Вы находитесь на странице: 1из 16

MAKALAH

PENGEMBANGAN KARAKTER
(Menganalisa proses pembentukan karakter dalam diri manusia)

OLEH :

UMRIANA SALMAN
MERNI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya
hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini.Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas dalam mata kuliah Character building. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah menumbuhkan semangat, memberikan bimbingan dan bantuan dalam proses
penyusunan Makalah ini.

Tentu saja hasil Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis sangat
memohon saran yang sifatnya konstruktif dan untuk kesempurnaannya. Semoga apa
yang dipaparkan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan pada
khususnya. dan dengan segala kritikan yang bertujuan untuk membangun dari makalah
ini penulis tetap sambut dengan hati yang ikhlas. Mudah-mudahan Tuhan YME tetap
memberkati kita semua, Amin..

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Pengertian Karater ....................................................................................... 4
B. Metode Pembentukan Karakter ................................................................... 6
C. Teori Pembentukan Karakter ....................................................................... 8
D. Proses Pembentukan Karakter ..................................................................... 6
E. Langkah Mengubah Karakter ...................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 11
A. Kesimpulan .................................................................................................. 11
B. Saran ............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 12

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi dan
teknologi, memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia
pendidikan yang secara filosofis di pandang sebagai alat atau wadah untuk
mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik (humanisasi), sekarang
sudah mulai bergeser atau disorientasi. Demikian terjadi salah satunya dikarenakan
kurang siapnya pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat.
Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan
lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis
pembentukan karakter (kepribadian) secara baik.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak
yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera,
dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan
umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai
(transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan
transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan
kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi
pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan. Perlu kita
sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

1
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan juga dipandang sebagai
sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan di dalamnya
berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju
pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara
melakuakan perubahan-perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada
dalam pendidikan itu sendiri. Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial
diharapkan peranannya mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola
pikir, perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi di atas, maka dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengertian membangun karakter?
2. Bagaimana hubungan membangun karakter?
3. Bagaimana implementasi membangun karakter?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis menulis makalah ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian membangun karakter.
2. Untuk mengetahui hubungan membangun karakter.
3. Untuk menambah wawasan khasanah keilmuan tentang wacana implementasi
membangun karakter.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian membangun karakter

Dari segi bahasa, membangun karakter (Character building) terdiri dari dua kata
yakni Membangun (to build) adalah bersifat memperbaiki, membina, mendirikan,
mengadakan sesuatu. Sedangkan dan karakter (character) adalah tabiat, watak, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Dalam konteks disini adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak mulia, insan
manusia sehingga menunjukan perangai dan tingkah laku yang baik.
Karakter berasal dari bahasa Yunani “character ” yang berakar dari diksi dari
“charassein” yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa Latin
karakter bermakna memberikan tanda. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter juga dapat diibaratkan seperti
sebuah ukiran. Sebuah ukiran akan melekat kuat pada benda yang diukir dan tidak
mudah termakan waktu. Sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai
karakter.

Sedangkan definisi karakter menurut para ahli diantaranya:

1) Menurut Hermawan Kartajaya, karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh
suatu individu. Ciri khas ini asli dan mengakar pada individu sehingga
mempengaruhi perilaku dan pemikiran sehari-harinya.
2) Menurut Alwisol, karakter merupakan penggambaran tingkah laku yang
dilaksanakan dengan menonjolkan nilai (benar – salah, baik – buruk) secara
implisit atau pun ekspilisit. Karakter berbeda dengan kepribadian yang sama sekali
tidak menyangkut nilai – nilai.

4
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan
sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri seseorang yang
mempengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. Dilihat dari sudut
pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran
lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut
dengan kebiasaan.

B. Metode pembentukan karakter


Metode pembentukan karakter berkaitan langsung dengan tahapan
perkembangannya. Tahapan tersebut meliputi dalam tiga tahapan yaitu:

1) Tahapan karakter lahiriyah (karakter anak-anak), Pada tahapan lahiriyah metode


yang digunakan adalah pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan
(imbalan) dan pelemahan (hukuman) serta indoktrinasi.
2) Tahapan karakter berkesadaran (karakter remaja), tahapan perilaku berkesadaran,
metoda yang digunakan adalah penanaman nilai melalui dialog yang bertujuan
meyakinkan, pembimbingan bukan instruksi dan pelibatan bukan pemaksaan.
3) Tahapan kontrol internal atas karakter (karakter dewasa), tahapan kontrol internal
atas karakter maka metoda yang diterapkan adalah perumusan visi dan misi hidup
pribadi, serta penguatan akan tanggungjawab langsung kepada Allah. Tahapan
diatas lebih didasarkan pada sifat daripada umur.

C. Teori pembentukan karakter


Teori Pembentukan Karakter menurut Stephen Covey melalui bukunya 7
Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, menyimpulkan bahwa sebenarnya ada tiga
teori utama yang mendasarinya, yaitu :
1) Determinisme Genetis, pada dasarnya mengatakan kakek-nenek kitalah yang
bebuat begitu kepada kita. Itulah sebabnya kita memiliki tabiat seperti ini. Kakek-
nenek kita mudah marah dan itu ada pada DNA kita. Sifat ini diteruskan dari

5
generasi ke generasi berikutnya dan kita mewarisinya. Lagipula, kita orang
Indonesia, dan itu sifat orang Indonesia.
2) Determinisme Psikis, pada dasarnya orangtua kitalah yang berbuat begitu kepada
kita. Pegasuhan kita, pengalaman masa anak-anak kita pada dasarnya membentuk
kecenderungan pribadi dan susunan karakter kita. Itulah sebabnya kita takut
berdiri di depan banyak orang. Begitulah cara orang tua kita membesarkan kita.
Kita merasa sangat bersalah jika kita membuat kesalahan karena kita “ingat jauh di
dalam hati tentang penulisan naskah emosional kita ketika kita sangat rentan,
lembek dan bergantung. Kita “ingat” hukuman emosional, penolakan,
pembandingan dengan orang lain ketika kita tidak berprestasi seperti yang
diharapkan.
3) Determinisme Lingkungan, pada dasarnya mengatakan bos kita berbuat begitu
kepada kita – atau pasangan kita, atau anak remaja yang berkital itu, atau situasi
ekonomi kita, atau kebijakan nasional. Sesorang atau sesuatu di lingkungan kita
betanggungjawab atas situasi kita.

D. Proses Pembentukan Karakter


Pondasi awal terbentuknya karakter sebenarnya sudah dimulai sejak anak baru
lahir sampai usia 3 atau 5 tahun. Pada masa itu anak masih menggunakan pikiran
bawah sadar karena kemampuan penalarannya belum tumbuh. Sehingga ia akan
menerima begitu saja semua informasi dan stimulus yang diberikan padanya.
Pembentukan karakter tidak bisa berhenti begitu saja, karena merupakan proses yang
berlangsung seumur hidup. Orang tua dan lingkungan keluargalah yang berperan
penting dalam peletakan pondasi ini. Keluarga merupakan pendidik utama dan pertama
dalam kehidupan anak karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk
pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak dikemudian
hari. Anak yang mendapat kesan baik dalam interaksinya di lingkungankeluarga maka
konsep diri anak akan menjadi baik pula, begitu juga sebaliknya. Konsep diri inilah
yang akan berdampak ketika si anak sudah tumbuh dewasa.
Hal yang diakui sebagai faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor
keturunan/gen. Jika tidak ada proses berikutnya yang memiliki pengaruh kuat, boleh

6
jadi faktor genetis inilai yang akan menjadi karakter anak. Munir mengemukakan
bahwa masih faktor lain yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang. Faktor-
faktor itu adalah makanan dan teman. Membangun karakter anak merupakan proses
yang terus menerus atau berkesinambungan agar terbentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat
kejiwaan yangkondusif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dilandasi
dengannilai-nilai dan falsafah hidup. Sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwakarakter sebenarnya dapat dibentuk.
Karakter terbentuk setelah mengikuti proses sebagai berikut :
1) Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, mungkin agama,
ideology, pendidikan, temuan sendiri atau lainnya.
2) Nilai membentuk pola fikir seseorang yang secara keseluruhan keluar dalam
bentuk rumusan visinya.
3) Visi turun ke wilayah hati membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan
membentuk mentalitas.
4) Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang
secara keseluruhan disebut sikap.
5) Sikap-sikap yang dominan dalam diri seseorang yang secara keseluruhan
mencitrai dirinya adalah apa yang disebut sebagai kepribadian atau karakter.

Proses pembentukan mental tersebut menunjukan keterkaitan antara fikiran,


perasaan dan tindakan. Dari akal terbentuk pola fikir, dari fisik terbentuk menjadi
perilaku. Cara berfikir menjadi visi, cara merasa menjadi mental dan cara berprilaku
menjadi karakter. Apabila hal ini terjadi terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan

7
E. Langkah Mengubah Karakter
Dengan mengetahui tahapan, metode dan proses pembentukan karakter, maka bisa
diketahui bahwa akar dari perilaku atau karakter itu adalah cara berfikir dan cara
merasa seseorang. Sehingga untuk mengubah karakter seseorang, kita bisa melakukan
tiga langkah berikut :
1) Terapi kognitif : melakukan perbaikan dan pengembangan cara berfikir dimana
fikiran menjadi akar dari karakter seseorang.
2) Terapi mental : melakukan perbaikan dan pengembangan cara merasa, karena
mental adalah batang karakter yang menjadi sumber tenaga jiwa seseorang.
3) Terapi fisik : melakukan perbaikan dan pengembangan pada cara bertindak
yang mendorong fisik menjadi pelaksana dari arahan akal dan jiwa.
Hidup di zaman modern ini semua serba ada, baik dan buruk, halal haram, benar
salah nyaris campur menjadi satu, sulit untuk dibedakan. Maka sebaik-baik orang yang
dapat memilah dan memilih suatu perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan
berdampak pada perilaku manusia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk karakter:
1) Pembiasaan tingkah laku sopan.
Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan
santun terletak pada cara pandang suatu masyarakat. Oleh karena itu cara
pandang sopan-santun dan sikap suatu daerah mungkin berbeda dengan cara
pandang masyarakat yang lain. Sopan santun diperlukan ketika seseorang
berkomunikasi dengan orang lain, dengan penekanan utama pertama kepada
orang yang lebih tua atau guru atau atasan, kedua kepada orang yang lebih
muda, anah buah, anak, murid, bawahan dan sebagainya, ketiga kepada orang
yang setingkat atau sebaya, seusia atau setingkat status sosial.
Disamping itu sopan santun juga berlaku ketika berkomunikasi dengan
kawan atau lawan. Komunikasi dengan lawan memerlukan kekuatan diplomatis
yang lebih kuat dibandingkan dengan perilaku kasar. Kesopanan bisa menambat
hati lawan, sebaliknya kekerasan akan menimbulkan dendam.

8
Sopan santun pada anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di rumah.
Apa yang diajarkan orang tua di rumah akan melekat pada diri anak. Sopan
santun pada remaja tertanam disamping melalui kebisaan dalam rumah juga
melalui proses pergaulan teman sebaya, di sekolah atau melalui suatu tontonan.
Sedangkan sopan santun pada remaja disamping karena perbekalan pada masa
anak-anak dan remaja terbentuk melalui perilalu para tokoh masyarakat,
terutama tokoh yang dihormati dan diidolakan.
2) Kebersihan, kerapian dan ketertiban
Pengetahuan tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan dibentuk
melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap kebersihan dibangun
melalui proses pembiasaan sejak kecil. Konsisitensi orang tua terhadap
keharusan anak untuk cuci tangan sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur,
mandi dan gosok gigi secara tertur, menyapu lantai dan halaman rumah, buang
sampah di tempat sampah, menempatkan sepatu ditempatnya, merapikan baju
dan buku dikamarnya. Merapikan tempat tidur setiap bangun tidur, adalah
merupakan pekerjaan membiasakan anak pada hidup bersih hingga kedasaran
akan kebersihan itu menjadi bagian dari kepribadiannya.
Pada usia remaja kebersihan harus didukung oleh pengetahuan empirik,
misalnya melihat benda dan air kotor, tangan kotor dan sebagainya dengan
mikroskup sehingga bisa menyaksikan sendiri kuman-kuman penyakit pada
sesuatu yang kotor tersebut. Adapun perilaku bersih pada masyarakat
diwujudkan dengan pengaturan yang bersistem, misalnya sistem pemeliharaan
kebersihan umum lengkap dengan sarana yang tesedia, sistem sanitasi, sistem
pembuangan limbah ditempat umum kemusian didukung dengan peraturan
yang menjamin kelangsungan hidup bersih dan tertib. Singapura misalnya
mengenakan denda sekitar lima ratus ribu rupiah bagi orang yang hanya
membuang puntung rokok secara sembarangan.
3) Kejujuran
Kejujuran merupakan sifat terpuji. ciri orang jujur adalah tidak suka
bohong, meski demikian jujur yang berkonotasi positif berbeda dengan jujur
dalam arti lugu dan polos. Dalam sifat amanah mengandung arti cerdas, yakni

9
kejujuran yang disampaikan dengan bertanggung jawab. Jujur bukan berarti
mengatakan semua yang diketahui apa adanya, tetapi mengatakan apa yang
diketahui sepanjang mengandung kebaikan dan tidak menyebutnya jika
diperkirakan memabawa akibat buruk bagi dirinya dan orang lain.
4) Disiplin.
Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu komitmen.
Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga tidak. Kejujuran juga
diwariskan oleh genetika orang tuannya, terutama ketika anak masih dalam
kandungan, secara psikologis dapat menetas pada anaknya. Keharmonisan
orang tua didalam rumah akan sangat berpengaruh dalam membentuk watak
dan kepribadian anak-anak pada umur perkembangannya. Ketika anak masih
kecil, pantang orang tua bebohong kepada anaknya, karena kebohongan yang
diarasakan oleh anak akan menimbulkan kegelisahan serta merusak tatanan
psikologi seorang anak.
Pada anak usia kelas IV SD hingga SLTP, kejujuran sebaiknya
dibiasakan sejalan dengan kedisplinan hidup, disiplin belajar, disiplin ibadah,
displin bekerja membantu orang tua di rumah, disiplin keuangan dan dan
disiplin agenda harian anak. Pada anak usia SMA kejujuran dan kedisiplinan
yang ditanamkan harus sudah disertai alasan yang rasional, baik dalam
kehidupan dalam rumah tangga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat.
Sistem punishment dan reward sudah bisa diterapkan secara rasional.
Pada usia mahasiswa, kejujuran dan kedisiplinan dinisyakan melalui
pemberian kepercayaan dalam berbagai tanggungjawab.kepada mereka sudah
ditekankan komitmen dan substansi, sementara prosedur dan teknik mungkin
harus sudah diserahkan kepada seni dan kreatifitas mereka. Pada orang dewasa
yang sudah bekerja, kejujuran dan kedisiplinan diterapkan melalui pelaksanaan
sistem dimana peluang untuk berbuat tidak jujur dipersempit. Misalnya dengan
pengawasan yang transparan. Betapapun orang jujur dapat berubah menjadi
tidak jujur menakala peluang tidak jujur dan tidak disiplin terbuka tanpa
pengawasan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang mencakup
tentang pendidikan karakter yaitu bahwa pendidikan karakter dapat dimulai dari
lingkungan terkecil yaitu keluarga dan lembaga pendidikan adalah sebagai motor
penggerak untuk pengembangan pendidikan karakter melalui berbagai program baik
itu yang ditujukan kepada para pengajar maupun kepada para anak didik atau siswa.
Pendidikan karakter suatu sistem untuk menanamkan nilai nilai kpribadian yang
luhur yang meliputi hubungan terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan sekitar dan
hubungan terhadap Tuhan YME dimana semua itu terbentuk dari sebuah
pemahaman terhadap apa yang dilihat, dirasa, dan didengar.

Tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk meningkatkat kualitas dari pendidikan
itu sendiri untuk menciptakan manusia yang cerdas, kreatif berahlak dan memiliki
kepribadian yang positif agar mampu mengelola dan mengambil peran dalam
membangun bangsa yang bermartabat.

B. Saran

Keterpaduan Pendidikan Karakter adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan Karakter


diharapk menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai
kegiatan sekolah untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya
Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi
lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif. Guru harus disiplin lebih
dulu siswa pasti akan mengikuti disiplin

11
DAFTAR PUSTAKA

- http://www.slideshare.net/septianraha/makalah-pembentukan-
karakter

- Sri Narwanti,Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk


Karakter dalamMata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia, 2011), hal.1

- Muchlas Samani dan Hariyanto,Konsep dan Model Pendidikan Karakter,


(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 44

- http://pengertiandefinisi.com/pengertian-karakter-menurut-pendapat-
para-ahli/

12

Вам также может понравиться