Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit HIV & AIDS masih merupakan masalah kesehatan global,
termasuk di Indonesia. Masalah yang berkembang sehubungan dengan
penyakit infeksi HIV & AIDS adalah angka kejadian dan kemtin yang masih
tinggi.
Menurut WHO, hingga Desember 2000, dilaporkan 58 juta jiwa penduduk
dunia terinfkesi HIV, dalam kurun waktu tersebut 22 juta jiwa mwninggal
atau 7.000 jiwa meninggal akibat AIDS setiap hari. Transmisi HIV masih
tetap saja berlangsung hingga kini, 16.000 jiwa terinfeksi baru setiap harinya.
Berbagai faktor ikut berpengaruh dalam peningkatan angka kesakitan dan
kematian HIV & AIDS, yaitu faktor eksternal dan internal. Tidak tertutup
kemungkinan tingginya tingat keseriusan dan kematian HIV & AIDS juga
akibat penatalaksanaa penderita yang belum otimal. Selama ini penatalaksaan
hanya dikonsentrasikan pada terapi umum dan terapi khusus dengan
mengandalkan antiretroviral therapy (ART). Pengaruh radikal bebas dan
proteksi mitokondria hingga kini belum mendapatkan perhatian secara serius.
Untuk itu selain pemberian ART dengan highly active antiretroviral
therapy (HAART), dukungan nutrisi berlandasan konsep imunotrien perlu
diperhatikan di dalam penatalaksaan penderita HIV & AIDS. Penentuan
stadium klinis WHO (2002) maupun klasifikasi CDC (1993) sangat pening
untuk menjadi landasan pemberian antiretrovial therapy (ART).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mendapatkan obat ARV.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien klien yang
mendapatkan obat ARV.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
klien yang mendapatkan obat ARV.

1
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien klien
yang mendapatkan obat ARV.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori HIV & AIDS (ARV)


2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi. (Doenges, 1999)
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa
diberikan pada pasien untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem

2
imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas
hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV,
namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan
hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside
reverse transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase inhibitor
dan protease. (Sylvia, 2005)
ARV merupakan obat yg digunakan pasien dgn tes HIV positif . Terapi
antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat.
Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral
(ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan
pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga
penyakit HIV.

2.2 Etiologi
Penyakit ini di sebabkan oleh golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus. Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama
kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.


Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV) primer akut.
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.

3
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena.
c. Partner seks dari penderita AIDS.
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain:


a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan
seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90%
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

2.3 Patofisologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus
( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi
dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian

4
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai
sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.
Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,
dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.

2.4 Pathway

5
2.5 Klasifikasi
Stadium I : Infeksi HIV asimptomstik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II : termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang
Stadium II : termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelakan selama lebih
dari sebulan. Infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis (WHO, 1990)

2.6 Tanda dan gejala


Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit
1. pada HIV primer akut yang lamanaya 1-2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu.
2. Fase supresi imun simptomatik (3tahun) paien akan mengalami demam,
keringat dimalam hari, penrunan berat badan, diare, neuropati, kelegihan
ruam kulit

6
3. Fase infeksi human immunodeficiency virus (HIV) menjadi AIDS
( bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan
terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah
pneumocystic carinil (PCC), pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain trmasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, artipikal.
4. Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak
spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan
2.7 Manifestasi
Pasien dengan penyakit AIDS mempunyai riwayat tanda dan gejala penyakit.
Pada infeksi HIV primer akut yang lamanya 1 sampai 2 minggu, pasien mulai
merasakan sakit seperti influenza. pada saat fase supresi imun simtomatik ( tiga
tahun ) pasian akan mengalami demam, berkeringat di malam hari, berat badan
menurun, diare, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif,
dan lesi oral.
Pada saat HIV menjadi AIDS ( 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS). akan terjadi gejala oportunistik yang paling umum adalah pneumocystic
carini, Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain
termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip
tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri
sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak
merah ditubuh.
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh
pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan
diperoleh hasil positif.
b. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. laboratorium
Pemeriksaan penunjang Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :

7
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
a. Hematokrit
b. LED
c. Rasio CD4 / CD Limposit
d. Hemoglobin
b. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah:
1) Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS.
2) Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3) Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4) Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen

2.9 Penatalaksanaan
a. Medis
Jika terinfeksi HIV, maka pengendaliannya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a. Terapi Infeksi Opurtunistik
terapi ini bertujuan menghilangkan, pemulihan pengendalian infeksi ,
nasokomial, sepsis atau opurtunistik. Melakukan pengendalian inveksi yang aman
untuk pencegahan kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.
AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT

8
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral
Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
- Didanosine
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
- Vaksin dan Rekonstruksi Virus
b. Non medis
Melakukan konseling yang bertujuan untuk :
1) Memberikan dukungan mental-psikologis
2) Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisik
tinggi menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
3) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.
4) Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan
dengan penyakitnya, antara lain bagaimana 12 mengutarakan masalah-
masalah pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.

Tujuan Terapi Antiretrovial


1. Menurunkan angka kesakitan akibat HIV, dan menurunkan kematian
akibat HIV & AIDS
2. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup penderita seoptimal
mungkin
3. Mempertahankan dan mengembalikan status imun ke fungsi normal
4. Menekan replikasi virus serendah dan selama mungkin sehingga kadar
HIV dalam plasma <50 ml
Obat ARV pertama yang tersedia diseluruh Indonesia

9
1. Tenofovir (TDF) 300mg
2. Lamivudin (3TC) 150 mg
3. Zidovudin ( ZDV/AZT) 100 mg
4. Efaviren (EFV) 200 mg dan 600 mg
5. Nevirapine (NVP) 200 mg
6. Kombinasi dosis tetap (KDT)
-TDF + FTC 300 mg/200mg
-TDF + 3TC + EFV 300mg/150mg/600mg
PRINSIP 5C DALAM PEMBERIAN ARV
Chronic HIV & AIDS merupakan penyakit kronis, sehingga perlu
diberikan penjelasan maksud dan tujuan pemberian ARV
dalam jangka lama.
Comprehensive Pemberian ARV terkait dengan banyak hal. Secara terpadu
melibatkan tenaga medis, paramedis, keluarga dan pedamping
Choise Of Drugs dasar pemilihan obat perlu mempertimbangkan lini obat,
alergi, efek samping, kemudahan menjangkau obat,
kombinasi dan potensi interaksi dengan obat lain yang
dikonsumsi.
Contraindication yang perlu diperhatikan sebelum pemberian ARV kehamilan,
gangguan liver, dan lain-lain
Complexity Terapi AIDS begitu rumit dan kompleks selain ARV juga
memerlukan berbagai antimikroba lain untuk infeksi sekunder

PEMBAGIAN ARV
Menurut cara kejanya ARV dibagi 2 yaitu:
1. RTI ( Reverse Transcriptase inhibitor)
Bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam
perubahan asam amino ribonucleic acid (RNA) virus menjadi
deoxyribonucleic acid (DNA)
2. PI ( Protease inhibitor)
Menghambat pematangan virus setelah keluar dari inti sel penderita (host)
sehingga menjadi tidak atau kurang infektif

 Sebelum pasien mengkonsumsi Arv pastikan dulu:

10
1. Pasien telah menjalani konseling sebelum pengobatan
2. Pasien dipastikan siap untuk patuh dalam menjalani terapi
3. Ada dokter yang bertanggung jawab mengawasi
4. Dipastikan teratur kontrol dan mengkonsumsi Arv
5. Arv telah tersedia dalam jenis dan jumlah yang cukup
6. Sebaiknya pasien mempunyaki pendamping minm obat

 Pasien boleh menghentikan ARV jika:


1. Bila ada efek samping obat
2. Bila ada penaykit lain yang memerlukan obat yang tidak dapat
digabung dengan ARV. Maka dalam gal ini dokter akan mendahulukan
pengobatan infeksi oportunistiknya, abru kemudian membrikan ARV
3. Bila berdasarkan penilian klinis dan lab tidak terlihat perkembangan
pengobatan, dan dinilai kombinasi ARV tersebut gagal
4. Bula berdasarkan penilaian klinis dan lb diketahui viral loadnya sudah
tidak terukur dalam darah, dan dokter menila ARV dapt dihentikan
baik utnuk sementara waktu ataupun selamanya.

 Efek samping obat ARV


1. Timbulnya ruam kulit
2. Mual muntah
3. Mata dan kulit menjadi kuning
4. Anemia
5. Keluhan kebas-kebas atau kesemutan

B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat berupa
hasil pengkajian. Setelah pengkajian maka ditegakkan diagosa keperawatan
lalu menyusun rencana tindakan (intervensi) sebagai panduan dalam
melakukan tindakan keperawatan (implementasi). Proses asuhan keperawatan
yang terakhir adalah evaluasi keperawatan untuk menilai keberhasilan dari
asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

11
2.10 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Data Demografi
Nama klien :
Umur :
Diagnosa Medik :
Tanggal Masuk :
Alamat :
Suku :
Agama :
Pekerjaan :
Status perkawinan :
Status pendidikan :
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu,
pusing, dan diare
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan terjadinya panas, merasa capek,
mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing, dan diare
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di alaminya
saat ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.
5) Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan benjolan pada leher
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
b) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap
aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
2) Sirkulasi
a) Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada
cedera.
b) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas ego

12
a) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga,
pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat
badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, dan depresi.
b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
4) Eliminasi
a) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai
kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
b) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
5) Makanan/cairan
a) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan
berat badan yang progresif.
b) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus
hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
puih dan perubahan warna, edema.
6) Hygiene
a) Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
b) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih.
7) Neurosensori
a) Gejala : pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untuk mengawasi masalah,
tidak mampu mengingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor,
dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada
ekstremiats (kaki menunjukkan perubahan paling awal).
b) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.

13
8) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala,
nyeri dada pleuritis.
b) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot
melindungi yang sakit.
9) Pernapasan
a) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.
Bendungan atau sesak pada dada.
b) Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
10) Seksualitas
a) Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya
libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan
kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
b) Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi
kulit(mis. Kutil, herpes)
11) ) Interaksi social
a) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
b) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat aktivitas
yang tak terorganisasi.

2.11 Diagnosa Keperawatan

14
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.

15
2.12 Intervensi dan Rasional
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Risiko tinggi infeksi b.d Pasien akan bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk pengobatan
imunosuspresi, opurtunistik dengan infeksi baru 2. Mencegah pasien yang
malnutrisi dan pola kriteria tak ada tanda-tanda 2. Gunakan teknik terpapar oleh kuman
hidup yang berisiko. infeksi baru, lab tidak ada aseptik pada setiap patogen yang didapat d
infeksi opurtunis, tanda tindakan invasif. Cuci RS
vital dalam batas normal, tangan sebelum 3. Mencegah
tidak ada luka atau eksudat melakukan tindakan bertambahnya infeksi
3. Anjurkan pasien 4. Meyakinkan diagnosis
metoda mencegah akurat dan pengobatan
terpapar terhadap 5. Mempertahankan
lingkungn yang kadar darah yang
patogen terapeutik.
4. Kumpulkan spesimen
untuk tes lab
5. Atur pemberian
antinfeksi
2. Risiko tinggi infeksi b.d infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien 1. Pasien dan keluarga
berhubungan dengan ditransmisikan, timkes mencegah transmisi mau dan memerlukan
infeksi HIV, adanya memperhatikan universal HIV dan kuman informasi ini

16
infeksi nonopurtunistik precaution dengan kriteria patogen 2. Mencegah transmisi
yang dapat kontak pasien dan timkes 2. Gunakan darah dan infeksi HIV ke orang
ditransmisikan tidak terapapar HIV, tidak ciran tubuh precautions lain
terinfeski patogen. Cth: biar merawat pasien.
TBC. Gunakan masker bila
perlu
3. Intoleran aktivitas b.d pasien berpartisipasi dalam 1. Monitor respon 1. Respon bervariasi dari
kelemahan, pertukaran kegiatan, dengan kriteria fisiologis terhapad hari ke hari
oksigen, malnutrisi, bebas dyspnea dan aktivitas 2. Mengurangikebutuhan
kelelahan. takikardi selama aktivitas. 2. Beban bantuan energi
perawatan yang pasien 3. Ekstra istirahat perlu
sendiri tidak mampu untuk meningkatkan
3. Jadwalkan perawatan kebutuhsn metabolik
pasien sehingga tidak
menggangu istirahat
4. Perubahan nutrisi Pasien mempunyai intake 1. Monitor kemampuan 1. Intake menurun
kurang dari kebutuhan kalori dan protein yang mengunyah dan dihubungkan dengan
tubuh b.d intake yang adekuat untuk memenuhi menelan nyeri tenggorokan dan
kurang, meningkatnya kebutuhan metaboliknya 2. Monitor BB, intake mulut
kebutuhan metabolic dengan kriteria mual dan dan output 2. Menentukan data dasar
dan menurunnya muntah dikotrol, pasien 3. Atur antiemetik 3. Mengurangi muntah

17
absrobsi zat gizi. makan TKTP, serum 4. Rencanakan diet 4. Meyakinkan bahwa
albumin dan protein dalam dengan pasien makanan sesuai
batas normal, BB dengan keinginan
mendekati seperti sebelum pasien
sakit
5. Diare b.d infeksi GI Pasien merasa nyaman dan 1. Kaji konsistensi dan 1. Mendeteksi adanya
mengnontrol diare, frekuensi feses dan darah dalam feses
komplikasi minimal adanya darah. 2. Hipermotiliti mumnya
dengan kriteria perut 2. Auskultasi bunyi usus dengan diare
lunak, tidak tegang, feses 3. Atur agen antimotilitas 3. Mengurangi motilitas
lunak dan warna normal, dan psilium usus, yang pelan,
kram perut hilang (Metamucil) sesuai emperburuk perforasi
order pada intestinal
4. Berikan ointment A 4. Untuk menghilangkan
dan D, vaselin atau distensi
zinc oside
6. Tidak efektif koping Keluarga atau orang 1. kaji Kaji koping 1. Memulai suatu hubungan
keluarga berhubungan penting lain keluarga terhadap sakit dalam bekerja secara
dengan cemas tentang mempertahankan suport pasein dan konstruktif dengan keluarga.
keadaan yang orang sistem dan adaptasi perawatannya 2. Mereka tak menyadari
dicintai. terhadap perubahan akan 2. Biarkan keluarga bahwa mereka berbicara

18
kebutuhannya dengan mengungkapkana secara bebas
kriteria pasien dan perasaan secara verbal 3. Menghilangkan kecemasan
keluarga berinteraksi 3. Ajarkan kepada tentang transmisi melalui
dengan cara yang keluaraga tentang kontak sederhana.
konstruktif penyakit dan
transmisinya

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang
disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada
umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-
pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang,
infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam penyususnan kasus harus
dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.
ARV merupakan obat yg digunakan pasien dgn tes HIV positif . Terapi
antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat.
Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral
(ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan
pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit
HIV.

3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus kelompok sudah berusaha
semaksimal mungkin. Namun jika ada saran yang bersifat perbaikan
kelompok sangat senang menerima masukan tersebut.

2. Bagi Intitusi Pendidikan


Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan konsultasi dengan pihak
Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan. Saran yang Bapak / Ibu dosen berikan
sangat membantu untuk perbaikan makalah dan pemecahan kasus.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis


Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
2. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG
3. Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
4. Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta : Salemba Medika
5. http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-AIDS-2007.pdf
6. DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan teravi
antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.
7. DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi
ODHA.Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan lingkungan Depkes RI.
8. IMAI. 2003. Perawatan kronis HIV dan pengobatan ARV. Surabaya; Integrated
Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr.
Soetomo Surabaya.

21

Вам также может понравиться