Вы находитесь на странице: 1из 8

Prawiroharjo P, Rozaliyani A, Purwadianto A. Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik.

ISSN 2598-179X (cetak)


JEKI. 2018;2(1):23–30. doi: 10.26880/jeki.v2i1.12. ISSN 2598-053X (online)

Menjaga Etika Kedokteran pada


Masa Tahun Politik
Pukovisa Prawiroharjo1,2, Anna Rozaliyani1,3, Agus Purwadianto1,4
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3
Departemen Parasitologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
4
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Kata Kunci Abstrak Di tahun politik ini, dokter sebagai warga negara tidak
Politik, pemilu, dokter mungkin dilepaskan dari hasrat dan haknya untuk berpolitik.
Korespondensi Namun, dalam ekspresi politiknya seorang dokter harus selalu
pukovisa@ui.ac.id berhati-hati dan mengingat tradisi luhur profesi kedokteran.
contact@ilmiah.id
Publikasi
Tulisan ini akan membahas bagaimana sikap dokter dalam
© 2018 JEKI/ilmiah.id memelihara etika kedokteran dan profesionalisme di tahun
DOI politik khususnya dalam konteks hubungan dokter-pasien, serta
10.26880/jeki.v2i1.12 bagaimana pihak rumah sakit/klinik dan organisasi profesi
Tanggal masuk: 25 Februari 2018 kedokteran membuat regulasi terkait ekspresi politik tersebut,
Tanggal ditelaah: 10 Maret 2018 ditinjau dari Sumpah Dokter dan peraturan-peraturan lain yang
Tanggal diterima: 11 Maret 2018 berlaku.
Tanggal publikasi: 19 Maret 2018

Abstract In this political year, doctors as citizens are bound to their passion and right to politics.
However, in terms of political expression, a doctor must always be careful and uphold the noble
tradition of medical profession. This paper will discuss what should a doctor do to maintain medical
ethics and professionalism in a political year, especially in the context of doctor-patient relationships, as
well as what regulations should hospitals/clinics and medical professional organizations make regarding
political expression, based on the Doctors’ Oath and other related regulations.

sebanyak dan sekompleks Indonesia. Maka


PENDAHULUAN
mari kita legawa mengucapkan selamat datang
Indonesia sudah memasuki tahun politik, kepada momentum kenduri rakyat yang penuh
yang sesuai dengan pembuatan artikel ini adalah kebisingan dan tarikan kepentingan.
rangkaian kegiatan Pemilihan Kepala Daerah Salah satu ciri kemanusiaan adalah hasrat
(Pilkada) di tahun 2018 hingga pemilihan mengungkap fitrahnya sesuai dengan adagium
pasangan presiden dan wakil presiden Republik zoon politicon. Hak politik setiap warga
Indonesia serta anggota legislatif di tahun 2019. negara dilindungi konstitusi dan mendapatkan
Sebagai negara terbesar ketiga di dunia yang perlindungan yang sama dengan kebebasan
menganut sistem demokrasi sebagai mekanisme asasi lain, misalnya dalam hal memilih dan
pergantian kepemimpinan dan memilih anggota mempraktekkan agama. Hak politik seluruh
parlemen, pergulatan politik Indonesia niscaya warga negara Indonesia dinyatakan dalam
menjangkau luas ke seluruh lapisan masyarakat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E.1 Sebagai
dan berimbas juga pada ranah publik. Pesta manusia biasa, seorang dokter juga memiliki
demokrasi di Indonesia menjadi lebih seru dan hak dan kewajiban politik yang sama sebagai
bising karena dilakoni banyak partai politik. Hal warga negara, sehingga suatu keniscayaan dokter
itu sangat kontras bila dibandingkan dengan berpolitik. Hal itu mencakup memilih, dekat,
dua negara demokratis berpopulasi lebih besar atau berafiliasi pada suatu partai atau kandidat
dari Indonesia, yaitu Amerika Serikat dan India, politik, atau sebaliknya, tidak memilih entitas
yang jumlah partai dan afiliasi politiknya tidak politik mana pun.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018 23


Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik

Dokter dalam kehidupan berbangsa dan Dunia) yang menyebutkan sebagai berikut:3
bernegara sesungguhnya merupakan salah “Saya TIDAK AKAN MEMBIARKAN
satu pionir dan pilar kokoh dalam perjuangan pertimbangan usia, penyakit dan kecacatan,
kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Sebut keyakinan, etnis, gender, kebangsaan,
saja dr. Wahidin Soedirohoesodo, penggagas afiliasi politik, ras, orientasi seksual,
berdirinya organisasi Budi Utomo, yang kedudukan sosial, atau faktor lainnya
walaupun tidak berpolitik namun menjadi cikal mempengaruhi kewajiban dan pasien
bakal usaha kemerdekaan Indonesia (tanggal saya.”
berdiri Budi Utomo, 20 Mei, hingga kini Selain versi Indonesia, terdapat beberapa
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional). versi Sumpah Dokter di dunia, antara lain
Belum lagi dr. Cipto Mangunkusumo, dr. versi Hippocrates (versi pertama dunia), versi
Soetomo, dan dr. Moestopo, yang hingga kini Soviet, versi modern dr. Lasagna, dan versi
namanya dihormati dan diabadikan sebagai Weinstein.4 Sementara itu, versi lainnya tidak
nama rumah sakit besar di Indonesia. menyebutkan hal ini secara eksplisit, melainkan
Berafiliasi pada suatu organisasi/partai hanya menekankan betapa pentingnya
politik merupakan bagian dari hak politik memperlakukan pasien dengan sebaik mungkin.
seorang dokter. Semua pihak harus menghormati Mari membahas narasi Sumpah Dokter
hal itu dan tidak boleh menghalanginya. Namun Indonesia terutama poin 8 yang menyebutkan
dalam hal mengekspresikan hak politik pada frase “politik”. Penjelasan lebih dalam tentang
ruang publik, inilah yang perlu diatur, termasuk narasi itu belum disebutkan dalam KODEKI,
di dalamnya diatur oleh Etika Kedokteran. namun dari kalimat sumpah ini, menurut
Tulisan ini tidak semata membahas aspek hak hemat penulis dapat ditafsirkan sebagai berikut:
dan kewajiban politik dokter karena bukanlah 1. Politik disebut bersama-sama dengan
ruang lingkup pembahasan Etika Kedokteran keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender,
yang menjadi koridor jurnal ini. Tulisan ini lebih kedudukan sosial, dan jenis penyakit.
berkonsentrasi membahas bagaimana sikap Penyebutan bersama-sama ini dapat
dokter dalam memelihara etika kedokteran dan ditafsirkan bahwa entitas setiap individu,
profesionalisme di era tahun politik khususnya baik dokter maupun pasien, memiliki hak
dalam konteks hubungan dokter-pasien, serta dan afiliasi politik sama riilnya dengan
bagaimana pihak rumah sakit/klinik, serta entitas beragama, berbangsa, bersuku,
organisasi profesi kedokteran membuat regulasi bergender, dan berkedudukan sosial. Entitas
terkait ekspresi politik tersebut. itu tidak dapat dipungkiri atau dinegasikan.
2. Maksud kalimat dalam sumpah tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN bukanlah menihilkan hak politik seorang
dokter. Jika diambil simpulan dokter
Frase “Politik” pada Sumpah Dokter Indonesia tidak boleh berpolitik, maka kalimat
Frase politik dapat ditemui dalam redaksi tersebut akan melahirkan simpulan fatal:
Sumpah Dokter Indonesia yaitu pada butir 8 dokter tidak berhak beragama, berbangsa,
sesuai yang dimuat dalam Kode Etik Kedokteran bersuku, bergender, dan berkedudukan
Indonesia (KODEKI) 2012 pasal 1 sebagai sosial. Kita tidak dapat memaknai kalimat
berikut: tersebut sebagai penghilangan hak politik
“Saya akan berikhtiar dengan sungguh- dokter. Dengan kata lain, dokter tetap sah
sungguh supaya saya tidak terpengaruh memiliki hak politik dan memperjuangkan
oleh pertimbangan keagamaan, hak politiknya, termasuk mengajukan
kebangsaan, kesukuan, gender, politik, diri sebagai anggota legislatif, anggota/
kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam kader partai politik, mengikuti kontestasi
menunaikan kewajiban terhadap pasien.”2 pemimpin daerah, maupun presiden dan
Demikian pula Sumpah Dokter versi World wakil presiden.
Medical Association (WMA; Asosiasi Medis
24 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A

3. Kerangka konteks dari pernyataan politik hal itu melanggar etika kedokteran karena
tadi tak dapat dilepaskan pada keterangan masih pada kerangka hubungan dokter-pasien.
yang ada pada ujung kalimat “… dalam Adapun jika hal itu dilakukan di luar konteks
menunaikan kewajiban terhadap pasien.” hubungan dokter-pasien, misalnya dokter dan
Sehingga lebih tepat penafsiran kerangka pasien ini kebetulan makan di satu restoran
“keagamaan, kebangsaan, kesukuan, yang sama dan membicarakan politik di sana,
gender, politik, kedudukan sosial dan jenis maka ini bukanlah lingkup yang dimaksud
penyakit” adalah sepanjang pada wilayah pada Sumpah Dokter.
konteks “… dalam menunaikan kewajiban Dalam arti luas selain didasarkan
terhadap pasien” pada redaksi sumpah pada hubungan dokter-pasien yang sedang
tersebut. berlangsung, mencakup juga hubungan
4. Implikasi yang perlu disadari dalam sumpah sebelum dan sesudahnya yang diperkirakan
tersebut adalah, dokter harus tetap bekerja masih mempengaruhi pertimbangan dokter
profesional dan dilarang berbuat tidak adil menjadi diskriminatif. Cakupan ini bisa
apalagi melakukan kezaliman pada saat ditarik dari lafal Sumpah Dokter maupun pasal
menunaikan kewajibannya terhadap pasien, KODEKI yang mewajibkan dokter menyimpan
meskipun terdapat perbedaan afiliasi politik. rahasia pasien, bahkan hingga pasien tersebut
Sasaran kezaliman yang dimaksud dalam meninggal dunia (pasal 16).4 Prinsip tersebut
poin 4 tentu dalam konteks hubungan mewajibkan dokter untuk berhati-hati ketika
dokter-pasien. mengalihkan hubungan dokter-pasien dari
Dalam pembahasan terkait frase “politik” ranah privat ke ranah publik yang menjadikan
dalam Sumpah Dokter Indonesia, yang jelas dirinya atau orang lain yang mengikuti
terlarang adalah perlakuan diskriminatif dan pendapatnya bersikap diskriminatif secara
zalim/tidak adil yang didasari motif politik politis. Hal itu bertolak dari perubahan posisi
ketika seorang dokter menjalankan hubungan dokter secara prima facie menjadi warga negara
dokter-pasien. Jika ada kasus dokter bersikap di luar konteks hubungan dokter-pasien, yang
tidak adil kepada pasien/keluarga pasien harus tunduk kepada hukum dan perundangan
karena pertimbangan politik, maka hal itu yang berlaku.
jelas melanggar etika kedokteran. Begitupula
jika sasaran ketidakadilannya adalah dokter, Regulasi terkait Ekspresi Politik di Rumah
perawat, tenaga kesehatan, karyawan rumah Sakit dan Klinik
sakit/klinik tempatnya bekerja, sepanjang hal Dokter memiliki hak politik yang harus
itu terkait dengan hubungan dokter-pasien. dihargai, namun di sisi lain dokter juga harus
Misalnya, ada pasien yang menjadi pendukung menyadari bahwa hak politik juga dimiliki
partai A datang ke dokter yang merupakan pasien, tenaga kesehatan yang membantunya,
pendukung partai B, maka harus dipastikan serta seluruh masyarakat yang berinteraksi
perlakuan kepada pasien itu sama adilnya dengan dokter tersebut. Dalam mengekspresikan
dengan perlakuan kepada pasien yang memiliki hak politik dokter pada ruang publik, termasuk
afiliasi politik sama. rumah sakit atau klinik, maka acuannya adalah
Sebaliknya, jika ada pasien pendukung aturan hukum perundangan secara umum.
kandidat politik A datang ke dokter yang Rumah sakit atau klinik dapat membuat
memiliki afiliasi sama, kemudian terjadi peraturan internal terkait pengaturan ekspresi
pembicaraan politik untuk menghangatkan hak politik pasien dan dokter. Hal itu demi
rapport dengan pasien, tentu tidak mengapa mencapai tujuan dan kepentingan yang lebih
karena membina rapport memang dianjurkan tinggi, yaitu memelihara ketertiban menuju
dalam hubungan dokter-pasien. Namun jika kesembuhan pasien yang optimal. Peraturan
pembicaraan politik itu dibumbui pernyataan internal terkait pembatasan mengekspresikan
dokter yang merendahkan atau melukai pihak afiliasi politik demi penyelenggaraan upaya
lain yang berbeda afiliasi politiknya, maka medis yang optimal tentu harus didukung

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018 25


Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik

semua pihak. Peraturan internal tersebut tentu dalam pesta politik, diantaranya dengan tidak
tidak boleh dibuat berlebihan sehingga dianggap memasang atribut politik seperti yang tercantum
memangkas hak politik yang dijamin konstitusi, dalam Peraturan KPU nomor 12 tahun 2016
dan sebaliknya jangan pula melampaui batas. (pasal 30 ayat 3).6
Setidaknya acuan yang telah diatur hukum Beberapa dokter di rumah sakit yang
perundangan dan KODEKI dapat dijadikan ditentukan pemerintah juga akan berperan
pegangan. Rumah sakit dan klinik harus dalam melaksanakan fit and proper test (tes
memastikan diri bahwa sebagai institusi publik, kesehatan dan kelayakan) terhadap tokoh-
maka kebijakannya harus netral, tidak boleh tokoh politik. Dalam hal ini, hendaknya dokter
mengekspresikan kepentingan politik tertentu, dapat bersikap seobjektif mungkin untuk
apalagi mengorganisasi karyawan, dokter, dan melaksakanan pemeriksaan sesuai dengan
tenaga kesehatan lain untuk memilih afiliasi standar profesinya, tanpa dipengaruhi oleh
politik tertentu, atau sebaliknya, membenci afiliasi politik. Memberikan kesaksian palsu
afiliasi politik tertentu. Hal ini sama tercelanya bahwa seorang tokoh adalah sehat padahal jelas
dengan kondisi apabila rumah sakit atau memiliki penyakit yang berpotensi mengganggu
klinik sebagai instansi dan kebijakannya secara jabatannya kelak, atau sebaliknya menyatakan
sengaja menghambat karyawan, dokter, tenaga seorang tokoh tidak mampu menjalankan
kesehatan, maupun pasien mengekspresikan jabatan tersebut padahal jelas-jelas mampu,
haknya beragama untuk beribadah sesuai adalah pelanggaran etik serius yang harus
tuntunan agama yang dianutnya. Rumah sakit dihindari.
atau klinik dapat dianggap melakukan hal
tercela apabila secara sengaja menghambat Bolehkah Dokter Mengekspresikan Afiliasi
karyawan, dokter, tenaga kesehatan, maupun Politiknya pada Ranah Publik ?
pasien untuk mengekspresikan hak beribadah Dalam bagian pendahuluan telah
sesuai tuntunan agamanya. Salah satu contoh dijelaskan bahwa sebagai warga negara biasa,
ketika rumah sakit menghimbau tenaga medis dokter memiliki hak politik yang harus
atau karyawan yang beragama Islam untuk dihormati dan dilindungi konstitusi. Namun
menanggalkan kerudung pada saat bekerja di dalam mengekspresikan afiliasi politiknya
lingkungan rumah sakit. Sama tidak patutnya pada ranah publik di luar hubungan dokter-
ketika rumah sakit atau klinik yang tetap pasien, maka hal itu diatur sesuai hukum dan
memberikan tugas juga kepada karyawan, perundangan yang berlaku. Ekspresi afiliasi
dokter, atau tenaga kesehatan yang ingin politik seorang dokter yang menjadi anggota
merayakan hari besar agamanya, padahal tidak TNI/POLRI dibatasi ketentuan yang mengikat
ada keterbatasan sumber daya manusia untuk identitasnya, sebagaimana diatur dalam UU
mengatur piket jaga tersebut. nomor 34 tahun 2004 pasal 39 (Prajurit dilarang
Dalam penyelenggaraan pemungutan terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai
suara, rumah sakit perlu berpartisipasi aktif politik; kegiatan politik praktis; kegiatan
dengan memberi kebebasan seluas-luasnya bisnis; dan kegiatan untuk dipilih menjadi
kepada dokter/tenaga kesehatan, karyawan, anggota legislatif dalam pemilihan umum dan
pasien, dan keluarganya untuk dapat jabatan politis lainnya).7 Dokter yang bekerja
menyalurkan hak pilihnya. Rumah sakit dapat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga harus
berinisiatif untuk aktif berkomunikasi dan mengikuti batasan terkait identitasnya sebagai
bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum PNS sesuai dengan PP nomor 37 tahun 2004
(KPU) untuk menyelenggarakan pemungutan pasal 2 (Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi
suara bagi pasien yang tidak mampu pergi ke anggota dan/atau pengurus partai politik.
tempat pemungutan suara (TPS) terdekat seperti Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota
yang tercantum dalam Peraturan KPU nomor dan/atau pengurus partai politik diberhentikan
10 tahun 2015 (pasal 82).5 Namun demikian, sebagai Pegawai Negeri Sipil).8
rumah sakit dan klinik harus menjaga netralitas
26 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A

Hal yang harus diperhatikan pada saat diri dari isu diskriminasi suku, agama, ras, dan
dokter mengekspresikan afiliasi politiknya antargolongan pada konstelasi politik yang
mencakup aktivitasnya berpendapat di forum seringkali menjadi topik hangat.
yang menempatkannya sebagai profesional Dalam mengekspresikan afiliasi politiknya
medis, termasuk di media sosial. Seorang dokter di media sosial, seorang dokter hendaknya
sering diundang sebagai narasumber seminar memiliki akun terpisah, yang berbeda dengan
ilmiah maupun seminar awam tentang isu akun aktivitas profesionalnya dalam upaya
kesehatan yang relevan dengan kompetensinya. mencerdaskan publik melalui kesehatan
Jika undangan tersebut merupakan promotif maupun preventif. Hal itu untuk
penghargaan publik dan panitia acara terhadap menghindari bias pemahaman dan potensi
aspek profesionalitasnya sebagai dokter, maka konflik yang mungkin terjadi dengan berbagai
dia harus menjaga diri dari kemungkinan pihak. Jika sampai muncul saling blokir, maka
mengekspresikan afiliasi politiknya di forum dokter perlu merenung bukankah idealnya
tersebut. Ekspresi politik tersebut dapat berupa upaya kesehatan promotif dan preventif itu
dukungan kepada suatu partai atau kandidat mampu diakses sebanyak mungkin orang
politik tertentu, atau sebaliknya, berupa dengan berbagai latar belakang? Maka sejatinya
hujatan atau upaya merendahkan pilihan tindakan blokir akun pengikut (follower)
partai atau kandidat politik lainnya. Sangat bertentangan dengan misi upaya kesehatan
tidak etis bila forum ilmiah atau seminar promotif tersebut. Pengaturan pertemanan
awam yang menghargai profesi kedokteran pada dua akun terpisah tersebut juga diatur,
tersebut dicemari ekspresi afiliasi politik dokter misalnya akun dengan misi kesehatan disiarkan
narasumbernya. ke publik dengan tidak memilah dan memilih
Jika forum yang mengundang dokter tawaran pertemanan. Sementara itu akun
tersebut adalah bagian dari rangkaian kampanye untuk menyalurkan kebebasan berpendapat
politik dan penyelenggaranya adalah partai atau pribadi dibatasi penyiarannya hanya kepada
kandidat politik, maka dokter harus mawas diri teman yang telah diterima pada akun tersebut,
bila ia diundang ke aktivitas tersebut karena serta dilakukan pemilihan pertemanan yang
kehormatan profesionalnya sebagai dokter. lebih ketat. Di luar hal tersebut, aktivitas media
Meskipun jelas nyata-nyata ada di dalam suasana sosial tetap tunduk pada aturan hukum dan
kampanye, dokter yang diundang untuk ikut perundangan yang berlaku.9
berpartisipasi di layanan kesehatan harus tetap
menjaga diri dari promosi partai/kandidat Bolehkah Dokter Mengajukan Diri sebagai
politik. Dokter harus memastikan dirinya Kandidat Politik dan Bagaimana Ketentuan
sebatas menjaga rapport saja serta fokus pada Etiknya?
amanah profesional yang diberikan sebagai Sebagai warga negara yang memiliki
penghargaan penyelenggara kegiatan tersebut. kebebasan berpolitik, dokter berhak
Prinsip ini disebut imparsial objektif, di mana mengajukan diri sebagai kandidat politik
dokter harus menegaskan perannya sebagai dalam lingkup apa pun, termasuk di dalamnya
narasumber medis secara eksplisit, kemudian pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah,
menjalankan peran tersebut terlepas dari afiliasi dan pemilihan presiden. Bahkan kesan semakin
politiknya. termarginalisasinya peran politik dokter dalam
Dokter harus menghitung risiko sejauh keputusan-keputusan penting di Indonesia
mana keterlibatannya dalam aktivitas politik, membuat kemunculan dokter yang memiliki
dan tetap menjaga diri jangan sampai idealisme politik dan visi nasional menjadi
profesionalitasnya disalahgunakan. Jangan sangat dinantikan. Peran membenahi kondisi
sampai dokter jatuh pada luapan emosi kesehatan bangsa dalam kontes politik yang
berlebihan dalam pembelaannya terhadap suatu mememerlukan kerjasama lintas sektor menjadi
entitas politik sehingga melanggar norma profesi sangat mungkin dilakukan bila dirigennya
kedokteran. Dokter juga harus menjauhkan adalah dokter.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018 27


Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik

Seorang dokter berhak mengikuti kegiatan Meskipun seorang dokter telah berhenti
politik dalam rangka kampanye atas dirinya sementara dari profesi dan segala aktivitasnya
atau menjadi tim sukses kandidat/partai politik dalam organisasi profesi kedokteran selama
agar masyarakat memilihnya atau memilih masa kampanye, hendaknya ia menyadari bahwa
kandidat/partai politik yang ia promosikan. meraih kekuasaan bukanlah tujuan utama
Kesadaran pertama yang harus dibangun terkait apalagi tujuan akhir. Tradisi luhur profesi
hal itu adalah kampanye politik tidak boleh kedokteran harus selalu dilaksanakan kapan
dikaitkan dengan profesinya sebagai dokter. dan di mana pun. Dengan demikian dokter yang
Seorang dokter yang aktif dalam organisasi mengajukan diri sebagai kandidat politik tidak
profesi kedokteran juga tidak boleh mengaitkan akan menempuh langkah menghalalkan segala
kampanye politiknya dengan organisasi profesi cara demi kekuasaan, atau pun menggunakan
tempatnya mengabdi. Sebagaimana batasan adab-adab buruk selama berkampanye.
etika dalam beriklan, dokter secara normatif
harus menanggalkan gelar maupun atribut Bolehkah Organisasi Profesi Kedokteran
profesinya untuk seluruh kegiatan politik yang Mengekspresikan Afiliasi Politik?
tidak berkaitan dengan profesinya sebagai Lain etika yang mengikat dokter, lain pula
dokter.10 Hal yang diperbolehkan sebatas etika organisasi profesi kedokteran. Organisasi
ketentuan yang diizinkan pada aturan KPU, profesi kedokteran di level mana pun dan
diantaranya terkait penulisan gelar pada media dalam bidang/spesialisasi apa pun, harus
kampanye dan kertas suara. Dokter yang bersikap netral dan menjaga diri dari afiliasi
menjadi kandidat politik juga tidak boleh politik. Hal itu bukan berarti organisasi profesi
menggiring opini untuk menjual latar belakang abai terhadap proses politik. Organisasi profesi
profesinya di masyarakat dengan cara yang tidak boleh saja turut mengapresiasi atau mengkritisi
proporsional, tidak santun, serta cara-cara lain konsep pembangunan kesehatan yang diajukan
yang dapat merugikan marwah kehormatan partai atau kandidat politik, terutama bila
profesi kedokteran yang luhur. dianggap signifikan menciptakan perubahan
Seorang dokter yang sedang mengikuti wajah pelayanan kesehatan yang lebih baik.
kampanye politik pada masa yang ditentukan Organisasi profesi kedokteran harus
KPU hendaknya mengajukan pengunduran memastikan bahwa netralitas sikap politik
diri/meminta berhenti sementara dalam itu telah dimusyawarahkan secara memadai
aktivitasnya sebagai dokter selama masa dengan semua pihak terkait. Organisasi profesi
kampanye tersebut. Dengan sendirinya hak, juga harus konsisten untuk tidak menunjukkan
wewenang, dan kewajibannya juga berhenti keberpihakannya kepada partai atau kandidat
sementara selama masa kampanye berlangsung. politik mana pun. Pada saat melakukan penilaian
Hal itu bertujuan untuk menghindari konflik konsep pembangunan kesehatan, organisasi
kepentingan selama masa kampanye serta profesi tidak boleh ikut-ikutan mempromosikan
menjaga marwah kehormatan profesi dokter atau sebaliknya mendiskreditkan suatu partai
dengan sebaik-baiknya. Proses pengunduran atau kandidat politik tertentu. Organisasi profesi
diri atau pemberhentian sementara seorang tidak boleh mengeluarkan pernyataan publik,
dokter sebagai pengurus aktif di organisasi menggiring opini publik atau kalangan profesi
profesi kedokteran juga akan menyebabkan untuk memilih partai atau kandidat politik
hak, wewenang, dan kewajibannya sebagai tertentu, meskipun nyata-nyata proposalnya
pengurus juga berhenti sementara. Hal itu sangat baik untuk bidang kesehatan. Demikian
dilakukan untuk menghindarkan dirinya dari pula sebaliknya, organisasi profesi tidak boleh
penyalahgunaan kewenangan dalam organisasi mendiskreditkan partai atau kandidat politik
profesi maupun mencegah fitnah akibat konflik tertentu meskipun nyata-nyata proposalnya
politik yang dapat berimbas kepada organisasi berbahaya dan kontroversial. Hendaknya
profesi kedokteran. tinjauan kritis terhadap proposal tersebut
dilakukan secara obyektif dan berbasis bukti.
28 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A

Pada akhirnya organisasi profesi harus KONFLIK KEPENTINGAN


berpegang teguh pada prinsip netralitas politik
dan profesionalisme dengan menunjukkan Pukovisa Prawiroharjo merupakan Pegawai
sikap untuk tidak berpihak kepada partai atau Negeri Sipil (PNS) fungsional Dosen, tidak
kandidat politik dalam aspek apa pun; mulai menjadi anggota dan pengurus partai politik,
dari menjaga jangan sampai simbol organisasi serta tidak pernah mengajukan diri dalam
tampak mendukung kandidat atau partai politik pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah,
tertentu, hingga memilih pernyataan yang maupun pemilihan presiden.
tepat pada saat penyampaian opini/wawancara Anna Rozaliyani merupakan Pegawai
media terkait momentum politik ini. Majelis Negeri Sipil (PNS) fungsional Dosen, tidak
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) perlu menjadi anggota dan pengurus partai politik,
menerbitkan fatwa terkait batasan aktivitas serta tidak pernah mengajukan diri dalam
dokter di masa-masa politik sebagai acuan pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah,
untuk dokter agar selalu menjaga kehormatan maupun pemilihan presiden.
profesi kedokteran di masyarakat dengan baik. Agus Purwadianto merupakan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) fungsional Dosen, tidak
KESIMPULAN menjadi anggota dan pengurus partai politik,
serta tidak pernah mengajukan diri dalam
Hak dokter dalam berpolitik sama dengan pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah,
hak warga negara lain sesuai dengan hukum maupun pemilihan presiden.
dan perundangan yang berlaku. Frase politik
dalam Sumpah Dokter Indonesia bermakna REFERENSI
tidak melakukan kezaliman, ketidakadilan, dan
tindakan diskriminatif lain yang didasarkan 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
atas motif politik dalam konteks hubungan Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV, pasal
dokter-pasien. Pada kegiatan ilmiah maupun 28E. 1945.
umum yang menghormati tradisi luhur
2. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
profesi kedokteran, setiap dokter harus
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
menunjukkan netralitas politik dan tidak boleh
Jakarta; 2012.
mengekspresikan afiliasi politiknya secara
berlebihan kecuali sekedar membangun rapport 3. World Medical Association. World
dengan pasien atau audiens. Dalam aktivitas Medical Association Declaration of Geneva:
media sosial, dokter hendaknya memiliki dua The Physician’s Pledge. 2017. Diunduh dari:
akun terpisah untuk menyampaikan pendapat https://www.wma.net/policies-post/wma-
pribadi termasuk ekspresi politik, serta akun declaration-of-geneva/
lain untuk menjalankan tugas profesinya di
4. Association of American Physicians and
bidang kesehatan. Rumah sakit dan klinik
Surgeons. Various physicians oaths [Internet].
sebagai institusi publik harus memastikan bahwa
Diunduh dari: http://www.aapsonline.org/
kebijakannya netral, tidak mengekspresikan
ethics/oaths.htm
kepentingan politik tertentu. Organisasi profesi
kedokteran hendaknya konsisten menjaga 5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum
netralitas politik dengan tidak menunjukkan nomor 10 tahun 2015 tentang pemungutan dan
keberpihakannya kepada partai atau kandidat penghitungan suara pemilihan gubernur dan
politik mana pun. Majelis Kehormatan Etika wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/
Kedokteran (MKEK) perlu menerbitkan fatwa atau walikota dan wakil walikota. 2015.
terkait aktivitas dokter di masa-masa politik
sebagai acuan untuk menjaga keluhuran
marwah profesi kedokteran.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018 29


Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik

6. Peraturan Komisi Pemilihan Umum


Republik Indonesia nomor 12 tahun 2016
tentang perubahan atas Peraturan Komisi
Pemilihan Umum nomor 7 tahun 2015 tentang
kampanye pemilihan gubernur dan wakil
gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau
walikota dan wakil walikota. 2016.
7. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia. 2004.
8. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 37 tahun 2004 tentang
larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota
partai politik. 2004.
9. Prawiroharjo P, Librianty N. Tinjauan
etika penggunaan media sosial oleh dokter.
J Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):31. doi:
10.26880/jeki.v1i1.7.
10. Prawiroharjo P, Meilia PDI. Dokter
beriklan: Sebuah tinjauan menurut Kode
Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tahun
2012. J Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):13. doi:
10.26880/jeki.v1i1.4.

30 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018

Вам также может понравиться