Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH

ILMU BUDAYA SOSIAL DASAR


“Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum”

DISUSUN OLEH
Natalia Dinda Sartika Putri

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, manusia, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tak dapat
dipisahkan. Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia
berkaitan dengan nilai,moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan,
menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama
dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri
manusia akan sangat menentukankepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan
sosial dan kehidupan setiap insan.Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan
moral yang sesuai dengan normakebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi
pengembangan manusia yang utuh dalamkonteks sosial.Pendidikan moral tidak hanya
terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapatdilakukan oleh siapa saja dan dimana
saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk melaksanakan
pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan
masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukungterjadinya proses identifikasi,
internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak
ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu
diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanamannilai-nilai
kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat nilai dalam kehidupan manusia?

2. Apa sajakah problematika tata nilai dalam pembinaan nilai moral?

3. Bagaimana hubungan manusia dengan hukum?

4. Bagaimana hubungan hukum dengan moral?


C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui hakikat nilai dalam kehidupan manusia
2. Mahasiswa dapat mengetahui problematic tata nilai terhadap pembinaan nilai moral
3. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan manusia dengan hukum
4. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan hukum dengan moral
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Nilai dalam Kehidupan Manusia

1. Pengertian Nilai
Pada hakikatnya nilai merupakan hal yang penting bagi kehidupan, maka dari itu
diperlukan nilai dalam kehidupan kita. Nilai sendiri memiliki pengertian bervariasi,
sulit untuk mencari kesimpulan yang komprehensif agar mewakili kepentingan dari
berbagai sudut pandang. Dari semua itu ada beberapa hal yang disepakati mengenai
pengertian nilai bahwa, nilai berhubungan dengan manusia. (Elly M. Setiadi,
2006)Berikut ini beberapa defenisi dari para ahli yang diharapkan dapat mewakili
beberapa sudut pandang.

a. Menurut Cheng (1955), nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti
terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk
menyempurnakan manusia, sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang
seharusnya dimiliki.
b. Menurut Lasyo (1999), nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam
segala tingkah laku atau perbuatannya.
c. Menurut Charles R. Knikker (1977), value is a cluster of attitude which generate
either an action or decision to deliberately avoid an action. (Nilai merupakan
sekelompok sikap yang menggerakkan perbuatan atau keputusan yang dengan
sengaja menolak perbuatan).
d. Menurut Dardji Darmodiharjo (1986), nilai adalah yang berguna bagi kehidupan
manusia jasmani dan rohani.
e. Menurut John Dewey, value is object of social interest (Elly M. Setiadi, 2006).
Dari beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan nilai merupakan alat yang
digunakan untuk mengetahui alasan suatu pelaksanaan tertenti dan ide seorang
individu mengenai apa yang baik, benar, atau yang diinginkan.

2. Hierarki Nilai dalam Pendidikan


Nilai erat kaitannya dengan kegiatan manusia menilai. Menilai berarti
menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan antara sesuatu yang satu dengan
yang lain, kemudian diambil keputusan. Keputusan nilai dapat menyatakan berguna
atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau buruk, manusiawi atau tidak
manusiawi, religius atau tidak religius. Penilaian ini dihubungkan dengan unsur-unsur
atau hal yang ada pada manusia, seperti jasmani, cipta, rasa, karsa, rasa dan keyakinan.
Sesuatu dipandang bernilai karena sesuatu itu berguna, maka disebut nilai kegunaan,
bila benar dipandang bernilai maka disebut nilai kebenaran (estetis), religius dianggap
bernilai maka disebut nilai keagamaan.

Notonegoro (1984), membagi hierarki pada tiga:

1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2. Nilai vital. Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia un tuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Di Indonesia, hierarki nilai dibagi 3 yaitu sebagai berikut:

1. Nilai dasar, yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang mendalam
dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini pula bersifat universal karena menyangkut
hakikatnya kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya, hakikat tuhan, manusia
atau segala sesuatu lainnya.
2. Nilai instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan.
Bilamana nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari maka hal itu merupakan suatu norma moral. jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara, maka nilai
instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar.
3. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental pada suatu kehidupan nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan
perwujudan dari nilai instrumental. Nilai instrumental, dan nilai praksis itu
merupakan suatu system dalam perwujudannya tidak boleh menyimpang dari
sistem itu.

Dari gambaran hierarki nilai dapat disimpulkan bahwa nilai yang tertinggi selalu
berujung pada nilai yang terdalam dan yang terabstrak bagi manusia. Terdalam dalam
arti lebih hakiki dan lebih bersifat kepentingan-kepentingan transenden dalam bentuk -
bentuk ideal yang dapat dipikirkannya, sedangkan nilai yang semakin rendah lebih
bersifat sementara, tergantung pada indrawi manusia dan lebih bersifat pragmatis
untuk memuaskan jasmani manusia.

3. Makna Nilai Bagi Manusia


Dalam bidang filsafat, upaya untuk mengisi pemikiran yang tidak atau belum
dilakukan oleh orang lain adalah biasa, upaya itu dilakukan dalam rangka mengisi
ruang – ruang kosong agar mencapai kesempurnaan (Elly M. Setiadi, 2006). Untuk itu,
nilai penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia
karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada
di luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai
kegiatan menilai.
Dalam hubungan ini, pendidikan (ISBD) tidak mempersoalkan dari mana nilai
tersebut,tapi lebih memperhatikan pentingnya nilai itu bagi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus
diaplikasikan dalam perbuatan. Setiap individu harus memahami nilai dan kebernilaian
dirinya, sehingga dia akan menempatkan diri secara bijak dalam pergaulan hidup serta
akan mengakui dan bijak terhadap keberadaan nilai dan kebernilaian orang lain dalam
pergaulan bermasyarakat. Yang terpenting dalam upaya pendidikan, keyakinan
individu pada nilai harus menyentuh sampai hierarki nilai tertinggi.

B. Problematika Tata Nilai dalam Pembinaan Nilai Moral


1. Pengaruh Kehidupan Keluarga
Keluarga merupakan bagian yang sangat terpengaruh akan dampak kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap hari, dalam keluarga terjadi perubahan-
perubahan yang dramatis, meskipun tidak sampai masuk kategori
menakutkan.Misalnya pada keluarga yang broken home atau keluarga yang kedua
orangtuanya bekerja berakibat pada penurunan intensitas hubungan antara anak dan
orang tua. Dalam lingkungan yang kurang baik bahkan seorang anak akan sulit
membangun nilai-nilainya secara jelas.
Karakter pekerjaan orang tua dan hubungannya dengan keluarga telah berubah
secara dahsyat. Saat ini, merupakan fakta banyak anak yang tidak mengetahui hal -
hal yang dikerjakan orang tua di luar rumah untuk mencari penghasilannya. Anak
jarang melihat apa yang dikerjakan oleh orang tua dan tidak mendapat informasi yang
cukup tentang hakikat suatu karir baik permasalahan maupun keberhasilannya (Elly
M. Setiadi, 2006). Dengan kata lain, problem utama antara anak dan orang tua adalah
tingkat komunikasinya.
Persoalan diatas, akan mengakibatkan menurunnya fungsi keluarga dalam
pembinaan nilai terutama nilai moral pada anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi
tempat untuk memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya
menambahkan kebingungan bagi anak. Dalam keadaan seperti inilah pendidikan perlu
memfasilitasi peserta didik untuk memperjelas sebuah nilai.

2. Pengaruh Teman Sebaya


Sebagai makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri, anak pasti memiliki
teman dalam lingkungan pergaulan, yang akhirnya dapat mempengaruhi apa yang
diyakininya. Keyakinan – keyakinan yang dimiliki anak tersebut akhirnya
membentuk sikap yang dapat mendorong anak tersebut untuk menerima atau menolak
sesuatu. Sikap tersebut akan melekat pada diri anak dan akan menjadi nilai yang akan
mempengaruhi perilakunya (Elly M. Setiadi, 2006).
Setiap teman yang dimiliki oleh anak akan menampilkan kebiasaan yang
berbeda beda, ada yang membawa dampak positif bila kebiasaannya positif. Dan
sebaliknya, ada yang berdampak negatif apabila kebiasaan tersebut negatif pula.
Pertemanan yang paling berpengaruh timbul dari teman sebaya, karena diantara
mereka relative lebih terbuka, dan intensitas pergaulannya relative sering. Terkadang
anak cendenderung akan menyesuaikan dengan aturan main, agar diterima dalam
kelompoknya. Hal ini menjadi masalah nilai tersendiri tatkala sudut pandang orang
tua dengan teman sebayanya berbeda. Bagi anak situasi ini akan menjadi dilematis.
Persoalan nilai mana yang akan menjadi keyakinan individu tentu diperlukn adanya
upaya pendidikan untuk membimbing mereka keluar dari kebingungan nilai serta
menemukan nilai yang hakiki yang harus menjadi pegangannya.

3. Pengaruh Media Komunikasi dan Informasi


Alat komunikasi telah diperkenalkan sejak abad ke-20 seperti telepon, lalu
disusul dengan radio dan televisi. Para ahli program kemudian, mengembangkan
sesuatu yang dianggap dapat menyenangkan anak – anak. Jika memang nilai memang
mewakili cara pandang tehadap kehidupan, serta membuat perubahan dalam hidup,
maka setiap orang tentu berharap pentingnya mengembangkan nilai pada anak – anak.
Oleh karena itu, dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu
pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada setiap
individu. Namun, media – media tersebut justru menyuguhkan pandangan hidup yang
sangat bervariatif pada anak.
Informasi yang didapat dari media komunikasi tersebut, akan berpengaruh
terhadap sistem keyakinan yang dimiliki oleh anak maupun orang dewasa, baik
informasi tersebut diterima sebagian ataupun keseluruhan. Ketika informasi tersebut
telah diterima, maka akan terbentuklah sikap. Dan sikap inilah yang akan mendorong
munculnya pertimbangan yang harus dibuat sehingga menghasilkan prinsip yang
dijadikan alat ukur sebuah tindakan. Prinsip dan standar itulah yang disebut dengan
nilai.
Munculnya berbagai informasi, apalagi informasi tersebut sama kuatnya
seperti, pengaruh tuntutan teman sebaya dengan tuntutan keluarga dan aturan agama
akan menjadi konflik internal pada individu yang akhirnya akan menimbulkan
kebingungan nilai bagi individu tersebut. Kebingungan ini dapat diperparah apabila di
lembaga pendidikan diberi lagi informasi yang berbeda tanpa diberikan solusi untuk
menemukan nilai individu tersebut.
Dalam hal ini, peran keluarga sangat dibutuhkan agar anak dapat mengambil
nilai yang baik dari apa yang didapatkannya diberabagai media komunikasi. Jika
tidak anak akan kebingungan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang betul dan mana yang salah, mana yang adil dan mana yang tidak. Peran
pendidikan ISBD juga sangat penting untuk mengatasi kebingungan tersebut sehingga
kita memiliki keyakinan akan nilai yang kita miliki.

C. Manusia dan Hukum

1. Pengertian Manusia
Pada hakikatnya manusia dapat dilihat sebagai makhluk pribadi, sedangkan
disisi lain dipandang sebagai makhluk sosial. Hal itu dikatakan oleh Notonegoro yang
menyatakan bahwa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial merupakan sifat
kodrat dari manusia. Frans Margins Suseno menyatakan bahwa manusia adalah
individu yang secara hakiki bersifat sosial (Winarmo, 2008).
Manusia terlahir sebagai makhluk individual yang tidak dapat dipisahkan antara
jiwa dan raganya. Segala kegiatan yang dilakukannya tidak semata-mata dilakukan
oleh jasmaninya saja tetapi atas perintah akal yang ada pada tiap individu. Dengan
demikian manusia sebagai individu berbeda dari individu lain baik dari segi sifat,
kemampuan dan lainnya.
Manusia sebagai makhluk individu ternyata tak mampu hidup sendiri. Dalam
menjalani kehidupannya ia senantiasa bergantung pada individu lainnya. Hal tersebut
dilakukan karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat ia penuhi
sendiri. Karenanya secara hakiki manusia bersifat sosial, manusia harus bersosialisasi
dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Pengertian Hukum
Berbicara tentang manusia dan hukum, dalam Kamus Bahasa Indonesia apa
definisi tentang hukum. Hukum berarti peraturan atu adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Dapat pula berarti
undang-undang, peraturan, dan keputusan. Jadi, jika kita berbicara tentang hukum
berarti merujuk pada peraturan yang secara resmi dibuat oleh seorang penguasa atau
pemerintah.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang mengatakan
tujuan hukum adalah kepastian hukum, ada yang mengatakan tujuan hukum adalah
keadilan dan ada pula yang mengatakan hukum adalah kebinaan (Mertokusumo,
2007). Jadi, hukum dibuat untuk kemaslahatan hidup umat manusia.

3. Hubungan antara Hukum dan Manusia


Hukum akan timbul ketika manusia berhubungan dengan manusia lainnya.mungkin
saja jika manusia hidup secara individual tanpa memerlukan orang lain, maka tidak
akan ada hukum didunia ini. Manusia memiliki banyak kebutuhan, jika suatu
kebutuhan telah terpenuhi maka akan ada kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi.
Karena itu muncul anggapan bahwa manusia tidak pernah puas. Kebutuhan tersebut
akan terus berkembang hingga dapat menimbulkan permasalahan, bahkan tak jarang
terjadi konflik demi memenuhi kepentingannya.
Salah satu dari banyaknya kepentingan manusia adalah kepentingan akan rasa aman
dan pelindungan/ safety and security. Kebutuhan ini menyangkut perasaan seperti
bebas dari rasa takut, terlindungi dari bahaya ancaman penyakit, perang, kemiskinan,
kelaparan, perlakuan tak adil dan sebagainya. Manusia berharap kepentingan akan rasa
aman ini dipenuhi, yaitu dengan cara dilindungi dari bahaya yang mengancam serta
menyerang kepentingan dirinya dan kepentingan bersama (Mertokusumo, 2007).
Manusia dengan kemampuan akal dan fikirannya menciptakan kaidah – kaidah hukum
guna melindungi kepentingannya dari gangguan manusia lainnya. Sebenarnya,
terdapat kaidah lain selain kaidah hukum seperti kaidah kepercayaan atau keagamaan,
kaidah kesusilaan, kaidah sopan santun atau tatakrama. Namun, ketiganya dirasa
belum mampu memuaskan kebutuhan manusia modern akan terhadap perasaan aman
dan perlindungan. Jadi diperlukan diperlukanlah perlindungan kepentingan lain yaitu
hukum.
Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan – ikatan antara individu
dan masyarakat dan antara individu dengan individu itu sendiri. Ikatan – ikatan itu
tercermin pada hak dan kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh
hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
tersebut kini telah terangkum dalam undang – undang dan sudah sepantasnya manusia
mematuhi hukum yang telah mereka buat sendiri. Hukum yang baik sendiri
merupakan hukum yang tak hanya sebagai kaidah sosial tetapi pula hukum yang
berisikan nilai – nilai yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, agar tercipta
kehidupan yang harmonis.

D. Hubungan Hukum dan Moral


Hukum dan moral saling terkait satu dengan lainnya, hukum akan kosong tanpa
dijiwai oleh moralitas. Oleh karena itu, kualitas hukum harus selalu diukur dengan moral,
dan perundang-undangan yang immoral harus diganti. Meskipun tidak semua harus
diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hukum hanya mengatur hubungan antar
manusia yang relevan saja.
Meskipun hubungan antara hukum dan moral begitu erat, namun kenyataannya
hukum dan moral tetap berbeda. Mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral
atau undang-undang yang immoral, yang artinya tidak terdapat kecocokan antara hukum
dengan moral (Winarmo, 2008). Oleh karena itu dalam system ketetanegaraan Indonesia
dewasa ini, harus dengan adanya moral dalam setiap pengambilan keputusan. Apa artinya
hukum tanpa moralitas, dengan demikian hukum akan menjadi kuat dengan dijiwai oleh
moralitas.
K. Bertens menjelaskan bahwa selain hal diatas terdapat empat perbedaan antara
hukum dan moral. Pertama, hukum lebih dikodifikasikan dari moralitas, artinya
dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Hal ini berarti norma
hukum leih memiliki kepastian yang objektif sedangkan moral bersifat subjektif dan
mudah dikritik kapan saja.
Kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap
batin seseorang. Artinya, dalam pelaksanaannya hukum lebih terlihat ketika seseorang
melakukan kesalahan yang sudah tertera pada undang-undang. Sedangkan moralitas
menyangkut kepada apa yang etis dan tidak etis yang umumnya ada dalam suatu
masyarakat.
Ketiga, saksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan saksi yang berkaitan
dengan moralitas. Sebagian besar hukum dapat dipaksakan, sedangkan moralitas tidak
dapat dipaksakan. Karena pelanggaran moralitas berasal dari dalam nurani seseorang
satu-satunya sanksi ialah ketidaktenangan hati.
Keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas
kehendak negara. Maksudnya, hukum tak langsung yang ada dalam suatu negara seperti,
hukum adat harus diakui oleh negara agar dapat berlaku sebagai hukum. Sedangkan
moralitas lebih dari sekedar individu dan masyarakat karena, masyarakat dapat mengubah
hukum tetapi tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. maka dari itu,
moral menilai hukum tetapi tidak sebaliknya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, karena nilai merupakan
sumber kekuatan dalam menegakkan ketertiban dan keteraturan sosial. Apabila manusia
menilai di sembarang tempat, maka manusia akan mendapatkan hukum yang berlaku.
Dimana hukum yang berlaku bertujuan untuk mengatur hubungan sesame dengan damai
serta mencegah untuk manusia tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri. Lalu ada moral
yang berkaitan erat dengan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja
kalau tidak diundangkan atau dilembagakan masyarakat.

Selanjutnya ada problematika tata nilai terhadap pembinaan nilai moral, dimana
problematika tersebut disebabkan diantaranya, pengaruh kehidupan keluarga, pengaruh
teman sebaya, pengaruh otoritas, pengaruh teknologi dan lainnya. Pada dasarnya, semua
itu terjadi kurangnya komunikasi dan tatap muka antara anak dan orangtua, sehingga
seringkali anak mencari tahu sendiri informasi tentang nilai terlebih lagi nilai moral lewat
lingkungan, teman sebaya, media teknologi dan lainnya.

B. Saran
Ilmu Budaya Sosial Dasar sebagai sebuah studi yang membahas problema sosial dan
budaya sebaiknya bukan hanya menambah informasi nilai, moral, dan kaidah kaidah
hukum kepada mahasiswa, tetapi lebih memfasilitasi mereka agar konflik nilai, konflik
moral, dan lemahnya supremasi hukum dapat dikritisi, dianalisis dan dicari solusinya,
sehingga kebingungan nilai, tidak jelasnya rujukan, dan orientasi moral akan dapat
dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi, d. (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.

Mertokusumo, S. (2007). Mengenal Hukum. Jakarta: Liberty.

Muhammad Syukri Albani Nasution, d. (2016). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Winarmo, H. d. (2008). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Вам также может понравиться