Вы находитесь на странице: 1из 68

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami

oleh semua orang yang dikarunia usia panjang dan merupakan tahapan

akhir dari fase kehidupan (Nauli, 2014). Batasan umur lansia menurut

World Health Organization (WHO) meliputi : usia pertengahan (middle

age) kelompok usia 45 – 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 – 70

tahun, usia lanjut tua (old) antara 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very

old) diatas 90 tahun. Menurut undang-undang RI No 13 tahun 1998

Tentang Kesejahteraan lansia bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Pada lansia akan terjadi suatu proses yang disebut proses menua

(aging process). Proses menua yaitu menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Bandiyah, 2009). Proses

menua ini ditandai dengan perubahan pada fisik, psikososial, kognitif,

mental, ingatan (memory) maupun spiritual lansia (Mujahidullah,2012).

a. Perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lansia antara lain :

1) Sel
Jumlah sel menurun menjadi lebih sedikit , sel ukuran lebih

besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang,

proporsi protein di otak, ginjal, otot, darah, dan hati menurun ,

jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel,

serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5 – 10 %.

2) Sistem Persyarafan

Terjadi perubahan struktur dan fungsi sistem saraf. Massa

otak berkurang secara progresif akibat dari berkurangnya sel saraf

yang rusak dan tidak dapat diganti. Lambat dalam respons dan

waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indra, kurang

sensitif terhadap sentuhan, dan hubungan persarafan menurun.

3) Sistem Pendengaran

Presbiakusis / gangguan pendengaran, hilang kemampuan

pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara

atau nada tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, terjadi

pengumpulan serumen dapat mengeras.

4) Sistem Penglihatan

Spingter pupil timbul sclerosis, hilang respons terhadap sinar,

kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa,

hilangnya daya akomodasi, menurunnya daya membedakan warna

biru dan hijau pada skala, dan menurunnya lapangan pandang.

5) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan struktur jantung dan sistem vaskuler mengakibatkan

penurunan kemampuan untuk berfungsi secara efisen. Katup


jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya elastisitas dinding

aorta, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun

hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,

kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan tekanan darah

meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh

darah perifer.

6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Temperatur tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan

reflek mengigit dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

7) Sistem Respirasi

Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari silia-

silia paru – paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar,

menurunnya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg dan kemampuan

untuk batuk berkurang.

8) Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease

yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi

kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap

menurun, terjadi penurunan selera makan (sensitifitas lapar

menurun), esofagus melebar, peristaltik lemah dan biasanya timbul

konstipasi, dan fungsi absorpsi melemah atau daya absorpsi

terganggu.

9) Sistem Genitourinaria
Sistem genitourinaria tetap berfungsi secara adekuat pada

individu lansia, meskipun terjadi penurunan masa ginjal akibat

kehilangan beberapa nefron. Perubahan fungsi ginjal meliputi

penurunan laju filtrasi, penurunan fungsi tubuler dengan penurunan

efisiensi dalam resorbsi dan pemekatan urin, kandung kemih dan

uretra kehilangan tonus ototnya, kapasitas kandung kemih menurun

sehingga lansia tidak mampu mengosongkan kandung kemihnya

secara sempurna. Retensi urin yang terjadi akan meningkatkan

resiko infeksi. Wanita lansia biasanya mengalami penurunan tonus

otot perineal yang mengakibatkan stress inkontinensia dan urgensi

inkontinensia. Pada lansia laki-laki sering ditemukan pembesaran

kelenjar prostat yang dapat menyebabkan retensi urin kronis, sering

berkemih dan inkontenensia.

10) Sistem Reproduksi

Pada lansia wanita : saat fase menopause produksi estrogen

dan progesteron menurun, terjadi penipisan dinding vagina dengan

ukuran yang mengecil dan hilangnya elastisitas, penurunan sekresi

vagina mengakibatkan kekeringan, gatal dan menurunnya

keasaaman vagina, uterus dan ovarium mengalami atrofi, tonus otot

pubokoksigeus menurun sehingga vagina dan perineum melemas.

Pada lansia laki-laki : ukuran penis dan testis mengecil serta terjadi

penurunan kadar androgen.

11) Sistem Endokrin


Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak

berubah, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya aldesteron, dan

menurunnya sekresi hormon kelamin.

12) Sistem Integumen

Bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit

dimana epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat

elastis berkurang dan kolagen menjadi kaku, pigmentasi rambut

menurun dan rambut menjadi beruban, distribusi pigmen kulit tidak

rata dan tidak beraturan terutama pada bagian yang selalu terpajan

sinar matahari. Kulit menjadi lebih kering dan rentan terhadap

iritasi karena penurunan aktivitas kelenjar sebasea dan kelenjar

keringat sehingga menyebabkan kulit lebih rentan terhadap gatal-

gatal.

13) Sistem Muskuloskeletal

Pada wanita pasca menopause mengalami kehilangan densitas

tulang yang massif akan mengakibatkan osteoporosis dan

berhubungan dengan kurang aktivitas, masukan kalsium yang tidak

adekuat dan kehilangan estrogen. Pengurangan dan penyusutan

tinggi tubuh akibat dari perubahan osteoporosis pada tulang

panggul, kifosis dan fleksi pinggul serta lutut. Perubahan ini

menyebabkan penurunan mobilitas, keseimbangan dan fungsi

organ internal. Organ otot berkurang dan otot kehilangan kekuatan,

fleksibilitas dan ketahanannya sebagai akibat penurunan aktivitas


dan penuaan. Kartilago sendi memburuk secara progresif mulai

usia pertengahan.

b. Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan

identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila

mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami

kehilangan, antara lain : kehilangan finansial (pendapatan berkurang),

kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi,

lengkap dengan semua fasilitas), kehilangan teman/kenalan atau

relasi, dan kehilangan pekerjaan/kegiatan.

c. Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga

pada kognitif karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya

perubahan pada struktur dan fungsi otak, penurunan fungsi sistem

musuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak

akibat penuaan menyebabkan penurunan hubungan antar saraf,

mengecilnya saraf panca indra sehingga waktu respon dan waktu

bereaksi melambat, defisit memory, gangguan pendengaran,

penglihatan, penciuman dan perabaan.

Fungsi kognitif juga berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana

aktivitas fisik erat kaitannya dengan sistem muskuloskeletal. Pada

dasarnya, setiap gerakan fisik yang dilakukan memberikan rangsangan

kepada otak, dengan menurunnya aktivitas maka rangsangan kepada

otak juga berkurang. Otak memiliki sifat plastisitas dimana bila terus
diberikan rangsangan, fungsinya akan tetap terjaga dan sebaliknya bila

rangsangan tersebut kurang atau tidak ada, proses plastisitas tidak

terjadi dan otak akan mengalam penurunan struktur dan fungsinya.

Perubahan lainnya yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

adalah penurunan pada sistem reproduksi. Hal ini terjadi pada lansia

perempuan yang mengalami menopause dimana terjadi penurunan

struktur dan fungsi organ reproduksi, atrofi pada uterus, dan

penurunan produksi hormon estrogen. Penurunan estrogen erat

kaitannya dengan penurunan fungsi kognitif. Estrogen berperan dalam

meningkatkan pertumbuhan hipotalamus, hipokampus, otak tengah

dan korteks yang dapat mempengaruhi suasana hati, status mental dan

belajar serta ingatan. Lansia perempuan lebih rentan menderita

penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi

kognitif. Sedangkan pada pria tidak terjadi perubahan yang begitu

nampak karena tidak terjadi penurunan produksi hormon seks secara

drastis selama proses penuaan (Nugroho, 2014 didalam Kusuma

2015).

d. Perubahan mental pada lansia

Dibidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat

berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit,

atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang perlu dimengerti adalah sikap

umum yang ditemukan pada setiap lanjut usia, yakni keinginan untuk

berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat.

Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat.


e. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan

(Maslow,1997), lansia makin matur dalam kehidupan keagamannya

hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan

Zentner, 1970), perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut

Folwer (1978), universalizing, perkembangan yang dicapai pada

tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh

cara mencintai dan keadilan.

2. Konsep Fungsi Kognitif

a. Pengertian Kognitif

Kognitif berasal dari bahasa latin, yaitu cognitio yang artinya

adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan

mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks

termasuk orientasi terhadap waktu, tempat, dan individu, kemampuan

aritmatika, berfikir abstrak, kemampuan fokus untuk berpikir logis

(Pincus dkk, 2003 dalam Nur Nafidah 2014).

Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang

didapat dari proses berpikir. Proses yang dilakukan adalah

memperoleh pengetahuan dan manipulasi pengetahuan melalui

aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,

membayangkan, dan berbahasa (Ramdhani,2008).

Pengertian lain dari kognitif adalah Kognitif adalah kegiatan

kegiatan mental yang dibutuhkan dalam memperoleh, menyimpan,


mendapat kembali, dan menggunakan pengetahuan suatu hal. Kognitif

meliputi proses-proses mental, seperti mempersepsikan, belajar,

mengingat, menggunakan bahasa, dan berpikir (Ningrat, 2015).

b. Struktur dan Fungsi Otak Lanjut Usia

Otak adalah aset manusia yang sangat berharga dan salah satu

organ tubuh yang sering dipakai. Otak manusia terdiri dari 100 miliar

saraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu saraf lain. Ketika

usia makin bertambah, maka otak juga mulai menua. Proses menua

adalah proses alamiah yang akan dialami semua makhluk hidup.

Fenomena menua juga terjadi pada sel-sel otak. Pada usia 70 tahun,

bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 % pertahun (Anggriyana

& Atikah, 2010).

Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologis juga terjadi

kemunduran fungsi kognitif seperti kemunduran daya ingat (memory)

terutama memory kerja yang amat berperan dalam aktivitas sehari-

hari, selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi

dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak

sisi kiri sebagai pusat intelegensi kristal yang memantau pengetahuan.

Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia

antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian.

Kedua belah hemisfer berbeda fungsi, namun setiap individu

mempunyai kecenderungan untu lebih banyak menggunakan salah

satu belah hemisfer dalam menyelesaikan masalah hidup dan

pekerjaan. Perkembangan otak menjadi tua sehingga terjadi


kemunduran fungsi hemisfer kanan lebih cepat daripada hemisfer kiri

maka mereka akan mengalami hambatan kemampuan fungsional

(Katzman, 1992 didalam Nur Nafidah 2014).

Diantara fungsi otak yang menurun secara linier seiring dengan

bertambahnya usia adalah fungsi memori berupa kemunduran dalam

kemampuan penamaan dan kecepatan mencari kembali informasi

yang telah tersimpan dalam pusat memori. Penurunan ini terjadi pada

kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang

normal (Strub & Black, 1992 didalam Nur Nafidah 2014).

c. Aspek – Aspek Fungsi Kognitif

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan

waktu. Orientasi terhadap personal merupakan kemampuan

seseorang dalam menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota,

gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangan orientasi waktu dinilai

dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena

perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu

dijadikan indeks paling sensitif untuk disorientasi (Goldman, 2000

didalam Nur Nafidah 2014).

2) Atensi

Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau

memperhatikan suatu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu

mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang


tidak perlu atau tidak dibutuhkan. Atensi dan konsentrasi sangat

penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam

proses belajar (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014).

Didalam atensi terbagi menjadi aspek mengingat segera dan

aspek konsentrasi. Mengingat segera merujuk pada kemampuan

seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama ≤ 30

detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali. Sedangkan

konsentrasi merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang

untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal (Goldman, 2000

didalam Nur Nafidah 2014).

3) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat

parameter, yaitu kelancaran merupakan kemampuan untuk

menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang

normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran

pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara

spontan.

Pemahaman merupakan kemampuan untu memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang

untuk melakukan perintah tersebut.

Pengulangan adalah kemampuan seseorang untuk mengulangi

suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seeorang.


Penamaan merupakan kemampuan seseorang untuk menamai

atau objek beserta bagian – bagiannya (Goldman, 2000 didalam

Nur Nafidah 2014).

4) Memori

Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama

kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses

melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara

klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar, yaitu :

a) Immediate memory, merupakan kemampuan untuk merecall

stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

b) Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat

kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang

dimakan saat sarapan atau kejadian-kejadian baru) dan

mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam

rentang waktu menit, jam, hari, bulan dan tahun.

c) Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengingat kembali

kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir,

sejarah, nama teman dan lain-lain).

5) Visuospasial

Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan

konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam

gambar (lingkaran, kubus dan lain-lain) dan menyusun balok-

balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini


tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran

yang paling dominan.

6) Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif adalah kemampuan seseorang dalam

pemecahan masalah. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus

frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit

yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma

lobus frontal, diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial

sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif.

Istilah penurunan kognitif sebenarnya menggambarkan

perubahan kognitif yang berkelanjutan, beberapa dianggap masih

dalam spektrum penuaan normal, sementara yang lainnya

dimasukkan dalam kategori gangguan ringan. Untuk menentukan

gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap

satu domain atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa dan fungsi

eksekutif. Temuan dari berbagai penelitian klinis dan

epidemiologis menunjukkan bahwa faktor biologis, perilaku, sosial

dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap risiko penurunan

fungsi kognitif (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014).

7) Kalkulasi

Kemampuan seseorang untuk menghitung angka (Goldman,

2000 didalam Nur Nafidah 2014).


d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

1) Status Kesehatan

Salah satu faktor penyakit yang mempengaruhi penurunan

kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis

dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi

reduksi substansia alba dan grisea di lobus prefrontal, penurunan

hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia alba di lobus

frontalis. Angina pektoris, infarkmiocard, penyakit jantung koroner

dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya

fungsi kognitif (Myres,2008 didalam Nur Nafidah 2014).

2) Usia

Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Usia

yang semakin tua menyebabkan perubahan pada struktur otak,

diantaranya otak menjadi atrofi dan beratnya menurun 10–20 %,

perubahan biokimia pada susunan saraf pusat, sehingga terjadi

gangguan pada hubungan sinaps dan daya hantar impuls antar sel

saraf (Nugroho,2014 didalam Kusuma 2015).

Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia

menunjukkan skor dibawah cut off skrining adalah sebesar 16%

pada kelompok usia 65 – 69 tahun, 21% kelompok usia 70 – 74

tahun, 30% pada kelompok usia 75 – 79 tahun dan 44% pada usia

diatas 80 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya

hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif

(Scanlan et al, 2007 didalam Nur Nafidah 2014).


3) Status Pendidikan

Fungsi kognitif pada kelompok dengan status pendidikan

rendah cenderung memiliki fungsi kognitif lebih buruk

dibandingkan kelompok dengan status pendidikan yang tinggi.

Pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat

mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif

seseorang termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi

anatomis menyatakan bahwa stimulus eksternal yang

berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari

otak. Tingat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap

penurunan fungsi kognitif (Sidiarto,2003 didalam Nur Nafidah

2014).

4) Jenis Kelamin

Wanita lebih berisiko mengalami penurunan kogntif. Hal ini

disebabkan adanya penurunan hormon seks endogen dalam

perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan

dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori,

seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah

dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori

verbal. Ekstradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat

membatasi kerusakan akibat stres oksidatif serta terlihat sebagai

protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer

(Myers,2008 didalam Nur Nafidah 2014).


5) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah otak dan

mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak (Yaffe

dkk.,2001 didalam Nur Nafidah 2014). Pada latihan atau aktivitas

fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang

bermanfaat pada otak. Faktor-faktor neurotrofik kebanyakan yang

berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik

itu terutama Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), karena

dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari

neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai

mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubung sel saraf dan

plastisitas sel saraf (Cotman dkk.,2002 didalam Nur Nafidah 2014).

Aktivitas fisik memungkinkan mempertahankan kesehatan

vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan

profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan

memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti

hubungan antara insulin dan amimoid menunjukkan bahwa manfaat

senam aerobik pada resistensi insulin dan glukosa intolerence,

mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik

dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif (Weuve

dkk.,2004 didalam Nur Nafidah 2014).

Power, 2006 didalam Nur Nafidah 2014 terdapat 3 mekanisme

yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, latihan atau aktivitas

fisik dan lingkungan yaitu angiogenesis pada otak, perubahan


synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid. Suatu

studi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

latihan atau aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Latihan atau

aktivitas fisik menyebabkan hipertrofi hipokampus yang nantinya

akan memiliki fungsi preventif terhadap degenerasi neuronal.

Latihan atau aktivitas fisik juga dapat menyebabkan produksi

faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk

memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap kognitif.

Latihan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan respon terhadap

BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui Insuline Like

Growth Factor-1 (IGF-1).

Latihan atau aktivitas fisik tersebut juga berhubungan dengan

inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi Interleukin-6 (IL6),

Interleukin-8 (IL8), Interleukin-15 (IL15) dan Tumor Necrosis

Factor Alpha (TNFA-α) yang selanjutnya mempengaruhi fungsi

kognitif. Klotho protein atau gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik

melalui faktor pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada

otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuro

dopaminergik dalam substansia nigra. Terakhir, aktivitas fisik yang

diperantai oleh produksi IGF-1 meregulasi kadar ß amiloid melalui

peningkatan clearance plexus cloroideus (Foster dkk., 2011

didalam Nur Nafidah 2014).

Seseorang yang melakukan olahraga dan aktivitas fisik dapat

meningkatkan jumlah endorphin dalam tubuh. Endorphin sebagai


neurotransmitter yang dibutuhkan untuk menghindari stress dan

mental yang lebih baik. Selain meningkatkan jumlah endorphin,

juga dapat meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonine,

dimana mekanisme ini berguna untuk meningkatkan suasana hati

atau mood. Hal ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya,

lansia yang melakukan aktivitas fisik termasuk berjalan kaki secara

teratur dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kemampuan

kognitif dan mengurangi penurunan gangguan kognitif (Arisman,

2004 didalam Nur Nafidah 2014).

e. Perubahan Kognitif Pada Lansia

1) Penurunan fungsi kognitif

Terjadi perubahan ketika seseorang masuk usia lanjut.

Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan

secara verbal maupun berbicara merupakan bentuk-bentuk

penurunan fungsi kognitif. Penurunan dalam kecepatan memproses,

mempengaruhi banyak aspek kognisi di usia lanjut. Penurunan

efisiensi dalam berpikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi

yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan

strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka

panjang (Suardiman,2011).

Departemen Kesehatan RI 1998 dalam Suardiman,2011

menyatakan bahwa menjadi tua ditandai oleh kemunduran-

kemunduran kognitif antara lain sebagai berikut :

a) Mudah lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.


b) Ingatan pada hal-hal masa muda lebih baik daripada kepada

hal-hal yang baru terjadi, yang pertama terlupakan adalah

nama-nama.

c) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat

mundur, karena daya ingat sudah mundur dan juga karena

penglihatan biasanya sudah mundur.

d) Meskipun banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes

inteligensi menjadi lebih rendah.

e) Tidak mudah menerima hal-hal baru atau ide-de baru.

2) Kondisi kecerdasan pada usia lanjut

Dalam perkembangannya terbukti bahwa kecerdasan dapat

berubah bahkan kadang-kadang secara dramatis oleh peran

lingkungan yang muncul, dan kenyataan ini kemudian merubah

konsep kecerdasan luas. Komponen keturunan atau bawaan adalah

suatu yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat dirubah. Sebaliknya

komponen lingkungan yang dapat diubah. Oleh karena itu

kecerdasan usia lanjut ditentukan oleh bagaimana pembawaannya

serta lingkungan berinteraksi selama hidupnya.

3) Fungsi memori (ingatan) dan gejala lupa

Usia diatas 60 tahun sering terdengar keluhan daya ingat, juga

pengalaman menunjukkan bahwa meningkatnya usia berhubungan

dengan kemampuan mengingat (Sudiarman,2011).

Dalam memproses informasi, usia lanjut lebih lamban dan sulit

sehingga cenderung mudah lupa. Kemampuan untuk mengingat


kembali (recall) merupakan tugas yang lebih berat daripada tugas

mengenal kembali. Kondisi mudah lupa ini bisa saja terjadi pada

lupa terhadap sesuatu yang berhubungan dengan kata, nama, benda,

angka atau jangka waktu, tempat dan sebagainya.

Lupa merupakan gejala penurunan kemampuan memori yang

terjadi sehari-hari pada semua tingkat usia. Namun, usia lanjut

memiliki kecenderungan lupa yang lebih tinggi daripada yang

muda. Usia tua akan mempengaruhi kemampuannya untuk

mempengaruhi atau mengolah informasi.

4) Gejala pikun (demensia) pada lanjut usia

Pikun atau demensia adalah kemunduran menyeluruh fungsi

intelektual, emosional, dan kemampuan kognitif individu dalam

kondisi kesadaran yang tidak terganggu. Sebagian besar demensia

disebabkan oleh penyakit yang disebut Alzheimer. Menurunnya

kemampuan kognitif yang berangsur-angsur akan mempengaruhi

aktivitas fisik dalam hidup sehari-har (Suardiman,2011).

f. Penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif

Penuaan dan penyakit degeneratif pada dasarnya tidak dapat

dihentikan karena merupakan proses alamiah dari siklus kehidupan

manusia. Namun berbagai studi berbasis ilmiah telah menunjukkan

berbagai fakta bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk

memperlambat proses penuaan yang terjadi pada otak. Fakta-fakta

tersebut dijadikan landasan untuk membuat program kegiatan lansia di

komunitas, sehingga kegiatan lansia yang dilakukan rutin tersebut


dapat bermanfaat untuk menstimulasi otak dan memperlambat

kemunduran fungsi otak (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).

Kegiatan yang dapat memberikan stimulasi otak dibagi menjadi

tiga kegiatan utama, seperti aktivitas fisik, stimulasi mental, dan

aktivitas sosial.

1. Aktivitas fisik

Melakukan aktivitas fisik dapat memberikan stimulasi pada

otak, dan dengan melakukan olahraga secara teratur dapat

meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived

Neurotrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting

menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat,

sehingga bila kadar BDNF rendah dapat menyebabkan penyakit

kepikunan. Fakta inilah yang yang menjelaskan bahwa lansia yang

melakukan banyak aktivitas fisik yang menyenangkan memiliki

fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan lansia yang

cenderung diam dan kurang aktivitas (Kemenkes, 2013 didalam

Ningrat 2015).

Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 melaporkan

bahwa gangguan gerak secara bermakna mempengaruhi fungsi

kognitif seseorang. Salah satu kegiatan

yang dapat memberikan stimulasi otak adalah dengan melakukan

brain gym atau senam otak. Brain gym adalah suatu latihan gerak

yang digunakan untuk memudahkan dan membantu kegiatan

belajar, serta penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari.


2. Stimulasi mental

Memberikan stimulasi mental secara terus-menerus dengan

berbagai aktivitas otak dapat memperbaiki dan menjaga hubungan

antar sel-sel otak, sehingga terdapat cadangan fungsi kognitif untuk

lansia. Aktivitas yang dapat menstimulasi mental seperti permainan

puzzle, membuat kerajinan tangan, mengisi teka teki silang,

diskusi, dan bernyanyi (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).

3. Aktivitas Sosial

Lansia yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan

interaksi dengan orang lain, diketahui memiliki fungsi kognitif

yang lebih baik dibandingkan lansia yang tidak aktif dalam

aktivitas sosial. Hal ini sesuai dengan teori aktivitas, dimana

melalui berbagai aktivitas dalam kegiatan sosial dapat membantu

menstimulasi fungsi kognitif. Dengan melakukan

aktivitas sosial maka akan timbul adanya keterikatan sosial.

Keterikatan sosial (meliputi pemeliharaan dan pembinaan berbagai

hubungan sosial, serta partisipasi aktif dalam kegiatan sosial) dapat

mencegah penurunan fungsi kognitif pada lansia (Kemenkes, 2013

didalam Ningrat 2015).


3. Konsep Senam Otak

1. Pengertian Senam Otak

Brain gym adalah latihan gerak yang terdiri dari gerakan-gerakan

yang sederhana dan menyenangkan yang digunakan oleh siswa di

Pendidikan Kinesiology (Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan

belajar dengan menggunakan seluruh fungsi otak melalui pembaruan

gerakan tertentu yang membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya

tertutup atau terhambat. Hasil kegiatan tersebut membuat proses

belajar menjadi lebih mudah tetapi lebih efektif untuk meningkatkan

kemampuan akademik (Dennison, 2002).

Senam otak merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat

menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak, dapat menarik keluar

tingkat konsentrasi, dan juga sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian

otak yang terhambat agar dapat berfungsi maksimal (Anggriyana &

Atikah, 2010).

Senam otak adalah gerakan – gerakan ringan dengan permainan

melalui olah tangan dan kaki, dapat memberikan rangsangan atau

stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus stimulus

itulah yang dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif dan

menunda penuaan dini dalam arti menunda pikun atau perasaan

kesepian yang biasanya menghantui para lansia (Yuliati, 2017).

2. Manfaat Senam Otak

Olahraga senam ternyata tidak hanya dapat dilakukan dan

bermanfaat bagi kebugaran tubuh, tetapi senam juga dapat dilakukan


oleh otak kita agar otak kita dapat berfungsi dengan lebih baik. Senam

otak ternyata banyak sekali manfaatnya bagi setiap orang, senam ini

dapat dilakukan oleh siapa saja baik anak-anak, remaja, dewasa hingga

lansia (Zulaini, 2016).

Manfaat dari senam otak antara lain meningkatkan kemampuan

kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar,

memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan

kemampuan beraktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan,

meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi

dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga

kelenturan dan keseimbangan tubuh, juga dapat meningkatkan daya

ingat dan pengulangan terhadap huruf atau angka (dalam waktu 10

minggu), mengurangi kesalahan membaca, memori, hingga mampu

meningkatkan respons terhadap rangsangan visual (Anggriyana &

Atikah, 2010).

3. Mekanisme Senam Otak

Mekanisme kerja senam otak berdasarkan tiga dimensi otak, yaitu

dimensi lateralis, dimensi pemfokusan, dan dimensi pemusatan.

Masing-masing dimensi memiliki tugas yang berbeda, sehingga

gerakannya bervariasi untuk tiap dimensi (Dennison, 2008;

Muhammad, 2013, didalam Ningrat 2015).

a) Dimensi Lateralis

Dimensi lateralis tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan

kanan. Sifat lateralis memungkinkan dominansi salah satu sisi


otak, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri. Integrasi

kedua sisi tubuh dapat dilatih sehingga dapat menyeberang garis

tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Apabila

kemampuan ini dapat dikuasai, kemampuan belajar akan

maksimal, seseorang akan mampu memproses kode linier,

simbol tertulis dengan dua belahan otak dari kedua jurusan.

Latihan untuk menyeberang garis tengah menyangkut sikap

positif, seperti mendengar, melihat, dan bergerak. Otak bagian kiri

aktif apabila tubuh sisi kanan digerakkan, dan sebaliknya. Bila

kerjasama otak kanan dan kiri kurang baik, maka seseorang akan

mengalami kesulitan untuk membedakan antara kanan dan kiri,

pergerakan kaku, tulisan tangan yang jelek, atau cenderung

menulis huruf terbalik, sulit membaca dan menulis, kesulitan

mengikuti pergerakan sesuatu dengan mata, serta

sulit menggerakkan mata tanpa mengikutinya dengan kepala,

tangan miring ke dalam ketika menulis, cenderung melihat ke

bawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (misalnya d dan b, p

dan q), maupun menyebut kata sambil menulis. Beberapa gerakan

dalam senam otak yang merangsang dimensi lateralis adalah 8

tidur dan gajah.

b) Dimensi Pemfokusan

Dimensi pemfokusan adalah kemampuan menyeberangi

garis tengah partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan

depan tubuh atau bagian belakang (occipital) dan depan otak


(frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan

vertikal di tengah tubuh (dilihat dari samping) yang tergantung

pada partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seseorang

berada di depan atau belakang garis tersebut.

Adanya gangguan pada imensi ini menyebabkan seseorang

kesulitan mengekspresikan diri, kurang fokus. Hubungannya

dengan otak, informasi akan diterima oleh otak bagian belakang

yang merekam semua pengalaman, lalu informasi diproses dan

diteruskan ke otak bagian depan untuk mengekspresikan sesuai

keinginan atau tuntutan. Bila seseorang gugup, takut, tidak

percaya diri, stress saat belajar, maka secara refleks energi ditarik

ke otak bagian belakang sehingga otak bagian depan kekurangan

energi. Akibatnya, jawaban yang tadinya sudah siap, tiba-tiba

lupa atau tidak dapat dijawab sempurna.

Ada beberapa ciri khas bila otak bagian depan dan belakang

kurang bekerja sama, antara lain otot tengkuk dan bahu yang

tegang, kurang semangat untuk belajar, serta memiliki reaksi yang

lambat. Hambatan pada otak bagian depan dapat berupa sikap

pasif, melamun, bingung bila stress, hipoaktif, perhatian yang

kurang, namum perasaan dan suasana (merekam dengan jelas).

Sedangkan hambatan pada otak bagian belakang berupa sikap

hiperaktif, memiliki rentang konsentrasi dan analisis yang terlalu

pendek, terinci, dan kurang fleksibel. Terkadang menjadi agresif,


kurang rileks untuk memikirkan sesuatu yang lebih luas. Gerakan

senam otak pada dimensi ini adalah burung hantu.

c) Dimensi Pemusatan

Dimensi pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi

garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, yaitu bagian

tengah sistem limbik (midbrain) yang berhubungan dengan

emosional dan otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak.

Mempelajari sesuatu, seseorang harus benar-benar dapat

menghubungkannya dengan perasaan dan memberikan suatu arti.

Gangguan pada dimensi pemusatan ditandai dengan adanya

ketakutan yang tak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau

melarikan diri dan ketidakmampuan untuk merasakan maupun

menyatakan emosi. Dalam kondisi stres, tegangan listrik di otak

besar akan berkurang sehingga fungsinya terganggu.

Tubuh manusia adalah satu sistem listrik yang sangat

kompleks. Dengan gerakan untuk meningkatkan energi dan minum

air, aliran energi elektromagnetik manjadi lancar sehingga

komunikasi antar bagian otak optimal.

Ciri khas bila bagian otak atas terhambat, antara lain bicara

dan tindakan pelan, kurang fleksibel, kurang konsentrasi, penakut,

kurang percaya diri, ragu-ragu, memiliki hambatan dalam

hubungan sosial. Bila bagian bawah yang terhambat, maka akan

menyebabkan tidak mampu mempertahankan keseimbangan,

penilaian yang negatif, bicara dan tindakan yang terlalu cepat.


Beberapa gerakan senam otak untuk dimensi pemusatan, antara

lain tombol bumi, tombol keseimbangan, tombol angkasa, pasang

telinga, titik positif, dan lain sebagainya.

4. Prosedur Latihan Senam Otak

Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat, 2015 mengatakan bahwa

untuk lanjut usia, durasi senam yang dapat dilakukan adalah 3-5 kali

seminggu selama 10-30 menit. Menurut Festi 2010 didalam Ningrat,

2015 senam otak baik dilakukan setiap hari untuk mendapatkan hasil

yang optimal. Senam atau latihan gerak baik dilakukan pada pagi hari

karena olahraga di pagi hari akan membantu menjaga ritme istirahat di

malam hari, membuat pikiran lebih tajam, meningkatkan kualitas tidur,

meningkatkan mood, membakar kalori dan meningkatkan nafsu makan

(Huteri 2013 didalam Ningrat,2015). Pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan Verany,dkk., 2012 didalam Ningrat 2015, senam otak

dilakukan dengan frekuensi empat kali seminggu selama dua minggu

dengan durasi 30 menit dan ternyata memberikan hasil yang signifikan

terhadap peningkatan fungsi kognitif.

a. Hal yang perlu diperhatikan

Perhatian khusus yang perlu diperhatikan bagi lansia yang

ingin melakukan senam (Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat

2015) :

1) Jika lansia menderita hipertensi dan tidak terkontrol, maka

sebaiknya untuk konsultasi dengan dokter di pelayanan

kesehatan untuk mendapatkan terapi. Batas tekanan darah yang


direkomendasikan untuk dapat melakukan latihan fisik adalah

≤220 mmHg sistolik, ≤105 mmHg diatolik. Oleh karena itu,

akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah baik sebelum

maupun sesudah dilakukan senam otak.

2) Lansia yang mendapat terapi Beta Blokers dan diuretik, fungsi

termoregulasi dapat terganggu dan menyebabkan hipoglikemi.

Dalam kondisi ini, informasikan kepada lansia tentang tanda

dan gejala intoleransi jantung dan hipoglikemi. Jika ada tanda

gejala tersebut, anjurkan lansia untuk tidak melakukan latihan

fisik.

3) Bila terdapat perubahan napas pendek, pusing, tidak nyaman

pada dada, palpitasi (dada berdebar) ketika melakukan latihan

fisik (senam) agar segera menghentikan aktivitas dan segera

mencari pelayanan kesehatan. Lansia juga dapat berisitrahat

sejenak di kursi yang telah disiapkan di pinggir lapangan.

b. Gerakan pemanasan

Berikut adalah urutan gerakan pemanasan sebelum

melakukan senam otak (Muhammad 2013 didalam Ningrat, 2015) :

1) Minum air putih secukupnya 10 menit sebelum latihan

dimulai.

2) Lakukan pernapasan perut sebanyak 4-8 kali. Pernapasan perut

dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas

perut dan bernapas seperti biasa, yaitu perut yang mengambang

dan mengempis tanpa menggunakan pergerakan otot dada.


3) Melihat ke kanan dan ke kiri selama 4-8 kali dengan

melakukan pernapasan perut.

4) Rentangkan kedua tangan seluas dan senyaman mungkin.

c. Gerakan- Gerakan Senam Otak

1) Gerakan Menyeberangi Garis Tengah

a) Gerakan Silang

Gerakan ini menyilang antara gerakan tangan kanan

bersamaan dengan kaki kiri dan tangan kiri bersamaan

dengan kaki kanan. Bergerak ke depan, ke samping, ke

belakang, atau jalan di tempat. Untuk ”menyeberangi

garis tengah” sebaiknya tangan menyentuh lutut yang

berlawanan. Fungsi : Gerakan menyeberangi ini membantu

menggunakan kedua belahan otak secara bersamaan

dan harmonis.

b) Angka 8 Tidur

Gerakan ini membuat angka 8 tidur sebanyak 3

kali tiap tangan, kemudian 3 kali dengan kedua

tangan. Fungsi : Bagi yang pelupa ( seperti lupa dengan

apa yang hendak dikatakan atau membaca sampai

halaman berapa ).

c) Coretan Ganda

Gerakan menggambar dengan kedua tangan pada

saat yang sama, ke dalam, ke luar, ke atas, ke


bawah. Fungsi : menumbuhkan bakat seni, merelakskan

mata dan tangan, mempermudah menulis.

d) Abjad 8

Gerakan ini menulis huruf ABJAD 8, huruf yang

ditulis mulai dari kurva ke atas, bergerak ke arah

kiri. Huruf lain ditulis dari mulai garis tengah ke atas,

bergerak ke kanan. Fungsi : menulis indah, kemampuan

mengarang, mempermudah mengungkapkan pikiran,

menolong membedakan huruf b, p, d, q.

e) Gajah (The Elephant)

Gerakan membuat belalai dengan menekuk lutut sedikit,

letakan telinga di atas bahu dan rentangkan tangan lurus ke

depan. Membayangkan tangan menjadi belalai gajah yang

menyatu dengan kepala. Fungsi : membuat mata dan leher

menjadi relaks, menjadi pendengar yang baik.

f) Putaran Leher (Neck Rolls)

Gerakan dengan menundukkan kepala ke depan, pelan

pelan putar leher dari satu sisi ke sisi yang lain, nafaskan

keluarkan ketegangan. Ulangi dengan bahu diturunkan.

Bayangkan menggambar garis lengkung di sepanjang dada.

Fungsi : relaks, melindungi dari kemungkinan pengaruh

negatif peralatan eletronik.

g) Olengan Pinggul (The Rocker)


Gerakan dengan duduk di lantai, tangan di belakang, siku

ditekuk, kedua kaki diangkat sedikit, dan olengkan pinggul

ke kiri dan kanan kemudian putar beberapa kali sampai

relaks. Fungsi : membuat pinggul relaks setelah duduk lama

dan menulis, koordinasi seluruh tubuh untuk olahraga dan

bermain, berfikir kreatif, kemampuan menghayati pelajaran

dan memasukkan ke dalam pikiran sendiri ataupun

tindakan.

h) Pernapasan Perut (Belly Breathing)

Gerakan dengan meletakkan tangan di perut. Embuskan

nafas pendek, lalu ambil nafas dalam dan hembuskan

pelan-pelan seperti balon yang ditiup. Tangan mengikuti

gerakan perut, naik waktu mengambil dan turun waktu

membuang nafas. Bila punggung ditegakkan setelah

mengambil nafas, udara akan bisa masuk lebih dalam lagi.

Fungsi : makanan lebih dicerna dengan baik,membaca lebih

ekspresif dan interpretasi.

i) Gerakan Silang Berbaring (Cross Crawl Sit-Up)

Gerakan ini membayangkan sedang naik sepeda dengan

posisi tidur, menyentuhkan lutut dengan siu yang

berlawanan. Fungsi : pemanasan sebelum olahraga, pikiran

terasa jernih.

j) Mengisi Energi
Gerakan ini dengan duduk di kursi dengan santai dan

letakkan dahi diantara kedua tangan di atas meja. Tarik

nafas sambil rasakan udara naik di garis tengah badan ke

atas seperti air mancur sambil menegakkan kepala, tengkuk

dan punggung bagian atas. Sambil mengembuskan nafas,

air mancur hilang dan kepala bersentuhan dengan meja.

Fungsi : relaks dan memberi energi untuk malam hari,

refleks dasar otak badan untuk pengambilan keputusan

ketika sedang bergerak.

k) Membayangkan X

X berarti excellent, membayangkan bahwa sebelum

melakukan sesuatu berfikir X, biar bisa lebih bergerak

dan berfikir lebih mudah dan tim lawan kelihatan

tidak menakutkan lagi.

2) Gerakan Meregangkan Otot (Lengthening Activities)

Gerakan meregangkan otot menunjang kesiapan untuk

menerima hal baru dan mengekspresikan apa yang sudah

diketahui. Setelah itu otot akan relaks dan lebih semangat

serta aktif dalam kegiatan.

a) Burung Hantu (The Owl)

Gerakan ini menghilangkan kekakuan yang ada pada

kita karena terlalu banyak duduk atau membaca.

Urutlah otot bahu kiri dan kanan. Tarik nafas saat

kepala berada di posisi tengah, kemudian hembuskan


nafas ke samping atau ke otot yang tegang sambil

relaks. Ulangi dengan tangan kiri.

b) Mengaktifkan Tangan (Arm Activation)

Gerakan dengan meluruskan satu tangan ke atas, ke

samping kuping. Buang nafas pelan, sementara otot-otot

diaktifkan dengan mendorong tangan ke empat jurusan

( kedepan, belakang, dalam, luar ) sementara tangan

yang satu menahan dorongan tersebut.

Fungsi : mengaktifkan tangan membantu menulis,

mengeja dan juga menulis kreatif.

c) Lambaian Kaki (Footflex)

Gerakan ini mencengkeram tempat-tempat yang terasa

sakit di pergelangan kaki, betis dan belakang lutut satu

per satu, sambil pelan-pelan kaki dilambaikan /

digerakkan ke atas dan ke bawah. Fungsi : bermanfaat

membuka otak bahasa, membaca dengan konsentrasi,

kemampuan mengingat kembali berbagai pengalaman

dan mengungkapkannya dengan kata-kata sendiri.

d) Pompa Betis (Calf Pump)

Gerakan dengan memajukan badan ke depan dan

buang nafas, pelan-pelan telapak kaki belakang ke

lantai, kemudian angkat tumit ke atas sambil ambil

nafas dalam. Ulangi 3x tiap kaki. Semakin maju,

menekuk lutut depan, peregangan otot di betis


belakang lebih terasa. Fungsi : membantu lebih

semangat dalam belajar dan bergerak, kemampuan

bekerja dalam media yang multi dimensi dan multi

arah.

e) Luncuran Gravitasi (Gravity Glider)

Gerakan duduk di kursi dan silangkan kaki. Tundukkan

badan dengan tangan ke depan bawah, buang nafas

waktu turun dan ambil nafas waktu naik. Ulangi 3x,

kemudian ganti kaki. Fungsi : relaks sebelum

permainan, pemahaman membaca dengan konsentrasi,

antisipasi dan pendalaman bahasa.

f) Pasang Kuda-Kuda (The Grounder)

Gerakan mulai dengan kaki terbuka. Arahkan kaki ke

kanan dan kaki kiri tetap lurus ke depan. Tekuk lutut

kanan sambil buang nafas, lalu ambil nafas waktu lutut

kanan diluruskan kembali. Pinggul ditarik ke atas.

Gerakan ini ulangi 3x, kemudian ganti dengan kaki kiri.

Fungsi : membantu konsentrasi pada apa yang sedang

dikerjakannya, juga mengingat kembali apa yang

dipelajari.

3) Gerakan Meningkatkan Energi (Energy Exercises)

Di pelajaran Biologi, kita mempelajari bahwa otak mempunyai

milyaran sel kecil yang disebut nueron. Mereka dihubungkan

dengan jalur-jalur sel seperti telepon yang dihubungkan oleh


kabel-kabel. Dengan melakukan gerakan-gerakan energi ini,

terasa menyambung hubungan syaraf sehingga sistem

komunikasi dalam badan akan bekerja lebih baik.

a) Air

Air sangat diperlukan untuk mempercepat fungsi energi

listrik dan kimiawi yang membawa informasi dari badaan

ke otak dan sebaliknya.

b) Sakelar Otak (Brain Button)

Gerakan menyentuh pusar, memijat sisi kiri dan kanan

tulang tengah, tepat di dua (sternum) lekukan selangka

(clavicula). Sambil membayangkan ada kuas di hidung dan

menggambar ”kupu-kupu 8” di langit-langit atau menyusuri

garis temu antara langit-langit dan tembok.

c) Tombol Bumi (Earth Button)

Gerakan meletakkan dua jari kaki di bawah bibir dan

tangan yang lain di pusar dengan jari menunjuk ke bawah.

Ikutilah dengan mata satu garis dari lantai ke loteng dan

kembali sambil bernafas dalam-dalam. Nafaskan energi ke

atas, ke tengah-tengah badan. Fungsi : meningkatkan

energi, menghitung lebih cepat dan tepat.

d) Tombol Imbang (Balance Button)

Gerakan menyentuhkan 2 jari ke belakang kuping,

dilekukan dibawah tulang belakang dan letakan tangan

satunya di pusar. Kepala lurus melihat ke depan, sambil


nafas dengan baik selama 1 menit. Kemudian sentuh

belakang kuping yang lain. Fungsi : menjaga badan tetap

relaks dan pikiran terang.

e) Tombol Angkasa (Space Button)

Gerakan meletakkan 2 jari di atas bibir dan tangan lain pada

tulang ekor selama 1 menit, nafaskan energi ke arah atas

tulang punggung. Gerakan ini bisa disilang dengan Tombol

Bumi. Fungsi : membuat pikiran lebih terang untuk

membuat keputusan cepat yang diperlukan di pekerjaannya.

f) Menguap Berenergi (Energy Yawn)

Gerakan memijat otot-otot di sekitar persendian rahang

sambil membuka mulut seperti hendak menguap. Atap

impuls spontan menguaplah dengan bersuara untuk

melemaskan otot-otot tersebut. Fungsi : agar suara relaks,

membantu menciptakan musik.

g) Pasang Telinga (Thinking Cup)

Gerakan ini memijit pelan-pelan daun telinga, 3x dari atas

ke bawah. Fungsi : membantu konsentrasi, mendengar

suara sendiri waktu berbicara atau menyanyi.

4) Penguatan Sikap (Deepening Attitudes)

a) Kait Relaks (Hook-Ups)

Ada 2 tahap : Pertama, letakkan kaki kiri di atas kaki

kanan dan tangan kiri diatas tangan kanan dengan

posisi jempol ke bawah, jari-jari kedua tangan salang


menggenggam, kemudian tarik kedua tangan kea rah

pusat dan terus ke depan dada. Tutuplah mata dan

pada saat menarik nafas lidah ditempelkan di langitlangit

mulut dan dilepaskan lagi pada saat

mengembuskan nafas. Tahap kedua, buka silangan kaki dan

ujung-ujung jari kedua tangan saling bersentuhan secara

halus, di dada atau di pangkuan, saling bernafas dalam 1

menit lagi.

b) Titik Positif (Positive Points)

Gerakan menyentuh Titik Positif yang berupa dua tonjolan

di tengah dahi. Fungsi : merasa lebih tenang dan dapat

berbuat sesuatu untuk menuju tujuan, mengurangi rasa

tegang, takut dan kuatir. (Eliasi, 2007 )

d. Hubungan Senam Otak dan Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah usia. Usia yang bertambah memberikan pengaruh pada

berbagai perubahan pada dirinya, baik yang bersifat fisik maupun

secara mental. Menurut penelitian yang dilakukan Mongisidi, 2013

didalam Ningrat 2015 individu dengan kategori usia tua atau old

age (>60 tahun) rata-rata memiliki presentasi fungsi kognitif tidak

normal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan secara tidak

langsung bahwa, dengan bertambahnya usia, dapat terjadi

penurunan fungsi kognitif.


Bertambahnya usia pada lansia, menyebabkan kondisi fisik

menurun, antara lain massa tulang yang berkurang akibat adanya

atrofi serabut otot, sehingga gerakannya menjadi lamban dan

lemah, elastisitas pergerakan sendi menurun bahkan dapat terjadi

gangguan sendi, kekakuan jaringan penghubung, tendon mengerut

dan mengalami sklerosis serta di tambah dengan menurunya curah

jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah menyebabkan

suplai darah ke otot dan organ lainnya terganggu (Nugroho, 2014

didalam Ningrat 2015).

Kondisi tersebut menyebabkan lansia mudah lelah dan secara

umum menjadi lebih pasif. Hal tersebut juga menambah risiko

untuk tejadinya gangguan gerak yang lebih buruk. Kurang gerak

menyebabkan badan menjadi tidak bugar, pompa otot terhadap

aliran darah balik menjadi tidak efektif, dan akhirnya suplai darah

ke seluruh tubuh tidak baik. Suplai darah yang tidak baik dapat

mengganggu kerja fungsi organ dan salah satu adalah otak yang

merupakan organ yang sensitif terhadap adanya gangguan suplai

darah (Stanley dan Beare, 2012 didalam Ningrat 2015). Hal

tersebut sesuai denga hasil penelitian yang dilakukan Santoso dan

Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 dimana dikatakan bahwa

gangguan gerak memberikan pengaruh sebesar 68,5% terhadap

terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia. Faktor internal

yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif adalah perubahan

struktur pada otak itu sendiri. Perubahan ukuran otak akibat atrofi
girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah

daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.

Korteks serebral merupakan bagian otak yang sering disebut

sebagai kubah intelegensia dan merupakan pusat fungsi kognitif

pada otak. Bila hal tersebut terjadi, maka dapat terjadi gangguan

atau penurunan fungsi kognitif. Tidak ada bedanya dengan otot,

dimana otot dapat dilatih untuk meningkatkan ketahanan, kekuatan,

dan meningkatkan massa otot. Otak juga dapat diolahragakan

untuk mempertahankan fungsinya melalui latihan yang

memberikan stimulus pada otak karena otak memiliki sifat

plastisitas, yaitu kemampuan struktur dan fungsi otak untuk

melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru

pada saraf dengan adanya stimulasi (Sanley and Beare, 2012;

Muhammad, 2013 didalam Ningrat 2015).


B. Landasan Teori

1. Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami

oleh semua orang yang dikarunia usia panjang dan merupakan tahapan

akhir dari fase kehidupan (Nauli, 2014). Batasan umur lansia menurut

World Health Organization (WHO) meliputi : usia pertengahan (middle

age) kelompok usia 45 – 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 – 70

tahun, usia lanjut tua (old) antara 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very

old) diatas 90 tahun. Menurut undang-undang RI No 13 tahun 1998

Tentang Kesejahteraan lansia bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Pada lansia akan terjadi suatu proses yang disebut proses menua

(aging process). Proses menua yaitu menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Bandiyah, 2009).

Proses menua ini ditandai dengan perubahan pada fisik, psikososial,

kognitif, mental, ingatan (memory) maupun spiritual lansia

(Mujahidullah,2012).

2. Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan pada

struktur dan fungsi otak, penurunan fungsi sistem musuloskeletal, dan

sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak akibat penuaan

menyebabkan penurunan hubungan antar saraf, mengecilnya saraf panca


indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi melambat, defisit

memory, gangguan pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan.

Fungsi kognitif juga berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana

aktivitas fisik erat kaitannya dengan sistem muskuloskeletal. Pada

dasarnya, setiap gerakan fisik yang dilakukan memberikan rangsangan

kepada otak, dengan menurunnya aktivitas maka rangsangan kepada otak

juga berkurang. Otak memiliki sifat plastisitas dimana bila terus diberikan

rangsangan, fungsinya akan tetap terjaga dan sebaliknya bila rangsangan

tersebut kurang atau tidak ada, proses plastisitas tidak terjadi dan otak

akan mengalam penurunan struktur dan fungsinya.

Perubahan lainnya yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

adalah penurunan pada sistem reproduksi. Hal ini terjadi pada lansia

perempuan yang mengalami menopause dimana terjadi penurunan struktur

dan fungsi organ reproduksi, atrofi pada uterus, dan penurunan produksi

hormon estrogen. Penurunan estrogen erat kaitannya dengan penurunan

fungsi kognitif. Estrogen berperan dalam meningkatkan pertumbuhan

hipotalamus, hipokampus, otak tengah dan korteks yang dapat

mempengaruhi suasana hati, status mental dan belajar serta ingatan. Lansia

perempuan lebih rentan menderita penyakit neurodegeneratif yang

menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan pada pria tidak

terjadi perubahan yang begitu nampak karena tidak terjadi penurunan

produksi hormon seks secara drastis selama proses penuaan (Nugroho,

2014 didalam Kusuma 2015).


3. Fungsi Kognitif

a. Pengertian Kognitif

Kognitif berasal dari bahasa latin, yaitu cognitio yang artinya

adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan

mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks

termasuk orientasi terhadap waktu, tempat, dan individu, kemampuan

aritmatika, berfikir abstrak, kemampuan fokus untuk berpikir logis

(Pincus dkk, 2003 dalam Nur Nafidah 2014).

Kognitif adalah kegiatan kegiatan mental yang dibutuhkan dalam

memperoleh, menyimpan, mendapat kembali, dan menggunakan

pengetahuan suatu hal. Kognitif meliputi proses-proses mental, seperti

mempersepsikan, belajar, mengingat, menggunakan bahasa, dan

berpikir (Ningrat, 2015).

b. Struktur dan Fungsi Otak Lanjut Usia

Ketika usia makin bertambah, maka otak juga mulai menua. Proses

menua adalah proses alamiah yang akan dialami semua makhluk

hidup. Fenomena menua juga terjadi pada sel-sel otak. Pada usia 70

tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 % pertahun

(Anggriyana & Atikah, 2010).

Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologis juga terjadi

kemunduran fungsi kognitif seperti kemunduran daya ingat (memory)

terutama memory kerja yang amat berperan dalam aktivitas sehari-hari,

selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi dasar

akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak sisi


kiri sebagai pusat intelegensi kristal yang memantau pengetahuan.

Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia

antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian.

Kedua belah hemisfer berbeda fungsi, namun setiap individu

mempunyai kecenderungan untu lebih banyak menggunakan salah satu

belah hemisfer dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan.

Perkembangan otak menjadi tua sehingga terjadi kemunduran fungsi

hemisfer kanan lebih cepat daripada hemisfer kiri maka mereka akan

mengalami hambatan kemampuan fungsional (Katzman, 1992 didalam

Nur Nafidah 2014).

Diantara fungsi otak yang menurun secara linier seiring dengan

bertambahnya usia adalah fungsi memori berupa kemunduran dalam

kemampuan penamaan dan kecepatan mencari kembali informasi yang

telah tersimpan dalam pusat memori. Penurunan ini terjadi pada

kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang

normal (Strub & Black, 1992 didalam Nur Nafidah 2014).

c. Aspek- aspek fungsi kognitif

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat

dan waktu. Orientasi terhadap personal merupakan kemampuan

seseorang dalam menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota,

gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangan orientasi waktu dinilai

dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena


perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu

dijadikan indeks paling sensitif untuk disorientasi (Goldman, 2000

didalam Nur Nafidah 2014).

2) Atensi

Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau

memperhatikan suatu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu

mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang

tidak perlu atau tidak dibutuhkan. Atensi dan konsentrasi sangat

penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam

proses belajar (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014).

Didalam atensi terbagi menjadi aspek mengingat segera dan

aspek konsentrasi. Mengingat segera merujuk pada kemampuan

seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama ≤ 30

detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali. Sedangkan

konsentrasi merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang

untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal (Goldman, 2000

didalam Nur Nafidah 2014).

3) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat

parameter, yaitu :

a) Kelancaran merupakan kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu

metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah

dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan.


b) Pemahaman merupakan kemampuan untu memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya

seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c) Pengulangan adalah kemampuan seseorang untuk mengulangi

suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seeorang.

d) Penamaan merupakan kemampuan seseorang untuk menamai

atau objek beserta bagian – bagiannya (Goldman, 2000 didalam

Nur Nafidah 2014).

4) Memori

Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama

kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses

melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara

klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar, yaitu :

a) Immediate memory, merupakan kemampuan untuk merecall

stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

b) Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat

kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang

dimakan saat sarapan atau kejadian-kejadian baru) dan

mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam

rentang waktu menit, jam, hari, bulan dan tahun.

c) Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengingat kembali

kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir,

sejarah, nama teman dan lain-lain).

5) Visuospasial
Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan

konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam

gambar (lingkaran, kubus dan lain-lain) dan menyusun balok-

balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini

tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran

yang paling dominan.

6) Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif adalah kemampuan seseorang dalam

pemecahan masalah. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus

frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit

yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma

lobus frontal, diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial

sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif.

Istilah penurunan kognitif sebenarnya menggambarkan

perubahan kognitif yang berkelanjutan, beberapa dianggap masih

dalam spektrum penuaan normal, sementara yang lainnya

dimasukkan dalam kategori gangguan ringan. Untuk menentukan

gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap

satu domain atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa dan fungsi

eksekutif. Temuan dari berbagai penelitian klinis dan

epidemiologis menunjukkan bahwa faktor biologis, perilaku, sosial

dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap risiko penurunan

fungsi kognitif (Plassman dkk, 2010 didalam Nur Nafidah 2014).

7) Kalkulasi
Kemampuan seseorang untuk menghitung angka (Goldman,

2000 didalam Nur Nafidah 2014).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

1) Status Kesehatan

Salah satu faktor penyakit yang mempengaruhi penurunan

kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis

dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi

reduksi substansia alba dan grisea di lobus prefrontal, penurunan

hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia alba di lobus

frontalis. Angina pektoris, infarkmiocard, penyakit jantung koroner

dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya

fungsi kognitif (Myres,2008 didalam Nur Nafidah 2014).

2) Usia

Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Usia

yang semakin tua menyebabkan perubahan pada struktur otak,

diantaranya otak menjadi atrofi dan beratnya menurun 10–20 %,

perubahan biokimia pada susunan saraf pusat, sehingga terjadi

gangguan pada hubungan sinaps dan daya hantar impuls antar sel

saraf (Nugroho,2014 didalam Kusuma 2015).

Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia

menunjukkan skor dibawah cut off skrining adalah sebesar 16%

pada kelompok usia 65 – 69 tahun, 21% kelompok usia 70 – 74

tahun, 30% pada kelompok usia 75 – 79 tahun dan 44% pada usia

diatas 80 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya


hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif

(Scanlan et al, 2007 didalam Nur Nafidah 2014).

3) Status Pendidikan

Fungsi kognitif pada kelompok dengan status pendidikan

rendah cenderung memiliki fungsi kognitif lebih buruk

dibandingkan kelompok dengan status pendidikan yang tinggi.

Pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat

mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif

seseorang termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi

anatomis menyatakan bahwa stimulus eksternal yang

berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari

otak. Tingat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap

penurunan fungsi kognitif (Sidiarto,2003 didalam Nur Nafidah

2014).

4) Jenis Kelamin

Wanita lebih berisiko mengalami penurunan kogntif. Hal ini

disebabkan adanya penurunan hormon seks endogen dalam

perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan

dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori,

seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah

dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori

verbal. Ekstradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat

membatasi kerusakan akibat stres oksidatif serta terlihat sebagai


protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer

(Myers,2008 didalam Nur Nafidah 2014).

5) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah otak dan

mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak (Yaffe

dkk.,2001 didalam Nur Nafidah 2014). Pada latihan atau aktivitas

fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang

bermanfaat pada otak. Faktor-faktor neurotrofik kebanyakan yang

berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik

itu terutama Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), karena

dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari

neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai

mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubung sel saraf dan

plastisitas sel saraf (Cotman dkk.,2002 didalam Nur Nafidah 2014).

Aktivitas fisik memungkinkan mempertahankan kesehatan

vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan

profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan

memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti

hubungan antara insulin dan amimoid menunjukkan bahwa manfaat

senam aerobik pada resistensi insulin dan glukosa intolerence,

mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik

dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif (Weuve

dkk.,2004 didalam Nur Nafidah 2014).


Power, 2006 didalam Nur Nafidah 2014 terdapat 3 mekanisme

yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, latihan atau aktivitas

fisik dan lingkungan yaitu angiogenesis pada otak, perubahan

synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid. Suatu

studi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

latihan atau aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Latihan atau

aktivitas fisik menyebabkan hipertrofi hipokampus yang nantinya

akan memiliki fungsi preventif terhadap degenerasi neuronal.

Latihan atau aktivitas fisik juga dapat menyebabkan produksi

faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk

memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap kognitif.

Latihan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan respon terhadap

BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui Insuline Like

Growth Factor-1 (IGF-1).

Latihan atau aktivitas fisik tersebut juga berhubungan dengan

inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi Interleukin-6 (IL6),

Interleukin-8 (IL8), Interleukin-15 (IL15) dan Tumor Necrosis

Factor Alpha (TNFA-α) yang selanjutnya mempengaruhi fungsi

kognitif. Klotho protein atau gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik

melalui faktor pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada

otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuro

dopaminergik dalam substansia nigra. Terakhir, aktivitas fisik yang

diperantai oleh produksi IGF-1 meregulasi kadar ß amiloid melalui


peningkatan clearance plexus cloroideus (Foster dkk., 2011

didalam Nur Nafidah 2014).

Seseorang yang melakukan olahraga dan aktivitas fisik dapat

meningkatkan jumlah endorphin dalam tubuh. Endorphin sebagai

neurotransmitter yang dibutuhkan untuk menghindari stress dan

mental yang lebih baik. Selain meningkatkan jumlah endorphin,

juga dapat meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonine,

dimana mekanisme ini berguna untuk meningkatkan suasana hati

atau mood. Hal ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya,

lansia yang melakukan aktivitas fisik termasuk berjalan kaki secara

teratur dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kemampuan

kognitif dan mengurangi penurunan gangguan kognitif (Arisman,

2004 didalam Nur Nafidah 2014).

e. Perubahan Kognitif Pada Lansia

Penurunan fungsi kognitif terjadi ketika seseorang masuk usia lanjut.

Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara

verbal maupun berbicara merupakan bentuk-bentuk penurunan fungsi

kognitif. Penurunan dalam kecepatan memproses, mempengaruhi

banyak aspek kognisi di usia lanjut. Penurunan efisiensi dalam

berpikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi yang dapat dilakukan

oleh kerja ingatan (memori), penggunaan strategi memori, dan

pengungkapan kembali memori jangka panjang (Suardiman,2011).


Departemen Kesehatan RI 1998 dalam Suardiman,2011

menyatakan bahwa menjadi tua ditandai oleh kemunduran-

kemunduran kognitif antara lain sebagai berikut :

1) Mudah lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.

2) Ingatan pada hal-hal masa muda lebih baik daripada kepada

hal-hal yang baru terjadi, yang pertama terlupakan adalah

nama-nama.

3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat

mundur, karena daya ingat sudah mundur dan juga karena

penglihatan biasanya sudah mundur.

4) Meskipun banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes

inteligensi menjadi lebih rendah.

5) Tidak mudah menerima hal-hal baru atau ide-de baru.

f. Penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif

Penuaan dan penyakit degeneratif pada dasarnya tidak dapat

dihentikan karena merupakan proses alamiah dari siklus kehidupan

manusia. Namun berbagai studi berbasis ilmiah telah menunjukkan

berbagai fakta bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk

memperlambat proses penuaan yang terjadi pada otak. Fakta-fakta

tersebut dijadikan landasan untuk membuat program kegiatan lansia di

komunitas, sehingga kegiatan lansia yang dilakukan rutin tersebut

dapat bermanfaat untuk menstimulasi otak dan memperlambat

kemunduran fungsi otak (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).


Kegiatan yang dapat memberikan stimulasi otak dibagi menjadi

tiga kegiatan utama, seperti aktivitas fisik, stimulasi mental, dan

aktivitas sosial.

Aktivitas fisik dapat memberikan stimulasi pada otak, dan dengan

melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan protein di otak

yang disebut Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein

BDNF ini berperan penting menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat,

sehingga bila kadar BDNF rendah dapat menyebabkan penyakit

kepikunan. Fakta inilah yang yang menjelaskan bahwa lansia yang

melakukan banyak aktivitas fisik yang menyenangkan memiliki fungsi

kognitif yang lebih baik dibandingkan lansia yang cenderung diam

dan kurang aktivitas (Kemenkes, 2013 didalam Ningrat 2015).

Santoso dan Rohmah, 2011 didalam Ningrat 2015 melaporkan

bahwa gangguan gerak secara bermakna mempengaruhi fungsi

kognitif seseorang. Salah satu kegiatan yang dapat memberikan

stimulasi otak adalah dengan melakukan brain gym atau senam otak.

4. Senam Otak

a. Pengertian Senam Otak

Senam otak adalah gerakan – gerakan ringan dengan permainan

melalui olah tangan dan kaki, dapat memberikan rangsangan atau

stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus stimulus

itulah yang dapat membantu menunda meningkatkan fungsi kognitif

dan menunda penuaan dini dalam arti pikun atau perasaan kesepian

yang biasanya menghantui para lansia (Yuliati, 2017).


b. Manfaat Senam Otak

Manfaat dari senam otak antara lain meningkatkan kemampuan

kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar,

memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan

kemampuan beraktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan,

meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi

dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga

kelenturan dan keseimbangan tubuh, juga dapat meningkatkan daya

ingat dan pengulangan terhadap huruf atau angka (dalam waktu 10

minggu), mengurangi kesalahan membaca, memori, hingga mampu

meningkatkan respons terhadap rangsangan visual (Anggriyana &

Atikah, 2010).

c. Mekanisme Senam Otak

Mekanisme kerja senam otak berdasarkan tiga dimensi otak, yaitu

dimensi lateralis, dimensi pemfokusan, dan dimensi pemusatan.

Masing-masing dimensi memiliki tugas yang berbeda, sehingga

gerakannya bervariasi untuk tiap dimensi (Dennison, 2008;

Muhammad, 2013, didalam Ningrat 2015).

1) Dimensi Lateralis

Dimensi lateralis tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan

kanan. Sifat lateralis memungkinkan dominansi salah satu sisi

otak, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri. Integrasi

kedua sisi tubuh dapat dilatih sehingga dapat menyeberang garis

tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Apabila


kemampuan ini dapat dikuasai, kemampuan belajar akan

maksimal, seseorang akan mampu memproses kode linier,

simbol tertulis dengan dua belahan otak dari kedua jurusan.

Latihan untuk menyeberang garis tengah menyangkut sikap

positif, seperti mendengar, melihat, dan bergerak. Otak bagian kiri

aktif apabila tubuh sisi kanan digerakkan, dan sebaliknya. Bila

kerjasama otak kanan dan kiri kurang baik, maka seseorang akan

mengalami kesulitan untuk membedakan antara kanan dan kiri,

pergerakan kaku, tulisan tangan yang jelek, atau cenderung

menulis huruf terbalik, sulit membaca dan menulis, kesulitan

mengikuti pergerakan sesuatu dengan mata, serta

sulit menggerakkan mata tanpa mengikutinya dengan kepala,

tangan miring ke dalam ketika menulis, cenderung melihat ke

bawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (misalnya d dan b, p

dan q), maupun menyebut kata sambil menulis. Beberapa gerakan

dalam senam otak yang merangsang dimensi lateralis adalah 8

tidur dan gajah.

2) Dimensi Pemfokusan

Dimensi pemfokusan adalah kemampuan menyeberangi

garis tengah partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan

depan tubuh atau bagian belakang (occipital) dan depan otak

(frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan

vertikal di tengah tubuh (dilihat dari samping) yang tergantung


pada partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seseorang

berada di depan atau belakang garis tersebut.

Adanya gangguan pada dimensi ini menyebabkan

seseorang kesulitan mengekspresikan diri, kurang fokus.

Hubungannya dengan otak, informasi akan diterima oleh otak

bagian belakang yang merekam semua pengalaman, lalu

informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk

mengekspresikan sesuai keinginan atau tuntutan. Bila seseorang

gugup, takut, tidak percaya diri, stress saat belajar, maka secara

refleks energi ditarik ke otak bagian belakang sehingga otak

bagian depan kekurangan energi. Akibatnya, jawaban yang

tadinya sudah siap, tiba-tiba lupa atau tidak dapat dijawab

sempurna.

Ada beberapa ciri khas bila otak bagian depan dan belakang

kurang bekerja sama, antara lain otot tengkuk dan bahu yang

tegang, kurang semangat untuk belajar, serta memiliki reaksi yang

lambat. Hambatan pada otak bagian depan dapat berupa sikap

pasif, melamun, bingung bila stress, hipoaktif, perhatian yang

kurang, namum perasaan dan suasana (merekam dengan jelas).

Sedangkan hambatan pada otak bagian belakang berupa sikap

hiperaktif, memiliki rentang konsentrasi dan analisis yang terlalu

pendek, terinci, dan kurang fleksibel. Terkadang menjadi agresif,

kurang rileks untuk memikirkan sesuatu yang lebih luas. Gerakan

senam otak pada dimensi ini adalah burung hantu.


3) Dimensi Pemusatan

Dimensi pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi

garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, yaitu bagian

tengah sistem limbik (midbrain) yang berhubungan dengan

emosional dan otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak.

Mempelajari sesuatu, seseorang harus benar-benar dapat

menghubungkannya dengan perasaan dan memberikan suatu arti.

Gangguan pada dimensi pemusatan ditandai dengan adanya

ketakutan yang tak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau

melarikan diri dan ketidakmampuan untuk merasakan maupun

menyatakan emosi. Dalam kondisi stres, tegangan listrik di otak

besar akan berkurang sehingga fungsinya terganggu.

Tubuh manusia adalah satu sistem listrik yang sangat

kompleks. Dengan gerakan untuk meningkatkan energi dan minum

air, aliran energi elektromagnetik manjadi lancar sehingga

komunikasi antar bagian otak optimal.

Ciri khas bila bagian otak atas terhambat, antara lain bicara

dan tindakan pelan, kurang fleksibel, kurang konsentrasi, penakut,

kurang percaya diri, ragu-ragu, memiliki hambatan dalam

hubungan sosial. Bila bagian bawah yang terhambat, maka akan

menyebabkan tidak mampu mempertahankan keseimbangan,

penilaian yang negatif, bicara dan tindakan yang terlalu cepat.

Beberapa gerakan senam otak untuk dimensi pemusatan, antara


lain tombol bumi, tombol keseimbangan, tombol angkasa, pasang

telinga, titik positif, dan lain sebagainya.

d. Prosedur Latihan Senam Otak

Elizabeth dan Kim 2013 didalam Ningrat, 2015 mengatakan bahwa

untuk lanjut usia, durasi aerobik yang dapat dilakukan adalah 3-5 kali

seminggu selama 10-30 menit. Menurut Festi 2010 didalam Ningrat,

2015 senam otak baik dilakukan setiap hari untuk mendapatkan hasil

yang optimal.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Verany,dkk., 2012

didalam Ningrat 2015, senam otak dilakukan dengan frekuensi empat

kali seminggu selama dua minggu dengan durasi 30 menit dan ternyata

memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan fungsi

kognitif.

1) Gerakan Pemanasan

Urutan gerakan pemanasan sebelum melakukan senam

otak (Muhammad 2013 didalam Ningrat, 2015) :

a) Minum air putih secukupnya 10 menit sebelum latihan

dimulai.

b) Lakukan pernapasan perut sebanyak 4-8 kali. Pernapasan

perut

dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas

perut dan bernapas seperti biasa, yaitu perut yang

mengambang dan mengempis tanpa menggunakan

pergerakan otot dada.


c) Melihat ke kanan dan ke kiri selama 4-8 kali dengan

melakukan pernapasan perut.

d) Rentangkan kedua tangan seluas dan senyaman mungkin.

2) Gerakan-Gerakan Senam Otak :

a) Gerakan Silang

Gerakan ini menyilang antara gerakan tangan kanan

bersamaan dengan kaki kiri dan tangan kiri bersamaan

dengan kaki kanan. Bergerak ke depan, ke samping, ke

belakang, atau jalan di tempat. Untuk ”menyeberangi

garis tengah” sebaiknya tangan menyentuh lutut yang

berlawanan. Fungsi : Gerakan menyeberangi ini membantu

menggunakan kedua belahan otak secara bersamaan

dan harmonis.

b) Angka 8 Tidur

Gerakan ini membuat angka 8 tidur sebanyak 3

kali tiap tangan, kemudian 3 kali dengan kedua

tangan. Fungsi : Bagi yang pelupa (seperti lupa dengan

apa yang hendak dikatakan atau membaca sampai

halaman berapa).

c) Putaran Leher (Neck Rolls)

Gerakan dengan menundukkan kepala ke depan, pelan

pelan putar leher dari satu sisi ke sisi yang lain, nafaskan

keluarkan ketegangan. Ulangi dengan bahu diturunkan.

Bayangkan menggambar garis lengkung di sepanjang dada.


Fungsi : relaks, melindungi dari kemungkinan pengaruh

negatif peralatan eletronik.

d) Burung Hantu (The Owl)

Gerakan ini menghilangkan kekakuan yang ada pada kita

karena terlalu banyak duduk atau membaca. Urutlah otot

bahu kiri dan kanan. Tarik nafas saat kepala berada di

posisi tengah, kemudian hembuskan nafas ke samping atau

ke otot yang tegang sambil

relaks. Ulangi dengan tangan kiri.

e) Mengaktifkan Tangan (Arm Activation)

Gerakan dengan meluruskan satu tangan ke atas, ke

samping kuping. Buang nafas pelan, sementara otot-otot

diaktifkan dengan mendorong tangan ke empat jurusan (

kedepan, belakang, dalam, luar ) sementara tangan yang

satu menahan dorongan tersebut. Fungsi : mengaktifkan

tangan membantu menulis, mengeja dan juga menulis

kreatif.

f) Sakelar Otak (Brain Button)

Gerakan menyentuh pusar, memijat sisi kiri dan kanan

tulang tengah, tepat di dua (sternum) lekukan selangka

(clavicula). Sambil membayangkan ada kuas di hidung dan

menggambar ”kupu-kupu 8” di langit-langit atau menyusuri

garis temu antara langit-langit dan tembok.

g) Tombol Bumi (Earth Button)


Gerakan meletakkan dua jari kaki di bawah bibir dan

tangan yang lain di pusar dengan jari menunjuk ke bawah.

Ikutilah dengan mata satu garis dari lantai ke loteng dan

kembali sambil bernafas dalam-dalam. Nafaskan energi ke

atas, ke tengah-tengah badan. Fungsi : meningkatkan

energi, menghitung lebih cepat dan tepat.

h) Tombol Imbang (Balance Button)

Gerakan menyentuhkan 2 jari ke belakang kuping,

dilekukan dibawah tulang belakang dan letakan tangan

satunya di pusar. Kepala lurus melihat ke depan, sambil

nafas dengan baik selama 1 menit. Kemudian sentuh

belakang kuping yang lain. Fungsi : menjaga badan tetap

relaks dan pikiran terang.

i) Tombol Angkasa (Space Button)

Gerakan meletakkan 2 jari di atas bibir dan tangan lain pada

tulang ekor selama 1 menit, nafaskan energi ke arah atas

tulang punggung. Gerakan ini bisa disilang dengan Tombol

Bumi. Fungsi : membuat pikiran lebih terang untuk

membuat keputusan cepat yang diperlukan di pekerjaannya.

j) Pasang Telinga (Thinking Cup)

Gerakan ini memijit pelan-pelan daun telinga, 3x dari atas

ke bawah. Fungsi : membantu konsentrasi, mendengar

suara sendiri waktu berbicara atau menyanyi.

c) Titik Positif (Positive Points)


Gerakan menyentuh Titik Positif yang berupa dua tonjolan

di tengah dahi. Fungsi : merasa lebih tenang dan dapat

berbuat sesuatu untuk menuju tujuan, mengurangi rasa

tegang, takut dan kuatir.

(Eliasi, 2007 )

e. Hubungan Senam Otak dengan Fungsi Otak

Fungsi kognitif dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah usia. Usia yang bertambah memberikan pengaruh pada

berbagai perubahan pada dirinya, baik yang bersifat fisik maupun

secara mental. Menurut penelitian yang dilakukan Mongisidi, 2013

didalam Ningrat 2015 individu dengan kategori usia tua atau old age

(>60 tahun) rata-rata memiliki presentasi fungsi kognitif tidak normal.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan secara tidak langsung bahwa,

dengan bertambahnya usia, dapat terjadi penurunan fungsi kognitif.

Bertambahnya usia pada lansia, menyebabkan kondisi fisik

menurun, antara lain massa tulang yang berkurang akibat adanya atrofi

serabut otot, sehingga gerakannya menjadi lamban dan lemah,

elastisitas pergerakan sendi menurun bahkan dapat terjadi gangguan

sendi, kekakuan jaringan penghubung, tendon mengerut dan

mengalami sklerosis serta di tambah dengan menurunya curah

jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah menyebabkan suplai

darah ke otot dan organ lainnya terganggu (Nugroho, 2014 didalam

Ningrat 2015).
Kondisi tersebut menyebabkan lansia mudah lelah dan secara

umum menjadi lebih pasif. Hal tersebut juga menambah risiko untuk

tejadinya gangguan gerak yang lebih buruk. Kurang gerak

menyebabkan badan menjadi tidak bugar, pompa otot terhadap aliran

darah balik menjadi tidak efektif, dan akhirnya suplai darah ke seluruh

tubuh tidak baik. Suplai darah yang tidak baik dapat mengganggu

kerja fungsi organ dan salah satu adalah otak yang merupakan organ

yang sensitif terhadap adanya gangguan suplai darah (Stanley dan

Beare, 2012 didalam Ningrat 2015). Hal tersebut sesuai denga hasil

penelitian yang dilakukan Santoso dan Rohmah, 2011 didalam

Ningrat 2015 dimana dikatakan bahwa gangguan gerak memberikan

pengaruh sebesar 68,5% terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif

pada lansia. Faktor internal yang menyebabkan penurunan fungsi

kognitif adalah perubahan struktur pada otak itu sendiri. Perubahan

ukuran otak akibat atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak.

Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi

oleh kehilangan neuron. Korteks serebral merupakan bagian otak yang

sering disebut sebagai kubah intelegensia dan merupakan pusat fungsi

kognitif pada otak. Bila hal tersebut terjadi, maka dapat terjadi

gangguan atau penurunan fungsi kognitif. Tidak ada bedanya dengan

otot, dimana otot dapat dilatih untuk meningkatkan ketahanan,

kekuatan, dan meningkatkan massa otot. Otak juga dapat

diolahragakan untuk mempertahankan fungsinya melalui latihan yang

memberikan stimulus pada otak karena otak memiliki sifat plastisitas,


yaitu kemampuan struktur dan fungsi otak untuk melakukan

reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf dengan

adanya stimulasi (Sanley and Beare, 2012; Muhammad, 2013 didalam

Ningrat 2015).
C. Kerangka Teori

Lansia

Farmakologi

Perubahan pada lansia :


Penanganan penurunan
- Perubahan Fisik fungsi kognitif :
- Perubahan - Stimulasi
Non Farmakologi :
Psikososial Mental
- Perubahan Fungsi Penurunan Fungsi - Aktivitas Sosial
Kognitif Kognitif
-- Perubahan Mental - Aktivitas Fisik
- Perubahan Spiritual

Senam Otak
Gambar 1.1
Kerangka Konsep Penelitian
: Diteliti
Sumber : (Bandiyah, 2009), ( Fatimah, 2010), (Maryam dkk, 2011),
: Tidak diteliti (Nugroho, 2008)
D. Kerangka Konsep

Setelah diketahui kerangka teori yang diteliti, maka dijadikan bentuk

kerangka konsep, yaitu :

Variabel Independen Variabel Dependen

Penurunan fungsi kognitif


Senam Otak
pada lansia

E. Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan untuk mejawab pertanyaan penelitian, yaitu :

Ha : Terdapat Efektivitas Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia


Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru

Ho : Tidak Terdapat Efektivitas Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada


Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru

Вам также может понравиться

  • Kelompok Geriatrik
    Kelompok Geriatrik
    Документ11 страниц
    Kelompok Geriatrik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Документ10 страниц
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ8 страниц
    Bab Iii
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    Документ10 страниц
    Senam Otak Bab 1 (Dwi)
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sedatif Musik
    Sedatif Musik
    Документ4 страницы
    Sedatif Musik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sap Penanganan Banjir
    Sap Penanganan Banjir
    Документ15 страниц
    Sap Penanganan Banjir
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ68 страниц
    Bab Ii
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Документ1 страница
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • MANAGEMENT
    MANAGEMENT
    Документ3 страницы
    MANAGEMENT
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Anatomi Fisiologi Neuro
    Anatomi Fisiologi Neuro
    Документ15 страниц
    Anatomi Fisiologi Neuro
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    Документ1 страница
    Lanjut Usia Akan Mengalami Proses Penurunan Kondisi Biologis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    Документ2 страницы
    Undang Undang Tentang Praktik Keperawatan
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ9 страниц
    Bab I
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • LP Hepatitis
    LP Hepatitis
    Документ17 страниц
    LP Hepatitis
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Catatan Perkembangan
    Catatan Perkembangan
    Документ2 страницы
    Catatan Perkembangan
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • LP SH
    LP SH
    Документ29 страниц
    LP SH
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Hospitalisasi Pada Anak
    Hospitalisasi Pada Anak
    Документ1 страница
    Hospitalisasi Pada Anak
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • PICO
    PICO
    Документ2 страницы
    PICO
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Kespro Remaja
    Kespro Remaja
    Документ2 страницы
    Kespro Remaja
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • LP Omsk
    LP Omsk
    Документ26 страниц
    LP Omsk
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Kelompok 2 BIOLOGI
    Kelompok 2 BIOLOGI
    Документ9 страниц
    Kelompok 2 BIOLOGI
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Askep Teori DHF
    Askep Teori DHF
    Документ26 страниц
    Askep Teori DHF
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • MANAGEMENT
    MANAGEMENT
    Документ3 страницы
    MANAGEMENT
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Lembar Job Fair
    Lembar Job Fair
    Документ6 страниц
    Lembar Job Fair
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sedatif Musik
    Sedatif Musik
    Документ4 страницы
    Sedatif Musik
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Tugas Filsafat Halaman 405-407
    Tugas Filsafat Halaman 405-407
    Документ2 страницы
    Tugas Filsafat Halaman 405-407
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Absensi Seminar
    Absensi Seminar
    Документ2 страницы
    Absensi Seminar
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Jurnal Translate
    Jurnal Translate
    Документ5 страниц
    Jurnal Translate
    bikeindo20
    Оценок пока нет
  • Sifat Dasar Ingatan
    Sifat Dasar Ingatan
    Документ6 страниц
    Sifat Dasar Ingatan
    bikeindo20
    Оценок пока нет