Вы находитесь на странице: 1из 18

AUDITING II

Analisis Kasus

“Audit Kecurangan Terhadap Fungsi Penjualan dan Fungsi Penerimaan


Kas Pada CV.Liga Cipta Garmindo”

Dosen Pembimbing : Eva Anggra Yunita, S.E.,M.Si.

DISUSUN OLEH

1. Abid Ardiansyah(4317500111)
2. Indah Ari wulandari
3. Salsa

AKUNTANSI 4A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Audit
Kecurangan Terhadap Fungsi Penjualan dan Fungsi Penerimaan Kas Pada CV.Liga Cipta
Garmindo” semoga dengan dibuatnya makalah ini semoga penbaca dapat memahami tentang
makalah tersebut

Berbagai sumber referensi dasar dan esensial yang relevan dari buku auditing lainnya dan

internet memang sengaja kami pilih dan kami gunakan untuk pembahasan dan membangun penyajian

komperehensif agar mudah dipahami dan memenuhi harapan pembaca.

Kami memahami bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan baik dari segi

teknis maupun isi. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi pembuatan makalah selanjutnya. Oleh karena itu, penulis berharap agar makalah ini dapat

dijadikan sebagai bahan pembelajaran berguna bagi pembacanya.

Tegal, 15 Maret 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Latar belakang dalam penelitian ini yaitu penjualan dan penerimaan kas merupakan masalah
yang sering dihadapi oleh perusahaan, antara lain rawan terhadap kecurangan, perusahaan perlu
melakukan tindakan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian, dan sistem pengendalian internal dalam perusahaan serta metode bisnis yang
digunakan menentukan tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomis perusahaan. Rumusan masalah
yang diteliti yaitu bagaimana cara mendeteksi, mengidentifikasi, dan mencegah kecurangan terhadap
fungsi penjualan dan penerimaan kas pada perusahaan yang diteliti. Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah untuk menilai aktivitas kegiatan perusahaan, menilai apakah kegiatan penjualan dan
penerimaan kas telah terlaksana dengan baik, menilai apakah telah terjadi tindakan kecurangan atau
tindakan-tindakan yang memungkinkan untuk dapat terjadi kecurangan yang tidak diketahui oleh
perusahaan, dan mengevaluasi dan memberikan saran serta rekomendasi perbaikan atas kelemahan
yang ditemukan.
Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma
Tbk (PT. KF). PT. KF adalah badan usaha milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di
bursa. Berdasarkan indikasi oleh Kementrian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002)
ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement)
laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan
2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebih sajikan
penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha dan dilakukan dengan menggelembungkan harga
persediaan pada unit distribusi PT. KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen PT. KF
melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada
unit-unit yang tidak disamping oleh auditor eksternal.
Terhadap auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT. KF per 31Desember 2001,
Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan
membantu manajemen PT. KF menggelembungkan keuntungan. Bapepam mengemukakan proses
audit tersebut tidakberhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT. KF. Atas
temuan ini kepada PT. KF Bapepam memberikan sanksi administratif sebesar Rp 500 juta. Rp 1
milyar terhadap direksi lama PT. KF dan Rp 100 juta kepada auditor eksternal (Bapepam 2002).
Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Windy yang berjudul Audit Kecurangan
Terhadap Fungsi Penjualan dan Piutang Pada PT. Planetama Holiday Tourindo juga ditemukan
beberapa temuan diantaranya yaitu perusahaan tidak melakukan penelitian mengenai pelanggan baru
secara detail mengenai pelanggan, perusahaan tidak memiliki kebijkan mengenai pemberian sanksi
atas keterlambatan pembayaran piutang yang telah jatuh tempo, perusahaan tidak memiliki bagian
internal audit yang independen untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan penjualan dan
pelaksanaan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, perusahaan tidak pernak
melakukan konfirmasi piutang secara periodik kepada pelanggan, dan di dalam perusahaan tidak
terdapat kebijakan yang memadai untuk mendukung kegiatan penjualan. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah penelitian deskriptif. Metode pengumpulan datanya diperoleh dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti adalah perusahaan seharusnya membuat kebijakan
dan persyaratan mengenai pelanggan baru yang ingin melakukan transaksi secara kredit, sehingga
jumlah pelanggan yang sering terlambat melunasi piutangnya dapat berkurang, perusahaan sebaiknya
menetapkan kebijakan untuk pemberian sanksi kepada pelanggan yang terlambat melunasi hutangnya,
perusahaan sebaiknya membentuk bagian internal audit yang bertugas membantu manajemen dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran, dan komentar
mengenai kegiatan yang diperiksanya, sehingga kebijakan yang ada benar-benar dapat terkendali,
perusahaan harus membuat konfirmasi piutang dan harus memberikan secara periodik kepada
pelanggan, dan rekomendasi yang terakhir perusahaan membuat kebijakan mengenai penjualan dan
piutang dalam perusahaan yang bertujuan untuk terhindar dari kerugian yang materil.
Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis yang berjudul Audit Kecurangan Terhadap
Fungsi Penjualan Dan Fungsi Penerimaan Kas Pada CV. Liga Cipta Garmindo juga ditemukan
beberapa kelemahan-kelemahan yang dapat berpotensi untuk terjadi tindakan kecurangan. Dalam
kegiatan distribusinya CV. Liga Cipta Garmindo melakukan penjualan produk dengan mempercayai
sales yang memasarkan produknya. Penjualan yang dilakukan tidak hanya penjualan tunai saja, tetapi
juga melayani penjualan kredit. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi
menimbulkan piutang usaha dan barulah kemudian pada hari jatuh temponya, terjadi aliran kas masuk
(cash in flow) yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut. Oleh karena itu peneliti melihat bahwa
besar peluang dan kemungkinan yang dapat terjadi untuk melakukan tindakan kecurangan. Karena
dari aktivitas penjualan sampai penagihan piutang sering kali dilakukan oleh orang yang sama. Di sisi
lain bahwa perusahaan ini tidak memiliki auditor internal. Hal ini menjadi sorotan bagi peneliti karena
besar kemungkinan untuk terjadi kecurangan. Kecurangan yang dilakukan dapat berakibat pada
berkurangnya pendapatan yang diterima oleh perusahaan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah terjadinya kecurangan
adalah dengan pelaksanaan pengendalian intern yang baik. Pengendalian intern merupakan suatu
rencana organisasi dan metode bisnis yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomis perusahaan. Diharapakan dari pelaksanaan pengendalian intern yang baik dapat
mengurangi penyelewengan dan mendeteksi kecurangan sedini mungkin. Namun kadang kala
pengendalian intern saja tidak cukup untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud (kecurangan),
oleh karena itu perlu dilakukan audit kecurangan untuk mengetahui apakah telah terjadi kecurangan
atau tidak yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut: apakah
pengendalian internal siklus penjualan pada CV. Liga Cipta Garmindo telah berjalan
dengan baik.

C. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam analisis ini adalah :
1. Untuk mengevaluasi pengendalian siklus penjualan dan penerimaan kas CV.
Liga Cipta Garmindo.
2. Memberikan Pemecahan yang dihadapi CV. Liga Cipta Garmindo mengenai
pengendalian intern yang dijalankan pada siklus penjualan dan penerimaan
kas.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tujuan Audit Secara Umum


Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal
yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Untuk mencapai tujuan ini, auditor perlu menghimpun bukti kompoten yang
cukup, auditor perlu mengindentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun dan bagaimana cara
menghimpun bukti tersebut.
Laporan keuangan meliputi asersi-asersi menajemen baik yang bersifat eksplisit. Asersi-asersi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Asersi Keberadaan dan Keterjadian
Asersi tengtang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau
utang benar terjadi selama periode tertentu.
2. Asersi Kelengkapan
Asersi kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun rekening
yang semestinya disajikan dalam laporan keuangan telah tercantumkan. Menejemen
membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa di catat dan di cantumkan dalam
laporan keuangan dan menejemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah
mencangkup semua kewajiban perusahaan kepada pemasok.
3. Asersi Hak dan kewajiban
Berkaitan dengan asersi ini, auditor berusaha memastikan apakah perusahaan
mempunyai hak kepemilikan yang sah atas saldo kas dan piutang dagang. Piutang dagang
menggambarkan klaim legal perusahaan terehadap pelanggan untuk pembayaran.
4. Asersi Penilaian dan Pengalokasian
Asersi tentang penilaian atau pengalokasian berhubungan dengan apakah komponen –
komponen aktiva, utang, pendapatan dan biaya sudah dimasukkan dalam laporan keuangan
pada jumlah yang semestinya. Contoh manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat
berdasarkan harga perolehanya dan perolehan yang semacam itu secara sistematik
dialokasikan kedalam periode-periode akuntansi yang semestinya, dan manajemen membuat
asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih
yang dapat direalisasikan.
5. Asersi Pelaporan dan Pengungkapan
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-
komponen tertentu dalam laporan keuangan sudah diklasifikasikan, dijelaskan dan
diungkapkan secara semestinya. Pelaopran komponen laporan keuagan pada jumlah yang
semestinya mengandung arti bahwa jumlahnya sudah ditentukan dengan menggunakan
metode perlakuan akuntansi bedasar prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan bebas dari
kesalahan matematikal.
Misalnya menejemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang
diklasifikasikansebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu
satu tahun, dan menajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar
biasa dalam laporan rugi laba dikalsifikasikan dan diungkafkan semestinya.

2. Empat Tahap atau Fase Audit

Fase I : Merencanakan dan Merancang Pendekatan Audit

Auditor menggunakan informasi yang didapatkan dari prosedur penilaian risiko terkait
dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, memahami bisnis dan industry klien, menilai
risiko bisnis klien, dan melakukan prosedur analitis pendahuluan. Auditor menggunakan
penilaian materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, risiko pengendalian, dan
setiap risiko kecurangan yang teridentifikasi untuk mengembangkan keseluruhan perencanaan
audit. Diakhir fase I, auditor harus memiliki suatu rencana audit dan program audit spesifik yang
sangat jelas untuk audit secara keseluruhan.

Fase II : Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Transaksi

1. Mendapatkan bukti yang mendukung pengendalian tertentu yang berkontribusi terhadap


penilaian risiko pengendalian yang dilakukan oleh auditor untuk audit atas laporan keuangan
dan untuk audit pengendalian internal atas laporan keuangan dalam suatu perusahaan publik.
2. Mendapatkan bukti yang mendukung ketepatan moneter dalam transaksi-transaksi. Setelah
melakukan pengujian pengendalian maka selanjutnya melakukan pengujian terperinci
transaksi. Seringkali kedua jenis pengujian ini dilakukan secara simultan untuk satu
transaksi yang sama. Hasil pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi
merupakan penentu utama dari keluasan pengujian terperinci saldo.

Fase III : Melaksanakan Prosedur Analitis dan Pengujian Rincian Saldo

1. Prosedur analitis substantif yang menilai keseluruhan kewajaran transaksi-transaksi dan


saldo-saldo akun.
2. Pengujian terperinci saldo, yang mana prosedur audit digunakan untuk menguji salah saji
moneter dalam saldo-saldo akun laporan keuangan.
Fase IV : Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit

1. Pengujian tambahan untuk tujuan penyajian dan pengungkapan


Selama fase terakhir ini auditor melakukan prosedur audit terkait dengan liabilitas
kontejensi dan kejadian-kejadian setelah tanggal neraca. Peristiwa setelah tanggal neraca
menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi setelah tangga neraca, namun sebelum
penerbitan laporan keuangan dalam laporan audit yang berpengaruh terhadap laporan
keuangan.
2. Pengumpulan bukti akhir
Auditor harus mendapatkan bukti berikut untuk laporan secara keseluruhan selama
fase penyelesaian :
a. Melakukan prosedur analitis akhir
b. Mengevaluasi asumsi keberlangsungan usaha
c. Mendapatkan surat representasi klien
d. Membaca informasi dalam laporan tahunan untuk meyakinkan bahwa informasi yang
disajikan konsisten dengan laporan keuangan
3. Menerbitkan laporan audit
Jenis laporan audit yang diterbitkan bergantung pada bukti yang dikumpulkan dan
temuan-temuan auditnya.
4. Kommunikasi dengan komite audit dan manajemen
Auditor diharuskan untuk mengkomunikasikan setiap kekurangan dalam
pengendalian internal yang signifikan pada komite audit atau manajemen senior. Meskipun
tidak diharuskan, auditor seringkali memberikan saran pada manajemen untuk
meningkatkan kinerja bisnis mereka.

3. Konsep Dasar Bukti Audit

1. Sifat Bahan Bukti


Bahan bukti terdiri atas data akuntansi yang mendasari dan informasi menguatkan yang
tersedia bagi auditor. Data akuntansi yang mendasari yang dapat dipakai sebagai bukti untuk
menguji tujuan audit meliputi jurnal (termasuk buku besar dan buku pembantu), buku manual
akuntansi, dan catatan seperti kertas kerja dan lembar kerja yang mendukung angka-angka
dalam laporan keuangan. Data tersebut sering dalam bentuk elektronik.
2. Kecukupan Bahan Bukti
Bukti yang memadai untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.
Kecukupan bukti terutama diukur oleh banyaknya sampel yang dipilih auditor. Banyak dan
jenis bahan bukti ditentukan oleh pertimbangan profesional auditor. Dalam menakar
kecukupan bukti, auditor bergantung pada materialitas dan risiko audit untuk saldo akun atau
golongan transaksi guna menentukan lingkup audit.
3. Kompetensi Bahan Bukti
a. Independensi Sumber Bukti : Bukti yang diperoleh secara langsung oleh auditor dari
sumber diluar entitas pada umumnya dianggap lebih andal ketimbang bukti yang
diperoleh dari dalam entitas.
b. Efektivitas Pengendalian Internal : Untuk menghasilkan informasi yang andal guna
membantu proses pengambilan keputusan mnajemen.
c. Pengetahuan Pribadi Langsung Auditor : Bukti digali secara langsung oleh auditor pada
umumnya dianggap lebih andal ketimbang bukti yang diperoleh secara tidak langsung
melaui cara lainnya.
4. Evaluasi Bahan Bukti
Kecakapan penting lainnya yang mesti dikuasai oleh auditor. Evaluasi bukti yang benar
mensyaratkan auditor memahami ragam bukti yang tersedia serta keandalan atau diagnosititas
relatifnya. Auditor mesti piawai menilai kapan bukti kompeten yang jumlahnya memadai
sudah diperoleh dalam upaya menentukan apakah tujuan audit tertentu sudah dicapai.

4. Prosedur dan Teknik Audit

1. Prosedur Analitis

Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan di antara data.
Prosedur ini meliputi:
 perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana
 analisis vertikal atau laporan persentase
 perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran
 penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi.
Analisis regresi dapat melibatkan penggunaan data nonkeuangan (seperti data jumlah
karyawan) maupun data keuangan.
Prosedur analitis seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang mendasari
operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang menggerakkan bisnis
dengan hasil keuangan terkait. Prosedur analitis umumnya digunakan dalam pendekatan top-
down untuk mengembangkan harapan atas akun laporan keuangan dan untuk menilai
kelayakan laporan keuangan dalam konteks tersebut.
2. Inspeksi
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan
sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi seringkali
digunakan dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-down.
Dengan melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan persyaratan
dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian bottom-up atas akuntansi transaksi
tersebut. Pada saat yang sama, auditor seringkali mempertimbangkan implikasi bukti dalam
konteks pemahaman faktor-faktor ekonomi dan persaingan entitas. Sebagai contoh, pada saat
auditor memeriksa kontrak sewa guna usaha, ia melakukan verifikasi kesesuaian akuntansi
yang digunakan untuk sewa guna usaha, mengevaluasi bagaimana sewa guna usaha ini
berpengaruh pada kegiatan pembiayaan dan investasi entitas, dan akhirnya
mempertimbangkan bagaimana sewa guna usaha ini dapat mempengaruhi kemampuan entitas
untuk menambah penghasilan dan bagaimana pengaruh transaksi ini atas struktur biaya tetap
entitas.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading), dan memeriksa
(examining) adalah sinonim dengan menginspeksi dokumen dan catatan. Menginspeksi
dokumen dapat membuka jalan untuk mengevaluasi bukti documenter. Dengan demikian
melalui inspeksi, auditor dapat menilai keaslian dokumen, atau mungkin dapat mendeteksi
keberadaan perubahaan atau item-item yang dipertanyakan. Bentuk lain dari inspeksi adalah
scanning atau memeriksa secara tepat dan tidak terlampau teliti dokumen dan catatan.
Memeriksa sumber daya berwujud memungkinkan auditor dapat mengetahui secara
langsung keberadaan dan kondisi fisik sumber daya tersebut. Dengan demikian, inspeksi juga
memberikan cara untuk mengevaluasi bukti fisik.
3. Konfirmasi
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan
auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi
klien. Dalam kasus yang lazim, klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis,
namun auditor yang mengendalikan pengiriman permintaan keterangan tersebut. Permintaan
tersebut juga harus meliputi instruksi berupa permintaan kepada penerima untuk mengirimkan
tanggapannya secara langsung kepada auditor. Konfirmasi menyediakan bukti bottom-up
penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya objektif dan berasal dari
sumber yang independen.
4. Permintaan Keterangan
Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh
auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau
karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya
prosedur analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan keusangan persediaan
atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat langsung meminta keterangan pada pihak
eksteren, seperti permintaan keterangan langsung kepada penasehat hokum klien tentang
kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti lisan atau bukti
dalam bentuk representasi tertulis.
5. Perhitungan
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah (1) perhitungan fisik sumber
daya berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada, dan (2) akuntansi seluruh
dokumen dengan nomor urut yang telah dicetak. Yang pertama menyediakan cara untuk
mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada, sedangkan yang kedua dapat dipandang
sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal perusahaan melalui bukti
yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi. Teknik perhitungan ini menyediakan
bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali terdorong untuk memperoleh bukti top-down
terlebih dahulu guna mendapatkan konteks ekonomi dari prosedur perhitungan.
6. Penelusuran
Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran ulang,
auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan (2)
menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan
benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian prosedur ini berawal
dari dokumen menuju ke catatan akuntansi, sehingga menelusuri kembali asal-usul aliran data
melalui sistem akuntansi. Karena proesdur ini memberikan keyakinan bahwa data yang
berasal dari dokumen sumber pada akhirnya dicantumkan dalam akun, maka secara khusus
data ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya salah saji berupa penyajian yang lebih
rendah dari yang seharusnya (understatement) dalam catatan akuntansi.
7. Pemeriksaan Bukti Pendukung
Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi (1) pemilihan ayat jurnal dalam
catatan akuntansi, dan (2) mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan
sebagai dasar ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan
akuntansi. Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang digunakan
dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya salah saji
berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstatement) dalam catatan
akuntansi.
8. Pengamatan
Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan
pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis
transaksi tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para pekerja sedang
melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan.
Pengamatan terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal.
Auditor juga dapat mengamati kecermatan seorang karyawan klien dalam melaksanakan
pemeriksaan tahunan atas fisik persediaan. Pengamatan yanf terakhir ini memberikan peluang
untuk membedakan antara mengamati dan menginspeksi.
9. Pelaksanaan Ulang
Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang (reperforming)
perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien. Misalnya menghitung ulang total jurnal,
beban penyusutan, bunga akrual dan diskon atau premi obligasi, perhitungan kuantitas
dikalikan harga per unit pada lembar ikhtisar persediaan, serta total pada skedul pendukung
dan rekonsiliasi. Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan
transaksi tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan
pengandalian intern yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, auditor dapat melaksanakan
ulang pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan untuk menentukan bahwa
pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada saat transaksi tersebut diproses.
Pemeriksaan ulang biasanya memberikan bukti bottom-up, dan dengan bukti bottom-up
lainnya, auditor dapat terlebih dahulu memahami konteks ekonomi untuk pengujian audit
tersebut.
10. Teknik Audit Berbantuan Komputer
Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka auditor
dapat menggunakan teknik audit berbantuan computer (computer-asssited audit
techniques/CAAT) untuk membantu melaksanakan beberapa prosedur yang telah diuraikan
sebelumnya. Sebagai contoh, auditor dapat menggunakan perangkat lunak komputer untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
 Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur analitis.
 Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi
 Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa semua dokumen yang
berurutan telah dipertanggungjawabkan.
 Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk disesuaikan (seperti
harga yang tercantum dalam faktur dengan master file yang memuat harga-harga yang
telah disahkan)
 Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan apakah aspek komputer
dari pengendalian intern telah berfungsi.
 Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan buku besar pembantu
piutang usaha atau file persediaan.

5. Kertas Kerja Audit

Dokumentasi bukti audit disediakan dalam kertas kerja. SAS 41, Working papers (AU
339.03), menguraikan kertas kerja (Working papers) sebagai catatan yang disimpan oleh auditor
tentang prosedur audit yang diterapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh,
dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Kertas kerja memberikan :
 Dukungan utama bagi audit
 Cara untuk melakukan koordinasi dan supervisi audit
 Bukti bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS

A. Jenis Kertas Kerja


Jenis- jenis kertas kerja yang dalam audit, antara lain :
1. Kertas Kerja Neraca Saldo
Dalam kertas kerja neraca saldo tersedia kolom- kolom untuk saldo buku besar
tagun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi audit), penyesuaian, saldo setelah
penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo akhir (telah diaudit). Kertas kerja neraca saldo
merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit karena:
Menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item – item
yang dilaporkan dalam laporan keuangan
Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual.
Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap item laporan
keuangan.
2. Skedul dan Analisis
Istilah skedul kertas kerja (working paper schedule) dan analisis kertas kerja
(working paper analysis) digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap
kertas kerja yang memuat bukti- bukti yang mendukung item –item dalam kertas kerja
neraca saldo. Apabila beberapa buku akun besar digabungkan untuk tujuan pelaporan,
maka harus disusun skedul kelompok (group schedule) atau sering juga disebut sebagai
skedul utama (lead schedule). Selain menunjukkan akun masing – masing buku besar
yang ada dalam kelompok tersebut, skedul utama juga mengidentifikasi skedul atau
analisis dalam kertas kerja individu yang memuat bukti audit yang diperoleh untuk
masing – masing akun dalam kelompok tersebut.
3. Memoranda Audit dan Informasi Penguat
Memoranda Audit (audit memoranda) merujuk pada data tertulis yang disusun
oleh auditor dalam bntuk naratif. Memoranda meliputi komentar – komentar atas
pelaksanaan prosedur – prosedur audit yang meliputi :
1) Linkup pekerjaan
2) Temu – temuan
3) Kesimpulan audit.
Auditor juga dapat menyusun memoranda audit untuk mendokumentasikan informasi
penguat sebagai berikut :
1) Salinan risalah rapat dewan direksi
2) Representasi tertulis dari manajemen dan para pakar yang berasal dari luar
organisasi
3) Salinan kontrak – kontrak penting.

4. Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi

Ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) merupakan koreksi atas kesalahan


klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP. Oleh karena itu, pada
akhirnya ayat jurnal penyesuaian secara sendiri- sendiri atau bersama – sama akan
dianggap material dengan harapan, akan dicatat oleh klien sehingga saldo buku besar
dapat sisesuaikan. Sebaliknya, ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian
laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai.
Setiap ayat jurnal yang dianggap material oleh auditor dan diusulkan dalam
kertas kerja harus ditunjukkan dalam :
 Skedul atau analisis dari setiap akun yang mempengaruhi,
 Setiap skedul utama yang dipengaruhi,
 Ikhtisar terpisah dari ayat jurnal penyesuaian dan ayat jurnal reklasifikasi yang
diusulkan
 Kertas kerja neraca saldo.

B. Menyusun Kertas Kerja

Teknik – teknik dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun kertas kerja yang baik,
antara lain :
 Judul (heading). Setiap kertas ikerja harus memuat nama klie, judul deskriptif yang
dapat mengidentifikasi isi dari kertas kerja tersebut.
 Nomor Indeks (index number). Setiap kertas kerja harus diberi nomor indeks atau
nomor referensi untuk tujuan identifikasi atau pengarsipan.
 Referensi Silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang diambil dari kertas
kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas kerja lain harus diberi referensi silang.
Pada umumnya, program microcomputer yang digunakan untuk menyusun kertas kerja
memiliki kemampuan untuk memberikan referensi silang dan menghubungkan kertas
kerja secara elektronik.
 Tanda koreksi (tick maks). Tanda koreksi berupa simbol – simbol seperti tanda
pengecekan () yang digunakan dalam kertas kerja, menunjukkan bahwa auditor telah
melaksnakan sejumlah prosedur pada item-item dimana tanda pengecekan tersebut
diberikan. Keterangan tentang kertas kerja tersebut harus dapat menjelaskan tentang sifat
dan luasnya pekerjaan yang disajikan oleh setiap tanda koreksi atau dapat memberikan
informasi tambahan bagi item- item yang deberi tanda koreksi tersebut.
 Tanda tangan dan tanggal (signatures and dates). Setelah menyelesaikan masing-
masing tugasnya, penyusun maupun pe-review kertas kerja tersebut harus membubuhkan
paraf dan tanggal pada kertas kerja tersebut. Hal ini diperlukan untuk menetapkan
tanggung jawab atas pekerjaan dan review yang dilaksanakan.

C. Me-review Kertas Kerja

Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review kertas kerja dalam syatu kantor
CPA. Review tingkat pertama dilakukan oleh supervisor dari penyusun seperti atasan dan
manajernya. Review dilakukan apabila pekerjaan pada segmen tertentu dalam suatu audit telah
diselesaikan. Pihak yang melakukan review terutama menekankan perhatian pada lingkup
pekerjaan yang dilakukan, bukti dan temuan yang diperoleh, serta kesimpulan yang telah
dicapai oleh penyusun. Review lainnya dilakukan atas kertas kerja apabila pekerjaan lapangan
telah diselesaikan.
D. Pengarsipan Kertas Kerja

Kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori antara lain :


1) File Permanen (permanent file) memuat data yang diharapkan tetap bermanfaat bagi
auditordalam banyak perikatan dengan klien di masa mendatang.
2) File tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang berkenaan dengan
pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item – item yang ditemui dalam berkas permanen , antara lain :
 Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien.
 Bagan akun dan manual atu pedoman prosedur
 Struktur organisasi.
 Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk – produk utama.
 Ketentuan – ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi.
 Salinana kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun, perjanjian
pembagian laba dan bonus.
 Skedul amortisasi kewajibanjangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik.
 Ikhtisar prinsip –prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien.
E. Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas Kerja

Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien atau pribadi auditor.
Namun hak kepemilikan oleh kantor akuntan tersebut masih tunduk pada pembatasan –
pembatasan yang diatur dalam kode etik profesi auditor itu sendiri. Peraturan 301, Code of
Profesional Conduct dari AICPA menentukan bahwa seorang CPA dilarang untuk
mengungkapkan setiap informasi rahasia yang diperoleh selama pelaksanaan penugasan
profesional tanpa seizin klien, kecuali untuk kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan.
Penyimpangan kertas kerja terletak pada tangan auditor, di mana ia bertanggung
jawab untuk menyimpannya dengan aman. Kertas kerja yang tergolong sebagai file permanen
akan disimpan untuk waktu yang tak terbatas. Sedangkan kertas kerja yang tergolong sebagai
file tahun berjalan akan disimpan selama file tersebut diperlukan oleh auditor untuk melayani
klien atau diperlukan untuk memenuhi persyaratan hukum sebagai referensi catatan.
Ketentuan mengenai batasan waktu penyipanan jarang yang melampaui waktu enam tahun.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua

hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai suatu tujuan, dima auditor perlu menghimpun

bukti kompoten yang cukup, auditor perlu mengindentifikasikan bukti apa yang dapat

dihimpun dan bagaimana cara menghimpun bukti tersebut.

B. SARAN

Tanpa memahami tujuan audit secara keseluruhan, perencanaan dan pengumpulan

bukti-bukti audit selama berlangsungnya proses tidak akan memiliki relevansi. Jadi, para

auditor harus lebih memahami tanggung jawabnya dalam melaksanakan proses audit dan

tujuan audit secara keseluruhan, serta tujuan yang coba dipenuhi auditor.
DAFTAR PUSTAKA

Dalam buku berjudul “Auditing” Jilid 1 karangan Henry Simamora.

Dalam buku berjudul “Auditing” Edisi 3 Karang Prof. Dr. Abdul Halim, MBA., Akt. Dan Totok Budi
Santoso, SE., Akt.

Boyton, William C. dkk. 2003. Modern Auditing. Erlangga: Jakarta

Вам также может понравиться