Вы находитесь на странице: 1из 11

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI KAWASAN


BANDUNG UTARA (KBU) TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TANAH DI
KECAMATAN BANDUNG WETAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Metodologi Penelitian


Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019

Disusun Oleh :
Tomi Ismiandika 10070316025

PROGRAM STUDI PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN


KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M/1441 H
BAB 1
PENDAHULUAN
3.3.1 Latar Belakang
Kawasan Bandung Utara termasuk kedalam pengembangan Kawasan
Konservasi dan Rehabilitasi yang mana dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat No. 26 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan
Bandung Utara (KBU). Fungsi dari wilayah bagian atas adalah sebagai daerah
tangkapan air, peresap dan pengalir bagi daerah bawahannya, sehingga bisa
dikatakan bahwa Kawasan Bandung Utara itu menjadi pengendali dan kontrolling
air.
Ada 4 wilayah yang tergolong kedalam Kawasan Bandung Utara yaitu
Kabupaten Bandung Barat terdiri dari sebagian wilayah Kecamatan Cikalong
Wetan, Padalarang Ngamprah, dan Cisarua. Kabupaten Bandung terdiri dari
sebagian wilayah Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang. Kota
Bandung terdiri dari sebagian wilayah Kecamatan Cidadap, Sukasari, Coblong,
Sukajadi, Cibeunying Kidul, Cibiru dan Cileunyi. Serta Kota Cimahi terdiri dari
sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan Cimahi Tengah.
Perubahan tata guna lahan Kawasan Bandung Utara yang seharusnya
didominasi oleh lahan hijau atau Kawasan Lindung yaitu sebagai konservasi untuk
pengendalian air, paragidmanya sekarang sudah beralih fungsi lahan yang tidak
sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan yang mana alih fungsi lahan
tersebut banyak dijadikan sebagai lahan kuning dan merah yaitu lahan terbangun
dari mulai permukiman dan perumahan serta perdagangan dan jasa.
Pengaruh perubahan tata guna lahan yang menyimpang dari peraturan
terhadap kondisi wilayah bagian bawah pasti akan terdampak yang salah satu
dampaknya terhadap ketersediaan air tanah. Hubungannya ketersediaan air
tanah tersebut dilihat dari perbuhan lahan menjadi perkerasan atau lahan
terbangun sehingga limpasan air atau air permukaan dari hujan yang turun tidak
bisa diserap oleh tanah sehingga terjadi run off yang berdampak terhadap
ketersediaan air tanah. Kecamatan Bandung Wetan termasuk kedalam wilayah
bagian bawah yang terkena dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut yaitu
dari ketersediaan air tanah baik itu untuk kebutuhan kegiatan domestik ataupun
non domestik. Karena itu, hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri untuk melihat
kondisi ketersediaan air tanah di Kecamatan Bandung Wetan yang menjadi
wilayah bagian bawah yang terdapak dari alih fungsi lahan di KBU.
3.3.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Identifikasi untuk perumasan masalah yang akan diteliti dari pengaruh
perubahan tata guna lahan di KBU terhadap Kecamatan Bandung Wetan hanya
dilihat dari sudut permasalahan air tanahnya yaitu, bagaimana kondisi
ketersediaan air tanah di Kecamatan Bandung Wetan?

3.3.3 Tujuan Penilitian


Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sesuai dengan tema tetapi hanya akan
diteliti dalam aspek kondisi eksisting ketersediaan air tanah di Kecamatan
Bandung Wetan.

3.3.4 Ruang Lingkup


Wilayah penelitian yang akan diteliti itu ada 2 wilayah kajian yaitu di Kawasan
Bandung Utara dan Kecamatan Bandung Wetan
1.4.1 Ruang Lingkup KBU
Kawasan Bandung Utara ini adalah beberapa wilayah kota dan kabupaten
yang mana batas administrasinya yaitu :
Sebelah Utara : Kabupaten Subang
Sebelah Selatan : Kota Bandung
Sebelah Timur : Kabupaten Bandung
Sebelah Barat : Kabupaten Sumedang
1.4.2 Ruang Lingkup Bandung Wetan
Kecamatan Bandung Wetan merupakan kecamatan yang ada di Kota
Bandung dengan batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Coblong dan Cibeunying Kaler
Sebelah Selatan : Kecamatan Sumur Bandung
Sebelah Timur : Kecamatan Cibeunying Kaler dan Cibeunying Kidul
Sebelah Barat : Kecamatan Cicendo
BAB II
LANDASAN TEORI
3.1 Air Tanah dan Akuifer
Air merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga ada ilmu
pengetahuan khusus yang membahas tentang air yaitu hidrologi. Hidrologi adalah
ilmu tentang air baik di atmosfer, di permukaan bumi, dan di dalam bumi, tentang
terjadinya, perputarannya, serta pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di
alam ini (Shiddiqy, 2014).

Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi.
Salah satu sumber utamanya adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat
lubang pori di antara butiran tanah. Air yang berkumpul di bawah permukaan bumi
ini disebut akuifer.

Ada beberapa pengertian akuifer berdasarkan pendapat para ahli, Todd (1955)
menyatakan bahwa akuifer berasal dari bahasa latin yaitu aqui dari kata aqua yang
berarti air dan kata ferre yang berarti membawa, jadi akuifer adalah lapisan
pembawa air. Herlambang (1996) menyatakan bahwa akuifer adalah lapisan tanah
yang mengandung air, di mana air ini bergerak di dalam tanah karena adanya
ruang antar butir-butir tanah. Berdasarkan kedua pendapat, dapat disimpulkan
bahwa akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu
mengalirkan air. Hal ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat permeable
yang mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut
ataupun memang sifat dari lapisan batuan tertentu. Contoh batuan pada lapisan
akuifer adalah pasir, kerikil, batu pasir, batu gamping rekahan. Akuifer dan aliran
air pada pori-pori ditunjukkan oleh Gambar 2 dan 3.

Gambar 2.1
Akuifer di bawah tanah
Sumber : (Shiddiqy, 2014)
Terdapat tiga parameter penting yang menentukan karakteristik akuifer yaitu
tebal akuifer, koefisien lolos atau permeabilitas, dan hasil jenis. Tebal akuifer
diukur mulai dari permukaan air tanah (water table) sampai pada suatu lapisan
yang bersifat semi kedap air (impermeable) termasuk aquiclude dan aquifuge.
Permeabilitas merupakan kemampuan suatu akuifer untuk meloloskan sejumlah
air tanah melalui penampang 1 m2. Nilai permeabilitas akuifer sangat ditentukan
oleh tekstur dan struktur mineral atau partikel-partikel atau butir-butir penyusun
batuan. Semakin kasar tekstur dengan struktur lepas, maka semakin tinggi batuan
meloloskan sejumlah air tanah. Sebaliknya, semakin halus tekstur dengan struktur
semakin tidak teratur atau semakin mampat, maka semakin rendah kemampuan
batuan untuk meloloskan sejumlah air tanah. Dengan demikian, setiap jenis
batuan akan mempunyai nilai permeabilitas yang berbeda dengan jenis batuan
yang lainnya. Hasil jenis adalah kemampuan suatu akuifer untuk menyimpan dan
memberikan sejumlah air dalam kondisi alami. Besarnya cadangan air tanah atau
hasil jenis yang dapat tersimpan dalam akuifer sangat ditentukan oleh sifat fisik
batuan penyusun akuifer (tekstur dan struktur butir-butir penyusunnya) (Anonim,
2006).
Menurut Krussman dan Ridder (1970), berdasarkan kadar kedap air dari batuan
yang melingkupi akuifer terdapat beberapa jenis akuifer, yaitu: Akuifer terkungkung
(confined aquifer), akuifer setengah terkungkung (semi confined aquifer), akuifer
setengah bebas (semi unconfined aquifer), dan akuifer bebas (unconfined aquifer).
Akuifer terkungkung adalah akuifer yang lapisan atas dan bawahnya dibatasi oleh
lapisan yang kedap air. Akuifer setengah terkungkung adalah akuifer yang lapisan
di atas atau di bawahnya masih mampu meloloskan atau dilewati air meskipun
sangat kecil (lambat). Akuifer setengah bebas merupakan peralihan antara akuifer
setengah terkungkung dengan akuifer bebas. Lapisan bawahnya yang merupakan
lapisan kedap air, sedangkan lapisan atasnya merupakan material berbutir halus,
sehingga pada lapisan penutupnya masih dimungkinkan adanya gerakan air.
Akuifer bebas lapisan atasnya mempunyai permeabilitas yang tinggi, sehingga
tekanan udara di permukaan air sama dengan atmosfer. Air tanah dari akuifer ini
disebut air tanah bebas (tidak terkungkung) dan akuifernya sendiri sering disebut
water-table aquifer. Jenis-jenis akuifer ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 2.2
Jenis akuifer
Sumber : (Shiddiqy, 2014)

Todd (1980) menyatakan bahwa tidak semua formasi litologi dan kondisi
geomorfologi merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan pengamatan lapangan,
akuifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:
1. Lintasan air (water course)
Bentuk lahan di mana materialnya terdiri dari aluvium yang mengendap di
sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul
alam. Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan kerikil.
2. Dataran (plain)
Bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas bahan aluvium yang
berasal dari berbagai bahan induk sehingga merupakan akuifer yang baik.
3. Lembah antar pegunungan (intermontane valley)
Merupakan lembah yang berada di antara dua pegunungan dan
materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari
pegunungan di sekitarnya.
4. Lembah terkubur (burried valley)
Lembah yang tersusun oleh material lepas yang berupa pasir halus
sampai kasar.
Berdasarkan perlakuannya terhadap air tanah, terdapat lapisan-lapisan batuan
selain akuifer yang berada di bawah permukaan tanah. Lapisan-lapisan batuan
tersebut dapat dibedakan menjadi: Aquiclude, aquitard, dan aquifuge. Aquiclude
adalah formasi geologi yang mungkin mengandung air, tetapi dalam kondisi alami
tidak mampu mengalirkannya, misalnya lapisan lempung, serpih, tuf halus, lanau.
Untuk keperluan praktis, aquiclude dipandang sebagai lapisan kedap air. Letak
aquiclude ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 2.1
Letak Aquiclude
Sumber : (Shiddiqy, 2014)

Aquitard adalah formasi geologi yang semi kedap, mampu mengalirkan air tetap
dengan laju yang sangat lambat jika dibanding dengan akuifer. Meskipun demikian
dalam daerah yang sangat luas, mungkin mampu membawa sejumlah besar air
antara akuifer yang satu dengan lainnya. Aquifuge merupakan formasi kedap yang
tidak mengandung dan tidak mampu mengalirkan air.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pelaksanaan Penelitian
Program penelitian Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Kawasan
Bandung Utara terhadap Ketersediaan Air Tanah di Kecamatan Bandung Wetan
yang fokus hanya meneliti ketersediaan air tanah di Kecamatan Bandung Wetan
meliputi beberapa hal yaitu persiapan survey, survei lapangan, pengolahan data,
dan penyusunan laporan.

3.2 Proses Tahapan Penelitian


Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dalam 4 tahapan
yakni persiapan, survey lapangan, pengolahan data dan penyusunan pelaporan
untuk lebih rincinya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3.1
Tahapan Penelitian
Tahapan
No Metode yang dilakukan keterangan
penelitian
a. Memilih dan merumuskan Survey sekunder (Studi
masalah kepustakaan, Survey
b. Merumuskan teori dan hipotesis Instansional dan Studi
c. Memilih pendekatan Literatur)
1 Persiapan
d. Menentukan variabel penelitian
e. Menentukan sumber data
f. Menentukan dan menyusun
instrumen penelitian
Survei Menentukan jadwal pelaksanaan
2
Lapangan penelitian secara terinci.
a. Tabulasi data
Pengolahan
3 b. Analisis data Mengolah hasil observasi
data
c. Menentukan kesimpulan
Penyusunan
4 Penyusunan laporan
Pelaporan
Sumber : Hasil Penyusunan Metode Penelitian, 2019

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua, yaitu metode survey primer dan metode survey sekunder.
3.3.1 Metode Pengumpulan Data Primer
Metode survey primer yang bersifat terjun langsung kelapangan dengan
melihat keadaan yang menjadi pola kehidupan masyarakat setempat dana lam
yang ada didalamnya. Maka diperlukan metode sebagai beriku:
a. Observasi Lapangan
b. Wawancara
c. Penyebaran Kuesioner
d. Dokumentasi
3.3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder pada penelitian ini dilakukan dengan
cara mendapatkan data atau informasi terkait Pengaruh Perubahan Tata Guna
Lahan di Kawasan Bandung Utara terhadap Ketersediaan Air Tanah di Kecamatan
Bandung Wetan dengan menggunakan teknik sebgai berikut:
a. Studi kepustakaan,
b. Survey Instansional, dilakukan untuk mendapatkan data – data mengenai
perencanaan seperti kependudukan, fisik dasar, sosial-budaya, sarana
dan prasarana.
c. Studi Literatur, mengumpulkan data dengan mengunakan buku, majalah
dan lain sebagainya yang menunjang kegiatan survey di lapangan.

3.4 Metode Analisis


Peneliti dalam menyusun hasil dari penelitian ini dilakukan beberapa tahapan
sehingga tahapan akhirnya mendapatkan kesimpulan yang bisa dan dapat
dijadikan sebuah informasi dan rekomendasi untuk penelitian ini. Dalam tahapan
analisis peneliti menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif yaitu
menilai kondisi lapangan yaitu ketersediaan air tanah dengan melihat kualitas
dilihat dari rasa, bau dan warna juga dalam kuantitatif dengan cara menghitung
kedalam Muka Air Tanah (MAT) dan diameter kedalaman rata-rata.
BAB IV
JADWAL KEGIATAN
Kegiatan Penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan hasil rencana
membutuhkan waktu selama 5 bulan dengan 4 tahapan yaitu persiapan awal,
pengambilan data dan analisis data dan penyusunan laporan akhir untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Jadwal Kegiatan Program Penelitian
Bulan
No Kegiatan 1 2 3 4 5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Awal
Merumuskan
masalah
Merumuskan teori
dan hipotesis
Memilih
1 pendekatan
Menentukan
variabel dan
sumber data
Menyusun
instrumen
penelitian
Pengambilan data
Observasi dan
Wawancara
Transek Kawasan
2 studi
Mengisiaan
kuisioner

Analisis Data
3

Penyusunan
4
laporan Akhir
Sumber : Hasil Penyusunan Jadwal Kegiatan Penelitian, 2019
DAFTAR PUSTAKA

Shidiq. 2014. Air Tanah dan Aquifer. Diakses pada jurnal (eprints.uny.ac.id).
Yogyakarta : 2014
Perda no 2 Tahun 2016 tentang Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Kawasan
Bandung Utara

Вам также может понравиться