Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 HIPERTIROID
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial
pouch pertana dan kedua.Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua
lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3.Kapsul
fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang
merupakan ciri khas kelenjar tiroid.Sifat inilah yang digunakan klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau
tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-
2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan
yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara 10-20 gram1.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik.A tiroidea superior berasal dari
a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid
ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta.Ternyata setiap
folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya
berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea
superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram
kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga
dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.
Gambar 1. Anatomi Tiroid
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel.Tirosin, suatu asam amino,
disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan
esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon tiroid,
harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid
terdiri dari langkah-langkah berikut4 :
1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum endoplasma
sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul
besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin
dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1)
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui
suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism, suatu protein
pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel
folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien
konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk
sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT)
(langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT)
(langkah 3b).
4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium
untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung
dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk
hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan
satu iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3
(dengan tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul
MIT.
C. DEFINISI HIPERTIROID
D. ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan
menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada
tiroid.Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko
terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak
hormon tiroid.Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila
melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter
multinodular toksik.Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular
toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme.Tiroiditis tidak
menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu
menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang meradang
dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditispostpartumdiyakinikondisi autoimun dan menyebabkan hipertiroidisme yang
biasanya berlangsung selama 1 sampai 2 bulan. Kondisi ini akan terulang kembali
dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti tiroiditis
post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis
“silent” mungkin suatu kondisi autoimun.
4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormone tiroid, sehingga jumlah
yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormone tiroid yang dihasilkan.
Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid
untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodium yang
berlebihan terkandung dalam obat seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batukjuga mengandung banyak yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormone tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih
banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam tubuh.
Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid.Oleh sebab
itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG5
- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul
infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto toraks
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah
ini :
Gambar 3. Penentuan Kelainan Tiroid Berdasar Pemeriksaan Penunjang
G. DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.Untuk ini
telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik teliti.Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.
I. PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya
tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau
reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.2,6
Obat – obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah
tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme
aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3
dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat
coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis
tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat
konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol).Atas
dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam
pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di
perifer.Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon
lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka
waktu pengobatan yang optimal dengan OAT.Beberapa kepustakaan menyebutkan
bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi
spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah
pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat
antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi.Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara
klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali
sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon
secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari.Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi
selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200
mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6
minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai
respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan
sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang
masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas
normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia,
dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan
faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan
psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis
yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam
beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang
berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan
untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..Agranulositosis biasanya ditandai
dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan
antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular
toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut,
sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah
dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila
ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki
kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain
seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti
dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah
penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi
pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan
biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya.Dosis dinaikkan dan diturunkan
sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid.Kemudian
dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan
keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi.
Remisi yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan
Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid
dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara
kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan
setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah
berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
c. Obat-obatan Lain
2. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. In: Gardner
DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA :
The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007
3. Panggabean MM. Gagal Jantung In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI ; 2009
4. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam :
Gardner DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8.
USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007
5. Lal G, Clark OH. Endocrine Surgery. Dalam : Gardner DG, Shoback D,
editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc ; 2007
6. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology.
Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2011
7. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Surabaya : Divisi
Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya ;
2006
8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2007