Вы находитесь на странице: 1из 33

RENCANA PENELITIAN

JUDUL : EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI


(Ocimum basilicum L.) TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA DARAH PADA MENCIT (Mus
musculus)
NAMA : ERLINA RAHMADHANI
NIM : PO713251161023
KELAS : IIIA 2016
PEMBIMBING :

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit kronis dan kompleks yang membutuhkan

perawatan medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial

dengan mengontrol kadar glikemik pasien. ( ADA, 2016)

Menurut WHO, Indonesia merupakan negara ke dua terbesar setelah India

yang mempunyai penderita DM terbanyak yaitu 8.426.000 orang di tingkat Asia

Tenggara, dan diperkirakan meningkat menjadi 21.257.000 pada tahun 2030.

Berdasarkan data Riskesdas 2007, penderita DM di Indonesia (1,1%), sedangkan

di Sulawesi selatan (0,8%), diperoleh pula bahwa proporsi penyebab kematian

akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menempati

ranking ke dua, yaitu 14, 7% dan untuk daerah pedesaan menempati rangking ke

enam, yaitu 5,8% tahun 2011 Indonesia berada pada peringkat sepuluh negara

1
dengan penderita DM terbanyak (usia 20-79 tahun), yaitu mencapai 7,3 juta orang

(Masfufah, dkk.,2014).

Pengobatan yang banyak dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah

adalah pemberian secara oral, seperti glibenklamid. Pengobatan dengan obat

modern selain banyak memakan biaya juga dapat memberikan efek samping baik

secara langsung maupun setelah waktu yang lama. Oleh karena itu, pengobatan

dengan bahan-bahan alami bisa menjadi alternatif penyembuhan yang tidak kalah

manjur. Apalagi saat ini banyak tanaman obat tradisional sudah diuji secara klinik

untuk mengetahui komposisi, kandungan, dan efek farmakologinya.

Disebabkan ini, penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional seperti yang

telah digunakan pada zaman dahulu telah kembali di kalangan masyarakat zaman

ini. Jadi, berdasarkan penelitian- penelitian sebelumnya diketahui bahawa daun

kemangi(Ocimum sanctum Linn.) , dapat mengurangkan kadar gula darah dengan

baik. Sebagai tanaman obat, tanaman ini, telah digunakan secara empiris sebagai

pengobatan tradisional diabetes mellitus. Dengan ini,dari pada artikel ini dapat

disimpulkan bahawa untuk mengawal atau mengatur kadar gula darah,lebih baik

menggunakan bahan alam yaitu daun kemangi dan daun lidah buaya, dari pada

obat sintesis karena ia memberikan efek yang lebih baik dan ia lebih selamat.

Penelitian menggunakan metode Pre-Post Test Control Group Design.

Sampel penelitian terdiri dari 16 tikus putih (Rattus norvegicus) hiperglikemia

dengan induksi aloksan. Sampel dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu

kelompok kontrol, perlakuan ekstrak kemangi dosis 400 mg/kgBB, 800 mg/kgBB,

2
dan obat kimia oral glibenklamid 0,9 mg/kgBB. Perlakuan dilakukan selama 15

hari kemudian diukur glukosa darah masingmasing kelompok. Analisis data yang

digunakan adalah ANAVA dengan taraf uji 5% dan BNT 5%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perlakuan dengan ekstrak daun kemangi dosis 400 mg/kgBB

dan 800 mg/kgBB memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap

penurunan kadar glukosa darah tikus putih sebesar 57,925 mg/dL dan 80,05

mg/dL. Glibenklamid tidak memberikan tingkat penurunan yang bermakna

terhadap kadar gukosa darah tikus putih. Ekstrak daun kemangi dapat

menurunkan kadar glukosa darah tikus putih hiperglikemia yang diinduksi

aloksan. Zat aktif dalam kemangi berupa kuersetin dan eugenol diduga berperan

membantu perbaikan sel dan meningkatkan sekresi insulin.

Senyawa aktif yang diduga memiliki aktivitas sebagai antidiabetes adalah

flavonoid, alkaloid, saponin dan juga vitamin C. Senyawa-senyawa aktif seperti

flavonoid memiliki aktivitas dalam meningkatkan sekresi insulin dengan

meningkatkan pemasukan ion Ca2+ melalui kanal Ca sehingga ion Ca yang

masuk mampu menginduksi sinyal pelepasan insulin. Selain itu senyawa alkaloid

memiliki kemampuan meregenerasi sel β pankreas yang rusak, senyawa saponin

bekerja dengan cara menurunkan absorpsi di usus dengan menurunkan

penyerapan glukosa dan memodifikasi metabolisme karbohidrat, meningkatkan

pemanfaatan glukosa di jaringan perifer, dan penyimpanan glikogen serta

peningkatan sensitivitas reseptor insulin di jaringan. Sedangkan vitamin C sendiri

berfungsi sebagai antioksidan.

B. Rumusan Masalah

3
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

bagaimana efektivitas ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum L.) terhadap

penurunan kadar gula darah pada mencit (Mus musculus)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak daun kemangi

(Ocimum basilicum L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada hewan uji

mencit.

D. Manfaat Penelitian

i. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat umum, khususnya

penggunaan daun kemangi sebagai penurun kadar gula darah pada penderita

diabetes.

ii. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang mengangkat topik yang

sama.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

Gambar 1.1 Daun Kemangi

1. Kemangi (Ocimum basilicum L.)

a. Klasifikasi daun Kemangi (Elin,dkk., 2011)

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiacaea

Genus : Ocimum

Species : Ocimum sanctum

b. Morfologi

Tanaman kemangi (Ocimum sanctum L.) di Jawa Tengah sering dikenal

dengan nama selasih. Adapun daerah lain menyebut kemangi dengan

5
nama Selasen (Melayu), Solanis (Sunda), Amping (Minahasa), Uku-uku

(Bali). Tanaman kemangi (Ocimum sanctum L.) adalah tanaman herba

bercabang tegak, tinggi 0,6-0,9 m, batang halus dengan daun di setiap

ruas yang banyak atau sedikit berbulu. Batang dan cabang berwarna hijau

atau terkadang berwarna keunguan. Daun kemangi tunggal berukuran

2,5-5 cm atau lebih, oval, tajam, tepi bergerigi atau berbentuk cuneate.

Tangkai daunnya berukuran 1,3-2,5 cm. Daunnya memiliki banyak titik

seperti kelenjar minyak yang mengeluarkan minyak atsiri beraroma kuat

(Khair-ul-Bariyah et al., 2012).

c. Habitat

Tanaman kemangi (Ocimum sanctum L.) berasal dari Asia dan banyak

ditanam sebagai tanaman hias di negara-negara Mediterania, termasuk

Turki. Di Indonesia khususnya di Jawa tanaman ini ditemukan dari

dataran rendah hingga kurang lebih 450 m di atas permukaan laut,

bahkan dibudidayakan hingga 1100 m. Tumbuhan ini juga sering

ditemukan di pinggir jalan, di tempat gersang terbuka dekat pemukiman

dan di sekitar halaman rumah di pedesaan. Tananam kemangi ini banyak

tumbuh di daerah tropis yang berupa semak, bercabang banyak dengan

tinggi 0,3-1,5 m, dan memiliki bau yang khas.

d. Kandungan

Daun kemangi (Ocimum sanctum L.) memiliki kandungan antifungal

yang mengandung senyawa tanin, flavonoid, steroid (saponin), dan

minyak atsiri yang terdiri dari 1,8-cineole, linalool, dan eugenol.

6
Presentase senyawa aktif daun kemangi (Ocimum sanctum L.), yaitu

minyak atsiri (2%), alkaloid (1%), saponin (2%), flavonoid (2%), tanin

(4,6%), dan eugenol (62%) (De Ornay et al., 2017). Zat aktif dalam

kemangi berupa kuersetin dan eugenol diduga berperan membantu

perbaikan sel dan meningkatkan sekresi insulin.

B. Hewan Uji (Mencit)

1. Klasifikasi hewan uji

Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut (Akbar, 2010) :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2. Karakteristik hewan uji

Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang dikenal ada

tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus galur

Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena ditemukan oleh seorang ahli Kimia

dari Universitas Wisconsin, Dawley. Dalam penamaan galur ini, dia

7
mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri pertamanya yaitu Sprague dan

namanya sendiri menjadi Sprague Dawley (Akbar, 2010)

Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji

penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih

besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga

memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih

panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik,

kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Akbar, 2010).

Salah satu binatang yang biasa dipelajari di dalam ilmu pengetahuan yaitu tikus

putih galur Wistar (Rattus norvegicus). Pada suatu penelitian biasanya

menggunakan tikus jantan yang berumur 2-3 bulan yang beratnya ± 250-350 g

(Lokman et al., 2013).

C. Diabetes Melitus

1. Definisi diabetes mellitus

Asal kata diabetes dalam bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air

melengkung (syphon). Seseorang dikatakan diabetes bilamana terjadi produksi

urin yang melimpah (Lawrence, 1994). DM merupakan suatu penyakit yang

melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan glukagon.

Manifestasi utamanya mencakup gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan

protein yang pada gilirannya merangsang kondisi hiperglikemia. Kondisi

hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes mellitus dengan

berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi (Unger & Foster, 1992).

8
Terdapat beberapa definisi yang dapat merepresentasikan penyebab, perantara

dan wujud komplikasi tersebut (Nugroho, 2006).Diabetes mellitus menurut

Beenen (1996) adalah suatu sindrom yang mempunyai ciri kondisi hiperglikemik

kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan

defisiensi sekresi dan aksi insulin secara absolut atau relatif, sedangkan Kahn

(1995) memberikan definisi diabetes mellitus sebagai sindrom kompleks yang

terkait dengan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dengan ciri-ciri

hiperglikemik dan gangguan metabolisme glukosa, serta terkait secara patologis

dengan komplikasi mikrovaskuler yang spesifik, penyakit mikrovaskuler sekunder

pada perkembangan aterosklerosis, dan beberapa komplikasi yang lain meliputi

neuropati, komplikasi dengan kehamilan, dan memperparah kondisi infeksi.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

a. Diabetes tipe I

Pada diabetes tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus) lebih dari 90%

dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara

permanen sehingga, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat

diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus

menderita tipe I. Pada diabetes tipe I kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau

faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di

pankreas (ADA, 2010).

9
b. Diabetes tipe II

Diabetes tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) ini tidak

adakerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan

kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal.Akan tetapi, tubuh

manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada

dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan

peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada diabetes tipe

II.Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe II mengalami

obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka

dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk

mengawali kadar gula darah normal (ADA, 2010).

c. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional adalah keadaan diabetes atau intoleransi

glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung

hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui

menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua

(Depkes, 2005).

Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih

sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk

terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain

malformasi kongenital dan peningkatan berat badan bayi ketika lahir.

Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar

10
resikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme

yang ketat dapat mengurangi resiko-resiko tersebut (Depkes, 2005).

d. Diabetes tipe lain

Diabetes tipe lain biasanya disebabkan oleh radang pankreas

(pankreatitis), gangguan kerja adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon

kostikosteroid, pemakaian obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi

dan infeksi (Depkes, 2005).

3. Patogenesis Diabetes Mellitus

Penyakit DM disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif

maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,yaitu:

(Buraerah, 2010).

a. Rusaknya sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus dan zat kimia)

b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

4. Etiologi dan Patofisiologi Diabetes Mellitus

a. Diabetes Mellitus Tipe I

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.

Gangguan produksi insulin pada DM tipe I umumnya terjadi karena

kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun.

Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya

virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya (Depkes,

2005).

11
Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pancreas

langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah

yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe I. Selain

defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe I

juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe I ditemukan sekresi

glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal,

hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM

tipe I hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam

keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah

satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe I

mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin.

Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka

akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah

satu masalah jangka panjang pada penderita DM tipe I adalah rusaknya

kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap

hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat

berakibat fatal pada penderita DM tipe I yang sedang mendapat terapi insulin

(Depkes, 2005).

Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM

tipe I, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi

penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang

diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini,

salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya

12
asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak

terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan

menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di

jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan

glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari

beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara

normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT-4 (protein

transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan

tubuh) di jaringan adipose (Depkes, 2005).

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Etiologi DM tipe II merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya

terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar

dalam menyebabkan terjadinya DM tipe II, antara lain obesitas, diet tinggi

lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Depkes, 2005).

Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi

utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada

hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan

gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM tipe II. Berbeda

dengan DM tipe I, pada penderita DM tipe II, terutama yang berada pada

tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam

darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis

DM tipe II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena

13
sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.

Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin” (Depkes, 2005).

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe II dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.

Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara

otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM tipe I. Dengan demikian

defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe II hanya bersifat relatif, tidak

absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan

terapi pemberian insulin (Depkes, 2005).

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase

pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan

glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan

sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal

perkembangan DM tipe II, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi

insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi

insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit

selanjutnya penderita DM tipe II akan mengalami kerusakan sel-sel β

pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan

defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM tipe II

umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan

defisiensi insulin (Depkes, 2005).

14
Keadaannormal kadar glukosa darah adalah jika kadar glukosa plasma

puasa < 110 mg/dL, glukosa plasma terganggu jika kadar glukosa puasa

antara 110-125 mg/dL, sedangkan toleransi glukosa terganggu adalah kadar

glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g antara 140-199 mg/dl.

Disebut diabetes jika kadar gula darah puasa > 126 mg/dL, atau bila kadar

glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g > 200 mg/dL (Masharani &

Karam, 2001).

5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai

dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien DM (Fatimah, 2015).

Tujuan Penatalaksanaan DM adalah (Buraerah, 2010) :

a) Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

b) Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid, smelalui pengelolaan pasien

secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan

perilaku.

15
a. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada

penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.Standar yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%.

b. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) dianjurkan kepada penderita

diabetes selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan

Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training

sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan

jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang

gerak atau bermalas-malasan.

c. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.Pendidikan

kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat

resiko tinggi.Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok

pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier

diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit

menahun.

16
d. Obat : oral hipoglikemik, insulin

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak

berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian

obat hipoglikemik

6. Obat Diabetes Melitus

a. Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah

dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan

gejala,optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi

pasien DM tipe I penggunaan insulin adalah terapi utama.Indikasi

antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe II

ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan

energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila

setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap

di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan

upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang

tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi

menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau

kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang

digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta

kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan

komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk

17
golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin

sensitizing (Depkes, 2005).

b. Insulin

Protein kecil dari insulin memiliki berat molekul 5808 pada

manusia.Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam

sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara

oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta

mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan

lemak dari glukosa(Fatimah, 2015).

Mekanisme kerja insulin adalah insulin mempunyai peran yang sangat

penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan

oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena

porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Efek insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu

transport glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan

glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya,

glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan

bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana

seharusnya. Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk

kedalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap

metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme

protein dan mineral (El-Abhar & Schaalan, 2014)

7. Komplikasi Diabetes Mellitus

18
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi

akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi

dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal (<

50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe I yang

dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak

berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

2) Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat

secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang

berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non

Ketotik dan kemolakto asidosis.

b. Komplikasi Kronis

1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum

berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah

pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner, gagal jantung

kongetif, dan stroke.

2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada

penderita DM tipe I seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),

neuropati, dan amputasi

D. Penggolongan Obat Diabetes

Antidiabetika oral kini dapat dibagi dalam 6 kelompok besar sebagaiberikut:

19
1. Sulfonilurea

Derivat-klormetoksi ini (1969) adalah obat pertama dari

antidiabetika generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira

100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh di mana obat-

obat lain tidak efektif (lagi). Risiko ‘hipo’ juga lebih besar dan lebih sering

terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain, yaitu dengan

single-dose pagi hari mampu menstimulir sekresi insulin pada setiap

pemasukan glukosa (sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam

tercapai regulasi gula darah optimal yang mirip pada normal. (Tjay, H., Tan

& Rahardja,K., 2013)

2. Kalium-chanel bloker

3. Biguanida

4. Glokusidase-inhibitor

5. Thiazolidindion

6. Penghambat DPP-4 (DPP-4 blockers)

E. Metode induksi diabetik hewan uji

1. Induksi Aloksan atau Streptozocin

Penelitian yang berkaitan dengan gula darah atau yang biasa disebut

Diabetes Melitus sangat erat kaitannya dengan Aloksan atau Alloxan

(Monohydrat, Tetrahydrat)maupun Streptozotocinatau Streptozocin. Kedua

produk tersebut merupakan produk yang banyak digunakan untuk

menginduksi hewan percobaan seperti mencit, tikus putih, ataupun kelinci

berdasarkan mekanisme kerja dari produk tersebut yang efektif maupun

20
seektif dalam merusak pankreas sehingga hormon insulin tidak terproduksi

dan terjadi peningkatan kadar gula darah (Yuriska, 2009)

2. Induksi gula (Pembebanan Gula)

Perangsangan dengan gula berlebihan menyebabkan terjadinya sekresi

insulin yang terlalu tinggi. Sekresi insulin yang terus-menerus ini

menyebabkan sel 𝛽-pankreas mengalami kelelahan, sehingga insulin yang

disekresikan tidak lagi sebanyak awal perangsangan gula. Hal ini

mengakibatkan penurunan sekresi insulin secara bertahap, sehingga insulin

tidak lagi efektif menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, kadar gula darah

tetap tinggi (Fulgarini, 2014)

F. Ekstraksi dengan metode maserasi

1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami perubahan proses apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri atas tiga golongan yaitu simplisia

nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan/mineral (Depkes, 1979).

2. Pengeringan Simplisia

Pengeringan bertujuan agar simplisia tidak mudah rusak karena terurai

oleh enzim yang terdapat pada bahan baku. Enzim yang masih terkandung

dalam simplisia dengan adanya air akan menguraikan bahan berkhasiat yang

ada, sehingga bahan kimia tersebut akan rusak dan untuk mencegah

timbulnya jamur serta mikroba lainnya (Wahyuni, 2015).

21
3. Pelarut

Pelarut merupakan suatu zat yang diinginkan untuk melarutkan suau zat

lain atau suatu obat dalam preparat larutan. Pemilihan menstrum didasarkan

pada pemcapaian ekstrak yang sempurna tetapi juga ekonomis untuk

mendapatkan zat yang aktif dari bahan obat tumbuhan sambil menjaga agar

zat yang tidak aktif terekstraksi seminimum mungkin (Depkes, 1986).

Dalam penelitian ini digunakan pelarut etanol 96 %. Etanol dipilih karena

memiliki sifat yang dapat melarutkan senyawa yang dibutuhkan pada

tanaman salam. Etanol juga memiliki kelebihan karena lebih selektif, dan

tidak dapat ditumbuhi oleh kapang dan mikroorganisme (Voigth, 1994).

4. Ekstraksi

Ekstraksi yaitu dengan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang

diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau

hewan tidak perlu diperoleh lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan

dikeringkan. Dalam banyak hal zat aktif dari tanaman obat yang secara umum

mempunyai sifat kimia yang sama, mempunyai kelarutan yang sama dan

dapat diekstraksi secara simultan dengan pelarut tunggal atau campuran.

Proses ekstraksi mengumpulkan zat aktif dari bahan mentah obat dan

mengeluarkannya dari bahan sampingan yang tidak diperlukan. Metode

ekstraksi dilakukan berdasarkan persamaan faktor sifat dari suatu bahan

mentah atau simplisia yang disesuaikan dengan macam metode ekstraksi

yang digunakan untuk memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati

22
sempurna (Ansel, 1989). Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan

dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan

tertentu (Tuhu, 2008). Menurut Tuhu, 2008 ada beberapa metode ekstraksi

dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara metode ekstraksi yang sederhana, dimana proses

penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan

atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara

maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana,

sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan

pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna.

2. Perkolasi

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru disebut

dengan perkolasi, yaitu sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya

dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap

pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi

sebenarnya(penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh

ekstrak (perkolat).

23
b. Cara Panas

1. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari

zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Dimana

ekstraksi dilakukan dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

2. Soxhletasi

Soxhletasi adalah metode ekstraksi yang dilakukan dengan mengunakan

pelarut yang selalu baru, dengan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih

tinggi dari temperatur ruangan (umumnya 25-300 C).

4. Refluks

Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

5. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30

menit.Penguapan ekstrak larutan dilakukan dengan alat yaitu rotary

evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan di

laboratorium dengan desain randomize control trial pre and post test untuk

menguji kombinasi ekstrak daun binahong dan daun sirsak dalam menurunkan

kadar gula dengan menggunakan mencit sebagai hewan uji.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dari bulan Januari s/d Juni 2018. Penelitian ini

dilaksakan di Laboratorium Farmakognosi dan Farmakologi Jurasan Farmasi

Poltekkes Makassar.

C. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan, galur

lokal dengan berat 20-30 gram. Digunakan sebanyak 15 ekor.

D. Instrumen Penelitian Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat gelas, spoit oral, timbangan

hewan, Glukometer, dan rotavapor.

Bahan yang digunakan air suling, daun kemangi, Natrium CMC, tablet

glibenklamid, aloksan, dan etanol 96%.

E. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Bahan Penelitian

Daun kemangi yang diambil di kabupaten Maros pada pukul ± 9-10

pagi. Daun kemangi dipetik dari daun yang tua dan masih segar.

25
2. Pengolahan daun kemangi

Daun kemangi dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan dan tidak terkena cahaya lalu dipotong-potong dengan

derajat halus 5/8 atau 0,3 cm s/d 0,6 cm.

3. Pembuatan ekstrak daun kemangi

Serbuk daun sirsak sebanyak 200 g, masing-masing dimasukkan ke

dalam wadah maserasi, lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak dua kalinya

untuk melembabkan lalu diaduk hingga lembab dan ditambah lagi hingga 5

cm di atas permukaan simplisia. Rendaman disimpan di tempat yang tidak

terkena sinar matahari langsung dan biarkan selama 5 hari sambil sekali-kali

diaduk, setelah 5 hari disaring kemudian ampasnya dimaserasi kembali

dengan palarut yang sama. Hal ini diulang sebanyak 2 kali.

Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian dikumpulkan lalu dipekatkan

dengan rotavapor hingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian

diuapkan hingga kental di atas penangas air.

4. Pembuatan larutan koloidal Natrium CMC 1% b/v

Sebanyak 1 gram serbuk Na-CMC dimasukkan ke dalam lumpang dan

ditambahkan air panas sebanyak 20 ml lalu diaduk hingga terbentuk

larutan koloidal dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml.

5. Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Kemangi

Ekstrak daun kemangi dibuat dalam dosis 800 mg/kg BB, 900 mg/kg

BB dan 1000 mg/kg BB yang jika dikonversi ke dalam dosis mencit dengan

berat badan 20 g dan volume pemberian 0,2 ml maka diperoleh konsentrasi

26
14%, 12,5% dan 11%. untuk membuat ekstrak daun kemangi konsentrasi

14% dilakukan dengan menimbang 14 g ekstrak daun binahong lalu

ditambahkan dengan suspensi Na-CMC sedikit demi sedikit sambil diaduk

homogen lalu dicukupkan volumenya hingga 100 ml. Dengan cara yang

sama dibuat suspensi ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 12,5% dan

11%. Dengan menimbang ekstrak daun sirsak 12,5 g dan 11 g.

6. Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,0065 % b/v

Serbuk tablet glibenklamid setara dengan 6,5 mg glibenklamid

dimasukkan dalam lumpang lalu ditambahkan sedikit demi sedikit larutan

Na-CMC 1% b/v hingga homogen, lalu dimasukkan ke dalam erlemeyer dan

dicukupkan volumenya hingga 100 ml.

7. Pembuatan Larutan Glukosa15% b/v

Sebanyak 15 g glukosa dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

lalu ditambahkan air suling sebanyak 50 ml, diaduk hingga larut kemudian

dicukupkan volumenya hingga 100 ml.

8. Penyiapan Hewan Uji

Sebelum perlakuan, mencit di aklimatisasi selama 7 hari dalam kandang

dengan suhu kamar dan kelembaban 45-55%. Dan siklus terang gelap 14 :

10 jam sehari. Mencit diberi pakan ternak standar dan diberi minum ad

libitum.

Mencit yang tidak mengalami perubahan BB lebih dari 10% digunakan

dalam penelitian dan dipilih secara random serta dibagi dalam 5 kelompok,

masing-masing terdiri dari 3 ekor mencit.

27
9. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Mencit dipuasakan selama 8-10 jam sehari sebelum mendapat

perlakuan kemudian ditimbang berat badannya. Diukur kadar gula darah

puasa lalu diberikan larutan glukosa 15%, 30 menit kemudian diukur kadar

gula sebagai kadar gula induksi. Setelah itu, diberikan perlakuan. Kelompok

I diberi larutan Na-CMC 1%, kelompok II suspensi glibenklamid 0,0065%

b/v sebagai pembanding, kelompok III diberi ekstrak daun kemangi 14%,

kelompok IV diberi ekstrak daun kemangi 12,5%, kelompok V diberi

ekstrak daun kemangi 11%. Semua pemberian dilakukan peroral dengan

volume pemberian 0,2 ml/20 g BB mencit. Setelah diberi perlakuan diukur

lagi kadar gula darah mencit pada menit ke-60, 90, dan 120.

10. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan adalah pengukuran kadar gula darah puasa,

kadar gula darah sesudah induksi glukosa, dan kadar gula mencit setelah

pemberian ekstrak daun kemangi pada menit ke-60, 90, dan 120.

Data diperoleh kemudian dihitung rata-rata penurunan kadar gula darah

kemudian dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS.

28
DAFTAR PUSTAKA

Alvin .C.,2008.Diabetes Melitus.Harrison Internal Medicine 17𝑡ℎ Edition, 2052-


2063

American Diabetes Association.2016. Standards Of Medical Care in Diabetes-


2016.The Journal Of Clinical and Applied Research and
Education.39,suplement

Dhea, Viol K.,2014.Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Hewan.Malang:


Universitas Bwawijaya.

Fulgarini, Indah T.,2014.Uji Efek Kombinasi Ekstrak Daun salam (Syzygium


Polycanthum) dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Kadar
gula darah mencit (Mus musculus).Makasssar:Kementrian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Farmasi.

Kurnianto,Edy, dkk.,2001.Perkembangbiakan Dan Penampilan Mencit Sebagai


Hewan Percobaan.Semarang:Universitas Diponegoro.

Priyambodo D. 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Kadar Glukosa


Darah Tikus Putih Hiperglikemia: Universitas Negeri Semarang

Masfufah,dkk.,2014.Pengetahuan, Kadar Glukosa Darah Dan Kualitas Hidup


Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Wilayah Kerja
Puskesmas kota Makassar.Makassar:Universitas Hasanuddin.

Moniaga, Febbyola S.2014.Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sirsak (Annona


muricata L.) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
Yang Diinduksi Alloxan.Manado:Universitas Sam Ratulangi

Ndraha, Suzanna.2014.Diabetes Melitus tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.


Jakarta:Medicinus.27.

Pradana, Indra.2013.Daun sakti (Penyembuhan segala penyakit).Depok sulaeman


yogyakarta:Octopus publishing house

Priyambodo D. 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Kadar Glukosa


Darah Tikus Putih Hiperglikemia: Universitas Negeri Semarang

Slamet, Suyono, dkk.2009.Pedoman diet DM.Makassar:Fakultas Kedokteran


Unhas

Tjay H.T., Dan Rahardja, K.,2013.Obat-Obat Penting.Jakarta:Elex Media


Komputindo,Hal. 747

29
Yuriska, Anindhita F.,2009.Efek Aloksan Terhadap Kadar Gula Darah Tikus
Wistar, Semarang:Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Hal.13

30
Lampiran 1.
PERHITUNGAN DOSIS

A. Perhitungan dosis Daun Kemangi

1. DL Tikus 1000 mg/Kg BB


200 g
untuk tikus 200 g = 1000 g 𝑥 1 g = 0,2 g
Faktor konversi ke dosis mencit = 0,14
Konversi dari dosis tikus ke mencit = 0,14 x 0,2 g
= 0,028 g (1,4 g/Kg BB)
Diberi dengan vol 0,2 ml/mencit

100 ml
x 0,028 g = 14 g
0,2 ml

14 g
Konsentrasi (%) = 100 g 𝑥 100 % = 14%

2. DL Tikus 900 mg/Kg BB


200 g
untuk tikus 200 g = 1000 g 𝑥 0,9 = 0,18 g

Faktor konversi ke dosis mencit = 0,14

Konversi dosis dari tikus ke mencit = 0,14 x 0,18 g

= 0,025 g (1,25 g/Kg BB)

Diberi dengan volume 0,2 ml/mencit


100 ml
𝑥 0,025 g = 12,5 g
0,2 ml

12,5 g
konsentrasi (%) = 𝑥 100 % =12,5 %
100 g

31
3. DL tikus 800 mg/Kg BB
200 g
Untuk tikus 200 g = 1000 g 𝑥 0,8 g = 0,16 g
Faktor konversi ke dosis mencit = 0,14

Konversi dosis dari tikus ke mencit = 0,14 x 0,16


= 0,022 (1,1 g/Kg BB)
Diberi dengan vol 0,2 ml/mencit
100 ml
𝑥 0,022 𝑔 = 11 g
0,2 ml
11 g
Konsentrasi (%) = 𝑥 100 % = 11%
100 g

B. Perhitungan Glibenklamid 0,0065%


mencit = 5 𝑥 0,0026 = 0,013 mg/20 g BB

Untuk 100 ml
0,013 𝑚g
= 𝑥 100𝑚𝑙
0,2 ml

= 6,5 mg = 0,0065 gr

0.0065 g
Konsentrasi (%) = 𝑥 100%
100 g

= 0,0065%

32
SKEMA KERJA

Tanaman Kemangi Natrium CMC GLIBENKLAMID MENCIT


(Ocimum basilicum L)

Disortasi Kering - Dipuasakan 8-10 jam

Disortasi Basah - Penimbangan

SIMPLISIA - Pengelompokan
Dimaserasi
- Pengukuran kadar
MASERAT glukosa awal
Diuapkan
- Pemberian larutan
EKSTRAK glukosa
S Na-CMC SUSPENSI
GLIBENKLAMID - Pengukuran kadar
SUSPENSI EKSTRAKSI gula darah setelah 30
menit
PERLAKUAN TERHADAP MENCIT

KLP I KLP II KLP III KLP IV KLP V


NA-CMC (Kontrol) Suspensi 14% b/v 12,5% b/v 11% b/v
Glibenklamid
0,0065%b/v

Pengambilan darah dan pemeriksaan kadar


glukosa darah pada menit ke-60, 90, dan 120
DATA
- Analisis
-25 Pembahasan
KESIMPULAN

Вам также может понравиться