Вы находитесь на странице: 1из 23

Telahdisetujui/diterimaPembimbing

Hari/Tanggal :
Tandatangan :

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA

PROGRAM PROFESI NERS

JUDUL KASUS

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BAYI Ny. “S” DENGAN

NCB SMK+NEONATUS SEIZURE EC HIPOCALSEMIA”

LAPORAN PENDAHULUAN

OLEH :

DWI ASTUTI, S.Kep


NIM. 04064881820057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
NEONATAL SEIZURE

A. KONSEP NEONATAL SEIZURE

1. Definisi
Neonatal seizure (kejang pada neonatus) adalah suatu manifestasi dari
disfungsi neurologis yang timbul pada masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah
lahir (Buku Kesehatan Anak dalam Maryunani & Sari, 2013). Kejang pada
neonatus adalah kejang yang terjadi dalam 4 minggu pertama kehidupan dan
paling sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan. Kejang ini merupakan gejala
gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab
kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian
hari (Dewi, 2010). Kejang yang berkepanjangan akan menimbulkan kerusakan
yang makin parah pada otak ( Queensland Maternity and Neonatal Clinical
Guideline, 2011).

2. Etiologi
Kejang pada neonatus dapat disebabkan oleh gabungan beberapa etiologi.
Misalnya, kejang pada bayi yang menderita asfiksia, dapat juga ditemukan
manifestasi lain seperti hipoglikemia, hipokalsemia, perdarahan intrakranial dan
edema otak. Kelainan metabolik tersering menyebabkan kejang pada neonatus
adalah hipoglikemia dan hipokalsemia (Arjatmo T, 2001).

Tabel 2.1 Etiologi Kejang Pada Neonatus


Etiologi
Hypoxic ischemic encephalopathy
Penyebab tersering pada bayi cukup bulan
Muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
Perdarahan intrakranial
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraventrikular
Perdarahan subdural
Perdarahan subarahnoid
Infeksi susunan saraf pusat
Meningitis bakterialis
Meningitis virus

2
Ensefalitis
Infeksi intrauterin (TORCH)
Bakteri patogen yang paling umum adalah Streptococcus grup B, Escherichia coli,
Listeria,
Staphylococcus
Stroke perinatal
Oklusi arteri atau trombosis vena dapat mengakibatkan stroke
Insidensi 1 per 4.000
Metabolik
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesemia
Hipo atau hipernatremia
Ketergantungan piridoksin
Inborn error of metabolism
Penyebab kejang yang jarang

Sindrom ketergantungan obat


Neonatal abstinence syndrome
Kongenital
Anomali kromosom
Anomali otak kongenital
Gangguan neuro-generatif
Benign idiopathic neonatal convulsions
‘Fifth day fit’ Biasanya kejang klonik multifokal terjadi pada hari ke-5, umumnya
berhenti
dalam waktu 15 hari, penyebab tidak diketahui
Benign familial neonatal convulsions
Biasanya muncul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau 3
Idiopatik

Sumber: Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program10

a. Prematuritas
Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan <37 minggu disebut dengan bayi
prematur. Bayi yang dilahirkan secara prematur belum memiliki organ-organ yang
tumbuh dan berkembang secara lengkap dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan
cukup bulan. Oleh sebab itu, bayi prematur akan mengalami lebih banyak kesulitan
untuk hidup normal di luar uterus ibunya. Makin pendek usia kehamilannya semakin
kurang sempurna pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh bayi tersebut,
sehingga angka mortalitas serta komplikasi setelah lahir meningkat dibanding bayi
cukup bulan.

3
Pada bayi prematur akan didapatkan komplikasi baik secara anatomik maupun
fisioligik seperti perdarahan bawah kulit, perdarahan intrakranial, anemia, gangguan
keseimbangan asam basa, serta asfiksia. Diantara komplikasi yang timbul akibat bayi
lahir prematur, perdarahan intrakranial, asfiksia, dan gangguan keseimbangan asam
basa yang dapat mengakibatkan kejang pada neonatus.

b. Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik dan
merupakan masalah neurologis yang penting pada masa neonatal, dan menimbulkan
gejala sisa neurologis di kemudian hari. Kejang yang terjadi akibat ensefalopati
hipoksik-iskemik biasanya terjadi dalam 24 jam pertama (Sudarti&Afroh, 2012).

c. Trauma dan Perdarahan Intrakranial


Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang besar
yang dilahirkan oleh ibu dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi pada partus
lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan kedudukan janin dalam rahim
atau kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka cukup lebar. Pada bayi
berat lahir rendah dengan berat badan <1500 gram biasanya perdarahan terjadi
didahului oleh keadaan asfiksia. Selain itu perdarahan juga bias terjadi akibat
persalinan dengan tindakan (vacuum ekstraksi dan forcep).

d. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan,
atau segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu
seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau
segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus herpes simpleks, virus
Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan ensefalitis dan
meningitis. Selain itu infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan alat-alat selama
prses persalinan tidak steril.

4
e. Kernikterus / Ensefalopati Bilirubin
Suatu keadaan ensefalo akut dengan sekuele neorologis yang disertai
meningkatkan kadar serum bilirubin dalam darah. Bilirubin indirek menyebabkan
kerusakan otak pada bayi cukup bulan apabila melebihi 20mg/dL. Pada bayi
prematur, kadar 10 mg/dL sudah beerbahaya. Kemungkianan kerusakan otak yang
terjadi tidak hanya disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi tetapi tergantung
kepada lamanya hiperbilirubinemia.

f. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah
gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam amino.
Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir dengan kerusakan otak.
Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan keadaan tersering penyebab
gangguan metabolik pada bayi baru lahir. Berbagai keadaan gangguan metabolik
yang berhubungan dengan kejang pada neonatus adalah:
1) Hipoglikemia
Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia. Kadar
glukosa darah normal pada bayi adalah 45-60 mg/dl. Hipoglikemia yang
berkepanjangan dan berulang dapat mengakibatkan dampak yang menetap pada
Sistem Syaraf Pusat. Bayi baru lahir yang mempunyai risiko tinggi untuk
menjadinya hipoglikemia adalah bayi kecil untuk masa kehamilan, bayi besar
untuk masa kehamilan dan bayi dari ibu dengan Diabetes Melitus atau bayi
dengan penyakit berat seperti asfiksia dan sepsis. Hipoglikemia dapat mnejadi
penyebab dasar pada kejang bayi baru lahir dengan gejala neurologis seperti
apnea, letargi, hipotoni, sianosis, reflek hisap bayi lemah dan jiternes.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus.
biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya hipoglikemia,
hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Hipomagnesemia dan hipokalsemia
sering terdapat bersamaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan bayi dari ibu
dengan Diabetes Melitus. Hipokalsemia didefinisikan kadar kalsium < 7,5
mg/dL, biasanya asimptomatis. Sering berhubungan dengan prematuritas atau

5
kesulitan persalinan dan asfiksia. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah yang
disebabkan oleh hipokalsemia diberikan Kalsium glukonat kejang masih belum
berhenti harus dipikirkan adanya hipomagnesemia. Hipokalsemia terjadi pada
masa dini dijumpai pada bayi berat lahir rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik,
bayi dari ibu dengan diabetes melitus, bayi yang lahir akibat komplikasi berat
terutama karena asfiksia.
3) Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan
hiponatremia ataupun hipernatremia yang kedua-duanya merupakan penyebab
kejang. Hiponatremia dapat terjadi bila ada gangguan sekresi dari anti diuretik
hormon (ADH) yang tidak sempurna. Hal ini sering terjadi bersamaan dengan
meningitis, meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan intrakranial. Hiponatremia
dapat terjadi pada diare akibat pengeluaran natrium berlebihan, kesalahan
pemberian cairan pada bayi, dan akibat pengeluaran keringat berlebihan.
Hipernatremia terjadi bila pemberian natrium bikarbonat berlebihan pada koreksi
asidosis dengan dehidrasi.
4) Pengaruh Pemberhentian Obat (Drug withdrawal)
Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang bayi baru
lahir karena efek putus obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan dengan
obat narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam pertama terdapat
gejala gelisah dan kejang.

g. Intoksikasi Anestesi Lokal


Kejang akibat intoksikasi anestesi lokal/ anestesi blok pada ibu yang masuk ke
dalam sirkulasi janin. Biasanya dicurigai bila ditemukan pupil tetap dilatasi pada
pemeriksaan refleks pupil

h. Penyebab Kejang Lainnya yang Jarang Terjadi


1) Gangguan Perkembangan Otak
Kelainan disebabkan karena terganggunya perkembangan otak. Beberapa kelainan
susunan saraf pusat dapat menimbulkan kejang pada hari pertama kehidupan.

6
Penyebab yang sering ditemukan adalah disgenesis korteks serebri, dapat disertai
dengan keadaan : dismorfi, hidrosefalus, mikrosefalus.

2) Idiopatik
Kejang pada bayi baru lahir yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif
sering menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang berulang yang lama,
resisten terhadap pengobatan atau kejang berulang sesudah pengobatan dihentikan
menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan di otak.

Etiologi kejang pada neonatus berdasarkan umur disajikan pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2.2 Etiologi Kejang Pada Baru Lahir Berdasarkan Umur
Dalam Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke 6
kandungan 1 2 3 4 5 dan
selanjutnya
Malformasi serebral/disgenesis
Infeksi kongenital
Ketergantungan/defisiensi piridoksin/piridoksamin
Asfiksia perinatal
Sepsis
Hipoglikemia
Ketergantungan obat saat kehamilan
Perdarahan periventrikular
Hipokalsemia
Benign familial neonatal seizure
Aminoasidopati
Galaktosemia
Ketotik dan non ketotik hiperglisinemia
Early infantile epileptic encephalopathy
Folinic acid-responsive neonatal seizures
Defisiensi protein transpor glukosa
Migrating partial seizures of infancy
Sumber: Appleton11

7
3. KLASIFIKASI
Neonatal seizures ini dapat diklasifikasi berdasarkan gejala klinisnya. Volpe
mengklasifikasikan kejang sesuai dengan gejala klinisnya, yaitu:

a. Subtle
Merupakan tipe kejang tersering yang terjadi pada bayi kurang bulan. Bentuk
kejang ini hampir tidak terlihat, biasanya berupa pergerakan muka, mulut, atau
lidah berupa menyeringai, terkejat-kejat, mengisap, menguyang, menelan, atau
menguap. Manifestasi kejang subtle pada mata adalah pergerakan bola mata
berkedip-kedip, deviasi bola mata horisontal, dan pergerakan bola mata yang
cepat (nystagmus jerk). Pada anggota gerak didapatkan pergerakan mengayuh
atau seperti berenang. Manifestasi pada pernafasan berbentuk serangan apnea
yang biasanya didahului atau disertai gejala subtle misalnya gerakan kelopak
mata yang berkedip-kedip. Kadang bentuk kejang dapat berupa hiperapnea
atau pernafasan seperti mengorok. Mengetahui gerakan subtle termasuk
serangan kejang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan EEG dengan kelainan
berbentuk aktivias epileptik yang menyebar.
b. Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat trauma fokal pada kontusio
cerebri pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau pada kelainan ensefalopati
metabolik.
Kejang klonik multifokal adalah bentuk kejang yang sering didapat pada bayi
baru lahir, terutama pada bayi cukup bulan dengan berat badan lebih dari
2500gram. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur. Kadang-
kadang karena kejang yang satu dan yang lain sering berkesinambungan,
seolah-olah memberi kesan sebagai kejang umum. Biasanya bentuk kejang ini
terdapat pada gangguan metabolik.
c. Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal

8
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakan tungkai yang menyerupai
sikap deserberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi.
d. Mioklonik
Manifestasi klinisk kejang mioklonik yang terlihat adalah gerakan ekstensi
dan fleksi dari lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadi
dengan cepat. Gerakan tersebut seperti gerak refleks Moro. Kejang ini
merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat,
seperti pada bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan obat.
Tipe Proporsi dari kejang
Tanda klinis
kejang neonatus
Subtle  Mata- melotot, mengedip,
 Lebih sering pada deviasi horizontal
bayi cukup bulan  Oral- Mencucu, mengunyah,
 Terjadi pada bayi menghisap, menjulurkan lidah
dengan gangguan  Ekstremitas- memukul, gerak
SSP berat seperti berenang, mengayuh
pedal
 Otonomik- apneu, takikardia,
tekanan darah tidak stabil
Klonik  Biasanya dalam keadaan sadar
 Lebih sering pada  Gerak ritmik (1-3/detik)
bayi cukup umur  Fokus organ lokal atau 1 sisi
wajah atau tubuh. Mungkin
merupakan fokal neuropathy
yang tersembunyi
 Multifokal – irregular,
terpotong-potong
Tonik  Lebih sering pada  Mungkin melibatkan 1 bagian
bayi preterm ekstremitas atau seluruh tubuh
 Ekstensi generalisata dari
bagian tubuh atas dan bawah
dengan postur opisthotonic

Mioklonik  Sentakan cepat terisolasi


(membedakan dari mioklonik
neonatus jinak)
 Fokal (1 bagian ekstremitas)
atau multifokal (beberapa
bagian tubuh)
 Ditemukan pada putus obat
(terutama gol. opiat)

9
4. PATOFISIOLOGI
Terdapat faktor khusus dalam perkembangan otak yang membuat otak
imatur lebih sensitif dalam menghasilkan kejang. Faktor tersebut meliputi
karakteristik dari neuron, neurotransmiter, sinaps, reseptor, mielinisasi, glia, dan
sirkuit neuron seluler maupun regional. Fungsi dasar neuron adalah depolarisasi
dan hiperpolarisasi membran yang menghasilkan aliran ion.
Kejang terjadi akibat timbulnya muatan listrik (depolarisasi) berlebihan
pada susunan saraf pusat sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan.
Neuron dalam sistem saraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam, sedangkan repolarisasi terjadi akibat
keluarnya kalium. Untuk mempertahankan potensial membran memerlukan energi
yang dan bergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya natrium dan
masuknya kalium.

5. PROGNOSIS
Prognosisnya tergantung penyebab primer dan beratnya serangan.
a. Prognosisnya buruk bila :
1) Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6
2) Resusitasi yang tidak berhasil baik
3) Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)
4) Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir
5) Bayi berat badan lahir rendah
6) Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari
7) Adanya problematika minum yang terus berlanjut
b. Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan
subarachnoid
c. Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation

10
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi :
1) Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada
darah serta analisa gas darah harus dilakukan.
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang
dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 K, Na
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2) Pemeriksaan darah lengkap


Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit,
leukosit, hitung jenis leukosit.
b. Pemeriksaan Radiologis
a) CT-scan cranium merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail
mengenai adanya penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam
menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan
malformasi serebral. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada
kasus kejang neonatus.
b) Magneti resonance imaging ( MRI ) merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang kadang tidak
terdeteksi dengan CT-scan kranium. MRI sangat efektif dalam memberi
gambaran mengenai keadaan dan luasnya kerusakan akibat dari hypoxic-
ischemic injury dan kerusakan jaringan parenkhim otak.
c) EEG
EEG (electroencephalography) yang dilakukan selama kejang akan
memperlihatkan tanda abnormal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih
bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk

11
mencegah kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk
menentukan prognosis di masa depan bayi. EEG sangat signifikan dalam
menentukan prognosis pada bayi cukup bulan dengan gejala kejang yang
jelas. EEG sangat penting untuk memastikan adanya kejang di saat
manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang
neuromuscular telah diberikan.Untuk menginterpretasikan hasil EEG
dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi
(termasuk keadaan tidur) dan obat-obatan yang diberikan.

7. PENATALAKSANAAN
a. Penanganan medis awal
Langkah awal dalam penatalksanaan kejang adalah menempatkan bayi pada
lingkungan dengan temperatur yang netral dan memastikan bahwa jalan nafas
lapang, pernafasan dan sirkulasi dalam keadaan baik. Oksigen diberikan sejak
awal, dilakukan pemasangan jalur intravena, serta melakukan pengumpulan
sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tanda vital,
general, dan neurologis dikerjakan secara cepat dalam waktu 2-5 menit
(Brousseau, 2006).
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
b. Hipoglikemia
Jika didapatkan kondisi hipoglikemia maka dapat diberikan dextrose 10%
sebesar 2 ml/kg dalam bentuk injeksi bolus yang diikuti dengan pemberian
secara kontinyu per infus 6-8 mg/kg/menit.
c. Hipokalsemia
Jika hipoglikemia telah dikoreksi atau telah diekslusi sebagai penyebab
kejang, maka neonatus tersebut sebaiknya diberikan 2 ml/kg kalsium glukonas

12
intravena dalam waktu 10 menit dengan pengawasan kardio. Jika dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan hipokalsemia, maka bayi tersebut dapat
diberikan kalsium glukonas sebesar 8ml/kg/hari selama 3 hari. Jika kejang
tetap berlanjut setelah koreksi hipokalsemia, maka dapat diberikan magnesium
sulfat 50% sebesar 0,25 ml/kg, intramuskular.
Alur penatalaksanaan kejang pada neonatus :

13
Gambar Alur Penatalaksanaan Kejang Neonatus
Sumber: Sankar3

14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS SEIZURE

1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Identitas pasien meliputi meliputi : nama, no RM, umur, jenis kelamin, alamat,
nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan.
2) Keluhan utama
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkaji ini dilakukan untuk memperoleh data riwayat kesehatan pasien dari
sejak muncul gejala sampai pasien di rawat.
4) Riwayat kesehatan Lalu
Pengkajian ini sangat diperlukan untuk mencari kemungkinan penyebab atau
faktor pencetus dari kejang. Hal-hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan
masa lalu terdiri dari :
a) Riwayat Prenatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini
meliputi: hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPL, HPHT dan
kebiasaan ibu selama kehamilan serta obat-obat yang dikonsumsi ibu
selama kehamilan.
b) Riwayat Intranatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir, penolong, tempat, cara
pesalinan, komplikasi persalinan dan keadaan bayi saat lahir.
c) Riwayat Post Natal
Untuk mengetahui bagaimana keadaan umum bayi setelah lahir, apakah
bayi mampu beradaptasi atau perlu resusitasi. Selain itu penting diketahui
apakah terdapat kelainan atau trauma akibat proses persalinan.
5) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan menurun.
selain itu perlu dikaji apakah anak sebelumnya menderita kejang atau tidak.

15
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Untuk mengetahi keaadan umum bayi meliputi kesadaraan (sadar penuh,
apatis, gelisah, koma) gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot.
c) Suhu
Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Nilai batas normal 36,5-37,5
o
C.
d) Nadi
Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai batas normal 120-
160x/menit.
e) Respirasi
Untuk mengetahui pola pernafasan. Nilai batas normal 40-60x/menit.
f) Apgar Score
0 1 2
Appariance Sianosis Sianosis pada Kemerahan
(Warna Kulit) seluruh tubuh ekstrimitas
Pulse Tidak ada <100 >100
(Nadi)
Grimace Tidak ada Sedikit perubahan Menangis
(Menyeringai) mimik
Activity Tidak ada Fleksi /sedikit Aktif
(Tonus Otot) angkat tangan
Respon Tidak ada Sedikit nangis Menangis kuat

2) Pemeriksaan sistematis
a) Kepala
Observasi adanya cepal hematoma dan caput succedaneum sebagai tanda
adanya perdarahan ataupun trauma pada kepala. Selain itu perhatikan

16
bentuk adanya kelaian pada kepala seperti adanya microchepali dan
hidrosefalus yang biasanya dapat menyebabkan kejang.
b) Kulit
Observasi turgor dan warna kulit. Perhatikan adanya adanya sianosi dan
icterus. Kejng biasanya juga dapat terjadi pada bayi dengan kadar bilirubin
yang meningkat.
c) Mata
d) Observasi bentuk mata, perhatikan adanya gerakan yang tidak normal
seperti deviasi bola mata horisontal, dan pergerakan bola mata yang cepat
(nystagmus). Selain itu perhatikan konjungtiva mata.
e) Hidung
Observasi kondisi hidung secara umum seperti bentuk, jadanya
pengeluaran secret ataupun penumpukan kotoran hidung yang dapat
menyebakan sumbatan, perhatikan juga adanya pernafasan cuping hidung.
f) Telinga
observasi kebersihan dan bentuk telinga.
g) Mulut
Observasi kebersihan mulut, lihat adanya hipersaliva atau penumpukan
secret yang dapat menyebabkan sumbatan pada jalan nafas. bservasi
adanya kelainan seperti labioschizis, labiopalatoschizis ataupun
labiogenatopalatoschizis. Bila memungkinkan observasi reflek hisap bayi.
h) Leher
Observasi adanya pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening dan
bendungan vena jugularis.
i) Dada
Observasi bentuk dada, RR bayi (normal 40-60 x/menit), pergerakan dada
dekstra dan sisistra. Dengarkan suara pada kedua lapang paru. Dengarkan
suara jantung. Catat adanya suara paru yang tidak normal dan suara
jantung tambahan.
j) Abdomen
Observasi adanya distensi, kondisi tali pusat tanda-tanda infeksi pada tali
pusat.

17
k) Genetalia
perhatikan jenis kelamin bayi, bila berjenis kelamin laki-laki perhatikan
apakah testis sudah turun atau belum, terdapat rugae atau tidak. Bila
perempuan perhatkan apakah labia mayor sudah menutupi labia minor.
l) Ekstrimitas
Observasi jumlah ekstrimitas atas dan bawah lihat adanya polidaktili atau
sindaktili, cyanosis dan clubbing finger. Perhatikan CRT (normal CRT ≤ 3
detik)
3) Neurologi/Reflek Fisiologis pada Bayi (Wong, Dona L, 2004).
a) Reflek Moro
Bayi akan terkejut ketika mendengarkan suara yang keras
b) Reflek menggenggam atau reflek gaspin
Bayi reflek menggenggam jari perawat saat diletakan di telapak tangannya.
c) Reflek menghisap atau reflek suckhing
Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya unuk menghisap setiap
benda yang menyentuk bibirnya.
d) Reflek mencari atau reflek rooting
Apabila pipi bayi disentuh ia akan menolehkan kepalanya kesisi yang
disentuh.
2. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Glukosa Darah (glukosa darah norma pada bayi 45-60 mg/dL
b. Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit (K, Na) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kadar normal Kalium 136-145 mmol/L dan kadar Natrium normal 3.50-5.10
mmol/L
d. EEG (electroencephalography) yang dilakukan selama kejang akan
memperlihatkan tanda abnormal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai
pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah
kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis
bayi.

18
e. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral, hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses dan tumor.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan hipoksia
jaringan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tatalaksana kejang (pemasangan akses vena,
OGT)
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

19
4. Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Risiko perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan …x… 1. Monitor tanda-tanda vital
jaringan serebral jam diharapkan perfusi jaringan serebral baik 2. Monitor karakteristik cairan serebrospinal :
tidak efektif warna, kejernihan, konsistensi
berhubungan dengan Kriteria hasil : 3. Pertahankan tirah baring, sediakan lingkungan
hipoksia jaringan  Tingkat kesadaran membaik yang tenang, atur kunjungan sesuai indikasi
 Tanda vital dalam renang normal 4. Berikan medikasi sesuai indikasi :
Suhu : 36,5-37,50C antihipertensi, vasodilator, phenytoin.
RR : 40-60 x/menit
HR :100-150 x/menit
 Tonus otot baik

2 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan ...x… 1. Pantau tanda dan gejala infeksi (seperti suhu
jam diharapkan pasien tidak mengalami tubuh, denyut jantung, adanya phlebitis pada
berhubungan dengan
infeksi insersi intravena, keletihan dan malaise)
tatalaksana kejang 2. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
Kriteria hasil : bayi
(pemasangan akses
 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik bila
vena)  Septic marker dalam batas normal melakukan prosedur invasive
WBC : 9.10-34.0 103/µL 4. lakukan perawatan tali pusat
IT Ratio < 0.20 5. Pantau hasil laboraturium (seperti septic marker,
Procalsitonin < 0.15 protein serum dan albumin)
Leukosit : 5700-18.000 sel/mm 6. Ajarkan orang tua pasien untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan meningalkan ruangan

20
pasien.
7. Kolaboratif/delagatif dalam pemberian terapi
antibiotika
3 Defisit Pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan …x… 1. Kaji pengetahuan orang tua bayi tentang
berhubungan dengan jam diharapkan ansietas tidak teratasi. kondisi bayinya, pengobatan yang dijalani
kurangnya terpapar 2. Berikan kesempatan pada pasien untuk
informasi ditandai Kriteria hasil : mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
dengan orang tua Orang tua paham dengan kondisi bayinya, 3. Berikan informasi yang akurat kepada orang
bayi mengeluh pengobatan, dan prognosisnya. tua bayi tentang kondisi bayinya,
bingung dan pengobatan, dan prognosisnya.
khawatir dengan
kondisi bayinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru

Brousseau. 2006. Newborn Emergencies : The First 30 Days of Life. Pediatric Clinics of
North America

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba
Medika

Handryastuti, Setyo. (2007). Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan
Tatalaksana. Sari Pediatri, Volume. 9 No. 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Maryunani & Sari. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Trans Info Media

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta . EGC.

Sudarti, Afroh. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika

Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2011.Neonatal Seizures.

22
Pathway

infeksi gangguan metabolik


trauma dan Asfiksia
perdarahan intra
kranial
kadar oksigen ke otak Ensefalitis hipokalsemia hipoglikemia
menurun meningitis
Edema dan
hematom Penurunan
Kalsium
hipocsic ischemic energy ke
dalam darah
ensefalopathy (HIE) otak
menekan menurun
jaringan
otak Risiko perfusi
serebral tidak risiko
efektif ketidakseimbang
an kadar glukosa
darah
Kejang

tatalaksana bayi terpasang Tatalaksana (bayi dirawat kurang terpapar informasi


akses vena, OTG dalam incubator)

Orang tua mengeluh


Risiko infeksi Risiko kerusakan bingung dan khawatir pada
integritas kulit kondisi anaknya

Defisit pengetahuan

23

Вам также может понравиться