Sebuah Pemikiran Investigasi Tentang Jurnal Perempuan
Pendahuluan
Kekerasan seksual di daerah konflik di Indonesia selalu terjadi.
Mengakibatkan trauma yang berkepanjangan bagi wanita Indonesia walau program kesetaraan gender telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menghilangkan bahkan menghapus kekerasan seksual ini. Untuk itu, Pemerintah diharapkan untuk mengambil langkah dan kebijakan dalam Peraturan Perundang-undangan untuk membela dan melindungi wanita dari diskriminasi gender. Kekerasan seksual di beberapa daerah di Indonesia pun “dilupakan” karena jenis kekerasan ini sering dianggap sebagai pelanggaran hak pribadi dan bukan hak asasi manusia. Di beberapa daerah pun, isu tentang seksualitas wanita telah menjadi kekuatan penguasa yang luar biasa terhadap kaum lemah. Peristiwa pemerkosaan masal di Jakarta pada tahun 200-an, misalnya, memuat isu tentang dominasi mayoritas terhadap minoritas. Di Poso, pada tahun 2004, penyalahgunaan seksualitas pada wanita telah memicu adanya konflik antar agama. Dari sisi wanita sebagai manusia yang mesti hak-nya dilindungi seperti mitos tentang kemurnian, perasaan malu dan takut, ketergantungan ekonomis sudah terlupakan karena mereka dinilai sebagai kaum kecil dan minoritas atau bahkan kaum tertindas.
Berikut ini, beberapa ilustrasi kekerasan seksual wanita Indonesia di beberapa daerah konflik:
1. Daerah Aceh (1976-2005)
Aceh telah lama bergelut dengan konflik hamir kurang lebih 20 tahun oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang nota bene telah berusaha untuk membebaskan diri dari Indonesia. Sejak Persetujuan Helsinki pada tahun 2005, konflik telah berkurang, tetapi konflik masih berkelanjutan. Fakta riil yang telah diketahui tentang adanya kekerasan seksual ini, antara lain: Pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap wanita dewasa mencapai 40 kasus, kekerasan seksual terhadap anak-anak mencapai 27 kasus. Akibat kedua kasus ini, para pelaku ditangkap oleh pihak berwajib karena melanggar hak asasi manusia, melumpuhkan pendapatan ekonomi keluarga, memperdagangkan manusia dan bahkan menginjak martabat manusia. 2. DKI Jakarta (13 Mei 1998) a. Ketika kejatuhan regim Suharto-Presiden Indonesia- terjadi pemerkosaan massal oleh anak bangsa ini terhadap wanita etnis China sebanyak 168 orang. Walau Pemerintah telah merumuskan peraturan Undang-Undang tentang perlindungan hak wanita dan anak, tetapi kekerasan seksual terhadap wanita tetapi tetap tak terhindarkan. Kekerasan seksual menimbulkan gap/jurang pemisah antara ras dan etnis. 3. Sambas, Kalimantan Barat (1999-2000) a. Sama dengan pengalaman di Pulau Jawa, wanita etnis Madura juga mengalami kekerasan seksual dan pemerkosaan masal. Akibatnya, mereka kehilangan rumah tempat tinggal, suami, dan gangguan psikis dalam perkembangan kepribadian di dalam kehidupan setiap hari. 4. Poso (1998-2000) a. Pertumpahan darah yang terjadi di daerah ini, tidak saja menimbulkan korban jiwa yang banyak. Tetapi juga mengakibatkan korban kekerasan seksual yang berujung pada gangguan mental dan kematian. Diketahui, bahwa ada sekitar 50 wanita baik dewasa maupun remaja yang diperkosa oleh laki-laki yang tak dikenal di seputaran Pusat Pendidikan Islam di kilometer 9 Poso. Keadaan ini membuat mereka yang korban kekerasan seksual menjadi trauma dan kehilangan arah hidup yang jelas. 5. Ambon (1999) a. Tidak saja di Poso. Di Ambon pun, kekerasan seksual menyebar luas. Hampir 150 wanita menjadi korban orang yang bertanggung jawab. Lebih menyedihkan, 75 wanita dari mereka adalah ibu-ibu hamil. Mereka kehilangan diri dan anak-anaknya dalam keluarga dan masyarakatnya. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bekerja sama dengan Pemerintah tak mampu menyelesaikan masalah ini. Bahkan situasi ini berakibat pada perbedaan isu agama, ras, dan etnis. 6. Timor Barat dan Timor Timur (1999 dan 2006) a. Sejak pecah perang Timor-Timur pada tahun 1975 seiring dengan perang saudara, kebanyakan wanita Timor pun menjadi korban kekerasan seksual dan pemerkosaan massal. Wanita dan anak-anak juga menjadi korban tawanan perang saudara dan harus kehilangan rumah tempat tinggal bahkan suami dan saudara-saudarinya. b. Dicatat juga pada saat pengungsian, banyak wanita yang dipukul suaminya karena intensi mereka untuk pulang kembali ke Timor Leste. Pemerkosaan pun dialami pada saat itu. Bahkan, KONTRAS-lembaga perlindungan ibu dan anak mencatat, bahwa di tahun 2000, pernah terjadi operasi alat vital wanita yang diduga akibat pemerkosaan oleh INTERFET di Lospalos Timor Leste. 7. Papua (1987- sekarang) a. Papua dikenal sebagai propinsi yang diselimuti dengan konflik. Konflik tentang tanah, ras dan etnis, dan tentang kemerdekaan. Konflik ini akhirnya juga merebak pada kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap wanita dan anak gadis Papua. Pada tahun 1987-1988, di Kelly Kwalik, misalnya, 10 wanita diperkosa oleh oknum yang tak bertanggung jawab dengan menakut-nakuti mereka dengan senjata api. Hal ini mengakibatkan kematian pada pribadi korban dan kesatuan Negara Republik Indonesia ini.