Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, taufik,
dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu dan semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada
kita nantinya.
Makalah yang berjudul “TRAUMA URETRA” ini mengandung beberapa
pokok bahasan yang akan membahas tentang poin-poin penting yang terdiri dari
landasan teori terkait dengan trauma uretra.
Terima kasih kepada kakak pembimbing dan teman-teman kami, atas
dorongan yang telah diberikan kepada kami sehingga makalah ini dapat terbentuk.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk perbaikan di kemudian hari.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
B. Defenisi
C. Jenis-jenis
D. Etiologi
E. Tanda Dan Gejala
F. Penatalaksanaan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawata
B. Intervensi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-
laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “straddle injury”.
Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami
laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada
derajat cedera.
B. Tujuan
1. untuk mengetahui anatomi fisiologi uretra
2. untuk mengetahui defenisi trauma uretra
3. untuk mengetahui jenis-jenis trauma uretra
4. untuk mengetahui etiologi trauma uretra
5. untuk mengetahui tanda dan gejala trauma uretra
6. untuk mengetahui penatalaksaan trauma uretra
BAB II
LANDASAN TEORI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari kandung kemih
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra di bagi menjadi dua bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani.
Uretra di lengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan
kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksternal yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang di
persyarafi oleh sistemik simpatis sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini
terbuka. Singter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris di persarafi oleh system
somatic yang dapat di perintahkan sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK,
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan urine.
Panjang uretra wanita kurang lebih dari 3-5 cm, Panjang uretra laki-laki dewasa
sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm,
titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke
dalam 5 segmen yaitu :
Uretra posterior :
Uretra anterior :
1. Uretra pars bulbosa
2. Uretra pars pendulosa
3. Fossa naviculare
B. Defenisi Trauma Uretra
Trauma uretra adalah trauma yang terjadi akibat cedera yang berasal dari luar
dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. (Nursalam. 2006)
C. Jenis
Secara klinis terdapat dua jenis trauma uretra, yaitu anterior dan posterior.
D. Etiologi
1. Trauma uretra terjadii akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik
akibat intrumentasi pada uretra.
2. Trauma tumpil yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptur
uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkang atau
staddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pada bulbosa.
3. Pemasangan kateter pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan
robekan uretra karena salah jalan (false route).
4. Intervensi operasi trans-uretra dapat menimbulkan cedera uretra iotrogenik.
Pemeriksaan pembantu:
a. Rectal toucher/ pemeriksaan colok dubur
Bila ruptur terjadi di pars membranacea, maka prostat tak akan teraba;
sebaliknya akan teraba hematom berupa masa lunak dan kenyal.
b. Uretrogam
Adalah pemeriksaan untuk menentukan lokasi ruptur.
F. Penatalaksanaan
1. Jika penderita dapat kencing dengan mudah, cukup observasi saja.
2. Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi pada uretrogam usahakan
memasukkan kateter foley sampai kandung kemih; hati-hati akan terjadinya
kekeliruan yaitu kateter tergulung saja diantara kandung kemih dan diafragma
urogenital setelah kateter berhasil masuk kandung kemih, tinggalkan selama
14-20 hari.
3. Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan. Dalam keadaan darurat
cukup dibuat sitostomi untuk menjamin aliran urin, caranya:
Setelah dilakukan anestesi (lokal/umum) dan atau antisepsis daerah operasi,
lakukan syatan vertikal secukupnya (3-4 cm) didaerah suprapubik. Setelah otot-
otot dipisahkan akan tampak dinding kandung kemih. dinding kandung kemih
ditembus sedistal mungkin. Dimasukkan kateter Foley, balonnya
dikembangkan. Luka dinding kandung kemih dijahit sedemikan sehingga
kateter terjepit erat. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
4. Pasca Bedah:
a. Kandung kemih dibilas dengan larutan antiseptik (KMNO4 encer) setiap
hari. Berikan antibiotika dosis tinggi (PP 1,5 juta U/hari).
b. Setelah keadaan umum membaik, dapat dipikirkan operasi untuk
menyambung kembali uretra.
c. Setiap penderita dengan trauma uretra harus diperiksa atau diawasi secara
teratur selama sekurang-kurangnya 3-4 tahun untuk diagnosa dini striktur
uretra. Hal ini dapat dilakukan ulangan pemeriksaan untuk tahun pertama
tiap bulan ke 1,3,6,9 dan 12 sedangkan untuk tahun berikutnya setiap 6
bulan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosis Keperawatan
1. Aktual/Risiko syok hipovolemik b.d pendarahan dalam, sepsi peritoneum
sekunder dari robekan arteri dalam panggul.
2. Nyeri b.d spasme otot perivesika, peregangan dari terminal saraf sekunder dari
adanya cedera tulang pelvis.
3. Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urin, efek sekunder dari ruftur
eretra.
B. Intervensi
1. Diagnosa 1: Aktual/Risiko syok hipovolemik b.d pendarahan dalam, sepsi
peritoneum sekunder dari robekan arteri dalam panggul.
Intervensi :
a. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
Rx : sebagai parameter penting pengkajian yang menjadi dasar dalam
memberi intervensi.
b. Lakukan manajemen nyeri keperawatan ;
1) pengaturan posisi fisiologisRx : posisi fisiologis akan meningkatkan
asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia yang mengalami
penyumbatan pembuluh darah.
2) kompres dingin suprapubis
Rx : pemberian kompres dingin dapat merangsang aktivitas saraf pada
suprapubis untuk memperbaiki aliran darah ke pembuluh darah.
c. Manajemen lingkungan;
1) ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rx : distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi enderfin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke
korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
2) ajarkan tehnik relaksasi pernapasan dalam.
Rx : meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia jaringan.
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rx : penggunakan agen agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri.
2. Diagnosa 2: Nyeri b.d spasme otot perivesika, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya cedera tulang pelvis.
Intervensi :
a. monitoring TTV
b. monitoring perfusi perifer ( CRT dan akral)
c. pemberian terapi cairan
d. monitoring hasil laboratorium
e. Rx : mendeteksi adanya syok
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-
laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “straddle injury”.
Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat
mengalami laserasi, terpotong, atau memar, sehingga perlunya penanganan yang
tepat. Penatalaksanannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera.
B. Saran
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat
kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam
berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan
diagnosa keperawatan.
3. Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien untuk
bertahan hidup, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa
terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk
mengikuti terapi pemberian obat yang dianjurkan.
4. Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk
mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan
pada penderita trauma uretra.
DAFTAR PUSTAKA
Iriyanto, Koes. 2013. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa. Bandung : Alfabeta.
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
NANDA, NIC NOC. Edisi 9. Jakarta ; EGC.