Вы находитесь на странице: 1из 75

BAB 1

GEOLOGI MINYAK BUMI

I.1. PENDAHULUAN.
Menurut Undang-Undang No. 44 Prp. Tahun 1960 Tentang :
Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi adalah
bahan-bahan galian minyak bumi, aspal, lilin bumi, semua jenis bitumen
baik yang padat maupun yang cair dan semua gas bumi serta semua hasil-
hasil pemurnian dan pengolahan bahan-bahan galian antrasit dan segala
macam batu bara, baik yang tua maupun yang muda.
Pengertian lain Minyak dan Gas Bumi ataupun sering disebut
petroleum merupakan komplek hidrokarbon (senyawa dari unsur kimia
hidrogen dan karbon) yang terjadi secara alamiah didalam bumi yang
terperangkap dalam batuan kerak bumi. Dalam wujud, padat, cair, ataupun
gas. Dalam bentuk padat dikenal sebagai Aspal, Bitumen, Tar, dll, dalam
bentuk cair dikenal sebagai Minyak Mentah, dan dalam bentuk gas dikenal
sebagai Gas Alam.
Jadi Geologi Minyak Bumi merupakan Geologi minyak Bumi
adalah salah satu cabang ilmu geologi untuk mengetahui keberadaan
minyak Bumi di bawah tanah, kemudian mengeksplorasi dan
memproduksinya. Secara umum ada dua jenis geologi minyak Bumi, yaitu
geologi eksplorasi minyak Bumi yang mencakup pencarian minyak Bumi
dan geologi produksi minyak Bumi. Produksi minyak Bumi dalam bidang
perminyakan bukan diartikan untuk membuat minyak Bumi, tetapi
hanyalah membuat fasilitas untuk mengalirkan minyak Bumi dari bawah
tanah ke atas permukaan tanah, dengan menggunakan pemboran dan
pompa-pompa. Teori keberadaan minyak Bumi ada dua buah, yaitu teori
organik dan teori anorganik. Teori organik sekarang ini banyak dianut oleh
para ahli geologi, dimana minyak Bumi dipercayai dihasilkan oleh sisa-
sisa organisma yang sudah mati berjuta-juta tahun yang lalu. Sedangkan
teori anorganik kebanyakan berkembang di Eropa Timur dan Rusia di
mana para ahli mempercayai bahwa minyak Bumi dapat dihasilkan bukan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 1


dari bahan organik. Prinsip geologi minyak Bumi yang sekarang umum
dipakai adalah teori organik sehingga minyak Bumi sering disebut bahan
bakar fosil. Bila teori anorganik terbukti, maka akan muncul lagi sumber-
sumber minyak Bumi yang selama ini belum dieksplorasi. Peoses
pembentkan minyak dan gas bumi dihasilkan dari pembsukan organisme,
yang biasanya dari tumbuhan laut (ganggang, dan tanaman sejenisnya) dan
jga dari binatang kecil seperti ikan yang terkubur dalam lumpur dan
terubah menjadi batuan. Dalam pembentukan minyak dan gas bumi ini
faktor Panas (Temperature) dan Tekanan (Preasure) berperan terhadap
lapisan-lapisan sedimen yang nantinya membatu.
Dalalm Minyak dan Gas bumi sendiri terdapat beberapa teori
yang digunakan untuk mengetahui dan mendapatkannya, antara lain:
1. Teori Anticline Hunting
Terori Anticline Hunting ini pertama kali diterapkan oleh
Sterry Hunt 1861 dalam eksplorasi migas. Teori ini menyebutkan
bahwa dalam mencari ataupun mendapatkan Minyak dan Gas bumi
yaitu didapatkan dengan cara mencari suatu tinggian (antiklin), dan
terdapat rembesan minyaknya, maka dapat dilakukan pemboran
pada daerah tersebut untuk mendapatkan minyak dan gas bumi.
Kemudian lama kelamaan teori ini kurang berhasil karena
pada antiklin yang tidak ada rembesan jga di bor, maka muncul
suat teori yang disebt dengan teori batan reservoir.

Gambar.1. Anticline Hunting

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 2


2. Teori Batuan Reservoir
Teori ini muncul setelah pemikiran tentang teori Anticline
Hunting dirasa kurang berhasil, teori ini menerapkan bahwa akan
dilakukan pemboran pada antiklin yang memiliki batan reservoir,
sehingga pada saat dilakukan pemboran maka akan ditemkan
minyak dan gas bumi, tetapi seirimg berjalannya wakt teori tersebut
dirasa krang berhasil karena, terdapat fakta bahwa ada antiklin
yang tidak memiliki batan reservoir, karena hal ini maka mncul
suatu teori yang disebt dengan teori batan induk.
3. Teori Batuan Induk
Setelah teori batan reservoir dirasa kurang evektif karena
adanya fakta, bahwa ada antiklin yang tidak memiliki batuan
reservoir, maka mncul teori batan indk yang menyebutkan bahwa
minyak dan gas bumi tersebut diperoleh dari suatu batuan yang
berperan sumber, yang disebut sebagai batuan induk. Seiring
berjalannya waktu teori ini kurang berhasil karena terdapat batan
induk yang tidak dapat mengeluarkan minyak dan gas bumi.
Karena hal ini maka mncul teori Petroleum System.
4. Teori Petroleum System.
Petroleum System adalah konsep yang menyatukan elemen
berbeda dan proses geologi minyak bumi. Aplikasi praktis dari
sistem minyak bumi dapat digunakan dalam eksplorasi, evaluasi
sumber daya, dan penelitian. Sebuah sistem petroleum meliputi
lapisan batuan induk aktif dan semua minyak dan akumulasi gas.
Ini mencakup semua elemen geologi dan proses yang penting jika
akumulasi minyak dan gas.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 3


Gambar.2. Elemen dan Proses Petroleum system.

Pada teori petroleum sytem tersebut mencangkup


komponen berupa Batuan Induk, Jalur Mmigrasi, Batuan
Reservoir, Batuan Tudung, dan jebakan. Serta dengan melalui
proses antara lain matang, ekspulsi, migrasi, terakumlasi, dan
terawetkan.
Source Rock : Merupakan sedimen yang kaya akan
material organik yang mungkin telah terdeposit dalam berbagai
lingkungan termasuk deep water marine, lacustrine dan delta.
Dalam Petroleum geology, batuan induk mengacu pada batuan
dimana hidrokarbon telah atau mampu dihasilkan. Mereka
membentuk salah satu elemen penting dari sebuah sistem
petroleum.
Reservoir Rock : Semua minyak yang dihasilkan oleh
source rock tidak akan berguna kecuali bermigrasi sampai
tersimpan dalam wadah yang mudah diakses, sebuah batu yang
memiliki ruang untuk menyerap hidrokarbon. Reservoir rock
adalah tempat minyak bermigrasi dan berada dibawah tanah.
Sebuah batu pasir memiliki banyak ruang di dalam dirinya sendiri
untuk menjebak minyak, seperti spons memiliki ruang dalam
dirinya sendiri untuk menyerap air. Karena hal inilah batupasir
menjadi batuan reservoir yang paling umum. Batu gamping dan
dolostones, beberapa di antaranya adalah sisa-sisa kerangka
terumbu karang kuno, adalah contoh lain dari batuan reservoir.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 4


Seal Rock : Karena besarnya tekanan yang jauh di bawah
permukaan bumi, minyak terdorong untuk pindah ke daerah dengan
tekanan lebih rendah. Jika hal tersebut dibiarkan, maka minyak akan terus
bergerak ke atas sampai di atas tanah. Meskipun rembesan ini menandakan
adanya minyak di bawah tanah, hal ini juga memberitahu kita bahwa
banyak minyak telah melarikan diri, dan mungkin berarti bahwa tidak
banyak yang tersisa untuk ditemukan. Seal rock bertindak seperti dinding
dan langit-langit, yang menghalangi cairan untuk bergerak melaluinya.
Seal Rock yang paling umum adalah shale, yang bila dibandingkan dengan
batupasir, memiliki ruang yang sangat kecil di dalam untuk cairan
contohnya minyak, untuk bergerak melaluinya. Meskipun Seal Rock
mencegah minyak dari bergerak melalui mereka, mereka tidak selalu
menghalangi minyak bergerak di sekitar mereka. Untuk mencegah itu,
diperlukan semacam jebakan geologi yang biasa disebt Trap.

Trap : Sebuah konfigurasi batuan yang cocok untuk menjebak


hidrokarbon oleh formasi yang relatif kedap melalui mana hidrokarbon
tidak akan bermigrasi. Perangkap tersebt terdiri dari:

a. Perangkap Structural, Perangkap Hidrokarbon yang


terbentuk dalam struktur geologi seperti lipatan dan
patahan.
b. Perangkap Stratigrafi, Perangkap Hidrokarbon yang
dihasilkan dari perubahan jenis batuan atau pinch-out,
ketidakselarasan, atau fitur sedimen lainnya seperti terumbu
atau buildups.
c. Perangkap Kombinasi, Kombinasi antara struktural dan
stratigrafi. Dimana pada perangkap jenis ini merupakan
faktor bersama dalam membatasi bergeraknya atau
menjebak minyak bumi. Jebakan merupakan komponen
penting dari sistem petroleum.

Migrasi : Pergerakan hidrokarbon dari batuan sumber / induk menuju


batuan reservoir. Pergerakan hidrokarbon keluar dari batuan induk yaitu

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 5


sebagai migrasi utama, disebut juga expulsion. Gerakan lebih lanjut dari
hidrokarbon dalam batuan reservoir kedalam perangkap hidrokarbon atau
daerah lain akumulasi adalah migrasi sekunder. Migrasi biasanya terjadi
dari daerah struktural rendah ke daerah yang lebih tinggi di bawah
permukaan karena daya apung relatif hidrokarbon dibandingkan dengan
batuan sekitarnya. Migrasi dapat lokal atau dapat terjadi di sepanjang jarak
ratusan kilometer di cekungan sedimen yang besar, dan penting untuk
pembentukan sistem petroleum yang layak.

Akumulasi : adalah Tahap dalam pengembangan Petroleum


System di mana hidrokarbon bermigrasi ke dan tetap terjebak dalam
reservoir.

Preservation / Terawetkan : ntuk minyak yang telah terakumlasi


pada batuan reservoir, dan tertutup oleh seal rock (batan tudung),
kemudian terdapat batuan yang berfungsi untuk menjebak dan mneyimpan
minyak tersebut, sehingga minyak tersebut terawetkan hingga tidak lolos
kepermkaan, sehingga minyak yang dihasilkan tersebut memiliki volme
yang banyak dan bernilai ekonomis.

Gambar.3. Petroleum Sytem.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 6


BAB II

OPRASI PEMBORAN

2.1. DASAR TEORI

2.1.1. Pengertian.

Operasi pemboran merupakan proses lanjutan dari eksplorasi untuk

mengetahui lebih lanjut atas keterdapatan minyak atau gas bumi di bawah

permukaan. Dalam pelaksanaannya banyak hal yang perlu dipersiapkan

dan direncanakan. Persiapan yang perlu dilakukan anatara lain mengenai

tempat pemboran, logistic, dan perangkat pemboran (drilling rig) yang

akan digunakan. Persiapan dan perencanaan secara detail akan

memudahkan dan melancarkan proses pemboran serta mengurangi kendala

secara teknis yang mungkin timbul saat proses pemboran berlangsung.

Usaha teknis yang dilaksanakan dengan membuat lubang ke perut

bumi dengan aman (sesuai standar tertentu) sampai ke formasi yang kaya

akan kandungan minyak bumi dan gas. Lubang ini kemudian dilapisi

dengan casing (pipa besi dengan ukuran standar) dan dilakukan

penyemenan (cementing) untuk melekatkan casing pada dinding formasi.

Dengan terhubunganya lapisan formasi dengan permukaan melalui lubang

hasil pengeboran ini maka kandungan minyak bumi di dalam perut bumi

dapat dimanfaatkan secara komersial dalam jumlah yang ekonomis.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 7


2.1.2. Jenis-Jenis Pemboran.

a. Pemboran Eksplorai (Wildcat)

Akrivitas ini bertujuan untuk membuktikan terterdapatan

minyak dan gas bumi pada suatu cekungan yang belum pernah

dilakukan pemboran sebelumnya, sehingga memerlukan

perencanaan matang yang memperhitungkan segala kemungkinan

kendala yang timbul selama proses pemboran berlangsung. Dalam

kemungkinan kendala yang timbul selama proses pemboran

berlangsung. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengamatan

secara seksama dikarenakan perencanaan penggunaan casing,

penyemenan, lumpur pemboran, dan bit yang akan digunakan sangat

berpengaruh kepada cost yang akan dikeluarkan. Sumur eksplorasi

sering disebut dengan sumur “Wild Cat”. Apabila setelah dilakukan

pemboran namun hasilnya tidak ditemukan kandungan minyak atau

gas bumi, maka kemudian sumur pemboran tersebut disebut dengan

Dry Hole.

b. Pemboran Deliniasi

Aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran, batas, dan

ketebalan reservoir. Pemboran ini biasanya tidak terlalu banyak

menghabiskan biaya karena sudah ada data dari pemboran eksplorasi

sebelumnya, untuk menentukan batas reservoir maka dilakukan

pemboran deliniasi untuk jarak – jarak tertentu dari sumur yang

pertama.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 8


c. Pemboran Pengembangan/Eksploitasi

Pemboran ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas

pengurusan terhadap reservoir sekaligus meningkatkan volume

produksi. Aktivitas ini memerlukan biaya yang lebih murah

dikarenakan lengkapnya seperti kedalaman dan ketebalan reservoir

serta jenis dan sifat batuan pada formasi yang sudah ditembus oleh

mata bor. Sumur eksplorasi dapat diubah fungsinya menjadi sumur

eksploitasi atau disebut juga sebagai sumur produksi.

d. Pemboran Sumur – Sumur Sisipan (Infill)

Kegiatan ini bertujuan untuk mengambil hidrokarbon dari area

yang tidak terambil oleh sumur – sumur sebelumnya. Pembatan

sumur sisipan ini terletak diantara sumur – sumur yang telah ada

sebelumnya. Dalam perminykan juga dikenal beberapa istilah

mengenai sumur, yaitu:

- Sumur produksi, yaitu sumur yang menghasilkan

minyak, gas maupun keduanya dan memiliki aliran

fluida dari bawah ke atas.

- Sumur injeksi, merupakan sumur yang bertujuan

menginjeksikan fluida tertentu ke formasi dan memiliki

aliran fluida dari atas ke bawah.

- Sumur vertical, sumur yang lurus, dan memanjang secara

vertical.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 9


- Sumur berarah (Deviated Well, Directional Well), sumur

secara geometri tidak memiliki bentuk yang lurus

vertical, emlainkan betuk S, J, maupun L.

- Sumur horizontal, sumur yang memiliki bagian yang

berarah horizontal dan merupakan bagian dari sumur

berarah.

2.1.3. Peran Geologist dalam Operasi Pemboran

a. Wellsite Geologist

Wellsite Geologist bertugas untuk mengontrol kualitas semua data

pemboran, baik data permukaan (surface data) maupun data bawah

permukaan (subsurface data). Dua jenis data tersebut disediakan oleh

beberapa perusahaan jasa pemboran (oil service company) dan diambil

selama pemboran berlangsung dan diberikan kepada wellsite geologist

sebagai wakil dari perusahaan minyak yang melakukan pemboran sumur

eksplorasi tersebut.

b. Mud Logger

Mud Logger mengambil dan memonitor informasi selama operasi

pemboran, termasuk didalmnya data gas dan sampel selama operasi

pemboran. Teknik yang digunakan seperti analisis mikroskop binokuler,

fluorensasi ultraviolet, dan analisis sayatan tipis. Selain itu parameter yang

perlu diperhatikan adalah:

 Speed of rotation

 Rate of penetration

 Pump rate

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 10


 Pit level

 Cutting rate

 Mud flow rate

c. Mud Engineer

Mud engineer bertanggung jawab memastikan kandungan dari

lumpur pemboran. Ketika berlangsungnya proses pemboran dengan

bertambahnya kedalaman, maka bertambah pula jumlah sumur yang

dibutuhkan. Maka seorang mud engineer betanggung jawab mamastikan

komposisi lumpur pemboran dala satu sumur dukarenakan perbedaan sifat

lapisan batuan yang ditembus oleh mata bor.

2.1.4. Jenis-Jenis Rig.

Dalam pembuatan sumur dalam dunia perminyakan tidak dapat dilepaskan

dari alat yang dinamakan dengan Rig. Rig itu sendiri merupakan serangkaian

peralatan khusus yang digunakan untuk membor suatu sumur atau pengakses

sumur. Rig itu dicirikan dengan adanya menara yang terbuat dari baja yang dapat

digunakan untuk menaikan dan menurunkan pipa-pipa tubular pada sumur.

Berdasarkan lokasinya. Rig itu sendiri terbagi atas dua macam, yaitu:

a. Rig Darat (Land Rig)

merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig

besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk

pekerjaan sederhana seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu,

untuk rig besar bisa digunakan untuk operasi pemboran, baik secara

vertikal maupun direksional. Rig darat ini sendiri dirancang secara

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 11


portable sehingga dapat dengan mudah untuk dilakukan pembongkaran

dan pemasangannya dan ketika berpindah lokasi.

b. Rig Laut (Offshore Rig)

Merupakan rig yang dioperasikan di atas permukaan air seperti

laut, rawa-rawa, sungai, danau, maupun delta sungai. Dari Rig Laut

(Offshore Rig) sendiri terbagi atas berbagai macam jenis berdasarkan

kedalaman air antara lain yaitu:

- Swamp Barge.

Merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman

maksimum 7 meter. Dan, sangat sering dipakai pada daerah rawa-

rawa dan delta sungai. Rig jenis ini dilakukan dengan cara

memobilisasi rig ke dalam sumur, kemudian ditenggelamkan

dengan cara mengisi Ballast Tanksnya dengan air. Pada rig jenis

ini, proses pengeboran dilakukan setelah rig duduk didasar dan

Spud Cannya tertancap didasar laut.

- Tender Barge.

Merupakan jenis rig laut yang sama dengan model Swamp

Barge, namun dipakai pada kedalaman yang lebih dalam lagi.

- Jack Up Rig.

Rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung

dengan menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig

ini dapat dinaikan dan diturunkan, sehingga untuk

pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan hingga ke

dasar laut. Kemudian, badan dari rig ini diangkat hingga di atas

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 12


permukaan air dan memiliki bentuk seperti platform. Untuk

melakukan perpindahan tempat, semua kakinya harus dinaikan

dan badan rignya akan mengapung dan ditarik menggunakan

kapal. Pada operasi pengeboran menggunakan rig jenis ini dapat

mencapai kedalaman lima hingga 200 meter.

- Drilling Jacket.

Merupakan jenis rig yang menggunakan platform

berstruktur baja. Pada umumnya memiliki bentuk yang kecil dan

sangat cocok berada di laut dangkal maupun laut tenang. Rig jenis

ini sering dikombinasikan dengan Rig Jack Up maupun Tender

Barge.

- Semi-Submersible Rig

Merupakan model rig yang mengapung (Flooded atau

Ballasted) yang menggunakan Hull atau semacam kaki. Rig ini

dapat didirikan dengan menggunakan tali mooring dan jangkar

agar posisinya tetap diatas permukaan laut. Dengan menggunakan

Thruster (semacam baling-baling) yang berada disekelilingnya,

dan Ballast Control System, sistem ini dijalalankan dengan

menggunakan komputer sehingga rig ini mampu mengatur

posisinya secara dinamis dan pada level diatas air sesuai

keinginan. Rig ini sering dipakai jika Jack Up Rig tidak mampu

menjangkau permukaan dasar laut. Karena jenis rig ini sangat

stabil, maka rig ini sering dipakai pada lokasi yang berombak

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 13


besar dan memiliki cuaca buruk, dan pada kedalaman 90 hingga

750 meter.

Gambar.4. Semi-Submersible Rig

- Drill Ship.

Merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di

atas kapal laut, sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam,

dengan kedalaman lebih dari s2800 meter. Pada kapal ini,

didirikan menara dan bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon

Pool). Dengan sistem Thruster yang dikendalikan dengan

komputer, dapat memungkinkan sistem ini dapat mengendalikan

posisi kapalnya. Memiliki daya muat yang lebih banyak sehingga

sering dipakai pada daerah terpencil maupun jauh dari daratan.

Berdasarkan fungsi-fungsi dari rig itu sendiri, dapat terbagi

menjadi dua macam, yaitu:

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 14


1. Drilling Rig.

Merupakan rig yang digunakan untuk melakukan proses

pemboran pada sumur, baik sumur baru, cabang sumur baru,

maupun memperdalam sumur lama.

2. Workover Rig.

Rig ini memiliki fungsi untuk melakukan penutupan

sesuatu terhadap sumur yang telah ada, misalnya berupa

perawatan, perbaikan, penutupan, dan sebagainya.

2.1.5. Perangkat Pemboran.

Operasi pemboran bertujuan untuk membuat lubang secara cepat,

murah, dan aman hingga menembus formasi produktif dibawah permukaan.

Hasil pemboran yang dinamakan lubang sumur atau well hole tersebut

dilanjtkan dengan pemasangan pipa selubung berupa casing dan kemdian

dilakukan penyemenan. kemudian dilakukan pemasangan peralatan

produksi untuk mengeksploitasi minyak dan gas dari formasi produktif.

Secara sistematik terdapat lima komponen sistem utama dalam

pemboran, antara lain yaitu:

a. Power System (Sistem Tenaga)

Komponen ini berupa sumber tenaga yang berfungsi untuk

menggerakan semua sistem di atas dan juga untuk suplai listrik. Sebagai

sumber tenaga, biasanya menggunakan mesin diesel berkapasitas besar.

Pada sebuah rig untuk Power Systemnya, tergantung dari ukuran dan

kedalaman sumur yang akan di capai, biasanya akan membutuhkan satu

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 15


atau lebih Prime Mover. Pada rig besar biasanya memiliki tiga atau

empat buah, bersama-sama mereka membangkitkan tenaga sebesar 3000

atau lebih Horsepower. Dan, tenaga yang dihasilkan juga harus dikirim

ke komponen rig yang lain.

b. Hoisting System (Sistem Pengangkatan)

Secara umum komponen terdiri dari Drawworks (kadang disebut

Hoist), Mast atau Derrick, Crown Block, Traveling Block, dan Wire

Rope (Drilling Line). Hoisting System berfungsi untuk menurunkan dan

menaikan tubular (pipa pemboran, peralatan completion, atau pipa

produksi) untuk keluar dan masuk lubang sumur.

c. Rotary System

Merupakan komponen dari rig yang berfungsi sebagai pemutar

pipa-pipa di dalam sumur. Pada pemboran konvesional, pipa pemboran

(Drill Strings) memutar mata-bor (Drill Bit) untuk penggalian sumur.

d. Circulation System.

Komponen ini memiliki fungsi berupa mensirkulasikan fluida

pemboran untuk keluar dan masuk ke dalam sumur dan menjaga agar

properti lumpur seperti yang diinginkan. Sistem sirkulasi ini meliputi

antara lain: pompa tekanan tinggi untuk memompakan lumpur keluar

dan masuk ke dalam sumur, dan pompa rendah digunakan untuk

mensirkulasikan lumpur di permukaan. Kemudian, peralatan untuk

mengkondisikan lumpur: Shale Shaker: berfungsi untuk memisahkan

“solid” hasil pemboran (Cutting) dari lumpur, Desander: berfungsi untuk

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 16


memisahkan pasir, Degasser: berfungsi untuk mengeluarkan gas,

Desilter: berfungsi untuk memisahkan partikel padat berukuran kecil.

Gambar.5. Circulation System

e. Blowout Prevention System.

Komponen ini berfungsi untuk mencegah terjadinya Blowout

(meledaknya sumur di permukaan dikarenakan adanya tekanan tinggi dari

dalam sumur). Pada komponen ini bagian yang utama adalah BOP (Blow

Out Preventer) yang terdiri atas berbagai macam katup (Valve) dan

dipasang di kepala sumur (Wellhead).

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 17


Gambar.6.Lantai kerja pada Rig Secara Singkat

f. Sistem Pencegahan Semburan Liat (Blow out Prevention System)

Sistem pencegahan semburan liat merupakan komponen utama yang

plaing akhir dari rig. Fungsi utamanya adalah untuk mengendalikan

ancaman blow out, yaitu suatu aliran yang tak terkendali dari fluida

formasi menuju permukaan. Blow out biasanya dimulai dengan adanya

kick, yang merupakan suatu intrusi fluida bertekanan tinggi. Intrusi ini

dapat berkembang menjadi blowt out apabila tidak segera ditangani.

Fungsi dari BOP sendiri yaitu menutup lubang bor ketika hal ini terjadi.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 18


2.1.6. Pipa Selubung (Casing)

Casing adalah pipa yang dimasukkan kedalam sumur bor

dimana casing ini memiliki beberapa fungsi yang penting baik

dalam pekerjaan pemboran (drilling) maupun dalam pekerjaan

penyelesaian sumur (completion). Casing merupakan komponen

yang cukup mahal dan harus diperhitungkan dalam pekerjaan

pemboran karena biasanya biaya untuk casing berkisar antara

25% sampai dengan 30% dari keseluruhan biaya pemboran

suatu sumur.

1. Conductor Casing

Conductor Casing merupakan rangkaian casing yang pertama.

Conductor casing (conductor pipe) ini ditanamkan pada titik dimana

suatu sumur akan dibor dengan cara menumbuknya dengan

menggunakan diesel hammer. Kedalaman conductor pipe ini berkisar

antara 10 ft sampai dengan 300 ft tergantung dari kondisi lokasi yang

akan dibor. Ukuran diameter conductor pipe biasanya antara 16 inci

sampai dengan 36 inci. Conductor pipe ini harus mempunyai ukuran

yang lebih besar agar casing berikutnya bisa masuk kedalamnya.

Kegunaan Conductor Pipe :

- Menampung drilling fluid (mud) agar sirkulasi bisa dilakukan.

- Mencegah membesarnya lobang (washout) pada lapisan

permukaan yang umumnya bersifat tidak solid/gampang runtuh

(unconsolidated formation).

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 19


2. Surface casing

Surface casing ialah casing yang dimasukkan kedalam sumur /

lobang bor melalui conductor pipe. Kedalaman (setting) dari surface

casing ini akan sangat bergantung dari kedalaman formasi yang tidak

solid (unconsolidated formation). Biasanya surface casing ini

memiliki ukuran diameter antara 9-5/8 inci sampai dengan 20.0 inci.

Karena temperatur, tekanan dan fluida yang korosif cenderung

meningkat sejalan dengan kedalaman lobang bor, maka pemilihan

jenis besi casing (grade) harus disesuaikan dengan kondisi sumur.

Gambar.7 Intermediet casing sebagai tempat duduk BOP

Kegunaan Surface Casing :

1. Melindungi formasi dari lapisan air bersih (fresh water

formation).

2. Menutup unconsolidated formation dan zona-zona lost

circulation.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 20


3. Menyediakan tempat untuk pemasangan BOP.

4. Melindungi/menjaga “build” section pada sumur berarah.

5. Penyediakan tempat untuk melakukan “leak-off test”.

3. Intermediate Casing

Merupakan casing yang dipasang setelah surface casing yang

biasanya digunakan untuk menutup/mengatasi masalah yang akan

timbul dengan formasi selama pekerjaan pemboran. Biasanya

intermediate casing ini ukuran diameternya antara 9 5/8 inci sampai

dengan 13 5/8 inci.Kegunaan Intermediate Casing:

- Menutup zona-zona yang akan menimbulkan masalah dalam

pemboran (gas zones, lost circulation zones, dll

4. Production Casing

Merupakan rangkaian pipa selubung yang terakhir dimasukkan

kedalam lobang bor. Ukuran production casing ini akan sangat

bergantung dari perkiraan jumlah produksi dari sumur tersebut.

Semakin tinggi produksi suatu sumur akan semakin besar ukuran

production casing yang akan digunakan. Biasanya production casing

ukuran diameternya antara 13.0 inci sampai dengan 7.0 inci.

Kegunaan Production Casing:

- Menyediakan tempat berkumpulnya fluida yang akan

diproduksi.

- Memisahkan formasi produksi dengan formasi lainnya.

- Menghubungkan formasi produksi dengan permukaan.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 21


- Menyediakan tempat untuk alat bantu produksi (submersible

pump).

5. Linier

Merupakan rangkaian casing produksi (production casing) yang

dipasang dalam lobang bor/sumur tetapi tidak sampai kepermukaan.

Biasanya liner dipasang pada intermediate casing dengan menggunakan

packer atau slip. Didalam pemasangannya, liner biasanya akan

berhimpitan (overlap) dengan intermediate casing antara 100 ft sampai

dengan 150 ft.

Kegunaan Liner :

- Dugunakan untuk mengurangi biaya casing dan biaya untuk

running casing. Jika liner ini harus disambung sampai

kepermukaan dengan menggunakan rangkaian casing lainnya,

maka rangkian casing ini disebut dengan “Tie Back” string.

Gambar 7. Linear.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 22


2.2 INTERPRETASI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 23


2.3 Laporan Resmi Oprasi Pemboran

(Terlampir)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 24


BAB III

ANALISA SAMPLE PEMBORAN

2.1 Analisa Sample Pemboran

2.1.1 Dasar Teori

Analisa Cutting Merupakan interpretasi serpihan batuan sebagai

akibat tergerusnya batuan tersebut oleh mata bor pada saat pemboran

berlangsung. Pada analisis cutting kandungan hidrokarbon dapat dideteksi

dengan melihat perubahan warna yang terjadi saat cutting tersebut

dianalisis. Pekerjaan analisa cutting ini dilakukan dalam kerangka

pekerjaan mud logging. Pertama-tama cutting dipisahkan dari aliran

lumpur pemboran dengan menggunakan shale shaker, setelah itu dilakukan

deskripsi litologi dengan menggunakan mikroskop, kemudian dianalisa

untuk mengetahui ada tidaknya kandungan hidrokarbon. Dan yang akan

dilakukan dalam analisa indikasi hidrokarbon dalam Cutting dapat

dilakukan dengan:

 Penampakan Noda

Pada batuan jenis hidrokarbon berat (residu,tar) akan

memberikan noda yang lebih nyata. Jika kadar hidrokarbon dalam

batuan cukup tinggi akan terlihat kesan berupa cucuran.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 25


% Stain Show Number

0 TIdak bernoda

0 – 40 Sedikit bernoda

40 – 85 Bernoda

85 – 100 Bernoda banyak

Tabel.. Klasifikasi Staining

 Bau (odour)

Biasanya batuan yang mengandung hidrokarbon mempunyai

bau yang spesifik. Kekuatan baunya tergantung dari jenis dan kadar

kuantitas kandungan hidrokarbon didalam batuan. Bau wangi

biasanya berasal dari minyak parafine dan naftatik, sedangkan bau

busuk berasal dari minyak aromatik. Berikut berdasarkan

klasifikasinya:

None Tidak berbau

Poor Agak berbau

Fair Berbau

Good Berbau kuat

Tabel.2. Klasifikasi Bau

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 26


 Fluoroscopic (menggunakan sinar Ultra Violet)

Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

mengetahui keberadaan didalam batuan dengan mengidentifikasi

cahaya yang terbentuk akibat sinar ultra violet yang dipancarkan

oleh minyak. Berikut adalah klasifikasi flourenscence:

Jenis Minyak Warna Fluorescensi

Residu Coklat gelap - tidak berwarna

Minyak berat Coklat - kuning tua

Minyak medium Putih - kuning cerah

Minyak ringan Putih biru - biru cerah

Kondensat Ungu - biru cerah

Tabel.3. Jenis residu dan warna fluorensensi.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 27


3.1.2 Interpretasi

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 28


3.1.3 Laporan Resmi Analisa Cutting

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 29


3.2 Analisa Sample Coring

3.2.1 Dasar Teori

Coring adalah proses pengambilan sample atau contoh


batuan dari dalam lubang bor. Core analysis merupakan contoh
tahapan analisa setelah contoh batuan bawah permukaan (core)
diperoleh. Tujuannya untuk mengidentifikasikan karakteristik
bbatuan bawah permukaan yang diwakili oleh core yang di ambil.
Hasil analisa akan mendeskripsikan sifat-sifat petrofisik yang akan
digunakan dalam karakterisasi reservoir.

Data-data yang didapat dari core:


- Data Analisa inti batuan secara kualitatif
- Data Analisa inti batuan secara kuantitaif Peralatan coring
terdiri dari :
1. Core bit : adalah pahat yang khusus untuk coring berbeda
dengan pahat pemboran biasa. Pahat biasa menghancurkan
batuan menjadi cutting/ssrpih akan tetapi core bit akan
memotong batuan berbentuk silinder. Pemilihan jebis core
bit tergantung pada batuan formasi yang akan diambil
contohnya. Dibawah ini salah satu contoh core bit dan
rangkaian alat coring

Gambar 9. Rangkaian peralatan coring

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 30


2. Core Barrel : alat ini berfungsi untuk tempat contoh yang diperoleh dari

coring yang dapat menjaga keutuhan core dan melindungi core darui

pengaruh luar misalnya kontaminasi dengan lumpur, tekanan/beban dan lain

sebagainya. Barrel ini terletak diatas pahat ( cor bit) ada outer barrel ada

inner barrel.

3. Core Catcher : berfungsi untuk menahan core/contoh batuan agar tidak

jatuh dari inner barrel.

METODE PENGAMBILAN CORE

1. Bottom Hole Coring

Coring yang dilakukan bersamaan dengan proses pemboran, sampel di

ambil pada dasar lubang. Konvensional drag bit coring

Keuntungan :

o Ukuran diameter core besar hampir sseperti ukuran lubang bor

o Presentasi perolehan core formasi tinggi

o Dapat digunakan pada sebagian besar formasi, dan tidak

membutuhkan peralatan

Kerugian :

o Pentingnya proses pencabutan drill pipe untuk menjaga kondisi

core setelah tiap core dipotong.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 31


Gambar 10. Rotary core barrel (From Moody)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 32


2. SideWall Coring

Pada metode ini, sampel batuan diambil dari dinding sumur yang telah

dibor terlebih dahulu pada kedalaman tertentu. Pengambilan core dilakukan

saat pemboran dihentikan sementara, dengan cara menurunkan peralatan core,

yang dilengkapi dengan peluru yang berlubang (sebagai tempat core) dan

diikatkan pada kawat baja (wireline).

Peluru-peluru tersebut dioperasikan secara elektris dari permukaan dan

dapat ditembakkan secara simultan baik bersama-sama atau sendiri-sendiri.

Dengan menembusnya peluru kedalam dinding lebiang bor maka core akan

terpotong dan terlepas dari formasi. Dengan adanya kabel baja yang

berhubungan dengan peluru, maka peralatan sidewall coring beserta core

dapat diangkat ke permukaan. Ukuran core yang didapat dengan cara ini

mempunyai diameter ¾ - 13/16 inci dan panjangnya hanya 2 ¼ inci.

Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sampel pada kedalaman

berapa pun setelah lubang dibor dan dapat membantu interpretasi log.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 33


Gambar 11. Sidewall coring gun

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 34


3.2.2 INTERPRETASI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 35


3.2.3 LAPORAN RESMI ANALISA CORING

(TERLAMPIR)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 36


BAB IV

GEOKIMIA HIDROKARBON

4.1. Dasar Teori.

Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu


kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi
minyak bumi menurut John M. Hunt, 1979. Petroleum juga diartikan
minyak dan gas bumi yang memiliki komposisi kimia berupa Carbon dan
Hidrogen. Komposisi kimia ini dihasilkan dari proses pembusukan
(dekomposisi) serta kematangan termal material organik. Material organik
tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan dan algae. Material organik ini
ketika mati segera diendapkan. Akibat adanya suhu, tekanan serta waktu
yang cukup,membuat tumbuhan dan algae teralterasi menjadi minyak, gas
dan kerogen. Kerogen dapat dianggap sebagai material padat sisa
tumbuhan. Shale dan Limestone yang mengandung material organik
disebut sebagai source rock karena batuan tersebut merupakan batuan
sumber untuk menghasilkan minyak & gas bumi.
Analisis Geokimia dalam dunia perminyakan tersebut bertujuan
untuk:
o Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah,
tipe,dan tingkat kematangan material organic
o Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari
source rock
o Memprediksi jalur migrasi
o Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam
reservoar, rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.
Batuan induk (source rock) merupakan batuan yang mempunyai
banyak kandungan material organik. Batuan ini biasanya batuan berbutir
halus yang diendapkan pada lingkungan reduksi, sehingga mampu
mengawetkan kandungan material organik di dalamnya, seperti
batulempung dan batuserpih. Atau batuan yang memiliki banyak
kandungan material organik seperti batugamping dan batubara.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 37


Untuk melakukan evaluasi apakah suatu batuan berpotensi
sebagai batuan induk yang dapat memporduksi hidrokarbon,
diperlukan analisis geokimia batuan induk.
Menurut Waples (1985), minyak dan gas bumi
digenerasikan oleh material organik pada batuan sedimen, oleh
karena itu harus dipahami bagaimana material organik ini bisa
masuk dan terkandung dalam batuan. Terdapat faktor yang
berpengaruh dalam keterdapatan material organik pada batuan dan
yang terpenting adalah bahwa material organik harus terlindungi
dari kerusakan diagenesis. Faktor lain yang berpengaruh
selanjutnya adalah produktifitas, dan pengawetan.
• Produktifitas
Material organik berkembang tergantung kepada jumlah
nutrisi, intensitas cahaya, temperatur, suplai karbonat, predator,
komposisi kimia air. Ketersediaan faktor ini berpengaruh pada
kekayaan material organik.
• Pengawetan
Pengawetan material organik ini tergantung kepada
konsentrasi oksidasi alami, tipe material organik itu sendiri,dan
laju akumulasi sedimen. Namun yang paling diperhatikan
adalah tingkat oksidasi, sehingga didapatkan istilah anoksik
untuk zona dengan kandungan oksigen sangat sedikit, dan
oksik untuk zona dengan oksigen tinggi. Material organik akan
tersimpan dengan baik apabila terhindar dari oksidasi alami
tersebut.
Material organik yang terdapat dalam batuan mengandung
90% kerogen dan 10% bitumen, (Hunt, 1979). Kerogen adalah
komplek molekul organik yang mengalami polemirasi tinggi,
terdapat dalam batuan sedimen yang tidak larut dalam pelarut
organik biasa. Kerogen tidak larut karena memiliki molekul yang
berukuran besar. Kerogen merupakan sumber dari sebagian besar
minyak dan gas, terdiri dari partikel yang berbeda-beda yang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 38


disebut maseral. Maseral adalah mineral organik. Sedangkan bitumen
adalah material organik yang larut dalam pelarut organik biasa.

Analisa Jumlah Material Organik dalam Batuan Induk

Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen


dinyatakan sebagai Karbon Organik Total (TOC). Anlisis ini cukup murah,
sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika
sample banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu gram
cukup.

Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon,


Leco Carbo Anlyzer. Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan
membakar sample yang berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada
temperatur tinggi dengan bantuan oksigen. Semua karbon organik dirubah
menjadi karbon dioksida, yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan
dilepaskan dalam suatu detector ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon
organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam sample dengan
asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai
selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan
kandungan TOC rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk
hidrokarbon yang komersial dan karena itu sample seprti biasanya tidak
dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasi biasanya tidak merata,
tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1% TOC. Sample yang terpilih,
dianalisis lebih lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya.

Tabel.4. Presentase nilai TOC ( Peters & Cassa, 1994 )

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 39


Analisa Tipe Material Organik

Jumlah dan komposisi maseral dari kerogen menentukan potensi


minyak dan dapat berbeda secara lateral atau vertikal dalam batuan induk
(Peters dan Cassa, 1994). Interpretasi dari observasi yang dilakukan pada
umumnya membagi maseral-maseral menjadi maseral yang menghasilkan
minyak, gas dan tidak menghasilkan apa-apa. Kelompok maseral liptinit,
seperti alginit, eksinit, resinit, kutinit dan sporinit, yang menghasilkan
minyak merupakan kerogen Tipe I dan kerogen Tipe II, sedangkan
kelompok maseral vitrinit yang menghasilkan gas merupakan kerogen Tipe
III.

Gambar.12. Diagram hubungan antara kelompok maseral dengan tipe


kerogen yang terbentuk, (Peters dan Cassa, 1994).

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 40


Tabel.5. Tipe kerogen, maseral penyusunnya dan material organik asalnya

(Waples, 1985).

Berdasarkan hasil analisis pirolisis Rock-Eval dapat diketahui nilai S1, S2


dan S3 dinyatakan dalam satuan miligram hidrokarbon. Parameter S1
menunjukkan jumlah hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan semenjak
pengendapan ditambah dengan hidrokarbon yang terbentuk di bawah permukaan,
S2 mencerminkan sisa kapasitas pembentukan hidrokarbon, S3 adalah jumlah
kandungan oksigen di dalam kerogen (Waples, 1985). Data mentah S1, S2 dan S3
selanjutnya dinormalisasi dengan kandungan karbon organik dari sampel,
menghasilkan harga dalam satuan miligram per gram dari TOC. Nilai S2 dan S3
yang telah dinormalisasi selanjutnya disebut sebagai indeks hidrogen dan indeks
oksigen, karena beberapa variasi dari TOC telah dihilangkan pada saat
perhitungan normalisasi, maka indeks hidrogen berfungsi sebagai indikator dari
tipe kerogen. Indeks hidrogen harus dikoreksi sehubungan dengan efek maturasi
dengan menggunakan diagram van Krevelen yang telah dimodifikasi.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 41


Tabel.6. Potensi kerogen kurang matang berdasarkan indeks hidrogen (Waples,

1985).

Menurut Waples (1985) bahwa indeks hidrogen di bawah 150 miligram


hidrokarbon/gram TOC mengindikasikan ketidakhadiran sejumlah material lemak
yang menghasilkan minyak dan mencerminkan kerogen sebagai tipe III dan IV.
Indeks hidrogen di atas 150 miligram hidrokarbon/gram TOC menunjukk
peningkatan material kaya lemak, yang dapat berasal dari maseral darat (kutinit,
resinit, eksinit) atau dari material alga laut. Karena itu kerogen dengan indeks
hidrogen di antara 150 dan 300 miligram hidrokarbon/gram TOC mengandung
lebih banyak kerogen tipe III daripada kerogen tipe II sehingga memiliki
kemampuan terbatas hingga cukup untuk berpotensi menghasilkan minyak.
Kerogen dengan indeks hidrogen di atas 300 miligram hidrokarbon/gram TOC
pada umumnya mengandung maseral tipe II sehingga dipertimbangkan sebagai
sumber yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon cair. Kerogen dengan indeks
hidrogen di atas 600 miligram hidrokarbon/gram TOC pada umumnya murni
terdiri dari kerogen tipe I atau tipe II sehingga merupakan sumber yang berpotensi
menghasilkan hidrokarbon cair.

Analisa Kematangan Batuan Induk

Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan
waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang
rendah dalam waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 42


bumi. Mengenai jenis minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat
kematangan panas batuan induk, semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan
induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat, minyak bumi jenis ringan,
kondesat dan pada akhirnya gas.

Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan
dalam proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya
dengan lamanya proses pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima
batuan induk, sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang
dangkal, pada kondisi temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan
minyak bumi dalam suatu skala waktu tertentu.

Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur


pembentukan minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang
berusia lebih muda relatif memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam
pembentukan minyak bumi.

Ada 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :
1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat bakteri tidak ada
minyak yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi tersebut
merupakan zat pengotor atau hasil suatu migrasi.

2. Zona II : merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama


yang terbentuk pada zona ini adalah gas kering basah dan
sedikit kondesat. Adanya pertambahan konsentrasi minyak
akan menyebabkan minyak bumi terus mangalami
pengenceran, tetapi belum dapat terbebaskan dari batuan
induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan
terlampaui, proses perlepasan minyak bumi sebagai
senyawa yang telah matang dimulai.
3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan
minyak bumi dari batuan induk. Bentuk utama yang
dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan
bertambahnya tingkat pematangan maka minyak yang
berjenis ringan akan terbentuk.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 43


4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondesat gas
basah.
5. Zona V : merupakan zona teraksir, dicirikan dengan suhu yang tinggi
sehingga zat organik akan terurai menjadi gas kering
(metana) sebagai akibat karbonisasi. Perubahan yang terjadi
sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan
pada kerogen atau batu bara dapat bersifat kimia dan fisika,
seperti yang diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai ber ikut
:
a. Daya pantul cahaya daari partikel vitrinit akan
meningkat secara eksponensial.
b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
c. Adanya peningkatan mutu batu bara, dengan
kandungan volatile akan berkurang.
Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada
kondisi temperatur sebesara 1000 C. perubahan temperatur yang terjadi
dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfasa dan ini akan sangat
berpengaruh pada kondisi zat organik yang terkandung dalam sedimen.
Sehingga saat ini berkembang suatu cara pengidentifikasian
pematangan berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan cara:
1. Analisa pantulan vitrinit
2. Indeks Pengubahan Thermal
3. Analisa indeks warna spora

1. Analisa Pantulan vitrinit

Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya


vitrinit. Besarnya pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung
untuk tingkat kematangan zat organik, terutama humus yang
cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung
untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak
(Cooper, 1977). Kemampuan daya pantul ini merupakan fungsi
temperatur artinya dengan perubahan waktu pemanasan dan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 44


temperatur akan menyebabkan warna vitrinit berubah dibawah sinar
pantul.

Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan


mengambil contoh batuan dari kedalaman tertentu diletakkan diatas
kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin. Kemudian
digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir
dengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut
diuji dalam minyak immersi (indeks bias = 1,516) dengan
menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan digital
voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit
berdasarkan suatu standart yang terbuat dari gelas. Table dibawah
memperlihatkan hubungan antara nilai pantulan vitrinit dengan
tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978).

VITRINITE
HYDROCARBON TYPE
REFLECTANCE

0,33 – 0,35 Biogenic gas

0,35 – 0,66 Biogenic gas and oil immature

0,66 – 0,80 Immature oil

0,80 – 1,30 Mature oil

1,30 – 1,60 Mature oil, condensat, wet gas

1,60 – 2,00 Condensat, wet gas

> 2,00 Petrogen Oic methane gas

Tabel.7. Refleksi Vitrinite dan tipe hidrokarbon.

2. Analisa Indeks Warna Spora

Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan zat organik dengan


menggunakan mikro fosil dari sekelompok spora dengan serbuk sari.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 45


Analisa ini dilakukan dengan cara contoh kerogen yang diperlukan dari
keratan bor diuraikan dengan cairan asam kemudian contoh spora atau
tepung sari ini diletakkan pada kaca preparat dan diamati tingkat warnanya
dengan suatu skala warna melalui mikroskop.

Kesulitan dalam analisis indeks warna spora ini terkadang timbul


dalam hal membandingkan tingkat warna dari suatu contoh spora atau
tepung sari dengan warna standart tertentu. Keterbatasan lainnya adalah
bahwasannya tingkat waran spora akan sangat tergantung pada ketebalan
dindingnya, pada beberapa jenis spora efek panas yang mengenainya
terkadang tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Table 7.
memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan
tingkat kematangannya.

PALYNOMORPH
SCI MATURITY DEGREE
COLOUR

1 Pale Yellow Immature

2 Yellow Immature

3 Yellow Transition to mature

4 Gold Yellow Transition to mature

5 Orange to Yellow Mature

6 Orange Optimum oil generation

7 Brown Optimum oil generation

8 Dark Brown Mature, gas condensat

9 Dark Brown to Black Over mature, dry gas

10 Black Over mature, dry gas (traces)

Tabel.8. hubungan antara warna dari spora atau tepung sari


dengan tingkat kematangannya.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 46


3. Indeks Pengubahan Thermal

Metode ini mempergunakan penentuan warna secara visuil dari pollen


(serbuk kepala putik) dan zat organik lainnya, dari warna kuning, coklat
sampai hitam. Klasifikasi ini dihubungkan langsung dengan pembentukan atau
pematangan dari minyak dan gas bumi.

Kematangan Berdasarkan Metode Pirolisis

Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada


batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan
induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan
temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik
bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk
(kerogen) (Espitalie et al., 1977). Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan
beberapa parameter-parameter, Antara lain:

a. S1 (free hydrocarbon)
S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa
melalui proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah
hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon)
karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon
dari tempat lain (migrated hydrocarbon)
b. S2 (pyrolisable hydrocarbon.
S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses
pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat
dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai
S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah
menjadi petroleum. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg
hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock)
c. S3
S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan.
Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam
kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 47


d. Tmax
Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel
3.4). Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material
organik. Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir
dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax
sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain
misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah
(<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat
kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada
batuan induk yang mengandung resinit yang umum terdapat dalam
batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).

Gambar.13. Pembacaan hasil rock- eval pyrolisis

(dimodifikasi dari Peters, 1986)


S1 / (S1+S2) Tingkat kematangan

<0,1 Belum matang

0,1-0,4 Matang (oil window)

>0,4 Lewat matang (gas window)


Tabel.8. Kematangan Batuan Induk ari potensial rasio

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 48


Sourcerock yaitu suatu unit batuan yang telah menghasilkan minyak atau
gas di dalam jumlah cukup untuk membentuk akumulasi komersil. Istilah
variabel ” komersil” dan istilah “migratable” atau ” penting” sering diganti.
Sourcerock bersinonim dengan “sourcerock efektif”. Sourcerock yang
terbatas yaitu suatu unit batuan yang berisi semua prasyarat suatu sorcerock
kecuali volume. Tidak bisa digambarkan oleh data geochemical sendiri tetapi
memerlukan informasi yang berhubungan dengan geologi menyangkut
ketebalan dan luas area. Sourcerock Potensial yaitu suatu unit batuan yang
mempunyai kapasitas untuk menghasilkan minyak atau gas di dalam jumlah
komersil tetapi belum juga berhasil oleh karena katagenesis yang tidak cukup.

Banyak ilmu geokimia minyak modern tergantung pada kemampuan


penilaian yang akurat hydrocarbon source batusedimen Walaupun istilah
sourcerock sering digunakan untuk umum untuk menguraikan batusedimen
berbutir halus, pemakaian tersebut masih luas dan lebar. Karena itu
pembedaan yang berikut dapat dibuat:

1. Sourcerock efektif: semua batusedimen yang menggenerasikan


hidrokarbon.
2. Sourcerock possible: semua batusedimen yang berpotensi namun
belum dievaluasi, tetapi yang mungkin telah menghasilkan dan
mengeluarkan hidrokarbon.
3. Sourcerock potensial: semua batusedimen yang belum matang yang
diketahui sebagai sumber potensial untuk mengeluarkan hidrokarbon
jika tingkatan kematangannya yang berkenaan dengan panas semakin
tinggi.
Berdasarkan hasil analisis pirolisis Rock-Eval dapat diketahui nilai S1, S2
dan S3 dinyatakan dalam satuan miligram hidrokarbon. Parameter S1
menunjukkan jumlah hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan semenjak
pengendapan ditambah dengan hidrokarbon yang terbentuk di bawah
permukaan, S2 mencerminkan sisa kapasitas pembentukan hidrokarbon, S3
adalah jumlah kandungan oksigen di dalam kerogen (Waples, 1985). Data

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 49


mentah S1, S2 dan S3 selanjutnya dinormalisasi dengan
kandungan karbon organik dari sampel, menghasilkan harga dalam
satuan miligram per gram dari TOC. Nilai S2 dan S3 yang telah
dinormalisasi selanjutnya disebut sebagai indeks hidrogen dan indeks
oksigen, karena beberapa variasi dari TOC telah dihilangkan pada saat
perhitungan normalisasi, maka indeks hidrogen berfungsi sebagai
indikator dari tipe kerogen. Indeks hidrogen harus dikoreksi
sehubungan dengan efek maturasi dengan menggunakan diagram van
Krevelen yang telah dimodifikasi.

Tabel.9.Potensi kerogen kurang matang berdasarkan indeks hidrogen


(Waples,1985).

Menurut Waples (1985) bahwa indeks hidrogen di bawah 150 miligram


hidrokarbon/gram TOC mengindikasikan ketidakhadiran sejumlah material
lemak yang menghasilkan minyak dan mencerminkan kerogen sebagai tipe III
dan IV. Indeks hidrogen di atas 150 miligram hidrokarbon/gram TOC
menunjukk peningkatan material kaya lemak, yang dapat berasal dari maseral
darat (kutinit, resinit, eksinit) atau dari material alga laut. Karena itu kerogen
dengan indeks hidrogen di antara 150 dan 300 miligram hidrokarbon/gram
TOC mengandung lebih banyak kerogen tipe III daripada kerogen tipe II
sehingga memiliki kemampuan terbatas hingga cukup untuk berpotensi
menghasilkan minyak. Kerogen dengan indeks hidrogen di atas 300 miligram
hidrokarbon/gram TOC pada umumnya mengandung maseral tipe II sehingga
dipertimbangkan sebagai sumber yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon
cair. Kerogen dengan indeks hidrogen di atas 600 miligram hidrokarbon/gram

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 50


TOC pada umumnya murni terdiri dari kerogen tipe I atau tipe II sehingga
merupakan sumber yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon cair.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 51


4.2. Interpretasi.

1. Interpretasi Kekayaan Batuan Induk.


Berdasarkan dari data tabulasi hasil perhitungan TOC pada formasi
A, B,C, dan D yang disuguhkan dapat di interpretasikan bahwa pada
Formasi A, B, dan C memiliki nilai TOC >2 % Berat, sehingga pada
Tabel parameter kekayaan batan induk menurut Peters, diklasifikasikaan
memiliki kuantitas “Very Good” Sangat Baik. Dan pada formasi D
tersebt memiliki nilai TOC dengan kisaran 0,5 – 1 % Berat, sehingga
pada tabel parameter kekayaan batuan induk menurut Peters 1986,
diklasifikasikan memiliki kuantitas “Fair” Cukup. Jadi dari hal tersebut
apabila menentukan batuan induk dilihat dari sisi tingkat kekayaan
material organiknya dapat disimpulkan bahwa pada formasi A, B, dan C
merupakan batuan induk yang memiliki potensi ntuk menghasilkan
Hidrokarbon.
2. Interpretasi Tipe Kerogen.
Dalam menginterpretasi Tipe Kerogen suatu batuan induk, hal
yang perlu dilakukan yaitu dengan cara menghitung nilai dari HI
(Hydrogen Index) dan nilai dari OI (Oxygen Index). Pada data yang
tersedia tersebut berdasarkan tabel tabulasinya, pada formasi A, B, C,
dan D. Dapat di interpretasikan bahwa pada formasi A, B, dan C
memiliki nilai yang menunjukkan pada formasi tersebut termasuk
kedalam Tipe Kerogen III, dengan maseral berupa vitrinit, dengan
material organik asal berupa tumbuhan tinggi seperti kayu dan selulosa.
Dari hal ini pada formasi A, B, dan C, Dapat di interpretasikan
berpotensi menghasilkan Gas Prone.
Pada formasi D, berdasarkan data tabel tabulasi dapat di
interpretasikan pada formasi ini memiliki nilai yang menununjukkan
Tipe Kerogen II, dengan maseral berupa Eksinit, Resinit, Liptinit,
dengan material organik berupa polen, spora, lapisan lilin tanaman,
resin tanaman, lemak tanaman dan alga laut. Dari hal tersebt maka pada
formasi D ini dapat di interpretasikan berpotensi menghasilkan oil
prone.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 52


Pada ke empat formasi tersebut Tipe Kerogen yang didapatkan
yaitu berdasarkan diagram Van Krevelen, dan komposisi kerogen
dilihat berdasarkan klasifikasi Waples, 1985.
3. Interpretasi Kematangan Batuan Induk.
Dari hasil pengeplotan nilai RO dan kedalaman dari data tebel
tabulasi, dan diketahui parameter nilai kematangan Thermal suatu batuan
induk menrut Peters and Cassa, 1994 yang mennjkkan nilai kematanngan
batuan induk adalah sama dengan atau lebih dari 0.6. maka dapat di
interpretasikan pada ke empat formasi Tersebut, pada formasi A, dan C
setelah diplot kedalaman dan nilai RO berada di daerah < 0.6 sehingga
dapat din interpretasikan pada ke da formasi tersebut batan indknya
belum matang, dan pada formasi B setelah dilakukan Cross-Plot antara
kedalaman dan nilai RO mennjkkan berada di garis 0.6, dari hal tersebut
dapat di interpretasikan bahwa batuan induknya menunjkkan Early
Immature (Awal Matang), dan pada formasi D setelah dilakukan cross-
plot tersebut memiliki nilai 0,98 – 1,06 sehingga setelah di plot dapat di
interpretasikan batuan indknya mennjkkan terlalu matang, sehingga
apabila dilihat dari sisi kematangan pada formasi A, B, C, dan D dapat
diketahui bahwa formasi A dan C belum terdapat migas, Formasi B
sudah mlai matang dimngkinkan terdapat migas, dan pada formasi D
yang menunjukkan terlalu matang sehingga dimngkinkan migasnya sdah
hampir hilang, kosong.
Dari pola yang dihasilkan pada Cross-Plot RO dan Kedalaman
tersebut menunjukkan adanya formasi C yang berada pada kedalaman
yang lebih dalam dari formasi B, tetapi belum mengalami kematangan,
berdasarkan klasifikasi Seffle & Landis, 1991. Hal ini menjelaskan
adanya kemungkinan struktur, sehingga dapat diinterpretasikan juga
terdapat ketidakselarasan antara formasi B dan C.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 53


Gambar.14. klasifikasi Seffle & Landis, 1991
4. Interpretasi Migrasi.
Pada formasi A, B, C, dan D tersebut setelah dilakukan cross-plot
antara PI dan kedalam, maka di interpretasikan pada formasi A, B, dan C
berdasarkan pada (peters and Cassa, 1994) meununjukkan batan
induknya belum matang dan belum bermigrasi, kareana masing masing
memiliki nilai rata-rata A = 0.05, B = 0,05, C = 0,07 dan pada formasi D
apabila dilihat pada klasifikasi Peters and Acassa,1994 menunjukkan
nilai rata-rata 0.83 batuan induknya di interpretasikan terlalu matang
dimngkinkan migasnya telah bermigrasi.
5. Interpretasi keseluruhan.
Berdasarkan Kekayaan Material Organik (TOC), Tipe Kerogen,
Kematangan Batuan Induk, dan Tingkat Migrasi maka dapat disimpulkan
bahwa pada formasi A dan B berdasarkan produktivitasnya termasuk
dalam potential Source Rock, karena pada keda lam formasi ini memiliki
nilai TOC “Very Good” tetapi baru berada pada garis awal matang, dan
memiliki kerogen tipe III, sehingga menghasilkan Gas dan pada formasi
C tersebut termask potential Source Rock dengan potensial menghasilkan
minyak karena kerogennya tipe II, dengan Toc “Verry Good” namun
belum matang, sehingga belm dapat di produksi. Dan pada Formasi D
tersebut termasuk dalam Efektive Source, karena memiliki kematangan
yang sudah terlalu matang, dan dimngkinkan sudah melaukan migrasi.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 54


4.3 Laporan Resmi Geokimia Hidrokarbon

(TERLAMPIR)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 55


BAB V

WIRELINE LOG

Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang

menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur

pemboran (Harsono, 1997).

Wireline logging adalah parameter yang dilakukan untuk mengetahui

kondisi bawah permukaan dan mencari reservoar pada kedalaman berapa, hal ini

dilakukan pada saat pemboran suatu sumur. Hasil dari wireline logging ini adalah

kurva-kurva log Permeable (Log Spontaneous Potensial, Gamma Ray, Caliper),

log Resistivity (Log Induksi dan Log Lateral), dan log Porosity (Log Density,

Neutron, dan Sonic) dan Caliper. Kurva-kurva ini digunakan untuk mengetahui

zona prospek hidrokarbon, evaluasi formasi, dan mengetahui lithologi di dalam

formasi dan sebagainya.

Gambar.15. gambar dari wireline log

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 56


Log wireline dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan sifat

fisik yang diukur.

1. Log spontaneous potensial (SP)

Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari garis lempung.

Pada zona permeabel yang tebal , kurva SP mencapai suatu garis konstan.

Dalam evaluasi formasi log SP digunakan untuk :

- Menentukan jenis litologi

- Menentukan kandungan lempung

- Menentukan harga tahanan jenis air formasi.

Gambar.16. Log SP

2. Log Gamma Ray (GR)

Log GR merupakan suatu catatan terhadap kedalaman dari

radioaktivitas alamiah suatu formasi. Log Gamma Ray digunakan untuk :

- Menentukan volume lempung

- Identifikasi litolog

Gambar.17. Log Gamma Ray.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 57


3. Log Resistivitas

Merupakan log elektrik yang digunakan untuk :

- Mendeterminasi kandungan fluida dalam batuan reservoir .

- Mengidentifikasi zona permeable

- Menentukan porositas

- Ada dua tipe log yang digunakan untuk mengukur resistiviti

formasi yaitu log induksi dan log elektroda.

Gambar.18. Log Resistivitas.

4. Log Densitas

Log Densitas merupakan suatu tipe log porositas yang

mengukur densitas elektron suatu formasi. Dalam evaluasi sumur

log densitas berguna untuk:

- Menentukan porositas

- Identifikasi litologi

- Identifikasi adanya kandungan gas

- Mederteminasi densitas hidrokarbon

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 58


Gambar.19. Log Densitas.

5. Log Netron

Merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hydrogen

dalam suatu formasi. Dalam penentuan pekerjaan evaluasi formasi log

netron berguna untuk :

- Menentukan porositas

- Identifikasi litologi

- Indentifikasi adanya gas

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 59


6. Log Sonik

Merupakan suatu log porositas yang mengukur interval waktu lewat

dari suatu gelombang suatu suara kompresional untuk melalui satu feet

formasi. Dalam evaluasi formasi log sonic berguna untuk :

- Menentukan porositas

- Identifikasi litologi

Gambar.21. Log Sonic.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 60


5.1 Evaluasi Kualitatif

5.1.1 Dasar Teori

Menginterpretasikan dengan metode quick look log pada analisis kualitatif:

1. Log Gamma Ray

Dizona serpih, nilai GR tinggi dan pada batuan karbonat dan pasir

bersih nilai GR akan rendah. Selama interpretasi, pertama kita

harus memilih ‘zona bersih’. Zona ini didefinisikan dengan zona

dimana nilai GR rendah.

2. Log Spontaneous Potential

Zona permeable akan menampakkan defleksi pada kurva log SP.

3. Log Densitas dan log Neutron

Merupakan log yang baik sebagai pengenal dari indikasi lapisan

pembawa hidrokarbon. Pada zona pembawa hidrokarbon, hadir

cross over antara log densitas dan log neutron. Cirinya berupa

kurva log densitas bergerak ke sisi kiri dan kurva log neutron

bergerak ke sisi kanan.

4. Log Resistivitas

Hidrokarbon memiliki nilai resistivitas yang lebih tinggi dari air

formasi. Resistivitas air ‘fresh’ lebih tinggi dari pada saline water.

Resistivitas formasi tergantung dari fluida formasi dan

porositasnya.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 61


5. Log Sonic

Pada zona porous travel time dari suara besar (lambat). Sedangkan

pada zona kompak travel time gelombang suara cepat. Sehingga

travel timenya menjadi sedikit/cepat.

Zona Batuan Reservoir

Batuan reservoir yang sarang dapat dibedakan dengan zona batuan kedap

dengan melihat bentuk – bentuk kurva log. Perbedaan antara batuan kedap dengan

lapisan batuan sarang log adalah:

A. Zona batuan kedap dicirikan oleh:

 Harga kurva GR yang tinggi.

 Tidak terbentuk kerak lumpur pemboran, diameter lubang

kadang membesar.

 Adanya cross ove negative pada microlog.

 Harga tahanan jenis pada zona teusir (Rxo) hamper sama

dengan harga tahanan jenis formasi (Rt).

 Harga porositas neutron lebih tinggi dari pada porositas

densitasnya.

B.Zona batuan reservoir yang porous dicirikan oleh:

 Harga kurva GR yang rendah.

 Harga kurva SP menjauhi garis dasar serpih.

 Terbentuknya kerak lumpur pemboran.

 Adanya cross over positif pada microlog.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 62


 Mempunyai harga porositas menengah sampai tinggi.

Jenis Lithologi

Jenis litologi zona reservoir dapat ditentukan berdasarkan kenampakan

defleksi log tanpa melakukan perhitungan. Adapun kenampakan beberapa

jenis litologi batuan reservoir sebagai berikut:

a) Batupasir pada log dicirikan oleh:

 Defleksi GR rendah.

 Terjadinya cross over positif pada kurva tahanan jenis mikro.

 Kadang – kadang diameter lubang bor yang relative lebih

kecil.

b) Batugamping pada log dicirikan oleh:

 Defleksi kurva GR rendah.

 Harga ɵ lebih tinggi.

 Terjadinya cross over positif pada kurva tahanan jenis mikro

apabila batugamping tersebut porous, dan terjadi cross over

negative bila tidak ada porous.

 Kurva log neutron berhimpitan dengan kurva log densitas.

 Kadang – kadang lubang bor membesar,

c) Batubara pada log dicirikan oleh:

 Nilai GR memiliki harga yang paling rendah, karena batu bara

sedikit mengandung unsur kalium.

 Densitas batu bara rendah.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 63


 Batubara pada log neutron biasanya akan memberikan respon

defleksi yang relative lebih besar dengan batupasir.

 Umumnya memiliki nilai resistivitas yang cukup besar.

 Batubara umumnya memiliki transit waktu yang lebih lama.

Gambar.22. Hubungan jenis litologi dengan log

Jenis Cairan Pengisi Formasi

Untuk membedakan jenis cairan yang ada di dalam formasi, apakah air,

minyak atau gas dapat ditentukan dengan melihat log resistivity dan gabungan

log neutron dengan densitas. Zona hidrokarbon ditunjukan oleh adanya cross

over antara harga tahanan jenis zona terusir (Rxo) dengan harga tahanan jenis

formasi (Rt).

Unruk membedakan gas atau minyak yang ada di dalam formasi dapat

dilihat pada gabungan log neutron dan densitas. Zona gas oleh harga porositas

neutron yang jauh lebih kecil dari harga porositas densitas, sehingga akan

ditunjuakna oleh cross over kurva log densitas dan neutron yang lebih besar.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 64


Dalam zona minyak kurva neutron dan kurva densitas membentuk cross

over positif yang lebih sempit dari zona gas. Pada zona lempungan kurva

neutron dan kurva densitas berhimpitan. Zona air dibedakan dengan zona

minyak akan menunjukan harga tahanan jenis formasi (Rt) yang lebih tinggi

dari pada zona air.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 65


5.1.1 Interpretasi.

Berdasarkan data yang well log yang teah digunakan sebagai data, dapat

diinterpretasikan bahwa :

 Pada log gamma ray

Pola log menunjukan kenampakan yang meruncing dan relatif sama,

hanya beberapa kedalaman saja yang memiliki pola yang berbeda/ mencolok

sendiri. Pola meruncing dan cenderung tidak beraturan yang cenderng ke arah

kanan pada bagian atas dan bawah, dan pada bagian tengah terdapat

kenampakan yang hanya beberapa lapis / tidak dominan. Apabila dilihat dari

polanya dapat diinterpretasikan bahwa pada sumur ini tersusun oleh 2

litologi, yaitu batupasir, batulempung. Sesuai dengan definisinya, log gamma

ray dapat mendeterminasi batuan yang mengandung mineral radioaktif,

mineral radioaktif umumnya berada pada batuan sedimen berbutir halus. Dari

pola yang ada di log dapat dilihat bahwa garis menunjukkan tren rendah,

yaitu pada kedalaman 4065 m, tersusun oleh batulanau kemudian pada bagian

atasnya pola GR mengarah ke kanan, yang menunjukan meningkatnya kadar

radioaktif di dalam batuan, kemuian terdapat batuan dengan GR rendah

disertai dengan meningkatnya densitas hingga terjadi cross over, sehingga

batuan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai batugamping. Kemudian pada

bagian atasnya pola menunjukkan peningkatan nilai GR yang menandai

kedalaman itu tersusun oleh batulempung. Kemudian hingga kedalaman 4000

m terlihat pola GR yang kembali menurun dan berangsur meningkat, dapat

diinterpretasikan kedalaman tersebut tersusun oleh batupasir kemudian

batulempng, kemudian terdapat batulempung

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 66


Pada bagian atasnya terlihat pula pola log GR yang kembali merendah,

sehingga diinterpretasikan sebagai batupasir berporos.diikuti kenaikan pola

GR yang cukup drastis, hal ini menunjukan litologi berupa batulempung

dengan sisipan sellysand. Berangsur meningkat menjadi batulanau

batulempung, dan turun kembali menjadi batupasir, dan menjadi

batulempung.

 Pada Log Densitas

Apabila dilihat dari polanya log denditas didominasi oleh densitas

yang cukup tinggi, pola densitas yang cukup tinggi/ besar ini menandai

bahwa batuan yang mendominasi sumur ini memiliki ukran butir yang

halus, cenderung kompak dan keras. Pada log ini di interpretasikan sebagai

batulempung yang memiliki densitas tinggi, karena batu lempung tersebut

mengand8ng air dan tidak dapat meloloskan air, dan batupasir cenderung

lebih rendah densitasnya.

 Pada Log Neutron

Pada log neuton, dapat diinterpretasikan bahwa pola garis

cenderung lebih sering mengarah ke defleksi tinggi / arah kiri yang

menandakan batuan tersebut berporositas tinggi, dan apabila defleksi

rendah / arah kanan makan batuan yang dilewati tersebut berporositas

rendah. Pada kedalaman 4020 m ke bawah batuan cenderung memiliki

porositas tinggi. Sementara pada kedalaman 3950 m ke atas porositas

cenderung rendah.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 67


 Pada Log Resistivitas

Dapat terlihat kombinasi dari LLD dan LLS yang menunjukan

defleksi ke arah negatif / ke arah kiri, hal ini menunjukan bahwa batuan

penyusun pada sumur ini cenderung memiliki porositas tinggi dan

mengandung fluida air maupun gas pada bagian atas , namun pada bagian

bawah pada log terlihat bahwa sumur tersusun oleh batuan berporos tinggi

dengan asumsi fluida penyusun berupa minyak. Apabila dari data log

tersebut dikorelasikan dengan data peta, maka diperoleh hasil bahwa

lapisan batuan yang terdaat pada log sumur tersebut terdapat pada

kedalaman.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 68


5.1.3 Laporan Resmi Evaluasi Kulitatif

(TERLAMPIR)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 69


5.2 Evaluasi Kuantitatif

5.2.1 Dasar Teori

Dalam melakukan evaluasi kuantitatif parameter – parameter

yang harus diidentifikasikan adalah:

 Penentuan volume lempung (Vsh).

 Porositas

 Tahanan jenis

 Tahanan jenis air formasi (Rw)

 Tahanan jenis cairan lumpur (Rmf)

 Tahanan jenis formasi (Rt)

 Tahanan jenis zona terusir (Rxo)

 Kejenuhan air

 Indeks mobilitas hidrokarbon

 Volume hidrokarbon yang dapat bergerak

Penentuan Volume Lempung (Vsh)

Menggunakan log Gamma Ray (GR) adalah yang seiring

digunakan karena log ini mengukur tingkat radioaktif formasi.

𝑮𝑹 𝐥𝐨𝐠 − 𝑮𝑹 𝒎𝒊𝒏
𝑽𝒔𝒉 =
𝑮𝑹 𝐦𝐚𝐱 − 𝑮𝑹 𝒎𝒊𝒏

Dimana : Vsh : Volume lempung standar

GR log : Harga kurva GR formasi

GR min : Harga GR log minimum

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 70


GR max : Harga GR log maksimum

Porositas

Dengan menggunakan log densitas, untuk formasi yang bersih berlaku

persamaan:

𝑝𝑚𝑎 − 𝑝𝑏
𝜙𝐷 =
𝑝𝑚𝑎 − 𝑝𝑓

Dimana : 𝜙𝐷 : Kesarangan dari log densitas

pma : Densitas matrik batuan : 2,65 untuk batupasir

2,71 untuk batugamping

2,87 untuk dolomit

pf : Densitas caritan lumpur

pb : Densitas bulk formasi

Porositas efektif didapatkan dari nilai rata – rata porositas log densitas dan

porositas log neutron dengan rumus (Dewan, 1983):

(𝜙𝐷𝑐 + 𝜙𝑁𝑐)
𝜙𝑒 =
2

Dimana : 𝜙𝑒 : Porositas efektif

𝜙𝐷𝑐 : Porositas densitas terkoreksi

𝜙𝑁𝑐 : Porositas neutron terkoreksi

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 71


Tahanan Jenis

Tahanan jenis air formasi (Rw) merupakan tahanan jenis air yang

terdapat dalam formasi sebelum formasi tersebut ditembus oleh bit pemboran.

Tahanan jenis air formasi (Rw) dapat ditentukan dengan cara:

𝑅𝑡 𝑥 𝜙𝑒 𝑚
𝑅𝑤 =
𝛼

Dimana : Rw : Tahanan jenis air formasi

Rt : Tahanan jenis yang sesungguhnya

𝛼 : Factor pembandingan (= 1)

m : Faktor semestinya (=2)

Kejenuhan Air

Harga kejenuhan air formasi (Sw) dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan dari Arcie (1942), Indonesia (1971), Simandoux

(1972), dan modifikasi Simandoux (1986).

Persamaan Arcie (1942):

𝑎 𝑥 𝑅𝑤
𝑆𝑤 = √
𝜙𝑒 𝑚 𝑥 𝑅𝑡

Dimana : Sw : Kejenuhan air formasi

Rt : Tahanan jenis formasi

Rw : Tahanan jenis cairan lumpur

𝜙𝑒 𝑚 : Porositas yang sesungguhnya

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 72


a : Faktor pembanding (=1)

Kejenuhan Hidrokarbon yang Dapat Bergerak

Dalam suatu sumur hidrokarbon, seluruh cadangan hidrokarbon didalam

reservoir tidak dapat dikeluarkan semua, ada hidrokarbon yang tersisa didalam

formasi. Kejenuhan hidrokarbon sisa pada zona dirumuskan sebagai berikut:

𝑆ℎ = 1 − 𝑆ℎ𝑟

Dimana : Sh : Kejenuhan hidrokarbon

Shr : Harga kejenuhan sisa

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 73


5.2.3 Laporan Resmi Evaluasi Kuantitatif

(TERLAMPIR)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 74


LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI MINYAK BUMI 2018 75

Вам также может понравиться