Вы находитесь на странице: 1из 2

Menulislah Sebelum Namamu Ditulis di Batu Nisanmu

Menulis menjadikan seseorang dikenang lewat tulisanya. Sama halnya dengan Buya
Hamka yang namanya selalu menjadi perbincangan di dunia kepenulisan. Nama beliau selalu
harum karena begitu banyak karya tulis yang ditinggalkan.

Sebuah prestasi membanggakan ditorehkan oleh seorang Afnil Farfan. Bulan


September kemarin beliau mendapat penghargaan dari Rektor IAIN Batusangkar sebagai
penulis yang telah menerbitkan tiga buah buku. bahkan sampai saat ini sudah ada empat buah
buku yang telah terbit dari hasil karya tulisnya. dua buah buku beliau tulis sendiri, dua buah
buku yang lainya beliau tulis bersama rekan-rekanya.

Keempat buah buku itu ialah Savilla Montase yang beliau tulis bersama rekanya Ayu
Safitri, Sholat Berjamaah Siapa Takut pada tahun 2014, Mengenal Hukum Indonesia tahun
2016, dan Etalase Tinta Emas bersama 35 penulis dari mahasiswa IAIN Batusangkar pada
2016.

Afnil Farfan tinggal di Saniang Baka, Kabupaten Solok. Untuk menulis ia harus
membaca. Dalam satu minggunya ia selalu menamatkan minimal satu buku untuk dibaca.

Selain aktif di bidang kepenulisan ia juga pernah mengemban amanah yang lain.
Salah satunya adalah Sekretaris Umum Program Studi Ahwalul Syakhshiyah (saat ini
Himpunan Mahasiswa Jurusan Akhwalul syakhsiah dan wakil ketua umum Dewan
Mahasiswa.

Saat pertama kali masuk ke IAIN Batusangkar, pria yang menjalani proses
perkuliahan di IAIN Batusangkar, dengan jurusan Ahwalul Syakhsiyah ini mempunyai target
untuk menerbitkan satu buku selama satu semester, namun hanya beberapa yang terwujud
karena beberapa kendala.

Harus ada yang ditinggalkan sebelum pergi, itu kata-kata yang disampaikan oleh
seorang Farfan untuk memotivasi dirinya dalam berkarya di bidang kepenulisan. Kalau kita
ingin menulis, maka letakkanlah apa dasar kita untuk menulis. Bagaimana caranya setelah
kita pergi ada yang kita tinggalkan. Contohnya setelah tamat dari IAIN ada yang kita
tinggalkankan dan itu adalah sebuah buku hasil karya kita.

Belia mengakui memang ada perasaan malas untuk menulis, atau sedang tidak
mendapatkan inspirasi, maka harus butuh refreshing. Dalam menulis buku non fiksi pastinya
butuh referensi maka farfan mencari referensi buku-buku yang ada di perpustakaan ataupun
membeli buku. Sedangkan kalau karya itu bersifat non fiksi, seperti cerpen. maka yang
dilakukanya adalah mencari inspirasi di luar.

Pendiri UKM Riset dan Karya Tulis IAIN Batusangkar berharap buku yang beliau
tulis bisa menjadi bahan referensi di perpustakaan IAIN Batusangkar nantinya.

Di akhir perbincangan kami denganya, beliau berpesan kepada mahasiswa IAIN


Batusangkar sesuai dengan kata-kata mutiara orang terdahulu “menulislah sebelum namamu
ditulis di batu nisanmu”. Kalau seseorang menulis, walaupun orangnya tidak ada namun tetap
dikenang.

Selain itu ia juga membeberkan bahwa InsyaAllah dalam beberapa waktu dekat akan
ada lagi buku yang diterbitkan. Kali ini ia memberi judul bukunya “Nikmatnya shalat lima
waktu berjamaah. (Febry Alfajran, Fitri Adriani, Tilla Willia Feldi).

Вам также может понравиться