Вы находитесь на странице: 1из 22

MAKALAH MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

“KESENJANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN”

Dosen Pembimbing :

MEGA NOERMAN NINGTYAS, SE., M.Sc.

Oleh :

(Kelompok 1/ Kelas E)
Iis Nurul Liana (17510136)
Nur Aini Maysaroh (17510032)
Nadira Hujahturrohmah Al Khanza (18510206)

MAHASISWA JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan.
Makalah ini telah disusun dengan tujuan agar pembaca mampu mengetahui
materi tentang Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan. Makalah ini kami buat
dengan maksimal dan berharap mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang dapat
merevisi, agar dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.
Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu,kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah tentang Kesenjangan Pendapatan
dan Kemiskinan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Kesenjangan Pendapatan
dan Kemiskinan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 05 Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
I. Latar Belakang Masalah............................................................................................ 4
II. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
III. Tujuan........................................................................................................................ 5
BAB II....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
1. Pengertian Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan ............................................. 6
2. Kasus Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan di Vietnam .................................. 8
3. Faktor-faktor Penentu Ketimpangan dan Kemiskinan di Indonesia ....................... 10
4. Indikator dan Ukuran Ketimpangan serta Kemiskinan ........................................... 12
5. Kebijakan Anti Kemiskinan .................................................................................... 13
6. Kurva Lorenz .......................................................................................................... 17
7. Perhitungan Koefisien Gini di Indonesia ................................................................ 19
BAB III ................................................................................................................................... 21
PENUTUP .......................................................................................................................... 21
Kesimpulan ..................................................................................................................... 21
Saran ............................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah


Tingkat pendapatan yang diperoleh setiap individu pasti berbeda. Tergantung
profesi yang dimiliki oleh setiap individu menjadi salah satu faktor kesenjangan
pendapatan. Masalah yang sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia
adalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya kesenjangan pendapatan. Jika masalah ini terus
dibiarkan pada negara berkembang tidak menutup kemungkinan menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Tidak hanya negara berkembang saja yang menghadapi masalah besar tersebut,
negara yang sudah maju sekalipun tidak terlepas dari masalah ini. Perbedaannya
terdapat pada besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi
pada negara tersebut, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh
luasnya wilayah dan jumlah penduduk. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya
menjadi permasalahan internal suatu negara, melainkan telah menjadi permasalahan
bagi dunia internasional.
Kontribusi dunia internasional baik berupa bantuan maupun pinjaman pada
dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan
dan kemiskinan yang terjadi di suatu negara. Lembaga internasional sepeti IMF dan
Bank Dunia serta lembaga-lembaga lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan
pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan atau pinjaman tersebut, justru
dapat berdampak buruk struktur sosial dan perekonomian negara yang bersangkutan.

II. Rumusan Masalah


Dengan adanya presepsi diatas, maka dapat diambil sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari kesenjangan pendapatan dan kemiskinan?

4
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kasus kesenjangan pendapatan dan
kemiskinan?
3. Apa indikator dan ukuran kesenjangan serta kemiskinan?
4. Apa kebijakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan?
5. Bagaimana perhitungan distribusi pendapatan dengan metode kurva Lorenz dan
koefisien Gini di Indonesia?

III. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kesenjangan pendapatan dan kemiskinan.
2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kasus kesenjangan pendapatan dan
kemiskinan.
3. Mengenal indikator dan ukuran kesenjangan serta kemiskinan.
4. Memahami kebijakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan.
5. Memahami tentang perhitungan distribusi pendapatan dengan metode kurva
Lorenz dan koefisien Gini di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan

 Kesenjangan Pendapatan

Banyak ekonom yang mengatakan bahwa sistem pasar mengalami kegagalan


karena sistem tersebut menyebabkan kesenjangan pendapatan (income inequality) di
masyarakat. Telah sama-sama kita keetahui bahwa sistem pasar dipicu oleh
persaingan yang sangat tajam. Perusahaan yang kalah dalam persaingan akan gulung
tikar, dan sebagai akibatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak terelakkan.
Adanya PHK ini akan menambah jumlah pengangguran, dan bahkan memperlebar
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Meskipun demikian, beberapa ekonom yang tidak sepenuhnya setuju dengan
argumentasi di atas mengatakan bahwa sistem pasar bukanlah satu-satunya penyebab
kesenjangan pendapatan. Mereka membedakan antara ‘pendapatan’ (income) dan
‘kekayaan’ (wealth). Pendapatan terdiri atas upah, gaji, sewa, bunga, serta dividen,
dan pendapatan disposable (disposable income) adalah pendapatan dikurangi pajak
yang harus dibayar. Adapun kekayaan (wealth) adalah semua aset, baik dalam bentuk
uang maupun barang, yang dimiliki oleh seseorang setelah dikurangi pinjaman dari
bank maupun kreditor lainnya. Dalam realita, kesenjangan kekayaan sering kali lebih
menonjol dibandingkan kesenjangan pendapatan.(Tony Hartono:2006)
Kesejahteraan atau keadaan tidak miskin merupakan keinginan lahiriah setiap
orang. Keadaan semacam itu, akan tetapi, barulah sekadar memenuhi kepuasan hidup
manusia sebagai makhluk individu. Padahal, di samping sebagai makhluk individu,
manusia juga merupakan makhluk sosial. Setiap orang merupakan bagian dari
masyarakatnya. Dalam kapasitas sebagai mahluk sosial ini (Dumairy, 1997), manusia

6
membutuhkan “kebersamaaan” dengan manusia-manusia lain di dalam
masyaraktnya.1
Pengurangan kemiskinan memang perlu. Kemiskinan , sampai kadar tertentu,
memang bertalian dengan ketimpangan. Akan tetapi pengurangan kemiskinan tidak
selalu berarti pengurangan ketimpangan. Sebagai suatu bangsa, kita bukan hanya
ingin hidup lebih makmur (tidak miskin), tetapi juga mendabakan kebersamaan dalam
kemakmuran, kesejahteraan bersama yang relatif setara, tanpa perbedaan mencolok
satu sama lain.

 Kemiskinan

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang yang


tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai
kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti sempit, Kemiskinan
(porper) dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati,
2005), mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu konsep terpadu (integrated
concept) yang memiliki lima dimensi yaitu :
a. Kemiskinan (proper)
b. Ketidakberdayaan (powerless)
c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)
d. Ketergantungan (dependence)
e. Keterasingan (isolation)
Menurut Bachtiar Chamsyah (2006:45), kemiskinan merupakan keadaan
ketertutupan, yaitu tertutup dari segala bentuk pemenuhan kebutuhan diri yang
bersifat fisik atau non fisik. Menurut Suparlan, kemiskinan adalah keadaan serba
kekurangan harta benda dan benda beharga yang dialami oleh seseorang atau
sekelompok orang yang hidup di lingkungan serba miskin atau serba kekurangan

1
Syawie, M. (2011). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial.Informasi,Vol.16, 218.

7
modal, uang, pengetahuan, kekuatan sosial, fisik, hokum, maupun akses ke fasilitas
pelayanan umum, kesempatan kerja, dan berusaha.
Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin sebagai mereka yang
mempunyai pendapatan per kapita dibawah 50% dari median (rata-rata) pendapatan.
Ketika median pendapatan meningkat, garis kemiskinan relative juga meningkat. Dua
ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah :
a. US$1 per kapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1.2 miliar penduduk
dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut.
b. US$2 perkapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang
dari batas tersebut.
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses kependidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan maslaah
global, dimana sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif,
sementar yang lain melihatnya dari segi moral dan evaluative, serta sebagian lainnya
memahaminya dari sudut pandang ilmiah yang telah mapan. 2

2. Kasus Kesenjangan Pendapatan dan Kemiskinan di Vietnam

Vietnam telah mencapai sukses besar dalam pengurangan kemiskinan selama


dua dekade terakhir. Namun, kemiskinan tetap sangat tinggi di kalangan etnis
minoritas, terutama etnis minoritas di Pegunungan Utara. Etnis minoritas dalam
penelitian ini adalah yang termiskin di negara ini. Menurut garis kemiskinan
pendapatan 400 ribu VND per orang per bulan, itu tingkat kemiskinan etnis minoritas
dalam survei ini adalah 67,3% .4 Sementara itu, tingkat kemiskinan etnis minoritas di
daerah lain dan seluruh negara adalah 34,9 dan 9,9%, masing-masing. Ini

2
Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 280-282, Erlangga, Bandung

8
menunjukkan bahwa tugas pengentasan kemiskinan Vietnam belum selesai dan lebih
dari itu sumber daya dan kebijakan yang tepat, terutama di tingkat regional,
diperlukan untuk memerangi kemiskinan di wilayah studi.3
Dibandingkan dengan Kinh / Hoa dan etnis minoritas di daerah lain, etnis
minoritas di Pegunungan Utara memiliki penghasilan yang jauh lebih rendah dari
upah dan non-pertanian kegiatan. Perbedaan kesenjangan pendapatan antara etnis
Gunung Utara minoritas dan rumah tangga lainnya terutama dijelaskan oleh
kesenjangan upah dan non-pertanian pendapatan. Etnis minoritas Gunung Utara
menghabiskan lebih sedikit waktu untuk upah dan non-pertanian pekerjaan. Implikasi
yang mungkin terjadi di sini adalah mempromosikan wirausaha upah dan
nonpertanian di wilayah Gunung Utara, ditambah dengan meningkatkan akses Etnis
minoritas Gunung Utara untuk kegiatan ini, mungkin membantu mengurangi
pendapatan kesenjangan antara etnis minoritas ini dan mereka yang ada di daerah
lain. Namun, menghapus hambatan masuk untuk pekerjaan di luar pertanian di
wilayah Northwest akan membutuhkan, di antaranya lainnya, pemberian kredit,
teknologi, program pelatihan dan pendidikan dan fisik infrastruktur seperti jalan
beraspal, dan perluasan perusahaan lokal. Sayangnya, implikasi kebijakan semacam
itu menimbulkan beberapa pertanyaan yang menantang. Investasi dalam pendidikan
dan infrastruktur fisik mungkin membawa pengembalian yang rendah, sementara ini
membutuhkan investasi besar daerah yang terpencil dan bergunung-gunung. Akses ke
kredit mungkin sulit bagi siapa pun perusahaan milik negara di luar; kemungkinan
sangat sulit bagi minoritas sektor swasta pengusaha. Juga, perluasan perusahaan lokal
mungkin tidak berhasil seperti yang diharapkan karena mungkin tidak ada potensi
yang cukup untuk pasar barang dan berkelanjutan
layanan di wilayah studi.

3
Cuong ,V. N., Tuyen, Q.T., & Huong, V.V., (2016). Ethnic Minorities in Northern Mountains of
Vietnam: Employment, Poverty and Income. Socio-Economic Indicators.112.

9
Kami selanjutnya menguraikan kesenjangan pendapatan antara etnik minoritas
Gunung Utara dan semua rumah tangga pada umumnya menjadi kesenjangan
pendapatan karena perbedaan dalam rumah tangga karakteristik, kesenjangan
pendapatan karena pengembalian pendapatan ke karakteristik rumah tangga ini dan
kesenjangan pendapatan karena faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan.
Karakteristik yang diamati termasuk pendidikan, demografi, tanah dan jalan menuju
komune. Ditemukan bahwa perbedaan karakteristik rumah tangga dan komune
menjelaskan 57% dari kesenjangan pendapatan. Yang menarik, perbedaan dalam
pengembalian ke karakteristik rumah tangga dan komune berkurang kesenjangan
pendapatan antara etnis minoritas dan semua rumah tangga sebesar 23%. Itu berarti
bahwa pengembalian ke aset etnis minoritas bahkan lebih tinggi daripada yang lain
rumah tangga.

3. Faktor-faktor Penentu Ketimpangan dan Kemiskinan di Indonesia

Berikut adalah faktor-faktor penentu ketimpangan dan kemiskinan di


Indonesia:
a. Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Penduduk (EDU)
Hasil penelitian Cameron tentang kemiskinan di jawa menyimpulkan bahwa
pengurangan kemiskinan diasosiasikan dengan meningkatnya pencapaian pendidikan
dan peningkatan pendapatan dari tenaga kerja terdidik.
b. Pendapatan Perkapita Penduduk (PC)
Hasil penelitian Iradian yang dilakukan pada 82 negara untuk tahun 1965-
2003 menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan
terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan.
Perubahan pendapatan perkapita mempunyai pengaruh yang negative terhadap
kemiskinan. Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa peningkatan pendapatan per
kapita dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Indonesia hanya dinikmati
oleh sebagian kecil penduduk. Sementara itu, sebagian besar penduduk yang saat ini
hidup dalam kemiskinan tidak menikmati pencapaian tersebut.

10
c. Rasio Ketergantungan Penduduk.
Faktor penyebab munculnya rasio ketergantungan adalah adanya tingkat
kelahiran (fertilitas) yang tinggi. World Bank (19780 menyatakan bahwa penyebab
kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk (population growth) yang tidak
terkendali karena hal itu akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio)
yang tinggi. Nilai rata-rata Total Vertility Rate (TVR) Indonesia pada tahun 2010
adalah 2,5 artinya setiap keluarga memiliki 3 orang anak sehingga dalam 1 keluarga
akan terdiri dari 5 jiwa. Semakin besar jumlah anka semakin besar jumlah
tanggungan yang harus ditanggung oleh kepala keluarga. Selanjutnya semakin besar
jumlah penduduk yang berusia tidak produktif semakin besar tanggungan yang harus
ditanggung oleh penduduk usia produktif.
d. Pertumbuhan Ekonomi (GRW)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama ini dicapai oleh Indonesia
ternyata tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bis adinikmati oleh sebagian kecil orang di
Indonesia. Hal itu akan menimbulkan kemiskinan struktural dimana pertumbuhan
ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang kaya, sementara
sebagian besar masyarakat tetap miskin. Keadaan ini sesuai dengan teori “trade-off
between growth and quality” yang meyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
tinggi akan menimbulkan ketimpangan yang semakin besar dalm pembagian
pendapatan, atau semakin tidak merata, dan sebaliknya upaya pemerataan dapat
terwujud dalam pertumbuhan ekonomi yang rendah.
e. Persentase Tenaga Kerja Di Sector Pertanian (TKP)
Penelitian Ritonga juga menyatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia
umumnya bekerja di sector pertanian dan mempunyai tingkat pendidikan SD
kebawah. Karena itu, program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian perlu
diprioritaskan. Pembangunan sektor pertanian melalui revitalisasi pertanian,
perikanan, dan kehutanan serta pembangunan masyarakat pedesaaan perlu menjadi
pijakan demi membawa masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan kemiskinan.

11
f. Persentase Tenaga Kerja Di Sector Industry (TKI)
Peran penting sektor industri dalam mengurangi faktor penyebab kemiskinan
salah satunya ditunjukkan oleh hasil penelitian Skoufias, yang menyatakan bahwa
konsumsi tenaga kerja di sektor industri lebih besar dari konsumsi tenaga kerja sektor
pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan pekerja usaha kecil yang
bekerja di sektor industri non-pertanian lebih besar daripada penghasilan tenaga kerja
usaha kecil yang bekerja di sektor industri yang bergerak di sektor pertanian.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan per propinsi di
Indonesia adalah indeks pembangunan manusia (terdiri dari pendapatan perkapita,
angka harapan hidup, rata-rata bersekolah), investasi fisik pemerintah daerah, tingkat
kesenjangan pendapatan, tingkat partisipasi ekonomi dan politik perempuan, populasi
penduduk tanpa akses terhadp fasilitas kesehatan, populasi penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, dan krisis ekonomi. Beberapa implikasi kebijakan yang dapat
dilakukan adalah berikut ini. Pertama, peningkatan kualitas pengembangan manusia
melalui peningkatan pendapatan, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Kedua, di saat
bersamaan dilakukan kebijakan yang dapat mendukung pemertaan pendapatan.
Ketiga, investasi fisik dilakukan secara merata dengan prioritas pada kawasan-
kawasan padat keluarga miskin. Keempat, pemerataan kesempatan bagi perempuan
untuk berpartisipasi dalam sektor-sektor informal ekonomi dan politik, sektor di
mana sebagian besar keluarga miskin berasal.5

4. Indikator dan Ukuran Ketimpangan serta Kemiskinan

Terdapat beberapa indikator dan ukuran untuk melihat potret perekonomian


Indonesia yang ditinjau berdasarkan tingkat ketimpangan dan kemiskinan yang ada di
Indonesia. Berikut ini adalah indikator dan ukuran ketimpangan serta kemiskinan:

4
Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 283-284, Erlangga, Bandung
5
Saleh, S. (2002). Faktor-faktor Penentu Tingkat Kemiskinan Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan,Vol. 7, 101.

12
a) Indikator dan Ukuran Absolut
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan
pendapatan di bawah US$1/hari dan kemiskinan menengah dengan pendapatan di
bawah US$2/hari. Berdasarkan batasan perkiraan pada tahun 2011 sebanyak 1,1
miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari US$1/hari dan 2,7 miliar orang di
dunia mengkonsumsi kurang dari US$2/hari.
Indikator kemiskinan yang lain dikemukakan oleh BAPPENAS (2004) dalam
Sahdan (2005) berupa:
1. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak
2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif
3. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis
4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup
5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi
6. Ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah
7. Akses ke ilmu pengetahuan yang terbatas
b) Indikator dan Ukuran Relatif
Kemiskinan relatif merupakan konsisi masyarakat karena kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan absolut ditentukan
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum.
Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh
kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya suatu daerah tertentu yang
membelenggu seseorang. 6

5. Kebijakan Anti Kemiskinan

Kebijakan mempengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung,


lewat sejumlah faktor-faktor yang menengahinya. Kebijakan-kebijakan langsung

6
Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 286-287, Erlangga, Bandung

13
adalah kebijakan-kebijakan dalam berbagai macam program yang khusus dibuat
untuk mengurangi kemiskinan, jadi sasarannya adalah penduduk miskin. Sedangkan
kebijakan-kebijakan tidak langsung, yakni kebijakan-kebijakan ekonomi yang
sasarannya bukan penduduk miskin, tetapi mempunyai pengaruh positif terhadap
pengurangan kemiskinan. Misalnya, kebijakan perdagangan yang membatasi impor
suatu produk dengan harapan industry dalam negeri yang membuat produk tersebut
bisa berkembang pesat, dan yang pada akhirnya menciptakan banyak kesempatan
kerja dan menurunkan kemiskinan, atau kebijakan moneter yang menurunkan suku
bunga dengan harapan investasi di dalam negeri akan meningka, yang selanjutnya
menambah kesempatan kerja dan berarti juga mengurangi jumlah orang miskin.1
Kebijakan anti-kemiskinan dan pemerataan distribusi pendapatan mulai
muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia
seperti Bank Dunia, ADB, UNDp, ILO, dan lain-lain. Pada tahun 1990, Bank Dunia
lewat laporannya World Development Report on Poverty mendeklarasikan bahwa
suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak
pada 3 front, antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptkan kesempatan
kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin
2. Pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka
kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi
3. Membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka diantara penduduk
miskin yang sama sekali tidak mampu mendapatkan keuntungan-keuntungan dari
pertumbuhan ekonomi dan kesempatan pengembangan SDM akibat
ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi
secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan,
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan

14
perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang.7
Intervensi jangka pendek adalah terutama pada pembangunan sektor
pertanian, usaha kecil, dan ekonomi perdesaan. Hal ini sangat penting melihat
kenyataan bahwa sebagian wilayah Indonesia masih pedesaan dan sebagian besar
penduduk Indonesia tinggal dan kerja di Indonesia.
Intervensi jangka menengah dan jangka panjang adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan/ Penguatan Sektor Swasta
Peranan aktif sektor ini sebagai motor utama penggerak ekonomi / sumber
pertumbuhan dan penentu daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan.
2. Kerjasama Regional
Hal ini menjadi sangat penting dalan kasus Indonesia sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Kerjasama yang baik dalam segala hal baik dibidang
ekonomi, industry dan perdagangan, maupun non-ekonomi seperti pembangunan
sosial bisa memperkecil kemungkinan meningkatnya GAP antara provinsi-provinsi
yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya (miskin) SDA.
3. Manajemen penegeluaran pemerintah (APBN) dan Administrasi
Perbaikan manajemen pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan public,
termasuk juga sistem administrasinya sangat membantu usaha untuk meningkatkan
efektivitas biaya dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai penyediaan/
pembangunan/ penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan,
olahraga, dan lain-lain.
4. Desentralisasi
Tidak hanya desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan strategi/
kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sangat membantu usaha
pengurangan kemiskinan di dalam negeri, karena hal ini memberi suatu kesempatan

7
Prof. Dr. Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia Kajian Teoretis dan Analisis Empiris
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 (hal : 215)

15
besar bagi masyarakat daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri
strategi atau pola pembangunan ekonomi dan sosial didaerah sesuai faktor-faktor
keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua anggota masyarakat disuatu
negara merupakan pra-kondisi bagi keberhasilan dari kebijakan anti-kemiskinan dari
pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan terutama dasar
dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dar pemerintah, dimanapun
juga baik dinegara-negara maju maupun NSB. Pihak swasta bisa membantu dalam
penyediaan tersebut, tetapi tidak mengambil alih peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
Sama seperti penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan, penyediaan air
bersih dan pembangunan perkotaan, terutama pembangunan fasilitas-fasilitas umum/
utama seperti pemukiman dan perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas
sanitasi dan transportasi, sekolah, kompleks olahraga, dan infrastruktur fisik seperti
jalan raya, waduk, listrik dan sebagainya merupakan intervensi yang efektif untuk
mengurangi tingkat kemiskinan terutama di perkotaan.
7. Pembagian tanah pertanian yang merata
Pembagian tanah yang merata atau dikenal dengan Land Reform, terutama
sangat krusial di NB karena sebagai suatu sumber penting bagi kehidupan
diperdesaan. Sudah banyak yang telah membuktikan bahwa pemilik-pemilik kecil
lebih efisien dalam menggunakan tanah dibandingkan pemilik-pemilik besar, dan
sistem bagi hasil, seperti yang dipraktikan secara luas di Indonesia, kurang efisien
dibandingkan pengolahan oleh pemilik sendiri.
Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini, sudah banyak upaya /
intervensi pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Selama
pemerintahan SBY, ada 12 program utama pengurangan kemiskinan, yakni sebagai
berikut :

16
12 Program Utama Pengurangan Kemiskinan yang Dilakukan oleh SBY
1. Bantuan langsung tunai (BLT) 8. Bantuan untuk nelayan dan program untuk sektor
2. Beras untuk rakyat miskin (RASKIN) perikanan
3. Bantuan untuk sekolah/pendidikan 9. Peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS)
4. Bantuan kesehatan gratis termasuk prajurit (TNI) dan polisi (Polri)
5. Pembangunan perumahan rakyat 10. Peningkatan kesejahteraan buruh
6. Pemberian kredit mikro 11. Bantuan untuk penyandang cacat (jaminan sosial)
7. Bantuan untuk petani dan peningkatan produksi pangan 12. Pelayanan publik cepat dan murah

6. Kurva Lorenz

a) Pengertian Umum Kurva Lorenz


Kurva Lorenz (Lorenz Curve) menggambarkan distribusi kesenjangan
pendapatan dalam satu tahun tertentu. Kurva ini dibuat dengan menghubungkan titik
kosong antara presentase komulatif pengeluaran. Presentase kumulatif penduduk dan
presentase kumulatif pengeluaran di Indonesia pada tahun 1999 disajikan dalam
Tabel 1.2 berikut, dengan data yang diperoleh dari Tabel 1.1
Tabel 1.1 Distribusi Pengeluaran per Kapita di Indonesia
40% Pengeluaran 40% Pengeluaran 40% Pengeluaran
Tahun Rendah (Miskin) Sedang (Moderat) Tinggi (Kaya)
(%) (%) (%)
1990 21,31 36,75 41,94
1993 20,34 36,90 42,76
1996 20,25 35,05 44,74
1999 21,22 37,97 40,81
Sumber : Badan Pusat Statistik
Tabel 1.2 Presentase Kumulatif penduduk dan Pengeluaran di Indonesia Tahun 1999
Kumulatif Kumulatif
Penduduk Pengeluaran
Golongan Penduduk Penduduk Pengeluaran
(%) (%)
(%) (%)
Miskin 40 40 21,22 22,22
Sedang 40 80 37,97 59,19
Kaya 20 100 40,81 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik
Presentasi kumulatif penduduk dihitung sebagai berikut:
 Golongan penduduk miskin = 40%
 Golongan penduduk miskin dan sedang = 40% + 40% = 80%
 Golongan penduduk miskin, sedang, dan kaya = 40% + 40% + 20% = 100%
Presentase kumulatif pengeluaran dihitung sebagai berikut :
 Golongan penduduk miskin = 21,22%

17
 Golongan penduduk miskin dan sedang = 21,22% + 37,97% = 59,19%
 Golongan penduduk miskin, sedang, dan kaya = 21,22% + 37,97% + 80,81%
= 100%

b) Aplikasi Kurva Lorenz di Indonesia


Dengan menggunakan data presntase kumulatif penduduk dan presentase
kumulatif pengeluaran pada Tabel 1.2, kita dapat membuat kurva Lorenz (Lorenz
Curve) seperti yang terlihat pada Gambar 1.3. sumbu horizontal mengukur persentase
kumulatif penduduk dan sumbu vertikal menunjukkan persentase kumulatif
pengeluaran.

Gambar 1.3 Kurva Lorenz


Dari gambar 1.3 ditunjukkan bahwa pada tahun 1999 persentase kumulatif
pengeluaran kumulatif pengeluaran konsumsi oleh golongan 40% penduduk miskin
adalah 21,22% dari pengeluaran nasional, persentase kumulatif pengeluaran
konsumsi oleh golongan 80% (40%+40%) penduduk miskin dan sedang adalah
59,19% dari pengeluaran nasional, dan persentase kumulatif pengeluaran konsumsi
oleh golongan 100% (40%+40%+20%) penduduk miskin, sedang, dan kaya adalah
100% dari pengeluaran nasional. Kurva yang menghubungkan titik-titik ini disebut
kurva Lorenz.
Andaikan pendapatan nasional dibagi merata secara sempurna (perfect
quality) maka semua titik perpotongan antara persentase kumulatif penduduk dan
persentase kumulatif pengeluaran akan terletak pada garis diagonal. Artinya,
pengeluaran konsumsi oleh golongan 40% penduduk miskin adalah 40%,

18
pengeluaran oleh golongan 80% penduduk miskin dan sedang adalah 80%, dan
seterusnya.
Oleh karena itu, jika garis diagonal menggambarkan perfect equality maka
tinggi-rendahnya tingkat kesenjangan pendapatan dapat diukur dari besar kecilnya
daerah A pada gambar 1.3. Semakin besar daerah A, semakin tidak merata pembagian
pendapatan nasional di antara penduduk. Sebaliknya, semakin kecil daerah A,
semakin merata distribusi pembagian pendapatan di antara penduduk. Dengan alasan
ini kita dapat mengatakan bahwa tingkat kesenjangan distribusi pendapatan di
Indonesia pada tahun 1999 adalah rendah, seperti tampak pada gambar 1.3.

7. Perhitungan Koefisien Gini di Indonesia

Corrado Gini (1884-1965), seorang ahli statistic dari Italia melakukan


pengukuran tingkat kesenjangan distribusi pendapatan dengan menggunakan angka
indeks. Angka indeks ini kemudian disebut “koefisien Gini” (Gini coefficient).
Koefisien Gini berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu). Distribusi pendapatan
dikatakan merata secara sempurna jika koefisien Gini adalah 0 (nol). Semakin besar
koefisien Gini, semakin tidak merata distribusi pendapatan nasional di antara
penduduk. Tingkat distribusi pendapatan dikatakan tidak merata dengan sempurna
jika besarnya koefisien Gini adalah 1 (satu).
Lihat kembali Gambar 1.3. koefisien Gini dapat dihitung melalui pembagian
daerah A dengan kombinasi antara daerah A dan daerah B. Secara matematis, rumus
koefisien Gini (G) dapat ditulis sebagai berikut.
𝐴
𝐺=
(𝐴 + 𝐵)

100
 Luas daerah A dan daerah B = 100x = 5.000,00
2

 Luas daerah B di luar kurva Lorenz terdiri atas tiga bagian, yaitu:
21,22
O Bagian 1 = 40x = 424,40
2

19
21,22+59,19
O Bagian 2 = 40x = 1.608,20
2
59,19+100
O Bagian 3 = 40x = 1.591,90 +
2

o 3.624,50

Jadi, luas daerah A adalah 5.0000,00-3.624,50 = 1.375,50.


Berdasarkan perhitungan di atas, koefisien Gini di Indonesia tahun 1999
adalah (1.375,50/5000) atau sama dengan 0,275. Dari angka ini, dapat disimpulkan
bahwa kesenjangan pendapatan Indonesia tergolong rendah.

20
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya kesenjangan
pendapatan. Kemiskinan telahmenjadi salah satu fokus utama dalam perencanaan
pembangunan Indonesia. Dirasakanadanya proses penurunan kemiskinan yang
melambat semenjak pertengahanahun 1980-an. Selain itu penduduk yang “nyaris
miskin” yang berada sedikit diatas garis kemiskinan ternyata masih relatif sangat
banyak. Dari profil kemiskinan dapat diketahui lebih tepat siapa si-miskin
sebenarnya, apa aktivitasnya, dimana mereka berada, bagaimana mereka mencari
penghidupan, apa yang dikonsumsinya, dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu dipikirkan masak-masak format keterlibatan masyarakat
melalui kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun
tidak langsung, lewat sejumlah faktor-faktor yang menengahinya sehingga masalah-
masalah yang muncul di berbagai daerah yang niscaya tak mungkin terkuakkan.

Saran
Kebijakan yang diusulkan harus dikaji lebih mendalam melalui berbagai studi
tambahan. Selain itu, kebijakan yang diusulkan disini berjumlah lengkap, mengingat
dasar pengusulan mengalami keterbatasan data. Namun, demikian studi yang telah
dilakukan ini paling tidak telah memberikan arahan-arahan bagi formulasi kebijakan
dan bentuk studi berikutnya. Yang amat diperlukan adalah suatu tinjauan menyeluruh
atas segala permasalahan, baik yang terkuak maupun yang diperkirakan merupakan
potensi permasalahan yang bakal muncul di kemudian hari.

21
Daftar Pustaka

1. Syawie, M. (2011). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial.Informasi,Vol.16, 218.


2. Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 280-282,
Erlangga, Bandung
3. Cuong ,V. N., Tuyen, Q.T., & Huong, V.V., (2016). Ethnic Minorities in
Northern Mountains of Vietnam: Employment, Poverty and Income. Socio-
Economic Indicators.112.
4. Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 283-284,
Erlangga, Bandung
5. Saleh, S. (2002). Faktor-faktor Penentu Tingkat Kemiskinan Regional di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan,Vol. 7, 101.
6. Amir Machmud, Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi, hal 286-287,
Erlangga, Bandung
7. Prof. Dr. Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia Kajian Teoretis dan
Analisis Empiris Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 (hal : 215)
8. Hartono. T. 2006. Mekanisme Ekonomi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
9. Basri, F.1995. Perekonomian Indonesia Menjelasng Abad XXI. Bandung:
Erlangga.
10. Tjiptoherijanto, P. Prospek Perekonomian Indonesia dalam Rangka Globalisasi.
Jakarta: Rineka Cipta.

22

Вам также может понравиться