Вы находитесь на странице: 1из 12

WAYANG KULIT

SEBAGAI KESENIAN JAWA

DISUSUN OLEH:

Ditha Tiara Sukma


1610812220006
Arsitektur

Kelompok : 2 (BALAMUT)

UNIT KEGIATAN MAHASISWA


ARTPEDIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017

1
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………….... 1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….2

KATA PENGANTAR …………………………………………………………......3

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………4

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………………….5

A. Sejarah Wayang di Indonesia ..............................................................................5


B. Wayang Kulit .......................................................................................................8
1. Pembuatan ......................................................................................................9
2. Jenis-jenis wayang kulit Berdasarkan Daerah ..............................................10
3. Dalang Wayang Kulit ...................................................................................10

BAB III. PENUTUP….. ….............…………….…………………………………11

A. Kesimpulan …...………..…………… ………………………………………...11


B. Saran …………………………………………………………………………...11

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...12

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat,
karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Wayang Kulit Sebagai Kesenian Jawa” dengan baik. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah terhadap baginda Rasullullah SAW, yang telah membawa kita
pada zaman gelap gulita hingga zaman yang terang benderang. Saya ucapkan terima
kasih kepada Artpedia FT Unlam yang telah memberikan tugas ini dalam rangka
kegiatan Pengenalan Sepintas (Latihan Dasar) 2017.

Makalah ini dibuat semaksimal mungkin berdasarkan pengetahuandan informasi dari


berbagai sumber. Namun, dalam pembuatan makalah ini baik penyelesaian maupun
penyampaiannya masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun diperlukan agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya dan menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai salah satu kesenian Indonesia khususnya wayang kulit.

Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Banjarbaru, 12 Februari 2017

Ditha Tiara Sukma

3
BAB I
PENDAHULUAN

Wayang adalah salah satu kesenian yang telah ada di Indonesia sejak ajaran Hindu
masih tersebar di seluruh Nusantara. Wayang sendiri mengambil tokoh-tokoh dewa maupun
ksatria yang ada dalam agama Hindhu dari India. Wayang di Indonesia tersebar dalam
beberapa versi sesuai dengan daerah, sebagai contoh Wayang Ringgit, Wayang Uwong dari
Jawa, Wayang Golek dari Sunda dan Jawa Barat dan lain sebagainya. Wayang adalah seni
pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. UNESCO,
lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan
wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan
mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity). Pertunjukkan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya
tutur dan keunikkan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Diperkirakan
seni pertunjukkan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun demikian, kejeniusan local,
kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni
pertunjukkan, memberi warna tersendiri pada seni pertunjukkan di Indonesia. Sampai saat ini,
catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukkan wayang berasal dari Prasasti Balitung di
Abad ke 4 yang berbunyi “si Galigi mawayang”Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan
menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukkan ini menjadi media efektif
menyebarkan agama Hindu, dimana pertunjukkan wayang menggunakan cerita Ramayana
danMahabharata.

Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukkan yang menampilkan “Tuhan”
atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari
kulit sapi, dimana saat pertunjukkan yang ditonton hanyalah bayangannya saja, yang
sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Akan tetapi hidup wayang kulit saat ini sudah
memprihatinkan. Meskipun hidup, seolah telah kehilangan “roh-nya”. Saat ini untuk
pertunjukan wayang sendiri memang kurang diminati oleh masyarakat kita, karena banyak
pilihan hiburan lain. Berbeda dengan tahun 1950-an, ketika wayang kulit masih rutin naik
panggung Taman Hiburan Rakyat Sriwedari Solo. Saat itu masih banyak masyarakat yang
berbondong-bondong menontong wayang kulit sampai pagi. Mereka sangat menikmati salah
satu seni khas tradisional jawa ini. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang hafal cerita wayang,
baik cerita Bharatayuda, maupun cerita Ramayana. Tokoh-tokoh punakawan menjadi bintang
hiburan kala itu. Akan tetapi seiring berkembangnya jaman, kemajuan teknologi, informasi,
dan hiburan, membuat beberapa kesenian tradisional Indonesia tak dilirik lagi oleh
masyarakatnya. Salah satunya adalah kesenian wayang kulit. Tak banyak lagi yang
menggandrungi kesenian tradisional ini. Terlebih melestarikannya dengan mempelajarinya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Wayang di Indonesia

Wayang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua.Pada
masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang,
yaitu yang terdapat pada prasasti Balitung di tahun 907 Masehi, yang mewartakan
bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Wayang berasal dari
kata wayangan yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena sumber aslinya telah
hilang, di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animisme menyembah
‘hyang’, itulah inti-nya dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman dalam
bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’ agar panen berhasil atau pun
agar desa terhindar dari segala malapetaka. Pada tahun 898 – 910 M wayang sudah
menjadi wayang purwa namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para
sanghyang seperti yang tertulis dalam prasasti balitung sigaligi mawayang buat
hyang, macarita bhima ya kumara (menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara) di zaman Mataram Hindu. Ramayana dari
India berhasil dituliskan dalam Bahasa Jawa kuna (kawi) pada masa raja
darmawangsa, 996 – 1042 M.

Dari mana asal-usul wayang, sampai saat ini masih dipersoalkan, karena
kurangnya bukti-bukti yang mendukungnya. Dr.G.A.J.Hazeu, dalam
detertasinya Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (Th 1897 di Leiden,
Negeri Belanda) berkeyakinan bahwa pertunjukan wayang berasal dari kesenian asli
Jawa. Hal ini dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan banyak menggunakan
bahasa Jawa. Dalam buku Over de Oorsprong van het Java-ansche Tooneel - Dr.W
Rassers mengatakan bahwa, pertunjukan wayang di Jawa bukanlah ciptaan asli orang
Jawa. Pertunjukan wayang di Jawa, merupakan tiruan dari apa yang sudah ada di
India. Di India pun sudah ada pertunjukan bayang-bayang mirip dengan pertunjukan
wayang di Jawa. Dr.N.J. Krom sama pendapatnya dengan Dr. W. Rassers, yang
mengatakan pertunjukan wayang di Jawa sama dengan apa yang ada di India Barat,
oleh karena itu ia menduga bahwa wayang merupakan ciptaan Hindu dan Jawa. Ada
pula peneliti dan penulis buku lainnya yang mengatakan bahwa wayang berasal dari
India, bahkan ada pula yang mengatakan dari Cina. Dalam bukuChineesche Brauche
und Spiele in Europa - Prof G. Schlegel menulis, bahwa dalam kebudayaan Cina kuno
terdapat pergelaran semacam wayang.

5
Pada pemerintahan Kaizar Wu Ti, sekitar tahun 140 sebelum Masehi, ada
pertunjukan bayang-bayang semacam wayang. Kemudian pertunjukan ini menyebar
ke India, kemudian dari India dibawa ke Indonesia. Meskipun di Indonesia orang
sering mengatakan bahwa wayang asli berasal dari Jawa/Indonesia, namun harus
dijelaskan apa yang asli materi wayang atau wujud wayang dan bagaimana dengan
cerita wayang. Pertanyaannya, mengapa pertunjukan wayang kulit, umumnya selalu
mengambil cerita dari epos Ramayana dan Mahabharata? Dalam papernya Attempt at
a historical outline of the shadow theatre Jacques Brunet, (Kuala Lumpur, 27-30
Agustus 1969) mengatakan, sulit untuk menyanggah atau menolak anggapan bahwa
teater wayang yang terdapat di Asia Tenggara berasal dari India terutama tentang
sumber cerita. Paper tersebut menjelaskan bahwa wayang mempunyai banyak
kesamaan di daerah Asia terutama Asia Tenggara dengan diikat oleh cerita-cerita
yang sama dan bersumber dari Ramayana dan Mahabharata dari India. Wayang dari
India yang langsung ke Indonesia disebut Wayang Kulit Purwa.

Abad ke-4 orang-orang Hindu datang ke Indonesia, terutama para pedagangnya.


Pada kesempatan tersebut orang-orang Hindu membawa ajarannya dengan Kitab
Weda dan epos cerita maha besar India yaitu Mahabharata dan Ramayana dalam
bahasa Sanskrit. Abad ke-9, bermunculan cerita dengan bahasa Jawa kuno dalam
bentuk kakawin, yang telah diadaptasi sesuai dengan sejarah pada jamannya dan juga
disesuaikan dengan dongeng serta legenda dan cerita rakyat setempat. Dalam
mengenal wayang, kita dapat mendekatinya dari segi sastra, karena cerita yang
dihidangkan dalam wayang terutama wayang kulit umumnya selalu diambil dari epos
Mahabharata yang bersumber dari karangan Viyasa, sedangkan Epos Ramayana
karangan Valmiki. Dalam sejarahnya pertunjukan wayang kulit selalu dikaitkan
dengan suatu upacara, misalnya untuk keperluan upacara khitanan, bersih desa,
menyingkirkan malapetaka dan bahaya. Hal tersebut sangat erat dengan kebiasaan dan
adat-istiadat setempat.

Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa, dapat kita
temukan berbagai prasasti pada jaman raja-raja Jawa, antara lain pada masa Raja
Balitung. Namun tidak jelas apakah pertunjukan wayang tersebut seperti yang kita
saksikan sekarang. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya
pertunjukan wayang. Hal ini juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha
karya Empu Kanwa, pada jaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya
pertunjukan wayang dianggap kesenian tradisi yang cukup tua. Sedangkan bentuk
wayang pada pertunjukan di jaman itu belum jelas tergambar bagaimana bentuknya.
Pertunjukan teater tradisional pada umumnya digunakan untuk pendukung sarana
upacara baik keagamaan ataupun adat-istiadat, tetapi pertunjukan wayang kulit dapat
langsung menjadi ajang keperluan upacara tersebut. Ketika kita menonton wayang,
kita langsung dapat menerka pertunjukan wayang tersebut untuk keperluan apa. Hal
ini dapat dilihat langsung pada cerita yang dimainkan, dan pertunjukan itu sendiri
merupakan suatu upacara.

6
Mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa dirakit menjadi
sembilan parwa bahasa jawa kuna lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu
kanwa di masa raja erlangga sampai di zaman kerajaan kediri dan raja jayabaya mpu
sudah mulai menyusun serat bharatayuda yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh tak
puas dengan itu saja, mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa dan kemudian
serat gatutkacasraya menurut serat centhini, sang jayabaya lah yang memerintahkan
menuliskan ke rontal (daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan tali). Di
zaman awal majapahit wayang digambar di kertas dan sudah dilengkapi dengan
berbagai hiasan pakaian masa-masa awal abad sepuluh bisa kita sebut sebagai
globalisasi tahap satu ke tanah jawa. Kepercayaan animisme mulai digeser oleh
pengaruh agama hindu yang membuat ‘naik’-nya pamor tokoh ‘dewa’ yang kini
‘ditempatkan’ berada di atas ‘hyang’. Abad duabelas sampai abad limabelas adalah
masa ‘sekularisasi’ wayang tahap satu dengan mulai disusunnya berbagai mythos
yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa. Abad limabelas
adalah dimulainya globalisasi jawa tahap dua kini pengaruh budaya islam yang mulai
meresap tanpa terasa. Pada awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak (1500-
1550 M) ternyata banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam maka
raden patah memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang yang segera
dilaksanakan oleh para wali secara gotongroyong wayang beber karya prabangkara
(zaman majapahit) segera direka-ulang dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan (di
wilayah kerajaan demak masa itu, sapi tidak boleh dipotong untuk menghormati
penganut hindu yang masih banyak agar tidak terjadi kerusuhan bertema sara).

Gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat


tanduk kerbau, dan disimping sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya sunan
prawata menambahkan tokoh raksasa dan kera dan juga menambahkan beberapa
skenario cerita raden patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan sunan
kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu kini terdiri dari batang
pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan. Sunan kudus kebagian tugas
mendalang ‘suluk’ masih tetap dipertahankan, dan ditambah dengan greget saut dan
adha-adha. Pada masa Sultan Trenggana bentuk wayang semakin dipermanis lagi
mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan (tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau
tipis) susuhunan ratu tunggal, pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah dia
ciptakan model mata liyepan dan thelengan selain wayang purwa sang ratu juga
memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar di lingkungan dalam keratin.
Sementara untuk konsumsi rakyat jelata sunan bonang menyusun wayang
damarwulan zaman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru wayang gedhog dan
wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada lekukan pada tatahan) bentuk
wayang semakin ditata : raja dan ratu memakai mahkota/topong rambut para satria
mulai ditata, memakai praba dan juga mulai ditambahkan celana dan kain.

7
Panembahan senapati di berbagai tokoh burung dan hewan hutan dan rambut
wayang ditatah semakin halus Sultan Agung Anyakrawati menambahkan unsur gerak
pada wayang kulit pundak, siku, dan pergelangan wayang mulai diberi sendi posisi
tangan berbentuk ‘nyempurit’ dengan adanya inovasi ini muncul pula tokoh baru :
cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan Sultan Agung
Anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang bentuk mata semakin
diperbanyak dan pada beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk). Setelah semua
selesai dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru raksasa berambut merah bertaji
seperti kuku yang akhirnya disebut ‘buta prapatan’ atau ‘buta rambutgeni’. Berbagai
inovasi dan reka-ulang wayang masih terus berlangsung dari zaman mataram Islam
sampai zaman sekarang dengan munculnya ide-ide para dalang, berbagai peralatan
elektronis mulai ikut berperan dalam tata panggung maupun perangkat gamelan
begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan oleh ki dalang, pesinden, maupun
para juru karawitan dalam hal skenarionya pun senantiasa ada pergeseran sehingga
kini sudah semakin sulit dilihat mana yang cerita pakem (standar) dan mana carangan
(gubahan).

B. Wayang Kulit

Wayang Kulit merupakan salah satu kesenian tradisi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat Jawa. Lebih dari sekadar pertunjukan, wayang kulit
dahulu digunakan sebagai media untuk permenungan menuju roh spiritual para dewa.
Konon, “wayang” berasal dari kata “ma Hyang”, yang berarti menuju spiritualitas
sang kuasa. Tapi, ada juga masyarakat yang mengatakan “wayang” berasal dari tehnik
pertunjukan yang mengandalkan bayangan (bayang/wayang) di layar, hal ini
disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau
hanya bayangannya saja. Wayang kulit diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis
wayang yang ada saat ini. Wayang jenis ini terbuat dari lembaran kulit kerbau yang
telah dikeringkan. Agar gerak wayang menjadi dinamis, pada bagian siku-siku
tubuhnya disambung menggunakan sekrup yang terbuat dari tanduk kerbau. Wayang
kulit dimainkan langsung oleh narator yang disebut dalang. Dalang tidak dapat

8
diperankan oleh sembarang orang. Selain harus lihai memainkan wayang, sang dalang
juga harus mengetahui berbagai cerita epos pewayangan seperti Mahabrata dan
Ramayana. Dalang dahulu dinilai sebagai profesi yang luhur, karena orang yang
menjadi dalang biasanya adalah orang yang terpandang, berilmu, dan berbudi pekerti
yang santun. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat
dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak
(blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat
bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Sambil memainkan wayang, sang dalang
diiringi musik yang bersumber dari alat musik gamelan yang dimainkan sekelompok
nayaga. Di sela-sela suara gamelan, dilantunkan syair-syair berbahasa Jawa yang
dinyanyikan oleh para pesinden yang umumnya adalah perempuan.

Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki


pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar. Wayang
kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur. Sebagai kesenian tradisi yang
bernilai magis, sesaji atau sesajen menjadi unsur yang wajib dalam setiap pertunjukan
wayangTapi, karena banyak yang menganggap sesajian tersebut merupakan suatu hal
yang mubazir, belakangan ini sesajian dalam pementasan wayang juga diperuntukkan
bagi penonton dalam bentuk makan bersama.Wayang kulit merupakan kekayaan
nusantara yang lahir dari budaya asli masyarakat Indonesia yang mencintai kesenian.
Setiap bagian dalam pementasan wayang mempunyai simbol dan makna filosofis
yang kuat. Apalagi dari segi isi, cerita pewayangan selalu mengajarkan budi pekerti
yang luhur, saling mencintai dan menghormati, sambil terkadang diselipkan kritik
sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro. Tidak salah jika UNESCO
mengakuinya sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia yang bernilai adiluhung.

1. Pembuatan

Wayang kulit dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit
lembaran, perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit
lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi
berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat
terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih,
kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai
bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya
dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua
sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup
kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk
menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari
bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan
prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat
dengan bubuk yang dicairkan.Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh
lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.

9
2. Jenis-jenis Wayang Kulit Berdasarkan Daerah
Wayang kulit dilihat pada sisi bayangannya:
-Wayang Kulit Cengkok Kedu -Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
-Wayang Kulit Gagrag Surakarta -Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
-Wayang Kulit Gagrag Jawa Timur -Wayang Bali
-Wayang Kulit Banjar -Wayang Palembang
-Wayang Betawi -Wayang Cirebon
-Wayang Madura Wayang Siam

3. Dalang Wayang Kulit

Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda


antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo
(Semarang, gaya Solo), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas),
almarhum Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito
(Kulonprogo, Jogjakarta),Ki Soeparman (gaya Yogya), Ki Anom Suroto (gaya
Solo), Ki Manteb Sudarsono (gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto,
almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur). Sedangkan Pesinden yang legendaris
adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito. Dalang adalah bagian terpenting dalam
pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa jawa,
dalang (halang) berasal dari akronim ngudhal Piwulang. Ngudhal artinya
membongkar atau menyebar luaskan dan piwulang artinya ajaran, pendidikan,
ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan
saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi juga tuntunan. Oleh karena itu,
disamping menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah
seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan pengaruh.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karya seni sebagai bahasa memiliki dua potensi, yaitu potensi sebagai bahasa
simbolik dan potensi sebagai bahasa rupa, gerak dan suara secara denotatif. Setiap
karya seni tidak tumbuh dari sesuatu kekosongan, melainkan tumbuh diantara dan dari
perjalanan sejarah serta dalam suatu konteks sosial budaya, maka sebenarnya sebuah
karya seni merupakan rekaman peristiwa yang dikomunikasikan oleh seniman kepada
penonton. Salah satu karya seni yang berkembang di Indonesia adalah seni wayang,
yang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua. Pada masa
pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang, yaitu
yang terdapat pada prasasti Balitung di tahun 907 Masehi, yang mewartakan bahwa
pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Wayang berasal dari kata 'Ma
Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa.
Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna
'bayangan'.

B. Saran
Orang tua dan sekolah serta media-media di Indonesia diharapkan turut mendukung
pelestarian wayang sebagai warisan budaya yang berharga untuk diteruskan ke anak-
anak. Agar budaya wayang ini tidak hanya dilestarikan tetapi terus dikembangkan
sampai ke masa yang akan datang.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://dian-marfuah.blog.ugm.ac.id/2011/11/08/tugas-makalah-dasar-dasar-ilmu-budaya-
wayang-kulit-sebagai/
http://budayawayangkulit.blogspot.com/2009/01/wayang-kulit-wayang-salah-satu-
puncak.html
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/447/jbptunikompp-gdl-garincanim-22343-3-perancan-
v.pdf
http://thesis.binus.ac.id/Asli/Lain-lain/2008-2-00138-DS%20bab%206.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16756-3407100062-Conclusion.pdf
http://vithreeniesa.blogspot.com/2014/01/makalah-wayang.html
hhtp://makalah15.blogspot.co.id/2015/06/makalah-tentang-wayang-kulit.html?m=1
http://dian-marfuah.blog.ugm.ac.id/2011/11/08/tugas-makalah-dasar-dasar-ilmu-budaya-
wayang-kulit-sebagai/
http://nyumanisdwil.blogspot.co.id/2014/11/macam-macam-kesenian-tradisioal.html?m=1

12

Вам также может понравиться