangan Ilmu

Keperawatan khususnya tentang pencegahan penyalahgunaan NAPZA

pada siswa SMP.


2) Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan bahan informasi untuk

peneliti tentang pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMP dan

juga diharapkan untuk bagi peneliti selanjutnya bisa jadi bahan referensi

untuk melanjutkan penelitian ini.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

5
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar

menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

sebagainya (Notoatmodjo S, 2010: 1).

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo S, 2011: 147). p

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

2.1.2.1 Tahu (know)

Tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya

(Notoatmodjo S, 2011: 148).

2.1.2.2 Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, mnyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo S, 2011: 149).

2.1.2.3 Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). (Notoatmodjo S, 2011:

149).

6
2.1.2.4 Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dalam pengunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya (Notoatmodjo S, 2011: 149).

2.1.2.5 Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo S, 2011: 149).

2.1.2.6 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo S, 2011: 150).

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

7
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, maka dapat dikelompokkan menjadi

dua, yakni :

2.1.3.1 Cara Tradisional atau non-ilmiah


Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode

penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa

melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain

meliputi :

1) Cara coba-salah (trial and error)


Cara ini coba-coba dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba

kembali dengan kemungkinan ketiga dan apabila kemungkinan ketiga gagal

dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat

terpecahkan. Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama

untuk memecahkan berbagai masalah. Metode ini telah banyak jasanya, terutama

dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagai cabang

ilmu pengetahuan. Hal ini juga merupakan pencerminan dari upaya memperoleh

pengetahuan, walaupun pada taraf primitif.

2) Secara kebetulan

8
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh

orang yang bersangkutan.

3) Cara kekuasaan atau otoritas


Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh

orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan

kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran

sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut

menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.

4) Berdasarkan pengalaman pribadi


Pengalaman adalah guru yang baik, pepatah ini mengandung maksud

bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan

cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang di hadapi,

maka untuk memecahkan masalah yang lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal maka cara itu tidak akan diulangi

lagi dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil

memecahkannya.

5) Cara akal sehat (Common Sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang menemukan teori atau

kebenaran. Sebelum pendidikan ini berkembang, para orang tua pada zaman

9
dahulu agar anaknya menuruti nasehat orang tuanya menggunakan cara hukuman

fisik. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi

teori atau kebenaran bahwa hukuman merupakan metode bagi pendidikan anak

(Notoatmodjo S, 2010: 14).

6) Kebenaran melalui wahyu


Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan melalui

para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut

agama yang bersangkutan (Notoatmodjo S, 2010: 15).

7) Kebenaran secara intuitif


Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati

atau bisikan saja (Notoatmodjo S, 2010: 15).

8) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya

merupakan cara melahirkan pemikiran secara langsung melalui pernyataan-

pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat

suatu kesimpulan (Notoatmodjo S, 2010: 15).

9) Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-

pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam

berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman empiris

yang ditangkap oleh indra (Notoatmodjo S, 2010: 15).

10
10) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke

khusus. Di dalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap

benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga pada semua peristiwa yang

terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu (Notoatmodjo S, 2010: 16-17).

2.1.3.2 Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau

lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology). Mula-mula

mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau

kemasyarakatan kemudian hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan

diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmodjo S, 2010:

18).

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut (budiman, agus riyanto dikutip dari buku kapita selekta kuisioner

pengetahuan dan sikap dalam penelitian kesehatan 2013:3-4) faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan pengetahuan adalah

1. Tingkat Pendidikan.

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal)

berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata

laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin

tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima

11
informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk

mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin

banyak informasi yang semakin masuk semakin banyak pula pengetahuan yang

didapatkan tentang kesehatan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang

berpendidikan rendaah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,

akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Pengetahuan

seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif

dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang

terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui,

maka akan membutuhkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.

2. Informasi/Media Massa.

Informasi adalah “that of which one is apprised or told: intelligence,

news” (Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatakan bahwa informasi

adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi

sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan

sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan

memanipulasi, mengumumkan menganalisis, dan menyebarkan inroleh formasi

dengan tujuan tertentu (undang-undang Teknik Informasi).

Adanya perbedaan didefinisi informasi pada hakikatnya dikarenakan

sifatnya yang tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi tersebut

12
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan

pengatmatan terhadap dunia sekitar kita, serta diteruskan melaului komunikasi.

Informasi mencakup data, teks gambar, suara, kode, program komputer, dan basis

data.

Contohnyya: seseorang mendapat informasi dari media cetak bahwa

penyakit demam berdarah disebabkan oleh vektor nyamuk Dengu. Penyebaran

penyakit demam berdarah terjadi melalui lingkungan tidak sehat dengan indikator

banyak genagan air yang menjadi perkembangbiakan nayamuk Aedes aegepty.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal

dapat memberikan pengaruh jangka pendek, (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya

teknologi akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai saranan

komunikasi, berbagai bentuk media massa juga membawa pesan-pesan yang

berisi sugesti yang dapat mengarhakan opini seseorang. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya

pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalu

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang

akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi

seseorang ;juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi

pengetahuan seseorang.

13
4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar indivu, baik

lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada di lingkungan

tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang

akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebanaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman

belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan

keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil

keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah

dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

Usia memegaruhi daya tangkap dan pola pikir sesorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,

individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju

usia tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak

waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan

kemampuan dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap

14
tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah adalah sebagai

berikut :

1) Semakin tua seamakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai

dan seamkin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua

karena tidak mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat

diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,

khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan

pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan

menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003 :124).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat

alat tes/ kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya

dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan

diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. (Notoatmodjo, 2007:125).

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban

dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

15
Keterangan :

N : Nilai pengetahuan

Sp : Skor yang didapat

Sm : Skor tertinggi maksimum

Menurut Nursalam (2009:120) presentasi jawaban diinterpretasikan dalam

kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut :

1. Baik : Nilai = 76-100 %

2. Cukup : Nilai = 56-75 %

3. Kurang : Nilai = ≤56 %

2.2 Konsep Teori Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat

konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi,

dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut

berbunyi sebagai berikut:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

Monks (1999) sendiri memberikan batasan usia masa remaja adalah masa

diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18

tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Senada

16
dengan pendapat Suryabrata (1981) membagi masa remaja menjadi tiga, masa

remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun dan masa remaja

akhir 18-21 tahun. Berbeda dengan pendapat Hurlock (1999) yang membagi masa

remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal 13-16 tahun, sedangkan masa

remaja akhir 17-18 tahun. Remaja didefinisikan sebagai periode transisi

perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang mencakup aspek

biologik, kognitif dan perubahan sosial yang berlangsung antara 10-19 tahun

(Santrock, 1993). Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa

remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Penulis

menetapkan pendapat Santrock yang akan dibahas di buku ini.

Yang dimaksud dengan remaja awal (early Adolescence) adalah masa yang

ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat dan sering mengakibatkan

kesulitan dalam menyesuaikan diri, pada saat ini remaja mulai mencari identitas

diri. Remaja pertengahan (middle adolescence) ditandai dengan bentuk tubuh

yang sudah menyerupai orang dewasa. Oleh karena itu remaja seringkali

diharapkan dapat berperilaku seperti orang dewasa, meskipun belum siap secara

psikis. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena remaja sudah mulai ingin

bebas mengikuti teman sebaya. Yang erat kaitannya dengan pencarian identitas,

dilain pihak mereka masih tergantung dengan orang tua. Remaja akhir (Late

Adolescence) ditandai dengan pertumbuhan biologis sudah melambat, tetapi masih

berlangsung di tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir

mulai astabil serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah meningkat.

(Sumiati, DKK. 2009:9-11)

2.2.2 Karakteristik Masa Remaja

17
Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam

menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain

menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan

kemampuannya. Dengan demikian, pada fase ini, seorang remaja akan:

1) Menilai rasa identitas pribadi

2) Meningkatkan minat pada lawan jenis

3) Menggabungkan perubahan seks sekunder kedalam citra tubuh

4) Memulai perumusan tujuan okupasional

5) Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga

Hurlock (1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya

adalah:

1) Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya

secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak

dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis,

karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan

menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan

yang diinginkannya.

2) Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, ada empat

perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi,

perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan perubahan sikap

menjadi ambivalen.

3) Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

18
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini

terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri

tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi

penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4) Masa remaja adalah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan

apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan

kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu,

sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap

kelompok sebaya.

5) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi,

tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga

menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan

remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke

dewasa menjadi sulit, karena peran orang tua yang memiliki pandangan

seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orang tua

dengan remaja serta membuat jarak diantara keluarga.

6) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri,

baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum

melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.

7) Masa remaja adalah ambang masa dewasa

19
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang

dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan

memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang

dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

Hurlock (1999) pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat

universal, yaitu menigkatnya emosi, perubahan pola perilaku, nilai-nilai dan sikap

ambivalen terhadap setiap perubahan.

2.2.3 Perubahan Masa Remaja

1) Perubahan Fisik

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anotomi dan aspek

fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan

mengeluarkan beberapa hormon gonotrop yang berfungsi untuk

mempercepat pematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi

produksi hormon kortikortop berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis,

testosterone, estrogen, dan suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan

anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan (Monks dkk, 1999).

Dampak dari produksi hormon tersebut menurut Atwater (1992) adalah:

(1) Ukuran otot bertambah dan semakin kuat.

(2) Testosteron menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur

sebagai tanda kemasakan.

(3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya

payudara, berbuahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-

rambut halus disekitar kemaluan, ketiak dan muka.

2) Perubahan Emosional

20
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa

kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu,

iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada

rangsangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian dalam

mengekspresikan emosi. Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang

labil pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu merasa mendapatkan

tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir masa remaja mampu menahan diri

untuk tidak mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan

kondisi lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat dengan

kata lain remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi

emosi yang stabil (Hurlock, 1999).

Nuryato (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja

yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:

(1) Tidak bersikap kekanak-kanakan.

(2) Bersikap rasional.

(3) Bersikap objektif

(4) Dapat menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk brtindak

lebih lanjut.

(5) Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

(6) Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.

3) Perubahan Sosial

Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan

perubahan dan perkembangan remaja, Monks, dkk (1999) menyebutkan dua

bentuk perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orang tua dan

21
menuju kearah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas

orang tua dengan maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada

di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk

kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini

membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat,

sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah

hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal

dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja inin

diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya.

2.2.4 Tugas Perkembangan Masa Remaja

Semua tugas-tugas perkembangan masa remaja terfokus pada bagaimana

melalui sikap dan pola perilaku kanak-kanak dan mempersiapkan sikap dan

perilaku orang dewasa. Rincian tugas-tugas pada masa remaja ini adalah sebagai

berikut:

1) Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman seusia dari kedua jenis

kelamin

2) Mencapai peran soaial feminim atau maskulin

3) Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif

4) Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggung jawab secara soaial

5) Mencapai kemandirian secara emosianal dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

6) Mempersiapkan untuk karir ekonomi

7) Mempersiapkan untuk menikah dan berkeluarga

8) Memperoleh suatu set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku.

22
2.2.5 Perkembangan Psikososial Remaja

Depkes RI (2001) dan Santrock (1993) menyatakan bahwa perkembangan

psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial

remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun) dan remaja akhir

(17-19 tahun). Berikut ini akan dijelaskan tentang ciri-ciri pada setiap tahap

perkembangan, dampaknya terhadap remaja dan efeknya terhadap orang tua.

1) Perkembangan psikososial remaja awal

Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya

berkisar antara 10 sampai 14 tahun atau yang biasa disebut dengan usia

belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada

dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973).

Pada masa transisi tersebut dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai

dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi

tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang

menganggu (Ekowarni, 1993).

2) Perkembangan psikososial remaja pertengahan

Remaja pertengahan terjadi di usia 15-16 tahun. Remaja pada tahap

ini lebih mudah untuk diajak kerjasama.

3) Perkembangan psikososial remaja akhir

Pada saat ini, remaja memasuki era yang lebih ideal dari tahap

sebelumnya. Periode ini terjadi pada usia17-19 tahun.

2.3 Konsep Dasar Napza

2.3.1 Pengertian Napza

23
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), narkotika adalah \at atau obat

yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis

yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golo0ngan sebagaimana

terlampir dalam dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan

Menteri Kesehatan. Sedangkan psikotropika adalah zat atau obat bukan

narkotika, baik alamiah maupun sintesis yang memeliki khasiat psikoaktif

melalui pengaruh siliktif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktivis normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan

oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa. Yang terakhior adalah zat adiktif,

yaitu zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menyebabkan

ketergantungan.

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya.

Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Sumua istilah ini, baik “narkoba” ataupun

“napza” mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki resiko

kecanduan bagi penggunannya. Menurut pakar kesehatan,narkoba sebenarnya

adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasanya dipakai untuk membius

pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. namu kini

persepsi itu disalah artiakan akibat diluar peruntukan dan dosis yang semestinya.

(Wijayanti. 2015:5-6).

2.2.2 Jenis-jenis Napza yang sering digunakan

24
1) Narkoba

a. Ganja
Ganja atau cannabis sativa merupakan salah satu jenis narkotika yang

pada awalnya berguna untuk mengobati keracunan ringan. Bagian dari

ganja yang dikonsumsi antara lain daun, batang, dan biji. Cara

mengonsumsinya adalah dengan mengisapnya seperti rokok atau

mencampurkannya dengan makanan agar makanan tersebut terasa

nikmat.
Efek yang ditimbulkan dari ganja antara lain:
 Rasa bergembira yang berlebihan.
 Rasa percaya diri yang berlebihan sehingga tidak peduli dengan

lingkungan sekitarnya.
 Menimbulkan halusinasi, dsb.
b. Morfin
Morfin merupakan zat aktif dari opium. Zat dibuat dari pencamputan

antara getah poppy dengan bahan kimia lain. Efek yang ditimbulkan

dari morfin adalah:


 Menekan kegiatan sistem syaraf.
 Memperlambat pernapasan dan detak jantung.
 Memperbesar pembuluh darah.
 Mengecilkan bolamata dan mengganggu kerja organ tubuh.
c. Heroin
Heroin mempunyai kekuatan yang duakali lipat lebih kuat dari morfin

danmerupakan jenis opiat yang paling sering disaahgunakan orang di

Indonesia pada akhir-akhir ini. Heroin, yang secara farmakologis

mirip dengan morfin menyebabkan mood yang tidak menentu.


d. Kokain
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disaahgunakan dan

merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid

yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang

berasal dari amerika Selatan, dimana daun dari tananan belukar ini

25
biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk

mendapatkan efek stimulan

2) Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau atau obat bukan narkotika baik alamiah

maupun sintetis yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh siliktif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

aktivitas narmal dan prilaku. Psikotropika adalah obat yang diguakan oleh

dokter untuk mengobati gangguan jiwa. Jenis psikotropika yang terkenal

ada dua, yaitu:

a. Ectasy

Rumus kimia XTC adalah 3-4 Methylene-Dioxy-Methil-

Amphetamine (MDMA). ETCmulai beraksi setelah 20 sampai 60

menit diminut. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh

akan terasa melayag. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa

kaku, serta mulut terasa kering. Pupil mata membesar dan jantung

berdegub lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa

juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan

sedikit udara segar).

b. Shabu-shabu

Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan

dikonsumsi dengan cara membakarnya diatas aluminium foll sehingga

mengalir dari ujung satu kearah ujung yang lain. Kemudian asap yang

ditimbulkannya dihirup dengan sebuah bong (sejenis pipa yang

didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter

26
karena asap tersaring saat pada waktu melewati air tersebut. Ada

sebegian pemakai yang memilih membakar sabu dengan pipa kaca

karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkn

aluminium foil yang terhirup.

Penggunaan shabu sering mempunyai kecendrungan untuk memakai

dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika

shabu yang dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan

bodoh dan sia-sia mengingat efek yang diinginkan tidak lagi

bertambah. Namun jika dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya

terhadap system saraf, yaitu depressant, halusinogen, dan stimulant.

3) Zat Aditif Lainnya

Zat adiktif adalah bahan atau zat yang dapat menimbulkan kecanduan dan

ketergantungan bagi pemakainya. Awalnya zat adiktif berasal dari tumbuh-

tumbuhan, misalnya: daun tembakau (Tabaco sp.), daun ganja (Cannabis

sativa), opium (Papaver somniferum) dan kokain (Erythroxylum coca).

Jenis dari zat aditif antara lain:

a. Alkohol

Alkohol dalam minuman keras menyebabkan gangguan jantung dan

otot syaraf, mengganggu metabolisme tubuh, impoten, gangguan

kehamilan bagi ibu hamil, dan gangguan seks lainnya.

b. Inhalasia

Inhalasia menyebabkan ganggua pada fungsi jantung, otak, dan ginjal.

c. Opiate

27
Opiat dapat mengganggu menstruasi pada wanita, dan menyebabkan

impotensi pada pria.

d. Nikotin

Nikotin menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan

darah, kanker paru-paru, jantung koroner, dsb.

2.3.3 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab penyalahguaan napza pada

seseorang. Berdasarkan kesehatan masyarakat, faktor-faktor penyebab timbulnya

penyalahgunaan napza, terdiri dari:

1) Faktor Individu

Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko menyalahgunakan

NAPZA. Faktor yang mempengaruhi individu terdiri dari kepribadian dan

faktor konstitusi. Alasan-alasan yang biasanya berasal dari diri sendiri

sebagai peyebab penyalahguaan NAPZA antara lain:

a. Keinginan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir

panjang mengenai akibatnya

b. Keinginan untuk bersenang-senang

c. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya

d. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok

e. Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup

f. Pengertin yang salah bahwa pengguna sekali-kali tidak menimbulkan

ketagihan

g. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkugan

atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA

28
h. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA

2) Fakto ingkungan

Faktor lingkungan meliputi:

a. Lingkunga Keluarga---Hubungan ayah dan ibu yang retak,

komunikasi yang kurang efektif antara orang tua dan anak, dan

kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang

ikut mendorong seseorang pada ganggan penggunnaan zat.

b. Lingkungan Sekolah---Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat

tempat hiburan, kurang memberi kesempatan pada siswa untuk

mengebangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid

pengguna NAPZA merupakan faktor kontribusi terjadinya

penyalahgunaan NAPZA.

c. Lingkungan Teman Sebaya---Adanya kebutuhan akan pergaulan

teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya

dalam kelompoknya. Ada kalanya menggunakan NAPZA merupakan

suatu hal yang penting bagi remaja agar diterima dalam kelompok dan

dianggap sebagai orang dewasa.

2.3.4 Karakteristik remaja yang berisiko menyalahgunakan NAPZA

Karakteristik remaja yang beresiko tinggi menyalahgunakan NAPZA adalah:

1. Sangat menuntut kebebasan/tidak suka peraturan dan tidak menyukai

pekerjaan yang menuntut ketekunan

2. Mengutamakan nilai-nilai pertemanan yang berlebihan dan solidaritas pada

kawan melewati batas umum

29
3. Suka tampil “lebih” dibandingkan dengan kawan-kawannya dan mudah sekali

kacau/kehilangan kontrol

4. Potensial bertindak agresif, destruktif dan konfrontatif, jika kehendakknya

tidak tercapai, potensial melanggar nilai-nilai/norma dan aturan-aturan

5. Tidak bisa menunggu/bersabar dan cepat bosan serta merasa tidak sanggup

berfungsi dalam kehidupan sehari-hari

6. Suka mencari sensas, melakukan hal-hal yang mengandung resiko berbahaya

yang berlebihan dan cendrung mengabaikan peraturan-peraturan

7. Kurangnya motivasi/dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan dalam

pendidikan atau pekerjaan atau dalam lapangan kegiatan lainnya serta adanya

rasa rendah diri

8. Prestasi belajar menunjukkan hasil yang cendrung menurun dan kurang

berprestasi dalam kegiatan esktra kurikuler

9. Cendrung memiliki gangguan jiwa, seperti : kecemasan, aptis, menarik diri

dalam pergaulan, deprisi, kurang mampu menghadapi stress.

2.3.4 Upaya Remaja Dalam Mencegah Penyalahgunaan Napza

Upaya-upaya yang dapat dilakukan remaja utuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan Napza dapat difokuskan pada diri remaja itu sendiri maupun

terhadap terhadap lingkungan baiklingkungan rumah maupun disekolah. (Sumiati,

dkk. 2009:109)

a. Upaya-upaya yang dilakukan untuk diri sendiri

1) Gunakan obat dengan wajar sesuai dengan petunjuk dokter

2) Mengerti, menerima dan menghormati diri sendiri sebagaimana adanya

3) Kembangkan potensi yang ada dan libatkan dalam kegiatan positif

30
4) Belajar bergaul dengan baik-baik dan pilihlah orang yang dapat

dipercaya untuk berkomunikasi jika ada masalah

5) Belajar cara mengatasi permasalahan dan tekanan hidup tanpa

menggunakan Napza

6) Jika ada masalah yang tidak dapat diatasi sendiri, cari bantuan seorang

ahli

7) Kembangkan nilai-nilai moral dan spritual yang kuat sesuai dengan

agama dan kepercayaan

8) Belajar untuk mengatakan ”tidak” terhadap tawaran teman yang

menyuruh mencoba menggunakan Napza

9) Hindari kelompok teman yang menyalahgunakan Napza

10) Cobalah mempratekkan keputusan untuk mengtakan tidak kepada Napza

11) Pilihlah kegiatan positif yang dapat menolong dan dapat menyalurkan

hobby, lebih mandir, lebih PD dan lebih berprestasi

b. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan ligkungan sekolah dan

rumah yang bebas Napza, adalah:

1) Membentuk satuan tugas (Satgas) sekolah dan forum siswa anti Napza

(Forsanna) dibawah koordinasi OSIS

2) Melaporkan segala bentuk pemilikan, peredaran atau penyalahgunaan

Napza kepada pihak sekolah dan orang tua

3) Mempelajari bahaya Napza dan cara-cara menghindari pengaruh Napza

serta menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu teman

memahami dan menghidari penggunaan Napza

31
4) Segera mencari pertolongan guru/orang tua bila mengetahui salah seorarf

ng teman terlibat penyalahgunaan Napza

5) Mendorong orangtua aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan sekolah

dalam rangka penaggulangan masalah Napza

6) Aktif berpartisifasi dalam organisasi sekolah (OSIS) atau sekedar

membantu mengembangkan gagasan kegiatan yang berhubngan dengan

prrogram pencegahan penyalahgunaan Napza atau program kegiatan lain

untuk meningkatkan ketahanan diri bagi siswa

7) Secara suka rela ikut berperan dalam gerakan keamanan dan ketertiban

(kamtib) sekolah

8) Menyediakan diri sebagai mentor/tutor bagi adik kelas untuk setiap

kegiatan kampanye anti Napza

9) Berupaya menjalin komunikasi yang baik dengan guru, kepala sekolah

dan orangtua siswa pada umumnya.

2.4 Kerangka konsep

Tahap yang paling penting dalam suatu penellitian adalah menyusun

kerangka konsep. Konsep adalah abstaksi dari suatu realitas agar dapat di

komunikasikan dalam membentuk suatu teori yang menjelaskan ketertarikan

antara variabel (baik variabel yang di teliti maupunpengetahuan


variabel yang tidak
siswa diteliti).
kelas
VII mengenai:
Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan
1. Pnegertian NAPZA
2. Jenis-jenis NAPZA
dengan teori. (Nursalam. 2009; 55)
yang sering digunakan
3. Faktor penyebab
Faktor-faktor Tingkatan penyalahgunaan
yang pengetahuan NAPZA
mepengaruhi 4. Karakteristik remaja
1. Tahu
pengetahuan yang berisiko
2. memahami
Internal menyalahgunaan
1. Umur NAPZA
2. pengalaman 5. Upaya remaja dalam
32 mencegah
penyalahgunaan
NAPZA
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintetis
Eksternal 6. Evaluasi
1. Pendididkan
2. Sumber
informasi

Keterangan :

: Diteliti

: Berpengaruh
Kategori
: tidak diteliti Pengetahuan
1. Baik
2. Cukup
3. kurang

Gambar 2.1 Kerangka konsep tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang
pencegahan penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka
Raya

BAB 3

METODE PENELITIAN

33
Metode penelitian adalah sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran

ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, yang pada dasarnya

mengunakan ilmiah Notoadmodjo (2010).

3.1 DesainPenelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi yang bertujuan

untuk menggambarkan tingkat pengetahuan remaja kelas VII tentang pencegahan

penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya

3.2 KerangkaKerja

Kerangka kerjamerupakan bagan kerja kegiatan penelitian yang akan

dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, teknik sampling penelitian,

teknis pengumpulan data, dan analisis data (Hidayat: 2011). Adapun kerangka

kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Populasi
Remaja kelas VII di SMP Negeri 16 Palangka Raya
Berjumlah 40 orang

34
Teknik Sampling
Total sampling

Sampel
Besar sampel yang akan digunakan yang memenuhi kriteria
inklusi

Pengumpulan data
Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, Skoring, Tabulating

Kesimpulan Penelitian

Bagan 3.1 Kerang kakerja penelitian Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas VII
Tentang pencegahan Penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16
Palangka Raya

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karateristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto, dkk. 2000, dalam

buku Nursalam, 2011). Variabel dalam penelitian ini yaitu tingkat pengetahuan

keluarga tentang peningkatan kualitas hidup lansia.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

35
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2011).

36
Tabel 3.1 Definisi Operasional Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas VII Tentang Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA Di SMP
Negeri 16 Palangka Raya

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor


Pengukuran
Tingkat pengetahuan Domain yang sangat 1. Pendidikan Kuesioner Ordinal 0 : Tidak tahu
remaja tentang penting untuk 2. Umur 1 : Tahu
pcegahan terbentuknya 3. Minat
penyalahgunaan tindakan seseorang 4. Pengalaman Sp
NAPZA N= x 100%
5. Kebudayaan
Sm
6. Informasi tentang Keterangan :
kualitas hidup remaja N : Nilai tingkat
yaitu: pengetahuan
a. Kesehatan fisik Sp : skor yang
b. Kesehatan didapat
psikologis Sm : Jumlah nilai
c. Hubungan sosial tertinggi maksimal
d. Aspek lingkungan Kategori
Baik : 76-100 %
Cukup : 56-75 %
Kurang : < 56 %

45
3.5 Populasi, Sampel, Sampling
3.5.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Wasis, 2008).

Populasi dalam penelitian subjek (misalnya manusia: klien) yang memiliki kriteria

yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah

remaja kelas VII yang sekolah di SMP Negeri 16 Palangka Raya.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan mengunakan

sampling tertentu untuk mewakili populasi, Nursalam (2011). Menurut Arikunto

(2006) apabila jumlah populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua tetapi

jika jumlah populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel 10-15% atau 20-

25%. Besarnya jumlah sampel pada penelitian ini yaitu sampel diambil sebanyak

10% dari total populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling yaitu responden dijadikan sampel sesuai dengan

karakteristik yang telah dikenal dan telah memenuhi kriteria sampel (kriteria

inklusi) yang telah ditentukan terlebih dahulu (Nursalam, 2003).

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

populasi target dan terjangkau yang akan di teleti (Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan

ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukkan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi penelitian ini yaitu:

1) Remaja kelas VII yang sekolah di SMP Negeri 16 Palangka Raya


2) Remaja kelas VII yang bersedia menjadi responden.
3) Remaja kelas VII yang bisa berkomunikasi dengan baik.
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian yang sebabnya antaralain adalah adanya hambatan etis, menolak

menjadi responden atau berada pada suatu keadaan yang tidak

memungkinkan untuk dilakukan penelitian.

Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu:

1) Remaja kelas VII yang sekolah di SMP Negeri 16 Palangka Raya


2) Remaja kelas VII yang bersedia menjadi responden.
3) Remaja kelas VII yang bisa berkomunikasi dengan baik.
3.5.2 Sampling

Tehnik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah

sampel mewakili keseluruhan populasi yang ada, secara umum ada dua

jenis pengambilan sampel yaitu probability sampling dan nonprobability

sampling (Hidayat, 2008). Pada jenis tehnik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu nonprobability sampling dimana merupakan

tehnik pengambilan sampel dengan maksud tidak memberikan peluang

yang sama dari setiap anggota populasi yang bertujuan untuk generalisasi,

dengan berasas probabilitas yang tidak sama.

Jenis tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling,

pengambilan sampel dengan cara ini merupakan suatu tehnik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2011). Tehnik ini sebagian dari anggota populasi

menjadi sampel penelitian sehingga tehnik pengambilan sampel ini


didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoatmodjo,

2010).

3.6 Waktu dan Tempat Penelitian


3.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 16 Palangka Raya. Peneliti

memilih lokasi ini karena tempatnya dekat, mudah dijangkau dan memenuhi

kriteria penelitian yaitu ada Remaja Kelas VII.


3.6.2 Waktu Penelitian

Sebelum melakukan penelitian peneliti menentukan tempat

penelitian yaitu dengan melakukan survey pendahulan terlebih dahulu

untuk mengetahui apakah tempat tersebut bisa dijadikan tempat penelitian

atau tidak setelah dilakukan survey pendahuluan dan didapatkan data-data

yang mendukung untuk dilakukan penelitian dan peneliti memilih tempat

tersebut sebagai tempat penelitian yang dilakukan pada bulan November

2017 di SMP Negeri 16 Palangka Raya.

3.7 Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, Pengolahan Data dan Analisis

Data
3.7.1 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan secara

subjek dan pengumpulan karakteristik subjek diperlukan dalam suatu

penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada

rancangan penelitian dan teknik instrumen yang digunakan.

Selama proses pengumpulan data, peneliti memfokuskan pada

penyediaan subjek, melatih tenaga pengumpulan data (jika diperlukan),

memerhatikan prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas, serta


menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data terkumpul sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013).

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan data. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat

alat ukur pengumpulan data tersebut, sedangkan alat ukur yang digunakan

yaitu mengunakan kuesioner dengan memberikan kuesioner tentang

dukungan keluarga dan lingkungan dengan kuesioner tingkat stres pada

lansia yang sakit. Kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudianakan

dilakukan tabulasi dan scoring pada jawaban yang telah dijawab

responden dan melakukan uji statistik.

3.7.2 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo,2010).Instrumen atau alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa kuesioner (daftar pertanyaan).


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk

memperoleh, mengolah dan menginterprestasikan informasi yang

diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola

ukur yang sama. Dalam penelitian ini digunakan kuesioner seputar

dukungan keluarga dan lingkungan dengan tingkat stres pada lansia yang

sakit.

Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang akan diberikan pada remaja kelas VII yang masuk dalam

kategori inklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.

3.7.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas


Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmojo, 2010). Validitas adalah

menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin

diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu

mengukur apa yang hendak kita ukur.

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati

menunjukkan sejauh mana hasil pengukurannya dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

3.7.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak komputer dengan bantuan program SPSS

(Statistik Product and Service Solutions).

Pengolahan data pada penelitian ini yaitu pertama peneliti

melakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang diberikan kepada

responden yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian peneliti melakukan

scoring dan tabulating.\

3.7.4 Analisis Data


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk

menggambarkan tingkat pengetahuan remaja kelas VII tentang pencegahan

penyalahgunaan NAPZA di SMP Negeri 16 Palangka Raya.


Menurut (Notoatmodjo, 2010) data yang telah diolah baik

pengolahan secara manual maupun menggunakan bantuan komputer, tidak

akan ada maknanya tanpa dianalisis. Menganalisis data tidak sekadar

mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang telah diolah.


Keluaran akhir dari analisis data kita harus memperoleh makna atau arti

dari hasil penelitian tersebut. Interpretasi data mempunyai dua sisi, sisi

yang sempit dan sisi yang luas. Interpretasi data dari sisi yang sempit,

hanya sebatas pada masalah penelitian yang akan dijawab melalui data

yang diperoleh tersebut. Sedangkan dari sisi yang lebih luas, interpretasi

data berarti mencari makna data hasil penelitian dengan cara tidak hanya

menjelaskan hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi atau

generalisasi dari data yang diperoleh melalui penelitian tersebut. Setelah

data terkumpul maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah

pengolahan data. Sebelum melaksanakan analisis data beberapa tahapan

harus dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid

sehingga saat menganalisis data tidak mendapat kendala.

Kegiatan dalam analisa data yaitu :

3.7.4.1 Editing (penyuntingan)


Editing adalah meneliti data yang diperoleh atau dikumpulkan

melalui kuesioner perlu disunting (edit) telebih dahulu. Kelengkapan

terhadap jawaban responden yang berada dilokasi penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Proses editing di dalam penelitian ini antara lain:

1) Meneliti kembali apakah semua pertanyaan sudah dijawab semua

2) Mengecek kembali apakah jawaban atau tulisan dari masing-masing

pertanyaan cukup jelas terbaca

3) Melakukan pengecekan keserasian jawaban responden, ini dilakukan untuk

menghindari terjadinya jawaban responden yang bertentangan.


3.7.4.2Scoring

Menurut Arikunto (2010) skoring adalah memberikan skor terhadap semua

item yang telah diisi oleh responden. Kegiatan pemberian skor dilakukan pada

setiap kuesioner, sesuai dengan skor pada definisi operasional.


Dengan Penilaian :
Tingkat pengetahuan keluarga tentang peningkatan kualitas hidup lansia
Alat ukur : Kuesioner
Skala pengukuran : Ordinal
Skor : Tahu (1)
: Tidak tahu (0)
Sp
N= x 100%
Sm

Keterangan:

N : Nilai tangung jawab


Sp : Jumlah nilai yang diperoleh
Sm : Jumlah nilai yang maksimal

Kategori

Baik : 76-100 %
Cukup : 56-75 %
Kurang : < 56 %

Untuk menyajikan data, terutama pengolahan data yang menjurus ke

analisis kuantitatif. Biasanya pengolahan data seperti ini akan menggunakan tabel,

baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang (Wasis, 2008). Data akan

peneliti masukan dalam bentuk tabel distribusi.

Tabulasi adalah proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang

telah diberi kode sesuai dengan kebutuhan analisis. Tabel-tabel yang

dibuat sebaiknya mampu meringkas agar memudahkan dalam proses

analisis data.
Sebelum data diklasifikasikan, data dikelompokkan terlebih dahulu

guna kepentingan penelitian ini, selanjutnya data ditabulasikan sehingga


diperoleh analisis deskriptif dari masing-masing kelompok pertanyaan dari

setiap alternatif jawaban yang tersedia.

3.8 Etika Penelitian

Setelah mendapat persetujuan peneliti mulai melakukan penelitian

dengan memperhatikan masalah etika meliputi:

3.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Menurut Hidyat (2008) Informed consent merupakan bentuk

persetujuan antara peneliti dan responden peneliti dengan memberikan

lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penlitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud

dan tujuan peneliti, mengetahui dampaknya jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang

harus ada dalam Informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien,

tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,

prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,

kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi.

Pada penelitian ini peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dari

penelitian ini kepada calon responden dan memberikan informed consent

pada responden untuk dibaca dan meminta calon responden untuk

bertanya apabila ada hal yang tidak dimengerti, apabila calon responden

bersedia menjadi responden maka peneliti meminta responden untuk

menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden dan mengisi

kuesioner tetapi apabila responden tidak bersedia menjadi responden


jangan paksa responden untuk menandatangan lembar persetujuan sebagai

responden penelitian.

3.9.2 Anonymity(Tanpa Nama)

Hidayat (2008) masalah etika keperawatan merupakan masalah

yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencatumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan. Pada penelitian ini peneliti tidak

menuliskan nama lengkap dari responden dan hanya menulis inisial untuk

menjaga dari kerahasiaan responden.

3.9.3 Confidentiality(Kerahasiaan)

Hidayat (2008) masalah ini merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

dapat dilaporkan pada hasil riset.

Berdasarkan penelitian ini peneliti tidak menyebar luaskan data-

data yang didapat dari responden seperti nama, pendidikan, jenis penyakit

dokumnetasi bersama responden saat mengisi kuesioner semua

dirahasiakan peneliti kecuali untuk kepentingan dikampus dan tempat

penelitian.

Вам также может понравиться