Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Lutfi Muta’ali
lutfimutaali@yahoo.com
Abstract
Activities of Community Based Disaster Risk Reduction (CBDRR) with Community Based
Disaster Preparadness (CBDP) method seen as an appropriate method to increase the capacity of
communities to manage disaster risks that exist in their area. This study aims to conduct a study on
the capacity of the Community Based Disaster Risk Reduction (CBDRR) in the Wonolelo Village,
Pleret, Bantul Disctrict.The method used in this research is descriptive quantitative and qualitative,
collecting data using using questionnaires and supported by in-depth interviews, observation,
document study.The results showed that the level of the community in a capacity to implement the
program for Community Based Disaster Risk Reduction (CBDRR) in the village of Wonolelo is
high by 68%, the constraints in implementing the CBDR) to the community in the village of
Wonolelo include : regulatory and policy aspects of disaster management, cultural aspect, political
aspect, and the aspect of education, and strategies to increase community capacity in village level
of Wonolelo in disaster risk reduction is to incorporate DRR activity into village RPJM.
Abstrak
Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan metode
CBDP (Community Based Disaster Preparadness) dipandang sebagai metode yang sesuai untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola risiko bencana yang ada di wilayahnya
sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap kapasitas masyarakat dalam upaya
pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) di Desa Wonoleleo Kecamatan Pleret
Kabupaten Bantul. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan
kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan di dukung dengan
wawancara mendalam, obsevasi, studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana
Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo dengan ancaman utama tanah longsor adalah
tinggi sebesar 68%, kendala dalam melaksanakan program PRBBK kepada masyarakat di Desa
Wonolelo meliputi aspek regulasi dan kebijakan penanggulangan bencana, budaya, politis, dan
edukasi, sedangkan strategi terhadap peningkatan tingkat kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo
dalam upaya mengurangi risiko bencana adalah dengan memasukkan kegiatan PRB ke dalam RPJM
desa.
Kata kunci : Kapasitas Masyarakat, Ancaman, Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas
(PRBBK)
PENDAHULUAN dapat terjadi karena fenomena alam seperti
Tsunami, letusan gunung berapi, gempa bumi,
Bencana (disaster) merupakan kekeringan, penyakit pada tanaman atau
fenomena yang terjadi karena komponen- hewan peliharaan, dan seterusnya, 2) bencana
komponen pemicu (trigger), ancaman dapat terjadi karena perbuatan manusia
(hazard), dan kerentanan (vulnerability) terhadap lingkungannya, seperti banjir, tanah
bekerja bersama secara sistematis, sehingga longsor, wabah penyebab virus, dan seterusnya,
menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada dan 3) bencana dapat terjadi akibat tindakan
komunitas. Bencana terjadi apabila komunitas manusia atau hubungannya terhadap
mempunyai tingkat kemampuan yang lebih lingkungan sosialnya, seperti konflik agama,
rendah dibanding dengan tingkat ancaman kerusuhan politik yang kacau balau, dan
yang mungkin terjadi padanya. Ancaman konflik suku bangsa (Susanto, 2006: 2-3).
menjadi bencana apabila komunitas rentan, Pengesahan Undang-undang No 24
atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi oleh Pemerintah RI tanggal 26 April 2007
salah satu sumber ancaman tersebut. Tentu telah membawa dimensi baru dalam
sebaiknya tidak dipisah-pisahkan pengelolaan bencana di Indonesia. Paradigma
keberadaannya, sehingga bencana itu terjadi yang dahulu lebih bersifat responsif dalam
dan upaya-upaya peredaman risiko itu menangani bencana sekarang diubah menjadi
dilakukan. suatu kegiatan yang bersifat preventif,
Menurut Nikelsen (2009:21), bencana sehingga bencana dapat dicegah atau
dapat dikurangi apabila masyarakat dan diminimalkan (mitigasi) sehingga risikonya
sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja dapat dikurangi. Undang-undang tentang
padanya tidak mempunyai kapasitas untuk penanggulangan bencana tersebut juga
mengelola ancaman yang terjadi padanya. mensyaratkan penanggulangan bencana harus
Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing- dilakukan secara terdesentralisasi dengan
masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi melibatkan partisipasi masyarakat yang
dapat hadir secara jamak, baik seri maupun seluas-luasnya baik mulai sejak tahap awal
paralel, sehingga disebut bencana kompleks. program (identifikasi, analisis, penerapan
Hal yang sama juga terjadi pada konflik. rencana kerja, monitor dan evaluasi) sampai
Konflik antar komunitas maupun unit sosial ke tahap akhir dimana program akan
di atasnya terjadi apabila secara langsung diserahterimakan sepenuhnya kepada
maupun tidak langsung ada upaya saling masyarakat lokal.
mengambil aset-aset atau mengganggu proses Berbicara tentang bencana pada
mengakses aset penghidupan tersebut di atas. dasarnya membicarakan lima (5) hal
Pengambilan aset maupun gangguan atas sekaligus, yaitu penyebab bencana dan
akses penghidupan dapat dipicu oleh kerentanan (faktor alam dan manusia),
permasalahan lingkungan. Aktivitas dampak bencana (kerusakan lingkungan,
komunitas maupun unit sosial di atasnya yang korban dan kerugian), peran pemerintah
memunculkan permasalahan lingkungan akan (termasuk kebijakan penanggulangan
menjadi ancaman bagi pihak lain apabila aset- bencana), peran masyarakat (sebagai korban,
aset penghidupannya dan akses faktor penyebab atau penyelamat) dan yang
penghidupannya terganggu. Bencana dalam terakhir berbicara tentang pengaruh dan
kenyataan keseharian dapat menyebabkan: tindakan stakeholders terkait dengan ancaman
1. Berubahnya pola-pola kehidupan dari bahaya dan bencana tersebut.
kondisi normal; Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana
2. Merugikan harta, benda dan jiwa manusia; Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan
3. Merusak struktur sosial komunitas; metode CBDP (Community Based Disaster
4. Memunculkan lonjakan kebutuhan Preparadness) dipandang sebagai metode
pribadi/komunitas. yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas
Menurut Badan Meteorologi masyarakat dalam mengelola risiko bencana
Klimatologi dan Geofisika, penyebab yang ada di wilayahnya sendiri. Tujuan dari
terjadinya bencana dapat disebabkan oleh tiga kegiatan penerapan CBDP ini antara lain
faktor. Faktor tersebut yaitu : 1) bencana
sebagai berikut; 1) Mengurangi kerentanan kondisi sosial budaya masyarakat pedesaan
masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang nampak hidup nyaman dengan ancaman.
sekitar, 2) Meningkatkan kapasitas dan Penulis ingin mengetahui bagaimana
kemampuan komunitas masyarakat dalam kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo Pleret
mengatasi dan mengurangi risiko bencana Bantul dalam upaya untuk mengurangi risiko
yang ada di sekitar mereka, 3) Mengurangi bencana. Pengkajian kapasitas masyarakat ini
dan meminimalkan kerugian apabila suatu sangat penting untuk meminimalisasi risiko
saat terjadi bencana. Untuk tujuan dalam bencana.
Penanganan Bencana yang Berbasis
Komunitas (CBDP), sebuah komunitas dapat METODE PENELITIAN
ditentukan sebagai group yang memiliki Metode yang digunakan dalam
kesamaan dalam satu atau lebih kebersamaan penelitian ini adalah metode survei dengan
seperti hidup pada lingkungan yang sama, pengolahan data deskriptif kuantitatif dan
menghadapi paparan risiko bencana yang sama, kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Desa
atau sedang mengalami pengaruh dari sebuah Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten
bencana yang sama. Masalah yang sama, Bantul. Pemilihan daerah penelitian ini karena
kepedulian dan harapan yang berhubungan Desa Wonolelo berada pada zona patahan
dengan risiko bencana dapat juga dibagikan. antara perbukitan Gunung Sewu dengan
Secara geologis Desa Wonolelo berada pada Dataran Graben Bantul yang dapat memicu
zona patahan antara perbukitan Gunung Sewu terjadinya berbagai jenis bencana. Lokasi ini
dengan Dataran Graben Bantul. Hal ini tidak lepas dari kondisi kerentanan wilayah
menjadikan Desa Wonolelo sebagian berada dan masyarakat dengan berbagai jenis
pada area perbukitan dan sebagian lainnya ancaman yang akan dapat mempengaruhi
pada dataran landai. Desa Wonolelo juga bertambahnya dampak apabila terjadi
terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) bencana.
Pesing. Populasi dari penelitian ini adalah
Keadaan Desa Wonolelo juga tidak penduduk usia antara 17-55 tahun yang
lepas dari kondisi kerentanan yang akan dapat berada di lingkungan yang paling rentan
mempengaruhi bertambahnya dampak apabila terkena bencana prioritas utama, yaitu
terjadi bencana. Beberapa kondisi rentan bencana tanah longsor yang terjadi di 5
diantaranya adalah; jumlah penduduk rentan Dukuh, antara lain Dukuh Cegokan, Dukuh
yaitu lansia, keluarga miskin, balita, ibu Bojong, Dukuh Purworejo, Dukuh
hamil, anak usia sekolah yang mengalami Kedungrejo, dan Dukuh Ploso.
pertumbuhan yang dinamis berbanding Teknik pengumpulan data dalam
jumlah penduduk total. Keadaan rentan penelitian ini dilakukan dengan cara
lainnya adalah lahan terbangun pada daerah wawancara, penyebaran dan pengisian
rawan, adanya home industri, tambang, lahan Kuesioner, observasi, studi dokumentasi.
pertanian / perkebunan, serta ternak warga. Pada penelitian ini, untuk menjawab tujuan
Pada penelitian ini, penulis tertarik penelitian tentang tingkat kapasitas, penulis
untuk melakukan kajian terhadap kapasitas menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu
masyarakat dalam upaya pengurangan risiko dengan kuesioner, sedangkan untuk
bencana berbasis komunitas. Kapasitas mengetahui tujuan penelitian mengenai kendala
masyarakat dalam upaya pengurangan risiko dan strategi dengan pendekatan kualitatif
bencana terdiri dari kapasitas terhadap melalui wawancara, observasi, studi
kerentanan dan kapasitas terhadap ancaman. dokumentasi. Data kuantitatif (hasil
Kapasitas masyarakat terhadap ancaman kuesioner), dilakukan analisa data dengan
meliputi mitigasi beserta pencegahannya, mengolah data menggunakan metode scoring.
sedangkan kapasitas masyarakat terhadap
kerentanan meliputi kesiapan dan bertahan HASIL DAN PEMBAHASAN
hidup. Lokasi penelitian ini adalah di Desa
Karakteristik Rumah Tangga
Wonolelo Pleret Bantul yang mempunyai
Hasil penjaringan sampel di lapangan
berbagai jenis ancaman (multi hazard) dengan
menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat
relatif beragam. Karakteristik ini dapat kegiatan penannggulangan bencana,
dibedakan berdasarkan faktor – faktor sosial keterlibatan dalam forum atau tim siaga
budaya yang berhubungan dengan kapasitas bencana, dan pengaruh ketokohan sehingga
masyarakat dalam Penanggulangan bencana. dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
Faktor-faktor tersebut diantaranya : usia, jenis kehidupan. Pola dan sikap inilah yang dapat
kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan dan mengantarkan warga untuk sehari – harinya
persepsi responden tentang bencana. siap siaga menghadapi bencana. Atas dasar
pengetahuan yang diperolehnya, warga
Tingkat Kemampuan Masyarakat dalam berusaha untuk memperisapkan diri apabila
Berdasarkan dari hasil penelitian yang bilamana terjadi bencana. Kemampuan untuk
dilakukan di Desa Wonolelo dapat diketahui mempersiapkan diri ini sangat penting karena
bahwa tingkat mitigasi warga Desa Wonolelo bagian dari tindakan preventif atau
termasuk tingkat tinggi yaitu 68% , pencegahan sebelum bencana terhadap
sebagaimana tampak pada tabel 4.1 di atas, keadaan risiko yang parah atau besar sesaat
sementara tingkat rendah 14,7% dan tingkat maupun setelah bencana.
sedang 17,3%. 3. Kapasitas terhadap bertahan hidup
Kemampuan mitigasi pada kelima Berdasarkan dari hasil penelitian yang
dusun pada persentase di atas 60%. Hal ini dilakukan di desa Wonolelo dapat diketahui
menunjukkan kemampuan warga untuk bahwa tingkat bertahan hidup warga wonolelo
melakukan usaha – usaha mengurangi termasuk tingkat tinggi, sebagaimana hasil
dampak akibat ancaman dan karenanya juga olahahan pada tabel yang menunjukkan
mengurangi tingkat risiko bencana. Usaha – kelima dusun memiliki nilai lebih dari 60%.
usaha mitigasi bisa terdiri dari usaha fisik Secara keseluruhan nilai kapasitas
seperti penataan rumah yang rapi berbasis terhadap bertahan hidup adalah tinggi
PRB, dan usaha – usaha non fisik antara lain mencapai persentase 73,3%. Sebagaimana hal
pelatihan, membentuk organisasi relawan, yang dapat dilihat dari kemampuan bertahan
kesadaran masyarakat, program keamanan hidup warga dalam menghadapi bencana
pangan dan perlindungan masalah – masalah adalah melalui upaya penyelamatan diri,
lingkungan. Mitigasi secara individu yang ketersediaan transportasi yang dimiliki, serta
dilakukan berupa akses dan penyebaran pengenalan lingkungan dan adaptasi terhadap
informasi, mengikuti kegiatan berkaitan lingkungan yang rawan bencana. Selain pada
dengan penanggulangan bencana, penataan saat bencana juga dengan memperhatikan
rumah berspektif PRB, persediaan kebutuhan kondisi masyarakat yang menjadi korban
darurat, penyimpanan surat berharga, pasca bencana.
pengetahuan mengenai jalur evakuasi. 4. Penilaian tingkat Kapasitas
2. Kapasitas terhadap Kesiapan Tingkat kemampuan masyarakat dalam
Kesiapan dalam menghadapi bencana upaya melaksanakan PRBBK dengan
merupakan kegiatan yang berhubungan ancaman longsor di desa Wonolelo
dengan kerentanan masyarakat. Berdasarkan Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul ini
dari hasil penelitian yang dilakukan di desa adalah terwujudnya kemampuan masyarakat
Wonolelo dapat diketahui bahwa tingkat di dalam mengenali dan memahami potensi
kesiapan warga wonolelo termasuk tingkat wilayah mereka, ancaman bencana yang ada,
tinggi, hal ini terlihat dari tingkat persentase kerentanan dan kapasitas terkait ancaman
di masing – masing dusun yang melebihi 50% bencana tertentu, serta menganalisis risiko
dan secara keseluruhan mencapai 68%, bencana yang dihadapi. Kapasitas masyarakat
sebagaimana tampak pada tabel 4.2 di atas. dalam program pengurangan risiko bencana
Kesiapan secara individu diperoleh berbasis komunitas ini diukur dari akumulasi
karena mengikuti kegiatan kemasyarakatn,
nilai indikator mitigasi, kesiapan dan bertahan Berdasarkan sebaran tingkat kapasitas
hidup. tinggi berada di sisi bagian selatan wilayah desa
atau semakin ke selatan tingkat kapasitas
Tabel 1 Tingkat Kapasitas Masyarakat Desa Wonolelo cenderung tinggi dikarenakan sebagian besar
Tingkat Nama Dusun kegiatan desa dilaksanakan di pusat
Kapasitas
masyarakat Bojong Cegokan Kedungrerjo Ploso Purworejo Total pemerintahan desa dalam hal ini balai desa
rendah 13.3% 13.3% .0% .0% 6.7% 6.7% yang masuk di Dusun Purworejo dan
sedang 13.3% 20.0% 40.0% 33.3% 20.0% 25.3% termasuk dusun yang berada sisi selatan desa.
tinggi 73.3% 66.7% 60.0% 66.7% 73.3% 68.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Ada keenngganan untuk mengikuti berbagai
Sumber : Hasil penelitian yang diolah, 2013 kegiatan yang dilaksanakan di Balai Desa
bagi warga yang berada di dusun bagian utara
sebagaimana diungkapkan oleh beberapa
responden yang berasal dari Dusun yang
berada di sisi utara desa, yaitu Dusun
Kedungrejo dan Dusun Cegokan dengan
alasan jarak dan waktu tempuh. Pada
penilaian tingkat kapasitas di atas, dapat
diamati pula terdapat 2 (dua) dusun yang
hanya menunjukkan kapasitas sedang dan
tinggi, tidak ditemukan nilai kapasitas rendah,
yaitu di Dusun Kedungrejo dan Dusun Ploso.
Sebagaimana disampaikan oleh A.
Furqon selaku ketua Forum PRB Desa
Wonolelo dalam wawancara, di Desa Wonolelo
Gambar 1 Diagram batang tingkat kapasitas
masyarakat Desa Wonolelo
telah dilaksanakan berbagai kegiatan
peningkatan kapasitas masyarakat, diantaranya
:
1. Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana
2. Penyusunan Dokumen Kebencanaan (RPB,
RAK, Renkon)
3. Edukasi atau pendidikan Kebencanaan
kepada kelompok rentan (anak, perempuan
dan petani)
4. Sosialisasi kebencanaan melalui berbagai
event kegiatan (keagamaan / pengajian,
peringatan hari nasional, seni budaya)
5. Integrasi antar kegiatan pembangunan
melalui Musrenbangdes.
6. Pembentukan tim relawan pada setiap
dusun
Berikut petikan wawancaranya :
“Berbagai kegiatan peningkatan kapasitas
tersebut diharapkan dapat membangun
kesadaran masyarakat untuk lebih
memahami kondisi lingkungan desa yang
rawan bencana, sehingga dapat
mempersiapkan diri bilamana bencana
datang”