Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH

Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat

Di Susun Oleh :

Tantri Yuliani
Charenina Salsabila
Juniarti Safitri
Aldi April Mardiansyah
Ridwan Billy Septiadi
Tegar Gusti Santoso
M. Rafi Rizky

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 1 LUBUKLINGGAU
TAHUN AJARAN 2018/2019
Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat

Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Mahluk yang Allah di ciptakan didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada
bumi ada langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya
mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong memberi,
memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan kehidupan
seorang insan tercapai, dunia bahagia akhirat bahagia. diuraikan dalam hadist riwayat Ibnu
Asakir tentang keseimbangan hidup didunia dan akhirat.

ِ ‫اخ َرتَهُ ِلدُ ْنيَاهُ َحتّى ي‬


َ ‫ُصيْبُ ِم ْن ُه َم‬
‫اج ِم ْيعًا‬ ِ َ‫ْس بِ َخي ِْر ُك ْم َم ْن ت ََركَ د ُ ْنيَاهُ ِِل ِخ َرتِ ِه َوِل‬ ٌ ‫فَا َِّن الدَّ ْنيَا بَ ََل‬
ِ ْ‫غ اِلَى ا‬
َ ‫ِلخ َرةِ َو َِلت َ ُك ْونُ ْوا َك ًّل َعلَى لَي‬
‫اس‬ِ َّ‫الن‬

"Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda, "Bukanlah yang terbaik
diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunianya karena (mengejar) urusan
akhiratnya, dan bukan pula (orang yang terbaik) oarang yang menhinggalkan akhiratnya
karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu
adalah (perantara) yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban
orang lain."

Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu
kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di
akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan
dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat
manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan
dunia.

Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan
harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum, pakaian, tempat
tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan diusahakan. Harta juga bisa
digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt., karena dalam pelaksanaan ibadah itu
sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah
haji perlu biaya yang cukup besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah,
berkurban, menolong fakir miskin dan sebagainya.

Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah
memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh
bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah , sehingga mengharapkan
belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.

Dalam surat al-Qashash ayat 77, Allah mengingatkan:


‫وبتغ فيما اتىك هللا الداراألخرة وِلتنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن هللا إليك وِل تبغ الفسادفى اِلرض إن هللا ِليحب‬
‫المفسدين‬

Artinya; “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”

1. Kehidupan Akhirat Adalah Tujuan

Allah SWT berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat".

Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat.
Mengapa? Karena di sanalah kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya
dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang
sebenarnya" (QS. Al-Ankabut: 64).

Lalu, apa arti kita hidup di dunia?... Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat.
Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di
dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan
perjalanan lagi. Bila demikian tabiat dunia, mengapa kita terlalu banyak menyita hidup untuk
keperluan dunia? Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan
hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa
dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar dalam urusan dunia.

Coba kita ingat nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi
mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan mata yang
tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nikmati. Tapi kita sengaja atau tidak selalu
melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima kasih kepada seorang yang berjasa kepada
kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanja kita dengan nikmat-nikmatNya, kita
sering kali memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan
selalu menghabiskan waktu kita.

Orang-orang bijak mengatakan bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibarat WC dan kamar
mandi dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun dari
penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi jika perlu, setelah itu
ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di WC sepanjang hari,
dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari dibangunnya rumah itu. Begitu juga
sebenarnya sangat tidak wajar bila manusia sibuk mengurus dunia sepanjang hari dan
menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhirat dikesampingkan.
Kemudian bagaimana mensinkronkan atau menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia
dan akhirat? Mari kita ikuti kategori ke dua sebagai sambungan penjelasan ayat di atas.

2. Berusaha Memperbaiki Kehidupan Dunia

Allah SWT berfirman: ”Dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari


kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu".

Ayat di atas dengan jelas bahwasannya Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu
berusaha menggapai kebahagiaan akhirat, tetapi jangan melupakan kehidupan di dunia ini.
Meskipun kebahagiaan dan kenikmatan dunia bersifat sementara tetapi tetaplah penting dan
agar tidak dilupakan, sebab dunia adalah ladangnya akhirat.

Masa depan — termasuk kebahagiaan di akhirat — kita, sangat bergantung pada apa yang
diusahakan sekarang di dunia ini. Allah telah menciptakan dunia dan seisinya adalah untuk
manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah juga telah menjadikan dunia sebagai tempat
ujian bagi manusia, untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya, siapa yang paling baik
hati dan niatnya.

Allah mengingatkan perlunya manusia untuk mengelola dan menggarap dunia ini dengan
sebaik-baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya. Pada saat yang
sama Allah juga menegaskan perlunya selalu berbuat baik kepada orang lain dan tidak
berbuat kerusakan di muka bumi. Allah mengingatkan: ”Tidakkah kalian perhatikan
bahwa Allah telah menurunkan untuk kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi
dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin” (QS. Luqman: 20).

Untuk mengelola dan menggarap dunia dengan sebaik-baiknya, maka manusia memerlukan
berbagai persiapan, sarana maupun prasarana yang memadai. Karena itu maka manusia perlu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya keterampilan yang mencukupi dan
profesionalisme yang akan memudahkan dalam proses pengelolaan tersebut.

Meskipun demikian, karena adanya sunatullah, hukum sebab dan akibat, tidak semua
manusia pada posisi dan kecenderungan yang sama. Karena itu manusia apa pun; pangkat,
kedudukan dan status sosial ekonominya tidak boleh menganggap remeh profesi apa pun,
yang telah diusahakan manusia. Allah sendiri sungguh tidak memandang penampakan
duniawiah atau lahiriah manusia. Sebaliknya Allah menghargai usaha apa pun, sekecil apa
pun atau sehina apa pun menurut pandangan manusia, sepanjang dilakukan secara
profesional, baik, tidak merusak dan dilakukan semata-mata karena Allah.

Allah hanya memandang kemauan, kesungguhan dan tekad seorang hamba dalam
mengusahakan urusan dunianya secara benar. Allah SWT menegaskan
bahwa:”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kedudukan suatu kaum, sehingga
kaum itu mengubah kondisi, kedudukan yang ada pada diri mereka sendiri (melalui
kerja keras dan kesungguhannya” (QS. Ar-Ro’d: 11).
Allah juga mengingatkan manusia karena watak yang seringkali serakah, egois /sifat
ananiyah dan keakuannya, agar dalam mengelola dunia jangan sampai merugikan orang lain
yang hanya akan menimbulkan permusuhan dan pertumpahan darah (perang) antar
sesamanya. Manusia seringkali karena keserakahannya berambisi untuk memiliki kekayaan
dan harta benda, kekuasaan, pangkat dan kehormatan dengan tidak memperhatikan atau
mengabaikan hak-hak Allah, rasul-Nya dan hak-hak manusia lain. Karena itu Allah
mengingatkan bahwa selamanya manusia akan terhina dan merugi, jika tidak memperbaiki
hubungannya dengan Allah (hablun minallah) dan dengan sesamanya-manusia (hablun
minannaas).

Inilah landasan yang penting bagi terciptanya harmonisme kehidupan masyarakat. Ia juga
merupakan landasan penting dan prasyarat masyarakat yang bermartabat dan berperadaban
menuju terciptanya masyarakat madani yang damai, adil, dan makmur.

3. Menjaga Lingkungan

Sebagai sarana hidup, Allah SWT melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka boleh mengelola alam, tetapi untuk melestarikan dan bukan merusaknya. Firman
Allah dari sambungan ayat di atas: "Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan".

Allah SWT menyindir kita tentang sedikitnya orang yang peduli pada kelestarian lingkungan
di muka bumi, firmanNya; "Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum
kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada
(mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil " (QS. Huud ayat
116).

Dalam kaidah Ushul Fikih dikatakan, Ad-dlararu yuzalu: segala bentuk kemudharatan itu
mesti dihilangkan. Nabi SAW bersabda : "La dlarara wala dlirara", artinya ialah tidak boleh
membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.

Dari sini dapat dibuat peraturan teknis untuk mencegah kerusakan lingkungan yang pada
akhirnya membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Pelanggaran terhadap hal itu, di
samping berdosa juga harus dikenai hukuman ta'zir; mulai dari denda, cambuk, penjara,
bahkan hukuman mati tergantung tingkat bahaya yang ditimbulkannya.

Karena itu, bila kita ingin terhindar dari berbagai bencana harus ada revolusi total tentang
pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Cara pandang kapitalistik dan individualistik
yang ada selama ini harus diubah. Ini karena menganggap alam sekitarnya sebagai faktor
produksi telah membuat orang rakus, serakah, dan sekaligus oportunis.

Pandangan hidup untuk berkompetisi berdasarkan pada teori Survival on the fittesmembuat
manusia merusak harmoni kehidupan. Ketidak percayaan pada nikmat Allah yang tiada
terhitung membuat manusia membunuh sesama makhluk Allah demi memuaskan
kebutuhannya
Kehidupan dunia dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan, kehidupan dunia
harus dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan untuk menuju kehidupan yang
hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat.

Lebih jauh lagi Nabi menegaskan

‫ْص َعلَى َمايَ ْنفَعُكَ َوا ْْست َ ِع ْن ِبا ِهللِ َو َِلتَ ْع ِج ْر‬
ْ ‫ْف َوفِى ُك ّل َخي ٌْر اِحْ ِر‬
ِ ‫ض ِعي‬ ُّ ‫ا َ ْل ُمؤْ ِمنُ اْلقَ ِو‬
َّ ‫ي َخي ٌْر َوا َ َحبُّ اِلَى هللاِ ِمنَ اْل ُمؤْ ِم ِن ال‬

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh allah dari pada mukmin yang lemah,
sedangkan pada masing masing ada kebaikannya. Bersemangatlah kamu untuk mencapai
sesuatu yang bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada allah dan janganlah kamu
merasa tidak berdaya.”

Rasulullah memotivasi kita agar kita mmenjadi mukmin yang kuat karena allah
menyukai mukmin yang kuat . Dalam mencapai seseuatu yang bermanfaat kita harus
bersemangat. Bersemangat dalam melakukan sesuatu yangt bermanfaat harus juga tetap di
iringi dengan memohon pertolongan allah agar dipermudah jalannya Sebagai umat islam kita
dilarang menjadi umat yang lemah karena dapat merugikan diri sendiri

‫ي اَ ْم ُمنِ َع‬
َ ‫ْط‬ َ َّ‫ف هللاُ بِ ِه َوجْ َههُ َخي ٌْر ِم ْن اَ ْن يَ ْسأ َ َل الن‬
ِ ‫اس اُع‬ َ ‫رواه ) َِل َء ْن يَا ْء ُخذَ ا َ َحد ُ ُك ْم اَحْ بََلً َفيَأ ْ ُخذَ ُح ْز َمةً ِم ْن َح‬
َّ ‫طب فَيَ ِب ْي َع فَ َي ُك‬
‫(البخارى عن الزبير بن العوام‬

Artinya:“Sungguh jika salah seorang diantara kamu membawa seutas kayu bakar lalu kayu
itu dijual sehingga allah mencukupkan kebutuhan hidupnya dengan hasil jualannya itu lebih
baik dari pada meminta minta kepada orang lain, baik di beri maupun di tolak (tidak
diberi)”

Dalam memenuhi kebutuhan hidup kita harus bekerja keras, mMenjalaini pekerjaan
dengan hati yang ikhlas dan tanpa rasa minder walaupun pekerjaan itu diremehkan oleh orang
lain. Jika mau bekerja allah berjanji akan mencukupkan kebutuhan kita. Meminta minta
merupakan perbuatan yang di benci dalam islam oleh karena itu kita dilarang untuk
melakukannya,.

‫ْس اَ َبدًا َو ْع َم ْل ِِل ِخ َرتِكَ كَا َء َّنكَ تَ ُم ْوتُ َغدًا‬


ُ ‫(رواه البيهقى ) اِ ْع َم ْل ِلد ُ ْن َيكَ كَا َءنَّكَ تَ ِعي‬

Artinya : “bekerjalah untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamnya dan bekerjalah
untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok.”
Dalam mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh sungguh melakukannya agar hasilnya
baik. Namun disaat beribadah kepada allah kita harus dengan setulus hati beribadah kepada-
nya seakan akan kita tidak akan pernah hidup lagi (mati besok)

Perintah kerja keras, tekun dan ulet dengan tidak melalaikan kewajiban pokok untuk
persiapan kampung akhirat

1. Kerja keras

Kerja keras yaitu melaksanakan suatu pekerjaan dengan gigh tanpa mengenal lelah sesuai
dengan kemampuannya sehingga mendapat hasil yang maksimal.

Setiap orang pasti mempunyai kebutuhan masing masing, untuk memenuhi kebutuhannya
manusia harus bekerja keras. Seperti bagaimana yang telah dicontohkan oleh rasullah saw.
Beliau senang bekerja keras mulai dari kanak kanak sampai dewasa, bahkan ketika sudah
menjadi nabipun beliau masih tetap bekerja keras.

2. Tekun

Tekun adalah rajin/telaten dalam melaksanakan suatu pekerjaan, sehingga akan mendapatkan
hasil yang memuaskan. Orang yang tekun akan bersungguh melakukan apa yang menjadi
kewajibannya demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Allah telah menjamin oramng yang
tekun dalam melaksanakan perintahnya baik urusan dunia maupun akhirat di jamin
mendapatklan keberhasilan.

3. Ulet

Ulet yaitu berusaha dengan berbagai cara yang positif sehingga usahanya berhasil dengan
memuaskan. Orang yang ulet dalam berusaha tidak akan pernah putus asa kalau usahanya
belum berhasil, dan orang itu akan berusaha mencari jalan lain agar usahanya berhasil.

Allah berfirman dalam Surah Yusuf ;87, yang di dalamnya terdapat larangan untuk berputus
asa.

‫وِل تيئسوأ من روح هللا إنه ِل يايئس من روح هللا اِل القوم الكفرون‬

Artinya: “…dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat allah, sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat allah melainkan kaum yang kafir”

4. Teliti

Teliti adalah perilaku cermat dan hati hati dalam melakukan suatu tindakan/pekerjaan.
Sesuatu yang di lakukan dengan teliti akan menghasilkan hasil yang lebih baik disbanding
dengan tergesa tega/ gegabah
Macam-macam keseimbangan dalam hidup

Allah telah memberikan predikat kepada umat islam sebagai umat yang pertengahan, yaitu
umat yang berada di tangah-tengah antara umat-umat lainnya. Umat yang berada di tengah
karena mampu menyeimbangkan dan meratakan amal dalam seluruh aspek kehidupan ini.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

َ ‫ْسو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬


‫ش ِهيدًا‬ ِ َّ‫ش َهدَا َء َعلَى الن‬
َّ َ‫اس َويَ ُكون‬
ُ ‫الر‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬ َ ‫ َو َكذَلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬.
ً ‫ْس‬

Artinya: 143. dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. “(Al-Baqarah: 143)

Umat Islam menjadi umat pertengahan dan mampu menjadi saksi bagi umat-umat yang
lainnya, karena mempnyai beberapa kelebihan. Diantaranya adalah:

Pertama,Seimbang antara Ilmu dan Amal

Seoarang muslim dalam hidupnya harus bisa menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Tidak
boleh hanya menekankan ilmu saja, tanpa diimbangi dengan amal perbuatan yang nyata. Sifat
seperti ini adalah sifat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Sebagaimana
dijelaskan dalm firman-Nya, dalam (Surat Shof ayat 2-3).

Artinya: “2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan?3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-
apa yang tidak kamu kerjakan.

Mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakan , artinya seseorang hanya berkutat pada teori
belaka dan berjalan di atas konsep yang kosong. Dia menjadikan ajaran islam hanya sebagai
Islamologi, ilmupengetahuan tentang islam yang hanya dibicarakan, didiskusikan dan
diseminarkan tanpa ada praktik dalam kehidupan sehari-hari. Lebih Ironis lagi, amalan
sehari-harinya justru bertentangan dengan ajaran Islam yang biasa dibicarakan di berbagai
tempat.

Ini adalah sifat orang-orang yahudi . mereka dikaruniai oleh Allah ilmu yang sangat banyak,
tetapi perbuatan mereka tidak mencerminkan ilmu yang dimiliki, justru digunakan untuk
membuat kerusakan di muka bumi dengan menipu dan membodohi orang lain demi
kepentingan dunia mereka. Orang-orang yahudi inilah yang dimurkai Allah di banyak tempat
dalam Al-Qur’an. Disisi lain, umat islam juga tidk boleh hanya menekankan amal ibadah saja
tanpa diimbangi dengan ilmu yang cukup. Sebelum beramal harus diketahui dulu teori dan
ilmunya,. Sehingga diharapakan amal yang dilakukan tersebut benar tidak menyeleweng.

Sehingga dia akan berjalan pada jalan yang lurus dan benar yang akan mengantarkannya pada
tujuan. Beramal tanpa disertai ilmu yang cukup akan menyebabkan seseorang tersesat dijalan,
sehingga tujuannya tidak akan tercapai . Inilah yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani
yang bersemangat di dalm beribadah, tetapi malas menuntu ilmu sehingga di cap oleh Allah
semoga umat yang sesat.

Allah telah menggambarkan ketigs umat ini dengan cirinya masing-masing di dalam surat Al-
Fatihah,

ِ ‫ط الَّذِينَ أ َ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬


)٧( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َوِل الضَّا ِلّين‬ َ ‫)ص َرا‬ َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬
ِ ٦( ‫يم‬ َ ‫الص َرا‬
ّ ِ ‫ا ْه ِدنَا‬

Artinya:”6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

Jalan yang lurus adalah jalannya umat islam, yaitu umat yag menggabungkan antar ilmu dan
amal secara bersamaan. Sedang jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah jalannya
umat Yahudi yang hanya menekankan kilmuan dan kosong dari pengamalan. Sedang jalan-
jalan orang-oran yang sesat adalah jalannya umat Nashara yang hanya semangat dalam
beribadah, tapi tidak punya bekal ilmu yang cukup.

Kedua, Seimbang antara rasa takut dan harapan

Seorang muslim di dalm hidupnya tidak boleh selalu di liputi rasa takut terhadap dosa-dosa
yang dikerjakannya, sehingga menimbulkan rasa putus asa terhadap rahmat dan ampunan dari
Allah. Sebaliknya pula, dia juga tidak boleh berlebihan di dalam menghrap rahmat dan
ampunan Allah sehingga meremehkan dosa-dosa yang dikerjakan, bahkan menggap enteng
dosa besar dengan dalil bahwa Alla adalah Maha Pengampun.

Muslim yang baik menggabungkan antara kedua hal diatas, Yaitu menggabungakn
rasa takut terhadap siksaan karena dosa-dosanya karena waktu yang sama, dia sangat
mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya. Dua hal ini merupakan dua sayap orang
muslimyang baik, sehingga dengan keduanya dia mampu terbang keangkasa dengan bebas
dan penuh percaya diri. Jika salah satu dari kedua sayap itu tidak ada, maka secara otomatis
dia aka terjatuh dalm jurang kehancuran dunia dan akhirat kelak.

Allah SWT telah menggambarkan dengan indah kedua hal tersebut yang terdapat dalam diri
seorang muslim yang baik.

َ َ‫أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَ ْبتَغُونَ إِلَى َربِّ ِه ُم ْال َو ِْسيلَةَ أَيُّ ُه ْم أ َ ْق َربُ َويَ ْرجُونَ َرحْ َمتَهُ َويَخَافُونَ َعذَابَهُ إِ َّن َعذ‬
ً ُ‫اب َربِّكَ َكانَ َمحْ ذ‬
)٥٧( ‫ورا‬

Artinya: “57. orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah
suatu yang (harus) ditakuti.
Ketiga, Seimbang di dalam menjalankan ajaran agama. Sehingga tidak bersikap
berlebihan (ifraath) dan juga tidak bersikap meremehkan (tafriith)

Seorang muslim tidak boleh berlebih-lebihan dalam menjalankan ajaran Islam, yaitu
melampui batas dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Misalnya belebih-
lebihan dalam melaksanakan shalat Tahajud sehingga tidak ada waktu tidur sama sekali, yang
membuatnya lemah dan kusut pada pagi hari, serta tidak semngat menjalani kehidupan
sehari-hari karena belum istirahat semalam penuh. Begitu juga seorang muslim tidak boleh
melakukan puasa” ngableng” (puasa setiap hari) tanpa berbuka sedikitpun, atau membujang
selamnya, tidak mau menikah dengan seorang perempuan dengan dalih bahwa menikah itu
akan melalaikan ibadahnya.

Itu semua adalah bentuk-bentuk berlebih-lebihan di dalam menjalankan ajaran agama


yang dilarang di dalam Islam. Islam mengjarkan kepada umatnya untuk selama seimbang di
dalam iadah dan muamalhnya. Dalam suatu Hadist yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik,
ia berkata:

‫ ان الدين يسر ولن يشا دا الدين احد الى غلبه‬:‫قا ل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قا ل‬
‫فسددوا وقاربوا وابشروا واستعينو بلغدوة والروحة وشيء من الد لجة‬

Artinya: “Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit diri
berlebih-lebihan) didalam mengamalkan agama ini, kecuali dia akan dikalahkan (semakin
berat dan sulit) maka mereka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan
berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al-Ghadwah (berangkat di awal pagi)
dan ar-ruh (berangkat setelah dzuhur) dan sesuatu dari ad-duljah (berangkat diwaktu
malam)”. (HR. Bukhari, No.38)

Allah SWT juga melarang umat-umat terdahulu untuk tidak berlebihan di dalam
mengamalkan agama. Sebagaimana larangan Allah dalam (Q.S Al-Maidah:77) yang
berbunyi:

‫اء‬ َ ‫ضلُّوا َع ْن‬


ِ ‫ْس َو‬ ً ِ‫ضلُّوا َكث‬
َ ‫يرا َو‬ َ َ ‫ضلُّوا ِم ْن قَ ْب ُل َوأ‬ ِ ّ ‫ب ِل ت َ ْغلُوا فِي دِينِ ُك ْم َغي َْر ْال َح‬
َ ْ‫ق َوِل تَت َّ ِبعُوا أ َ ْه َوا َء قَ ْوم قَد‬ ِ ‫قُ ْل َيا أَ ْه َل ْال ِكت َا‬
)٧٧( ‫س ِبي ِل‬َّ ‫ال‬

Artinya:”77. Katakanlah: "Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui


batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".
Disamping larangan berlebih-lebihan di dalam meelaksanakan ajaran agama Islam, seorang
Muslim dituntut juga untuk tidak meremehkan dan bermalas-malasan. Jadi harus seimbang
dan bersikap wajar.

Keempat, keseimbangan antara dunia akhirat

Muslim yang baik dituntut untuk memikirkan dan mempersiapkan diri untuk mencari bekal
yang akan dibawa yang akan dibawanya ke alam akhirat kelak, pada saat yang sama dia tidak
boleh melupakan keberadaanya di dunia yang di jalani ini, sebagaimana hadist Rasulullah
SAW:

‫ليس بخ ير كم من ترك دنياه لما خرته و ال اخرته لد نيا ه حتى يصيب منهما جميعا فان الد نيا بال غ الى اال خرة و لما‬
‫(بن عساكر عن انس) تكو نوا كل على النا س‬

Artinya: “Bukankah orang yang paling baik diantara kamu orang yang meninggalkan
kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia
sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu
menuju kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang lain”.(H.R. ‘Asakir dan
Anas)

Dari hadist tersebut diljelaskan bahwa ada sebagian orang yang menugutamakan akhirat dari
pada kehidupan dunia, oleh karena itu dia akan terus berdzikir dan beribadah kepada Allah
dan melalaikan kehidupan dunia. Cara hidup seperti ini bukanlah cara hidup yang baik
menurut Rasulullah.

Ada pula orang yang lebih mengutamakan kehidupan didunia dari pada kehidupan akhirat,
oleh karena itu dia akan terus bekerja untuk mengejar dunia, sehingga ia lupa akan Allah.
Cara hidup seperti ini juga bukanlah cara hidup yang baik menurut Rasulullah. Kehidupan
yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu mampu menyeimbangkan kehidupan
dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa hidup didunia akan ada akhirnya, dan bekal
bekal hidup di akhirat hanyalah amal shaleh yang kita lakukan selam hidup didunia. Dan ada
Hadist nabi yang juga menganjurkan untuk seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat
yaitu:

)‫خيركم من لم يترك اخرته لدنياه والدنياه الخرته ولم يكن كال على الناس(رواه الخطيب عن انس‬

Artinya: “orang yang paling baik diantarakamu ialah, barang siapa yang tidak
meninggalkan akhiratnya karena dunianya, tidak pula meniggalkan dunianya karena
akhiratnya dan dia tidak menjadi beban orang banyak”. Sebagai umat Islam kita dilarang
untuk menjadi beban orang lain, maka dari itu kita harus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dengan kemampuan kita sendiri.

Rasulullah SAW memotivasi kita agar kita menjadi mukmin yang kuat, karena Allah
menyukai mukmin yang kuat. Dalam mencapai sesuatu yang bermanfaat kita harus
bersenmangat dan juga diiringi dengan memohon pertolongan Allah agar dipermudah
jalannya. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad SAW:

‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه المؤ من القوي خير واحب الي هللا من المؤمن الضعيف وفي كل خير احرص على ما‬
)‫ينفعك واستعين باهللا ولما تعجز(رواه مسلم‬

Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang
lemah, sedangkan pada masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah lkamu untuk
mencapai sesuatu yang beermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
janganlah kamu merasa tidak berdaya”.(H.R. Muslim)

Dalam mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh-sungguh melakukannya agar hasilnya


baik, namun disaat beribadah kepada Allah kita harus dengan dengan setulus hati bribadah
kepada-Nya seakan-akan kita tidak akan pernah hidup lagi (mati besok).Sebagiamana hadist
Nabi:

)‫اعمل لدنياك كاانك تعيش ابد وعمل لماخرتك كانك تموت غدا(رواه البيهقي‬

Artinya:“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan


bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”.

Keseimbangan Pendidikan menurut Islam

Didalam al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa


pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an
bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-
Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:

‫َّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجات‬


َّ ِ‫يَ ْرفَع‬

Artinya:.” Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Al-Qur’an juga telah menerangakn manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana
dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:

ِ ‫طا ِئفَةٌ ِل َيتَفَقَّ ُهوا ِفي ال ِد‬


)١٢٢( َ‫ّين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإَذَا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم َيحْ ذَ ُرون‬ َ ‫فَلَ ْوِل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل ِف ْرقَة ِم ْن ُه ْم‬

Artinya: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”

Dari sini kita dapat mengetahui pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia.
Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang
benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW, dijelaskan :

‫طلب العلم فريضة علئ كل مسلم ومسلمة‬

Artinya:“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan”.(H.R. Ibnu
Majah)

Hadist tersebut menunjukkan bahwa islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk
mendapatkan pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia akan bejalan
mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat
manusia semakin terlunta-lunta kelak dihari akhirat.[5][5]

Orang yang mempunyai ilmu dengan orang yang tidak mempunyai ilmu itu sangatlah beda.
Karena orang yang mempunyai ilmu itu meskipun hidupnya itu dalam keadaan faqir,
tentupun orang itu akan tetap terasa nyaman tentram dalam hidupnya, dengan ilmu tadi oang
tersebut bisa menerima rizqi dari Allah SWT dengan ikhlas sehingga oaran tersebut akan
bersyukur dengan segala apa yang diberiakn oleh Allah.
Kesimpulan

(BENARKAH DENGAN MEMILIKI HARTA KEKAYAAN YANG MELIMPAH DAPAT


MENJAMIN KEBAHAGIAAN HIDUP)

Ternyata dengan pembahasan ini tidak sama sekali menjamin kebahagiaan hidup. Kenapa?
Karena, jika kita tidak bias menyeimbangi kehidupan di dunia dan di akhirat hidup kita dalam
masalah besar!

Tahukah kalian bahwasannya islam telah memberikan petunjuk kepada umat manusia agar
selamat di dunia dan di akhirat kelak. Mengejar urusan dunia merupakan hal yang penting,
namun memikirkan urusan akhirat merupakan hal yang paling utama.

Apabila seseorang tidak pernah berani sedikitpun untuk akhiratnya maka orang tersebut akan
memperoleh kerugian yang sangat besar. Sebaiknya, jika seseorang yang hanya beribadah
kepada allah SWT.

Dengan menjauhkan diri dari kehidupan dunia, maka ia tidak dapat menghidupi dirinya
sendiri dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.

Oleh karena itu kita harus menyeimbangi kehidupan di dunia dan di akherat agar sama-sama
memperoleh kebutuhan yang setara

Вам также может понравиться