Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tetralogi of Fallot merupakan penyakit yang banyak ditemukan, dimana
TOF ini menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak
setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium duktus arteriosus, atau
lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit bawaan, dan merupakan
penyebab utama diantara penyakit jantung bawaan sianostik. 95% dari
sebagian besar bayi dengan kelainan jantung Tetralogi of Fallot tidak
diketahui, namun berbagai faktor juga turut berperan sebagai penyebabnya
seperti pengobatan ibu ketika sedang hamil, faktor lingkungan setelah lahir,
infeksi pada ibu, faktor genetika dan kelainan kromosom.
Insidens Tetralogi of Fallot dilaporkan untuk kebanyakan penelitian
dalam rentang 8–10 per 1000 kelahiran hidup. Kelainan ini lebih sering
muncul pada laki–laki dari pada perempuan. Secara khusus katup aorta
bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga stenosis bisa timbul. Hal ini
dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi sejak dini. Sehingga
deteksi dini penyakit ini pada anak–anak sangat penting dilakukan sebelum
komplikasi yang lebih parah terjadi.
Tetralogi of Fallot adalah penyakit jantung kongentinal yang merupakan
suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak lahir dan terjadi karena
kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD,
stenosispulmonal, hipertrofiventrikel kanan, dan overiding aorta (Nursalam,
2005). Banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan
akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut
untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang tepat. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini agar
bermanfaat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya
pembaca makalah ini yang membahas kelainan jantung Tetralogi of Fallot
serta asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Tetralogi of Fallot?
2. Apa saja etiologi dari penyakit Tetralogi of Fallot?
3. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Tetralogi of Fallot?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit Tetralogi of Fallot?
5. Apa gejala dan tanda penyakit Tetralogi of Fallot?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit Tetralogi of Fallot?
7. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit Tetralogi of
Fallot?
8. Bagaimana cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit
Tetralogi of Fallot?
9. Bagaimana pengobatan penyakit Tetralogi of Fallot?
10. Bagaimana konsep dan aplikasi asuhan keperawatan pada Tetralogi of
Fallot?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mengharapkan pembuatan makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan pembaca mengenai konsep dan pengaplikasian pemberian
asuhan keperawatan pada anak sakit dengan Tetralogi of Fallot dalam
keperawatan anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Tetralogi of Fallot.
b. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Tetralogi of Fallot.
c. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit Tetralogi of Fallot.
d. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Tetralogi of Fallot.
e. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit Tetralogi of Fallot.
f. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Tetralogi of Fallot
g. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit
Tetralogi of Fallot.
h. Untuk mengetahui cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk
penyakit Tetralogi of Fallot.

2
i. Untuk mengetahui pengobatan penyakit Tetralogi of Fallot.
j. Untuk mengetahui dan aplikasi asuhan keperawatan pada Tetralogi of
Fallot.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan
mengenai konsep dan pengaplikasian pemberian asuhan keperawatan
pada anak sakit dengan Tetralogi of Fallot dalam keperawatan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiwa dapat mengetahui dan memahami mengenai materi upaya-
upaya kesehatan.
b. Bagi Dosen
Dosen dapat menilai kinerja mahasiwa dalam pembuatan makalah
khususnya tentang materi upaya-upaya kesehatan, serta dosen dapat
memberikan materi bukan hanya dengan teori tetapi juga dengan
pemecahan masalah yang dituangkan dalam bentuk makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetralogi of Fallot


Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung congenital dengan
gangguan sianosis yang di tandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal
meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan
hipertrofi ventrikel kanan (Nugraha, 2002). Tetralogi of fallot (TOF) adalah
defek jantung yang terjadi secara congenital dimana secara khusus
mempunyai 4 kelainan anatomi pada jantungnya. TOF ini adalah merupakan
penyebab tersering pada Cyianotik Heart Defect dan juga pada Blue Baby
Syndrome.
TOF pertama kali dideskripsikan oleh Niels Stensen pada tahun 1672.
Tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis Etienne Fallot
menerangkan secara mendetail akan ke empat kelainan anatomi yang timbul
pada Tetralogi of Fallot. Menurut Davis, L. (2011) TOF merupakan penyakit
jantung bawaan (sianotik) yang terdiri dari 4 kelainan yaitu:
1. Defek Septum Ventrikel (lubang pada septum antara ventrikel kiri dan
kanan).
2. Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan
obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal.
3. Transprosisi/oferreding aorta (katub aorta membesar dan bergeser ke
kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).
4. Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan).
Gangguan ini merupakan kumpulan 4 defek yang terdiri atas defek
septum ventrikular, stenosis pulmoner, overriding aorta, dan hipertrofi
ventrikel kanan. Pada bayi-bayi kondisi membiru (spell) terjadi bila
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode ini biasanya terjadi bila
bayi menangis lama setelah makan, dan mengejan. Bayi-bayi ini lebih
menyukai posisi knee chest daripada posisi tegak. Anak-anak tampak sianotis
pada bibir dan kuku, keterlambatan tumbuh kembang, bentuk jari gada

4
(clubbing finger), tubuh sering dalam posisi jongkok untuk mengurangi
hipoksia. Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya
penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis
pulmonal bersifat progresif, makin lama makin berat (Hartono dkk, 2005).

2.2 Etiologi Tetralogi of Fallot


Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen dan
eksogen. Menurut Handayani, dkk (2016), faktor- faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Endogen:
a. Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan kromosom
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

5
2. Faktor Eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu: Riwayat mengikuti program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidmide,
dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu),
b. Ibu menderita penyakit infeksi Rubella (campak Jerman) atau infeksi
virus lainnya,
c. Gizi yang buruk selama hamil,
d. Ibu yang alkoholik,
e. Usia ibu diatas 40 tahun,
f. Ibu menderita diabetes.
g. Anak-anak yang menderita sindrom Down.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih
dari 90% kasus penyebab adalah multi faktor. Apapun sebabnya, pajanan
terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan, pembentukan jantung janin
sudah selesai. TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita
Syndroma Down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik
karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke
seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan
sesak napas. Mungkin gejala sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana
bayi mengalami serangan sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi
mengalami serangan sianotik karena menyusu atau menangis.
2.3 Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati
urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum
ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih
kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan. Diantara penyakit
jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi Fallot
merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang

6
ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka
kejadian antara bayi laki-laki dan perempuan sama (Handayani dkk, 2016).
2.4 Patofisiologi Tetralogi of Fallot
Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18
usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang
disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia
kehamilan, terjadi fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses
pembentukan dan penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara
aorta dan arteri pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan
penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan
perkembangan jantung dapat terganggu jika selama masa kehamilan terdapat
faktor-faktor resiko. Kesalahan dalam pembagian Trunkus dapat berakibat
letak aorta yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel.
Dengan demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan
empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal
infundibuler atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan hipertrofi
ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung
pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya
infundibuler, pada 10%-25% kasus kombinasi infundibuler dan valvular, dan
10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal
perifer. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang
normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah
anterior mengarah ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg:
1. Tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke
belakang ventrikel kiri.
2. Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga
lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan.
3. Pada overridng 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50%
orifisium aorta menghadap ventrikel kanan/

7
4. Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel
kanan.
Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat
stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri (Nelson B, 2000). Akibat
TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
1. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang
pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel
kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan
belum teroksigenasi.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang
septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan
tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel
kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri
(right to left shunt).
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke
dalam aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi
akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan
mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel
kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan
menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati
defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang
dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya sianosis (Nelson B, 2000).
Tetralogi Fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik
oleh karena pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa
ke tubuh. Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi
kemudian dapat berkembang menjadi episode menakutkan, tiba-tiba kulit
membiru setelah menangis atau setelah pemberian makan. Defek septum

8
ventrikel ini menuju ventrikel kiri. Pada Tetralogi Fallot jumlah darah yang
menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat stenosis pulmonal dan
ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan aliran
darah yang melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O 2 sebagian
mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan
penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru.
Sianosis terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan
berwarna biru sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila
penurunan mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan
anak mengalami cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic
spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas
dengan cepat dan kemungkinan bisa meninggal. Selanjutnya, akibat beban
pemompaan ventrikel kanan bertambah untuk melawan stenosis pulmonal,
menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal (hipertrofi ventrikel
kanan.
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis
lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF
mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan: sianosis (pasien menjadi
biru), mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat,
kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan. Keadaan ini merupakan
keadaan emergency yang harus ditangani segera, misalnya dengan salah satu
cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan posisi lutut ke dada (knee
chest position). Defek septum ventrikular rata-rata besar. Pada pasien dengan
Tetralogi of Fallot, diameter aortanya lebih besar dan normal, sedang arteri
pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif jarang terjadi
karena tekanan di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat defek
septum tersebut. Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad
sianosis berhubungan dengan beratnya obtruksi anatomik terhadap aliran
darah dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner selain dengan status
fisiologik anak tersebut (Hartono dkk, 2005).

9
2.5 Gejala dan Tanda dari Tetralogi of Fallot
1. Sianosis (Sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat
lahir, bertambah berat secara progesif. Serangan sianotik atau “Blue Speels
(Tet speels)” yang ditandai oleh dyspnea: pernapasan yang dalam dan
menarik napas panjang, bradikardia, keluhan ingin pingsan, serangan
kejang, dan kehilangan kesadaran, yang semua ini dapat terjadi setelah
pasien melakukan latihan, menangis, mengejan, mengalami infeksi, atau
demam (keadaan ini dapat terjadi karena penurunan oksigen pada otak
akibat peningkatan pemintasan atau shunting aliran darah dari kanan ke
kiri yang mungkin disebabkan oleh spasme jalur keluar ventrikel kanan,
peningkatan aliran balik sistemik atau penurunan resistensi arterial
sistemik). Sianosis yang merupakan tanda utama Tetralogi Fallot, sianosis
terjadi karena shunt dari kiri ke kanan.
2. Serangan Hipersianotik
a. Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
b. Sianosis akut
c. Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan
pingsan dan akhirnya menimbulkan kejang, stroke dan kematian (terjadi
pada 35% kasus).
3. Jari Tabuh (Clubbing)
Penurunan toleransi terhadap pelatihan, peningkatan gejala dyspnea
d’effort, retardasi pertumbuhan dan kesulitan makan pada anak-anak yang
lebih besar sebagai akibat oksigenasi yang buruk.
4. Pada awalnya tekanan darah normal-dapat meningkat setelah beberapa
tahun mengalami sianosis dan polisitemia berat.
5. Posisi jongkok klasik-mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah
dan meningkatkan aliran darah pulmoner dan oksigenasi arteri sistemik.
6. Gagal Tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB yang

10
tipe biru, risiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada tiga
sebab yaitu:
a. Asupan kalori yang tidak adekuat
b. Gangguan pencernaan makanan (malabsorpsi)
c. Pengaruh hormon pertumbuhan
7. Anemia
a. Menyebabkan perburukan gejala
b. Penurunan toleransi terhadap latihan
c. Peningkatan dispnea
d. Peningkatan frekuensi hiperpnea paroksismal
8. Asidosis (asidosis metabolik sebagain akibat hipoksia hebat)
9. Murmur (sistolik dan kontinu)
10. Klik ejeksi setelah bunyi jantung pertama
11. Bising sistolik yang keras da terdengar paling jelas di sepanjang tepi kiri
stemum, yang dapat mengurangi atau menyamarkan komponen
pulmonary pada bunyi S2.
12. Bising kontinu dari duktus arteri osus pada pasien paten duktus arteriosus
yang lebar; bising ini dapat menyamarkan bising sistolik.
13. Bunyi thrill pada tepi kiri sternum akibat aliran darah yang abnormal
melalui jantung.
14. Impuls ventrikel kanan yang nyata dan sternum pars inferior yang
menonjol: kedua gejala ini berkaitan dengan hipertrofi ventrikel kanan
(Kowalak J., 2011).
2.6 Komplikasi Tetralogi of Fallot
1. Penyakit vaskuler pulmonel (deformitas arteri pulmoner kanan).
2. Perdarahan Hebat
Terutama pada anak dengan polistemia, emboli atau thrombosis serebri,
resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia, atau sepsis.
3. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalu besar.
4. Oklusi dini pada pirau.
5. Hemotoraks.

11
6. Sianosis persisten.
7. Efusi pleura.
8. Pirau kanan-ke-kiri persisten pada tingkat atrium, terutrama pada bayi.
9. Kerusakan nervus frenikus
(Hartono dkk, 2005)
2.7 Pemeriksaan pada Tetralogi of Fallot
1. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan
16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan
peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan
parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hg dan Ht normal
atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak
ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung
terangkat sehingga seperti sepatu.

3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.

12
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke
paru-paru.

5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek
septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah
2.8 Pencegahan terhadap Tetralogi of Fallot
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini sebenarnya
tidak diketahui tetapi langkah untuk berjaga-jaga bisa diambil untuk
mengurangi risiko mendapat bayi yang mengidap masalah jantung, yaitu: 8,
9, 10 Sebelum mengandung seseorang wanita itu perlu memastikan ia telah
mendapatkan imunisasi rubella. Jangan merokok, minum alkohol, dan
menyalahgunakan obat-obatan. Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik
seperti Diabetes, Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu
mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian antibiotik
pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap endokarditis
bakterialis apabila mereka menjalani: 9, 10 pembedahan tonsil dan adenoid.

13
Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan saluran kemih.
Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin 2 mg (maksimal 80
mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur berkenaan. Dan hendaknya
diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat tersebut. Obat ulangan itu boleh
diganti dengan Amoxicillin 25 mg (maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan
resiko rendah.
2.9 Pengobatan Terhadap Tetralogi of Fallot
1. Penatalaksanaan Medis
a. Sianosis Berat
Beri prostaglandin E1 (PGE1) Untuk mempertahankan kepatenan
duktus dan meningkatkan aliran darah paru.
b. Sianosi Ringan
Observasi ketat bayi, jika sianosis memburuk setelah penutupan ductus,
bayi ini membutuhkan koreksi bedah selama periode neonatal. Pada
penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
1) Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah.
2) Morphine sulfat 0,1 - 0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan
pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
3) Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi
karena aliran darah ke paru menurun.
Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian:
1) Propanolol l 0,01 - 0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan
separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan
dalam 5-10 menit berikutnya.

14
2) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini
bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif.
3) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga
dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh
tubuh juga meningkat.
4) Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan
sianotik.
5) Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi.
6) Hindari dehidrasi
Antibiotik: sesuai hasil kultur sensitivitas, kadang digunakan anti
biotic propilaksis.
c. Diuresik: untuk meningkatkan dieresis, mengurangi kelebihan cairan,
digunakan dalam pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal
jantung kongestif.
d. Digitalis: meningkatkan kekuatan kontraksi, isi sekuncup, dan curah
jantung serta menurunkan tekanan vena jantung, digunakan untuk
mengobati gagal jantung kongesti dan aritmia jantung tertentu (jarang
diberi sebelum koreksi, kecuali jika pirau terlalu besar).
e. Zat besi untuk mengatasi anemia.
f. Betablocker (propanolol): menurunkan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi serta iritabilitas myokard, dipakai untuk mencegah dan
mengobati serangan hypersianosis.
g. Morfin: meningkatkan ambang sakit, mengobati hypersianosis dengan
menghambat pusat pernafasan dan reflek batuk.
h. NaHCO3, sebuah pengalkali sistemik kuat: untuk mengobati asidosis
dengan mengganti ion bicarbonate dan memulihkan kapasitas buffer
tubuh (Hartono dkk, 2005).
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Anastomose Blalock Taussig

15
Anastomose sub clavia pulmoner dari Blalock–Taussig adalah
intervensi palliative yang umumnya dianjurkan bagi anak yang tidak
sesuai bedah korektif. Arteri subklavia yang berhadapan dengan sisi
lengkung aorta diikat, dibelah dan dianastomosekan ke arteria pulmoner
kolateral. Keuntungan pirau ini adalah kemampuannya membuat pirau
yang sangat kecil, yang tumbuh bersama anak dan kenyataannya mudah
mengangkatnya selama perbaikan definitive. Anastomosis Blalock-
Taussig yang dimodifikasi pada dasarnya sama, namun memakai bahan
prostetik, umumnya politetrafluoroetilen. Dengan pirau ini ukurannya
dapat lebih dikendalikan, dan lebih mudah diangkat karena kebanyakan
seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada saat anak masih sangat muda.
Konsekuensi hemodinamik dari pirau Blalockn-Taussig adalah untuk
memungkinkan darah sistemik memasuki sirkulasi pulmoner melalui
arteria subklavia, sehingga meningkatkan aliran darah pulmoner dengan
tekanan rendah, sehingga menghindari kongesti paru. Aliran darah ini
memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru sampai anak itu
cukup besar untuk menghadapi pembedahan korektif dengan aman.
Sirkulasi kolateral akan muncul untuk menjamin aliran darah arterial
yang memadai ke lengan, meskipun tekanan darah tidak dapat diukur
pada lengan itu.
b. Anastomose Waterston-Cooley
Anastomose Waterston–Cooley adalah prosedur paliatif yang digunakan
untuk bayi yang menurunkan aliran darah paru, seperti Tetralogi of
Fallot. Prosedur ini merupakan prosedur jantung tertutup, yaitu aorta
desendens posterior secara langsung dijahit pada bagian anterior arteri
pulmoner kanan, membentuk sebuah fistula. Walaupun pirau ini sulit
diangkat selama perbaikan definitif, pirau ini pada umumnya telah
menggantikan cara anastomose Potts-Smith-Gibson, atau Potts, yang
merupakan pirau end to end antara aorta desenden dan arteria pulmoner
kiri, karena secara tehnis paling mudah dilakukan. Respon
hemodinamik yang diharapkan adalah agar darah dari aorta mengalir ke

16
dalam arteria pulmoner, dan dengan demikian meningkatkan aliran
darah pulmoner. Prosedur ini akan mengurangi terjadinya anoksia,
sianosis, dan jari tabuh. Dalam prosedur ini dihasilkan murmur yang
mirip dengan bunyi mesin.
c. Perbaikan Definitive
Dulu perbaikan tuntas Tetralogi of Fallot ditunda pelaksanaanya sampai
anak memasuki masa usia prasekolah, tetapi sekarang perbaikan
tersebut dapat dengan aman dapat dikerjakan pada anak-anak yang
berusia 1 dan 2 tahun. Indikasi untuk pembedahan pada
usia yang sangat muda ini adalah polisitemia berat (haematokrit diatas
60%), hypersianosis, hypoksia dan penurunan kualitas hidup. Pada
operasi tersebut dibuat insisi sternotomi median, dan bypass
kardiopulmoner, dengan hypothermia profunda pada beberapa bayi.
Jika sebelumnya telah terpasang pirau, pirau tersebut harus diangkat.
Kecuali jika perbaikan ini tidak dapat dilakukan melalui atrium kanan,
hendaknya dihindari ventrikulotomi kanan karena berpotensi
mengganggu fungsi ventrikel. Obstruksi aliran keluar dari ventrikel
kanan dihilangkan dan dilebarkan, menggunakan dakron dengan
dukungan perikard. Hindari insufisiensi paru. Katub pulmoner diinsisi.
Defek septum ventrikuli ditutup dengan tambahan Dacron untuk
melengkapi pembedahan. Pada kasus obstruksi saluran keluar
ventrikel kanan, dapat dipasang sebuah pipa (Corwin, E., J. 2009).
2.10 Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama/keadaan saat ini
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik, bayi
tampak biru setelah tumbuh.
b. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit genetik yang ada dalam keluarga misalnya down syndrome.
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

17
Riwayat sakit keluarga: penyakit jantung, kelainan bawaan, DM,
Hypertensi, dan lain-lain.
c. Riwayat kehamilan
Usia ibu saat hamil diatas 40 tahun. Program KB hormonal, riwayat
mengkonsumsi obat–obat (thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu). Penyakit infeksi yang diderita ibu
seperti: rubella atau infeksi virus lainnya. Pajanan terhadap radiasi
selama kehamilan, ibu yang alkoholik, Gizi yang buruk selama
kehamilan. Pajanan yang terjadi sebelum akhir bulan ke dua atau
minggu ke 8 karena pembentukan jantung berlangsung sampai dengan
minggu ke dua. Ditanyakan apakah ada faktor endogen dan eksogen.
1) Faktor Endogen
a) Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan kromosom.
b) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
c) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
2) Faktor Eksogen: riwayat kehamilan ibu
a) Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-
obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine.
aminopterin, amethopterin, jamu).
b) Ibu menderita penyakit infeksi: Rubella.
c) Pajanan terhadap sinar–X.
d. Riwayat tumbuh
Pertumbuhan berat badan, kesesuaian berat badan dengan usia, biasanya
anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq
selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari
kondisi penyakit.
e. Riwayat perkembangan/psikososial
1) Kemampuan psikososial
2) Kesesuaian kemampuan psikososial dengan usia
3) Kelainan tumbang yang menyertai

18
4) Mekanisme koping anak / keluarga
5) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
6) Perubahan status kesadaran dan sirkulasi:
7) Riwayat kejang,pingsan, sianosisPola aktifitas
8) Toleransi terhadap aktifitas misalnya menangis, makan, mengejan
9) Posisi tubuh setelah aktifitas: kneechest, sguanting
10) Adakah kelelehan saat menyusu
11) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
12) Kemampuan makan / minum
13) Apakah bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
14) Hambatan pemenuhan kebutuhan nutrisi
15) Tingkat pengetahuan anak dan keluarga
16) Pemahaman tentang diagnose
17) Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis
18) Regimen pengobatan dan perawatan
19) Rencana perawatan di rumah
20) Rencana pengobatatan dan perawatan lanjutan
f. Akivitas dan istirahat
Gejala: Malaise, keterbatasan aktivitas/ istirahat karena kondisinya.
Tanda: Ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan umum, keterbatasan
dalam rentang gerak.
g. Sirkulasi
Gejala: Takikardi, disritmia.
Tanda: Adanya Clubbing finger setelah 6 bulan, sianosis pada membran
mukosa, gigi sianotik.
h. Eliminasi
Tanda: Adanya inkontinensia dan atau retensi.
i. Makanan/ cairan
Tanda: Kehilangan nafsu makan,kesulitan menelan, sulit menetek.
Gejala: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
j. Hiegiene

19
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
k. Neurosensori
Tanda: Kejang, kaku kuduk.
Gejala: Tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian.
l. Nyeri/ keamanan
Tanda: Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku.
Gejala: Tampak terus terjaga, gelisah, menangis/ mengaduh/mengeluh.
m. Pernafasan
Tanda: Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal
yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
Gejala: Dyspnea, napas cepat dan dalam.
n. Kenyamanan
Tanda: Sianosis, pusing, kejang.
Gejala: Suhu meningkat, menggigil, kelemahan secara umum.
Pemeriksaan Fisik (head to toe)
a. Adanya sianosis terutama pada bibir dan kuku, dapat terjadi sianosis
menetap (morbus sereleus).
b. Pada awalnya BBL belum ditemukan sianotik, bayi tampak biru setelah
tumbuh.
c. Berat badan bayi tidak bertambah.
d. Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
e. Auskultasi didapatkan murmur pada batas kiri sternum tengah sampai
bawah.
f. Dispnea de’effort dan kadang disertai kejang periodic (spells) atau
pingsan.
g. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lambat.
h. Serangan sianosis mendadak (blue spells/cyanotic spells, paroxysmal
hyperpnea, hypoxia spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan
dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.

20
i. Anak akan sering squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu
sebelum ia berjalan kembali.
j. Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal
yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
k. Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
l. Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
m. Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik.
n. Setelah melakukan aktifitas, anak selalu jongkok (squanting) untuk
mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah.
b. Radiologis: sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
c. Elektrokardiogram (EKG): pada EKG sumbu QRS hampir selalu
berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak
besar dijumpai P pulmonal.
d. Ekokardiografi: memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan
dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan
penurunan aliran darah ke paru-paru.
e. Katerisasi jantung: ditemukan adanya defek septum ventrikel multiple,
mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal
perifer.
f. Gas darah: adanya penurunan saturasi oksigen dan penurunan PaO2.
g. Nilai gas darah arteri: PH turun, PO2 turun, PCO2 naik.
h. Haemoglobin atau hematokrit: memantau viskositas darah dan mendeteksi
adanya anemia defisiensi besi.
i. Jumlah trombosit: menurun.

21
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
dan ventilasi.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan jantung: Tetralogi
of Fallot.
d. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler.
e. Risiko cidera.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan fatiq selama makan, peningkatan kebutuhan kalori dan penurunan
nafsu makan.
g. Intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
h. Kurang pengetahuan keluarga tentang diagnostic, prognosa, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesahan dalam
memahami informasi yang ada, kurang pengalaman.
i. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kelainan
congenital: Tetralogi of Fallot.
3. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hyperventilasi
NOC
Menunjukkan pola pernafasan efektif dibuktikan oleh:
1) Status pernafasan: kepatenan jalan nafas: jalur nafas trakeobronchial
bersih dan terbuka untuk pertukaran gas.
2) Status tanda vital : dalam rentang normal.
NIC
1) Pemantauan Pernafasan:
a. Pantau adanya pucat dan sianosis.
b. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan.
c. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot.

22
d. Otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta.
e. Pantau pernafasan yang berbunyi seperti: snoring, crowing,
wheezing atau gurgling.
f. Pantau pola pernafasan: takipnea, bradipnea, hyperventilasi,
pernafasan kussmaul, pernafasan biot, pernafasan Cheyne-Stokes,
dan apnea.
g. Perhatikan lokasi trakea.
h. Auscultasi suara nafas, perhatikan area penurunan/tidak adanya
ventilasi dan adanya suara nafas tambahan.
i. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan lapar udara.
j. Catat perubahan SaO2, akhir tidal, dan nilai GDA.
2) Pemantauan tanda vital
Pantau tanda vital: tekanan darah, nadi penafasan dan suhu.
3) Informasikan pada keluarga untuk tidak merokok di ruangan
a. Anjurkan keluarga untuk memberitahu perawat saat terjadi
ketidakefektifan pola nafas.
b. Kolaborasi pemberian oksigen dan obat.
c. Tenangkan pasien selama periode gawat nafas.
d. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kendal.
e. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan penafasan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi
NOC:
Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh status
pernafasan : pertukaran gas tidak terganggu,dengan indicator sebagai
berikut:
1) Status mental (missal : tingkat kesadaran, gelisah, konfusi)
2) Kadar PaO2, PaCO2, Ph, dan saturasi O2 dalam rentang toleransi.
NIC:
1) Pemantauan pernafasan

23
a. Kaji suara paru, frekuensi dan kedalaman pernafasan.
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri nadi.
c. Pantau hasil gas darah.
d. Pantau status mental (misal: tingkat kesadaran, gelisah, konfusi).
e. Tingkatkan pemantauan pada saat pasien mengalami penurunan
kesadaran.
f. Observasi terhadap peningkatan sianosis.
g. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
h. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan.
2) Pemantauan tanda vital: suhu , nadi, tekanan darah, pernafasan.
3) Jelaskan pada keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan
lainnya.
4) Kolaborasi dokter pentingnya pemeriksaan gas darah.
5) Kolaborasi pemberian terapi oksigen.
6) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait.
7) Berikan obat sesuai yang diresepkan.
8) Posisikan pasien untuk mengurangi dyspnea.
9) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (misalnya,
pengendalian nyeri, demam, kecemasan).
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan jantung:
Tetralogi of Fallot
NOC:
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan dengan:
1) Status sirkulasi: tidak didapati peningkatan cyanosis, toleransi
aktifitas.
2) Status tanda vital: dalam rentang normal.
NIC :
1) Status sirkulasi:
a) Kaji adanya sianosis, perubahan status mental, status pernafasan.
b) Kaji kaji toleransi terhadap aktifitas.

24
2) Regulasi haemodinamik:
a) Pantau denyut perifer, pengisisn ulang kapiler, dan suhu serta
warna ekstremitas.
b) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama , dan nadi.
c) Minimalkan stressor lingkungan dengan menciptakan suasana
lingkungan yang kondusif.
3) Pemantauan tanda vital meliputi: suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah.
4) Jelaskan tujuan pemberian oksigen pernasal/sungkup.
5) Ajarkan pasien dan keluarga tentang perencanaan perawatan
dirumah meliputi pembatasan aktifitas, tehnik penurunan stress,
pemeliharaan kecukupan asupan.
d. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
NOC:
Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang adekuat dibuktikan:
Status Neurologis: kesadaran, orientasi terhadap lingkungan, periode
kejang minimal.
NIC:
1) Pantau tingkat kesadaran, orientasi terhadap lingkungan.
2) Pantau tanda vital, ukuran bentuk dan kesimetrisan pupil.
3) Cegah cidera jika terjadi kejang.
4) Berikan istirahat baring.
5) Kolaborasi pemberian oksigen dan anti konvulsan saat kejang.
6) Pantau respon pasien terhadap therapy yang diberikan.
e. Risiko cidera
Faktor risiko internal: hypoxia jaringan
NOC:
Risiko cidera akan menurun, dibuktikan oleh:
keamanan personal, pengendalian risiko, dan lingkungan yang aman
NIC:

25
1) Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan:
perubahan status mental, deficit sensorik atau motorik (misalnya
berjalan, keseimbangan).
2) Identifikasi lingkunan yang memungkinkan risiko terjatuh:
(misalnya: pengaman tempat tidur, lantai yang licin dll).
3) Berikan edukasi untuk mencegah cidera.
4) Bantu ambulasi dini.
5) Libatkan keluarga dalam pemantauan.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan fatiq selama makan, peningkatan kebutuhan
kalori dan penurunan nafsu makan.
NOC:
Memperlihatkan status gizi, asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator: makanan oral, pemberian asi, pemberian
makan lewat selang, atau nutrisi parenteral adekuat.
NIC:
1) Kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan nutrisi.
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori asupan.
3) Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
4) Berikan informasi nutrisi yang tepat, kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
5) Anjurkan pasien atau ibu menyusui makan makanan yang bergizi
untuk meningkatkan kualitas asupan.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan.
7) Ciptakan lingkungan yang kondusif.
g. Intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
NOC:

26
Menunjukkan toleransi aktifitas yang dibuktikan indikator sebagai
berikut: tidak sesak nafas saat beraktifitas, saturasi oksigen dalam
rentang normal, tanda vital dalam rentang normal.
NIC:
1) Kaji tingkat kemampuan aktifitas pasien.
2) Pantau respon kardiovaskuler terhadap aktifitas: takikardi, dyspnea,
pucat, tekanan hemodinamik, frekuensi pernafasan.
3) Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang baik.
4) Ajarkan tindakan untuk menghemat energi misalnya: menyiapkan
alat/benda dekat dan mudah terjangkau.
5) Ajarkan teknik perawatan diri yang meminimalkan konsumsi
oksigen.
6) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
h. Kurang pengetahuan keluarga tentang diagnostic, prognosa,
perawatan dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, kesahan dalam memahami informasi yang ada, kurang
pengalaman.
NOC:
Memperlihatkan pengetahuan keluarga: diagnostic, prognosa,
perawatan dan pengobatan yang dibuktikan dengan indicator sebagai
berikut: mendiskripsikan diagnose, prognosa, perawatan dan
pengobatan pasien
NIC:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang diagnose, prognosa,
perawatan dan pengobatan pasien.
2) Kaji kemampuan untuk menerima informasi.
3) Beri penyuluhan terkait pengetahuan yang diperlukan.
4) Kolaborasi dokter untuk memberikan informasi tentang diagnose,
prognosa dan pengobatan.
5) Jelaskan program perawatan selama di rumah sakit dan di rumah.

27
i. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kelainan congenital: Tetralogi of Fallot
NOC:
Pasien akan mencapai tingkat kesejahteraan, kemandirian, pertumbuhan
dan perkembangan tertinggi sesuai dengan status penyakit atau
ketunadayaan pasien.
NIC:
1) Lakukan pengkajian kesehatan secara seksama: tingkat
pertumbuhan dan perkembangan dan lingkungan keluarga
2) Identifikasi masalah pertumbuhan dan perkembangan yang
berhubungan dan buat rencana tindakannya.
3) Kaji keadekuatan asupan nutrisi.
4) Pantau interaksi dan komunikasi anak dengan orang tua.
5) Ajarkan tahapan penting perkembangan normal dan perilaku yang
berhubungan.
6) Bantu keluarga membangun strategi untuk mengintegrasikan.
7) Berikan aktifitas yang meningkatkan interaksi diantara anak–anak.
8) Dorong anak untuk mengekspresikan diri melalui pujian atau
umpan yang positif atas usaha–usahanya.
9) Beri mainan atau benda–benda yang sesuai dengan usianya.
10) Dukung pasien untuk mengemban tanggung jawab perawatan diri
sebanyak mungkin.
11) Dukung orang tua untuk mengkomunikasikan secara jelas harapan
terhadap tanggung jawab atas perilaku anak.
4. Implementasi
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah disusun/ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan
oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat
bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan

28
fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan
kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat:
a. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan.
b. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan.
c. Menyiapkan lingkungan terapeutik.
d. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
e. Memberikan asuhan keperawatan langsung.
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan
keluarganya. Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji
kembali keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana
keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan
dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi
keperawatan. Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan
pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi,
perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian
keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada
tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang
didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai
dengan standar keperawatan.
5. Evaluasi
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri.
O : Data yang diambil dari hasil observasi.
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi.
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung congenital dengan
gangguan sianosis yang di tandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal
meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan
hipertrofi ventrikel kanan. TOF merupakan penyakit jantung bawaan
(sianotik) yang terdiri dari 4 kelainan yaitu: defek septum ventrikel (lubang
pada septum antara ventrikel kiri dan kanan), stenosis pulmonal (penyempitan
pada pulmonalis) yang menyebabkan obstruksi aliran darah dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonal, transprosisi/oferreding aorta (katub aorta membesar
dan bergeser ke kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum
interventrikuler), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan).
Faktor-faktor yang memicu timbulnya TOF terdiri atas faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen terdiri atas: berbagai jenis penyakit genetik
(kelainan kromosom), anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan, adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes
melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan. Sedangkan faktor
eksogen yang memicu TOF terdiri atas: riwayat kehamilan ibu (riwayat
mengikuti program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep
dokter (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)),
ibu menderita penyakit infeksi Rubella (campak Jerman) atau infeksi virus
lainnya, gizi yang buruk selama hamil, ibu yang alkoholik, usia ibu diatas 40
tahun, ibu menderita diabetes, anak-anak yang menderita sindrom Down.
3.2 Saran
Makalah ini ditulis agar nantinya dapat dimanfaatkan secara optimal
terkait dengan pengembangan mata Keperawatan Anak. Penulis menyarankan
materi-materi yang ada dalam tulisan ini dikembangkan lebih lanjut agar
dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan yang bermutu. Demikianlah
makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat bermanfaat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.


Davis, Lorna. 2011. Pemeriksaan Kesehatan Bayi: pendekatan Multi Dimensi.
Jakarta : EGC.
Handayani, dkk. 2016. Tetralogy of Fallot. Tersedia di: www.scribd.com. Diakses
pada: 16 Februari 2018.
Hartono, Andi dkk. 2005. Buku ajar keperawatan pedriatik wong, ed. Vol:2.
Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Cardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan Anak vol 3 edisi 15. Jakarta: EGC.
Nugraha, A.I. 2002. Buku Ajar Kardiologi Anak. Tersedia di: www.scribd.com.
Diakses pada: 16 Februari 2018.
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan.
Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC.

31

Вам также может понравиться